Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 83409 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aldi Semanta Sirath
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Spondilitis mencakup 2 ndash;7 dari seluruh kasus infeksi musculoskeletal, biasanya merupakan proses sekunder dari fokus infeksi primer. Infeksi diskus intervertebralis dan perluasannya paling baik dievaluasi menggunakan modalitas MRI vertebra. Penggunaan Gd-DTPA berguna untuk menilai sejauh mana perluasan massa jaringan lunak, pemeriksaan ini memiliki nilai sensitivitas, spesifisitas, serta akurasi yang tinggi dalam menegakan diagnosis spondilitis. Namun saat ini ketersediaan kontras di beberapa daerah di Indonesia masih belum merata, dan harganya yang cukup mahal juga menjadi kendala. Penelitian ini bertujuan membandingkan kesesuaian diagnosis spondilitis pada MRI vertebra tanpa kontras dengan MRI dengan kontras. Metode: Uji kesesuaian menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder untuk mengetahui kesesuaian diagnostik MRI vertebra tanpa kontras dan MRI dengan kontras dalam mendiagnosis spondilitis. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan data pemeriksaan MRI vertebra dengan suspek spondilitis dalam kurun waktu Agustus 2012 sampai September 2016. Hasil: Hasil uji McNemar didapatkan hasil p = 0,368, kappa R = 0,88 p

ABSTRACT
Background and objective Spondylitis accounts for 2 7 of all cases in musculoskeletal infections, usually as a secondary process originated from primary infection. Intervertebral disc infection and its extent best evaluated using spine MRI. The use of Gd DTPA contrast is useful for assessing the extent of soft tissue mass expansion, this examination has high sensitivity, specificity, and accuracy in diagnosing spondylitis. However, the availability of contrast in some areas in Indonesia is still uneven, the expensive price is also another obstacle. This study aims to compare the suitability of diagnosis of spondylitis in spine MRI without contrast and MRI with contrast. Methods Cross sectional study with secondary data to determine compatibility of spine MRI without contrast and MRI with contrast in diagnosing spondylitis. The examination was performed based on spine MRI examination data in suspected spondylitis patients in the period between August 2012 to September 2016. Result McNemar test results in p 0,368, kappa R 0,88 p "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernita Rahmawati
"Keluhan muskuloskeletal umumnya dirasakan oleh pekerja sektor informal, termasuk di dalamnya para pengrajin tenun sulam tapis. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensi Gangguan Otot dan Rangka karena pekerjaan di Indonesia mencapai 7,9%. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian Gangguan Otot dan Rangka pada pengrajin tenun sulam tapis di Kecamatan Negeri Katon, Pesawaran, Lampung. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan menganalisis faktor-faktor risiko individu (seperti usia, pendidikan, status pernikahan, kebiasaan berolahraga, status gizi, anemia, kesehatan reproduksi, dan masa kerja), pekerjaan (seperti masa kerja, durasi kerja, dan postur kerja), dan lingkungan (seperti pencahayaan dan suhu).
Populasi penelitian ini adalah seluruh pengrajin tenun sulam tapis di Negeri Katon, dengan jumlah sampel sebanyak 162 pengrajin yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan. Keluhan Muskuloskeletal Disorders (MSDs) diukur menggunakan standar SNI 9011:2021, sementara postur kerja dinilai dengan menggunakan lembar observasi Rapid Upper Limb Assessment (RULA). Hasil analisis menggunakan regresi logistik ganda menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kejadian Gangguan Otot dan Rangka adalah postur kerja  (p value = < 0,001), durasi kerja (p value = 0,017) dan masa kerja (p value = 0, 024).

Musculoskeletal complaints are commonly experienced by workers in the informal sector, including artisans involved in weaving traditional cloth called "sulam tapis." Based on the Riskesdas data from 2018, the prevalence of Musculoskeletal Disorders (MSDs) due to occupational factors in Indonesia reaches 7.9%. This study aims to identify the contributing factors to the occurrence of Musculoskeletal Disorders among sulam tapis weavers in Negeri Katon District, Pesawaran, Lampung. The research employs a cross-sectional design, analyzing individual risk factors (such as age, education, marital status, exercise habits, nutritional status, anemia, reproductive health, and duration of employment), occupational factors (such as tenure, work duration, and working posture), and environmental factors (such as lighting and temperature).
The study population consists of all sulam tapis weavers in Negeri Katon, with a sample size of 162 weavers meeting the predetermined inclusion and exclusion criteria. Musculoskeletal Disorders are assessed using the SNI 9011:2021 standard, while working posture is evaluated using the Rapid Upper Limb Assessment (RULA) observation sheet. The results of the analysis employing multiple logistic regression reveal that significant variables contributing to the occurrence of Musculoskeletal Disorders include working posture (p-value < 0.001), work duration (p-value = 0.017), and tenure (p-value = 0.024).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetyo Andriono
2006
T22684
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rianyta
"Pendahuluan: Saat ini, rejimen kemoterapi berbasis platinum dengan dua jenis obat seperti paklitaksel-karboplatin dan pemetreksat-karboplatin merupakan terapi lini pertama pasien adenokarsinoma paru dengan mutasi epidermal growth factor receptor (EGFR) negatif. Di rumah sakit Persahabatan, kedua rejimen tersebut banyak digunakan dan dijamin pembiayaannya oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS). Dengan harga pemetreksat yang lebih mahal dan efektivitas yang belum diketahui, perlu dilakukan suatu kajian farmakoekonomi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui profil efikasi, toksisitas, dan biaya paklitaksel-karboplatin dibandingkan pemetreksat-karboplatin.
Metode: penelitian ini merupakan studi potong lintang, menggunakan data rekam medis. Pasien adenokarsinoma paru mutasi EGFR negatif yang pertama kali didiagnosa dan diterapi dengan paklitaksel-karboplatin atau pemetreksat-karboplatin dimasukkan ke dalam kriteria inklusi. Analisis farmakoekonomi dilakukan berdasarkan keluaran klinis yang terdiri dari efektivitas dan biaya medis langsung. Efektivitas dinilai berdasarkan overall response rate (ORR).
Hasil: Rekam medis dari 21 pasien paklitaksel-karboplatin dan 21 pasien pemetreksat-karboplatin berhasil dievaluasi. Efektivitas kedua rejimen kemoterapi secara statistik tidak berbeda bermakna yang dilihat dari ORR (P=0,739). Toksisitas hematologi yang sering dialami oleh kedua kelompok adalah anemia, neutropenia, leukopenia derajat 1-2. Anemia, leukopenia, dan neutropenia derajat 3 lebih sering terjadi pada kelompok paklitaksel-karboplatin. Toksisitas nonhematologi kedua kelompok adalah mual muntah, rambut rontok, dengan neuropati perifer lebih banyak dialami kelompok paklitaksel-karboplatin. Melihat hal tersebut, pasien pada kelompok pemetreksat-karboplatin mengalami toksisitas lebih sedikit dibandingkan kelompok paklitaksel-karboplatin. Dari perhitungan analisis minimalisasi biaya diperoleh hasil bahwa biaya rerata per pasien dengan rejimen paklitaksel-karboplatin lebih murah Rp. 10.986.257,55 atau 50,25%, dibandingkan pemetreksat-karboplatin.
Kesimpulan: tidak ada perbedaan efektivitas antara kedua rejimen. Biaya rerata per pasien dengan rejimen paklitaksel-karboplatin lebih murah dibandingkan pemetreksat-karboplatin. Diperlukan penelitian prospektif dengan jumlah subjek yang lebih besar dan melibatkan banyak rumah sakit.

Background: At present, platinum-based chemotherapy regimens with two types of drugs such as paclitaxel-carboplatin and pemetrexed-carboplatin are first-line therapy for pulmonary adenocarcinoma patients with negative epidermal growth factor receptor (EGFR) mutations. At Persahabatan Hospital, the two regimens are widely used and guaranteed by National Health Insurance. With the price of pemetrexed which is more expensive and the effectiveness is unknown, it is necessary to do a pharmacoeconomic study. This study aimed to determine the efficacy, toxicity, and cost profile of paclitaxel-carboplatin compared to pemetrexed-carboplatin.
Methods: This s is a cross-sectional study, using medical record data. Patients with pulmonary adenocarcinoma negative EGFR mutations first diagnosed and treated with paclitaxel-carboplatin or pemetrexed-carboplatin were included. A pharmacoeconomic analysis is performed on the basis of clinical outcomes consisting of effectiveness and direct medical costs. Effectiveness was assessed based on the overall response rate (ORR).
Results: Medical records from 21 patients with paclitaxel-carboplatin and 21 patients with pemetrexed-carboplatin were successfully evaluated. The effectiveness of the two chemotherapy regimens was not significantly different, which was seen from the ORR (P = 0.739). The most common hematologic toxicity experienced of the two groups are anemia, neutropenia, leukopenia grade 1-2. Anemia, leukopenia and neutropenia grade 3 are more common in paclitaxel-carboplatin group. The nonhematological toxicity of the two groups was nausea vomitus, hair loss, with peripheral neuropathy more experienced by paclitaxel-carboplatin group. Seeing this, patients in pemetreksat-carboplatin group experienced less toxicity compared to paclitaxel-carboplatin group. From the calculation of cost minimization analysis the results showed that the average cost per patient with pulmonary adenocarcinoma negative EGFR mutation with paclitaxel-carboplatin regimen was cheaper Rp. 10.986.257,55 or 50,25%, compared to pemetrexed-carboplatin.
Conclusion: there was no difference in effectiveness between the two regimens. The average cost per patient with paclitaxel-carboplatin regimen was cheaper compared to pemetrexed-carboplatin. A prospective study is required with a larger number of study subjects and involves many hospitals.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55543
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Relly Sofiar
"Latar belakang : Steal Syndrome, adalah salah satu komplikasi pembuatan akses vena untuk hemodialisis, Insidensi steal syndrome yang berat diperkirakan 0,5-5%.11Belum ada pemeriksaan secara baku emas, terdapat berbagai prediktor noninvasif yang dapat menilai derajat steal salah satunya dengan nilai Digital Brachial Indices (DBI). Pada penelitian ini, subjek dengan AVF brachiocephalic dinilai Hand Ischemic Questioner (HIQ) untuk melihat manifestasi yang dikeluhkan berupa rasa dingin nyeri. Berkurangnya sensasi dan kekuatan, serta keram yang dinilai derajat keparahan dan frekuensinya dikorelasikan dengan nilai DBI yang dianggap bermakna sebagai steal syndrome adalah nilai DBI <0,6. Korelasi dari kedua parameter tersebut diharapkan dapat menunjukkan hal yang bermakna dalam praktek dan dalam penanganan pasien-pasien steal syndrome. Subyek dan Metode: Subyek penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani hemodialisis dengan akses AVF lengan atas di RSUPN Cipto Mangunkusumo dalam periode bulan Mei-Juni 2019. Pasien akan ditanyakan mengenai berbagai gejala mengenai steal syndrome sesuai dengan HIQ, dan dihitung skor nya, dilanjutkan dengan pengukuran Systolic Digital Pressure menggunakan alat phletysmograph, disisi lengan dengan AVF/AVG dan Systolic Brachial Pressure untuk menentukan DBI pada pasien tersebut. Hasil: Dari data demografik, profil pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis berdasarkan jenis kelamin laki-laki 37(46,2%) pasien dan perempuan 43(53,8%) dengan rata-rata usia pasien 53 tahun. Skor HIQ nilai minimum adalah 0 dan nilai maksimum adalah 70 dengan nilai median 3. Uji korelasi antara nilai total skor kuesioner HIQ dan nilai DBI didapatkan adanya korelasi dengan nilai p<0.001. uji diagnostik antara Skor HIQ menggunakan nilai cut-off ≥50 dengan nilai DBI <0.6. Dari hasil uji diagnostik antara skor HIQ dan DBI didapatkan nilai sensitivitas 15.3% dan nilai spesifisitas 100%, dengan akurasi diagnostik 58.75%. Kesimpulan: terdapat korelasi yang baik antara skor HIQ dengan DBI pada subyek penelitian ini, menunjukkan HIQ dan DBI ini dapat digunakan sebagai alat diagnostik yang cukup akurat sebagai salah satu metode awal untuk mendeteksi gejala-gejala awal dari Steal Syndrome sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan lainnya untuk mengurangi pemeriksaan lanjutan yang tidak perlu.

Background: Steal Syndrome is a complication after a native Arteriovenous Fistule(AVF), there were symtomps of cold sensations, pain, cramps, loss of strength and diminishes of sensibility. A severe steal syndrome incidences was 0.5 - 5%. And there are no gold standard non inavasive examination to predict a steal syndrome, there is Digital Brachial Indices (DBI). In this study all patients on Hemodialysis with brahiocepalic (BC) AVF were questioned and valued for Hand Ischemic Questionaire (HIQ) related symptomps. All those symptomps were valued for its severity and frequencies to correlate with DBI values, DBI <0.6 as a cut-off to consider a steal syndrome. Correlation between those parameter were expected to be significant in evaluate patients suspected steal syndrome in our daily practice. Methods: subjects in this study were all patients on hemodialysis with BC AVF at Cipto Mangunkusumo Hospital within May-June 2019 periods. They were questioned and valued for HIQ (no symptoms of ischemia, 0 points; maximal ischemia, 500 points), and then systolic digital pressure were measured with a phletysmograph, ipsilateral of AVF, continued to measure systolic brachial pressure, and we found DBI values. Results: a demographic profile data, male patients 37(46.2%), female patients 43(53.8%) with mean age 53y.o. Minimum HIQ score was 0 and maximum 70, mean score 3. Correlation between HIQ and DBI was good with p<0.001. Diagnostic test between HIQ and DBI were sensitivity 15.3% and specivity 100% with diagnostic accuracy 58.7%. Conclusions: there were a good correlation between HIQ score and DBI on hemodialysis patients with BC AVF to early detection of steal syndrome symptomps, as diagnostic tools HIQ and DBI shows a good accuracy, to avoid more invasive and expensive examinations."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58698
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syari Maisyarah Rahman
"Latar Belakang : Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama di dunia. Penyakit jantung koroner sebagai akibat aterosklerosis merupakan penyebab kematian utama penyakit kardiovaskuler baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia. Penting untuk melakukan segala upaya deteksi dini hal-hal terkait peningkatan risiko demi mencegah penyakit ini. CT scan kardiak mampu menilai proses aterosklerosis melalui evaluasi remodelling pada lumen pembuluh darah koroner sebagai informasi untuk tata laksana pasien penyakit jantung koroner.
Tujuan : Mendapatkan arah hubungan risiko kardiovaskuler tinggi berdasarkan skor kalsium arteri koroner terhadap indeks remodelling pada pasien penyakit jantung koroner yang menjalani CT scan kardiak.
Metode : penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan metode consecutive sampling. Sampel penelitian berjumlah 63 pasien penyakit jantung koroner yang telah menjalani pemeriksaan CT scan kardiak di Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode Juli 2013 hingga Februari 2019. Penelitian dilakukan sejak Desember 2018 hingga April 2019. Penilaian total skor kalsium arteri koroner dan penilaian indeks remodelling dilakukan oleh peneliti dan dilakukan pengecekan kembali oleh pembimbing Radiologi.
Hasil : Dilakukan Uji Mann-Whitney U, pada total indeks remodelling positif didapatkan nilai median 134,6 dengan range 3,2 sampai 3862,4 dan pada total indeks remodelling negatif didapatkan nilai median 7 dengan range 1,4 sampai 356,5. Terdapat perbedaan signifikan diantara keduanya (p<0,05). Dilakukan penentuan titik potong total skor kalsium arteri koroner sebesar 54,8 dengan nilai sensitivitas 76 % dan spesifisitas 76,9 %.
Kesimpulan : Terdapat hubungan positif antara total skor kalsium arteri koroner dengan indeks remodelling arteri koroner melalui CT scan kardiak pada pasien penyakit jantung koroner.

Background : Cardiovascular disease is the leading cause of death in the world. Coronary heart disease as a result of atherosclerosis is the leading cause of death for cardiovascular disease both in the United States and in Indonesia. It is important to make every effort to detect things related to increasing risk to prevent this disease. Cardiac CT scan is able to assess the process of atherosclerosis through evaluation of remodeling of the lumen of the coronary arteries as information for the management of patients with coronary heart disease.
Purpose : Obtain direction of the relationship of high cardiovascular risk based on coronary artery calcium score to index remodeling in coronary heart disease patients undergoing cardiac CT scans.
Method : this study uses cross-sectional design with consecutive sampling method. The study sample consisted of 63 coronary heart disease patients who had undergone cardiac CT scan in the Radiology Department of Cipto Mangunkusumo Hospital in the period July 2013 to February 2019. The study was conducted from December 2018 to April 2019. Evaluation of total coronary artery calcium scores and remodeling index assessment was carried out by researchers and is checked again by the Radiology supervisor.
Results : The Mann-Whitney U Test was carried out, on the total positive remodeling index obtained a median 134.6 with a range of 3.2 to 3862.4 and the total negative remodeling index obtained a median 7 with a range of 1.4 to 356.5. There were significant differences between the two (p <0.001). Determination of the total coronary artery calcium score cut was 54.8 with a sensitivity 76% and a specificity of 76.9%
Conclusion : There is a positive relationship between the total coronary artery calcium score and the index of coronary artery remodeling through cardiac CT scan in coronary heart disease patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57615
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Nuraeni
"Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh steam inhalation terhadap usaha bernapas pada balita dengan pneumonia. Penelitian ini menggunakan desain quasi experimental dengan jenis rancangan pre-posttest non equivalent control group dengan pengambilan sampel berdasarkan consecutive sampling. Jumlah sampel 28 balita pneumonia terdiri dari 14 responden sebagai kelompok kontrol dan 14 responden sebagai kelompok intervensi. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan dan penurunan rerata frekuensi napas setelah dilakukan steam inhalation tetapi tidak bermakna (p value >0,05). Hal ini dipengaruhi karena pelaksanaan steam inhalation hanya dilakukan satu kali sedangkan dalam referensi harus dilakukan sebanyak 4 kali sehari.

The objectives of this research was to determine the effects of steam inhalation on breathing effort in children under five with pneumonia. This study used quasi experiment research design with non equivalent control group, pre-posttest design. The study used devided into consecutive sampling involving 28 sample a control group of 14 respondents and 14 respondents as a group intervention. Show that there was no significant difference in children breathing effort. The implementation of steam inhalation only once while in the reference should be made as much as 4 times a day."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T31047
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: Wolters Kluwer, 2013
R 616.7 MRI
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Wessely, Michelle A.
London: Churchill Livingstone, 2011
617.6 WES e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Deti Nurbaeti
"Latar belakang dan tujuan: Keganasan berhubungan erat dengan keadaan hiperselularitas dan hipervaskularisasi jaringan. Magnetic resonance imagingdiffusion weighted imaging-apparent diffusion coefficient (MRI DWIADC) merupakan biomarker cancer imaging. Mengetahui tingkat kesesuaian antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dapat menjadi informasi tambahan dan pemeriksaan alternatif dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskletal.
Metode: Penelitian prospektif desain potong lintang pada 50 pasien dengan lesi primer muskuloskeletal regio ekstremitas, yang menjalani pemeriksaan MRI muskuloskeletal sekuens DWI-ADC dan pemberian kontrs gadolinium di RSUPN-CM dalam rentang waktu Oktober 2015-Februari 2016. Dilakukan penilaianrerata nilai minimum ADC, serta menghitung akurasi pada kasus-kasus yang dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Hasil: Dari total 50 subjek penelitian, dengan analisa uji Kappa didapatkan tingkat kesesuaian yang baik (R = 0,592) antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskeletal, dan tidak ada perbedaan hasil yang signifikan diantara kedua metode tersebut(p = 0,754). Selain itu didapatkan sensitivitas nilai ADC (81%) hampir menyerupai kontras gadolinium (90,5%), dan spesifisitas ADC (60%) lebih rendah dibandingkan kontras gadolinium (90%) pada 31 subjek yang dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Kesimpulan: Terdapat tingkat kesesuaian yang baik antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskeletal, sehingga nilai ADC dapat menjadi informasi tambahan dan modalitas alternatif, terutama pada pasien dengan keterbatasan penggunaan kontras gadolinium.

Background and purpose: Malignancy is closely linked with the state of hiperselularity and hypervascularization tissues. Magnetic resonance imaging diffusion weighted imaging-apparent diffusion coefficient (ADC DWI-MRI) is biomarker cancer imaging. Knowing the suitability ADC and gadolinium can become an additional information and an alternative method in predicting malignancy musculoskeletal lesions.
Methods: A prospective cross-sectional study design with 50 patients with diagnostic primary extremity muscosceletal lesions who underwent an MRI examination extremity musculoskeletal region using DWI-ADC sequences and gadolinium at RSUPN-CM in October 2015 ? February 2016. The mean minimum ADC exercise is carried out and the accuracy based on histopatology examination cases is calculated.
Results: From 50 subjects been examined with Kappa Test Analysis, it shows good fit result (R = 0.592) between ADC and gadolinium contrast in predicting malignancy musculoskeletal lesions and no significant difference between the two methods (p = 0.754). Also, it is shows that the sensitivity of ADC (81%) is close to gadolinium contrast (90.5%) and the specifity of ADC (60%)is lower than gadolinium contrast (90%) for the 31 subjects who underwent histopathological examination.
Conclusions: Because of good suitability between ADC and gadolinium contrast in predicting malignancy musculoskeletal lesions, ADC could become an additional information and an altenaltive of modality especially to the patient with gadolimium contrast limitation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>