Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161721 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eyleny Meisyah Fitri
"ABSTRAK
Latar belakang: Xerosis kutis sering ditemukan pada lanjut usia lansia . Aplikasi pelembap merupakan tatalaksana utama. Pelembap mengandung humektan, misalnya laktat dan urea, dapat memperbaiki hidrasi dan disfungsi sawar kulit. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efikasi dan keamanan antara krim pelembap yang mengandung amonium laktat 12 dan urea 10 dalam mengatasi xerosis kutis pada populasi lansia. Metode: Penelitian uji klinis acak tersamar ganda dengan subjek kelompok berpasangan dilakukan pada 40 orang penghuni panti werdha di Jakarta. Evaluasi specified symptom sum score SRRC , skin capacitance SCap , transepidermal water loss TEWL , dan efek samping dilakukan pada awal terapi, minggu kedua dan keempat terapi, serta minggu kelima seminggu setelah terapi dihentikan. Hasil: Penurunan nilai SRRC dan TEWL, peningkatan nilai SCap, setelah empat minggu tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok terapi dengan nilai p masing-masing 1,000; 0,636; dan 0,601. Pada minggu kelima, terjadi peningkatan nilai SRRC dan TEWL serta penurunan nilai SCap minggu keempat pada kedua kelompok, namun masih lebih baik daripada nilai dasar dan minggu kedua terapi. Tidak ditemukan efek samping subjektif dan objektif pada kedua kelompok. Kesimpulan: Efikasi dan keamanan krim pelembap yang mengandung amonium laktat 12 sama baiknya dengan krim pelembap yang mengandung urea 10 dalam mengatasi xerosis kutis pada populasi lansia. Kata kunci: amonium laktat 12 ; lanjut usia; urea 10 ; xerosis kutis

ABSTRACT
Background Xerosis cutis is widely known in geriatric population. Application of moisturizer is the treatment.. Moisturizer with humectant property, e.g lactate and urea, could restore skin hydration and barrier dysfunction. This study aims to compare the efficacy and safety between moisturizing cream containing 12 ammonium lactate and 10 urea in geriatric population with xerosis cutis. Methods A double blind randomized controlled trial with matching paired subject was conducted on 40 residents of a nursing home in Jakarta. Evaluation of specified symptom sum score SRRC , skin capacitance SCap , transepidermal water loss TEWL , and side effects were measured at baseline, week 2 and week 4 after therapy, and week 5 one week after therapy cessation. Results The decrease of SRRC and TEWL score, increase of SCap score after four weeks of therapy between two group yield no statistical different p 1.000 p 0.636 p 0.601 respectively . On the fifth week, SRRC and TEWL score were increased and SCap score was decreased compared to the fourth week, but they are still better than the score on baseline and the second week. No objective and subjective side effects were found. Conclusions The efficacy and safety of moisturizing cream containing 12 ammonium lactate are the same as 10 urea in treating xerosis cutis of geriatric population. Keywords 12 ammonium lactate 10 urea geriatric xerosis cutis"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vita Siphra
"Latar belakang: Diabetes melitus (DM) dapat menimbulkan komplikasi kulit kering yang berkorelasi dengan pembentukan ulkus pada pasien DM. Pemakaian pelembap sebagai bagian dari perawatan kaki dapat mencegah pembentukan ulkus. Tujuan: Mengetahui efektivitas dan keamanan pelembap yang mengandung krim urea 10% dan vaselin album untuk mengatasi kulit kering pada pasien DM tipe 2. Metode: Uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada 68 pasien DM tipe 2 dengan kulit kering pada bulan Juli-Oktober 2018. Setiap subjek penelitian mendapat terapi krim urea 10% atau vaselin album untuk masing-masing tungkai. Perbaikan kulit kering dilihat dari skor klinis specified symptom sum score (SRRC), hidrasi kulit (korneometer) dan fungsi sawar kulit (tewameter) pada minggu kedua dan keempat. Hasil: Tidak terdapat perbedaan efektivitas yang bermakna antara kelompok krim urea 10% dan vaselin album. Kedua pelembap ini tidak menimbulkan efek samping. Kesimpulan: Kedua jenis pelembap ini sama efektif dan dapat dipertimbangkan untuk terapi kulit kering pada pasien DM tipe 2.

Background: Diabetes mellitus (DM) could cause xerotic skin which correlates with ulcer formation in DM patients. Daily use of moisturizer as part of foot care were expected to prevent it. Objective: To asses the effectiveness and safety of moisturizers containing 10% urea cream and white petrolatum in overcoming dry skin in type 2 DM patients. Methods: A double blind randomized clinical trial was conducted on 68 diabetes patients with xerotic skin in July-October 2018. Each study subject received 10% urea cream or white petrolatum for each leg. Repair of xerotic skin assessed from the specified symptom sum score (SRRC), skin hydration (corneometer) and skin barrier function (tewameter) in the second and fourth weeks. Results: There was no significant difference in effectiveness between the two groups. Both moisturizers were well tolerated."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Indria Anggraini
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Prevalensi xerosis pada lanjut usia (lansia) berkisar antara
30-85%. Tatalaksana xerosis yang tidak adekuat dapat menimbulkan komplikasi. Urea
sebagai humektan dan lanolin 10% dalam petrolatum yang bersifat oklusif dan emolien
mampu memperbaiki hidrasi kulit. Penelitian ini bertujuan membandingkan efektivitas
dan efek samping krim yang mengandung urea 10% dengan lanolin 10%/petrolatum
pada pengobatan xerosis lansia.
Metode: Penelitian uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada 35 orang penghuni
suatu panti lansia di Jakarta. Evaluasi skin capacitance (SC), specified symptoms sum
score (SSRC), dan derajat gatal dilakukan pada awal terapi, minggu kedua dan keempat.
Setelah prakondisi selama dua minggu, setiap subjek penelitian mendapatkan pelembap
yang berbeda secara acak pada kedua tungkai bawah.
Hasil: Persentase peningkatan nilai SC setelah empat minggu lebih besar pada tungkai
yang mendapat krim urea 10% dibandingkan lanolin 10%/petrolatum (64,54% vs.
58,98%; p=0,036). Persentase penurunan SSRC setelah empat minggu tidak berbeda
antara kedua kelompok perlakuan (100%; p=0,089). Derajat gatal pada minggu kedua
menurun pada kedua kelompok, hingga menjadi tidak gatal pada seluruh SP (100%)
setelah minggu keempat. Efek samping rasa lengket lebih banyak ditemukan pada
kelompok krim urea 10% daripada lanolin10%/petrolatum, tetapi tidak bermakna secara
statistik.
Kesimpulan: Pelembap yang mengandung urea 10% meningkatkan SC lebih besar
secara bermakna daripada lanolin 10%/petrolatum setelah empat minggu pengolesan
pada tungkai lansia yang xerotik. Efek samping tersering adalah rasa lengket yang lebih
sering ditemukan pada lanolin 10%/petrolatum, tetapi tidak berbeda antar kelompok perlakuan.ABSTRACT Background and objectives: The prevalence of xerosis among elderly is 30-85%.
Inadequate treatment may result in complications. Urea as a humectant and 10% lanolin
in petrolatum as an occlusive agent and emollient can restore skin hydration. This study
aimed at comparing the efficacy and side effects of cream containing 10% urea and 10%
lanolin/petrolatum in the treatment of xerosis in elderly
Methods: A randomized, double blind clinical trial was conducted in 35 elderly from a
nursing home in Jakarta. Evaluation of skin capacitance (SC), specified symptoms sum
score (SSRC), and pruritic degree were measured at baseline, week-2 and -4 after the
start of therapy. Following a 2-week precondition period, each subject received a
random moisturizer for each limb, to be applied twice daily.
Results: The percentage of SC increase at week-4 was significantly higher in limb
receiving cream containing 10% urea than 10% lanolin/petrolatum (64.54% vs. 58.98%;
p=0.036). The percentage of SSRC decrease at week-4 did not differ between groups
(100%; p=0.089). Pruritus was equally improved in both groups at week-2, and
completely diminished at week-4. Sticky feel was more frequent in
lanolin10%/petrolatum than 10% urea cream, although not statistically significant.
Conclusion: After four-week application, moisturizer containing 10% urea gave higher
percentage of SC increase than 10% lanolin/petrolatum in the xerotic limbs of the
elderly. Sticky feeling was more frequently found in 10% lanolin/petrolatum group, but statistically not significant."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny Rachmawati
"

ABSTRAK

 

Nama                   : Yenny Rachmawati

Program studi      : Dermatologi dan Venereologi

Judul                    : Perbandingan Efektivitas serta Keamanan antara Krim Pelembap Niasinamid 4% dan Virgin Coconut Oil 30% untuk Pencegahan Sekunder Dermatitis Tangan Akibat Kerja pada Perawat Intensive Care Unit : Uji Klinis Acak Tersamar Ganda

 

Latar belakang:  Dermatitis tangan akibat kerja (DTAK) sering terjadi pada perawat Intensive Care Unit (ICU) terutama pada individu yang rentan akibat pajanan iritan berupa hand rub alcohol dan aktivitas cuci tangan berulang. Penggunaan pelembap adalah salah satu rekomendasi untuk perawatan kulit pada DTAK. Niasinamid memiliki efek antiinflamasi dan dapat memperbaiki fungsi sawar kulit. Vigin coconut oil (VCO) kaya akan kandungan lipid dan asam laurat, serta memiliki efek oklusif. Sampai saat ini belum ada panduan dan referensi jenis pelembap untuk pencegahan sekunder pada DTAK.

 

Tujuan: Mengetahui perbandingan efektivitas serta keamanan antara krim pelembap niasinamid 4% dan VCO 30% untuk pencegahan sekunder dermatitis tangan akibat kerja pada perawat ICU.

 

Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda terhadap perawat ICU dengan DTAK pada bulan September hingga Oktober 2019. Pasien yang memenuhi kriteria penerimaan dan bersedia mengikuti penelitian, mendapat niasinamid 4% atau VCO 30% sesuai dengan randomisasi blok. Pengolesan pelembap dilakukan dua kali sehari selama 28 hari. Perbaikan klinis dinilai dengan parameter skor Hand Eczema Scoring Index (HECSI) dan penilaian sawar kulit dinilai dengan transepidermal water loss (TEWL) serta hidrasi kulit dengan skin capasitance (SCap) pada hari ke-14 dan hari ke-28. Keamanan dinilai berdasarkan efek samping selama penelitian.

 

Hasil: Didapatkan 46 SP pada masing-masing kelompok niasinamid 4% dan VCO 30%. Terdapat penurunan skor HECSI pada kedua kelompok perlakuan di hari ke-14 dan hari ke-28. Median skor HECSI  di kelompok niasinamid 4% dan VCO 30%  pada hari ke-14 yaitu 6,5 dan 6 (p 0,160), serta pada hari ke-28 yaitu 4 dan 3 (p 0,046). Pada hari ke-28, perbedaan skor HECSI kedua kelompok secara statistik bermakna, namun secara klinis tidak bermakna. Terdapat penurunan nilai TEWL pada kedua kelompok perlakuan di hari ke-14 dan hari ke-28 dibandingkan baseline, namun pada area palmar di kelompok niasinamid 4% terdapat sedikit peningkatan nilai TEWL pada hari ke-28. Terdapat peningkatan nilai SCap pada kedua kelompok perlakuan di hari ke-14 dan hari ke-28 dibandingkan baseline. Kedua pelembap dapat ditoleransi dengan baik dengan efek samping minimal.

 

Kesimpulan: Niasinamid dan VCO efektif memperbaiki klinis DTAK pada perawat ICU, walaupun tidak terdapat perbedaan bermakna antara krim pelembap niasinamid 4% dengan VCO 30% untuk pencegahan sekunder dermatitis tangan akibat kerja pada perawat ICU

 

Kata kunci: dermatitis tangan akibat kerja, efektivitas, keamanan, pelembap, niasinamid 4%, VCO 30%

 


ABSTRACT

 

Name                 : Yenny Rachmawati

Study Program : Dermatologi dan Venereologi

Title                   : Comparison of the Effectiveness and Safety between Moisturizing Cream Containing Niacinamide 4% and Virgin Coconut Oil 30% for Secondary Prevention of Occupational Hand Dermatitis in Intensive Care Unit Nurses: a Double Blind Randomized Clinical Trial

 

Background:  Occupational hand dermatitis (OHD) often occurs in intensive care unit (ICU) nurses, especially in individuals who are vulnerable due to irritant exposure e.g. hand rub alcohol and repeated hand washing activities. The use of moisturizer is one of the recommendations for skin care in OHD. Niacinamide which has anti-inflammatory effects and can improve the skin sawar function. Virgin coconut oil (VCO) is rich in lipids and lauric acid, and has an occlusive effect. Until now there are no guidelines and reference types of moisturizers for secondary prevention in OHD.

 

Objective: To assess the difference of effectiveness and safety between moisturizing cream containing niacinamide 4% and VCO 30%  for secondary prevention of occupational hand dermatitis in ICU nurses

 

Methods: A double blind randomized controled trial was performed in ICU nurses with OHD during September–October 2019. Patients who fulfilled inclusion criteria and willing to be involved in the study were allocated to niacinamide 4% or VCO 30% based on block randomization.  Moisturizer were applied twice daily for 28 days. Measurement of Hand Eczema Scoring Index (HECSI) scores were conducted to evaluate the clinical improvement . Measurement of transepidermal water loss (TEWL) were conducted to evaluate the barrier skin and skin capacitance (SCap) values were conducted to evaluate skin hydration on 14th and 28th day. Safety were assessed based on side effects during research.

 

Results: There were 46 subjects in each arms of intention, the niacinamide 4% arm and in the VCO 30% arm. There were a decrease in HECSI scores in both treatment groups on 14th and 28th  day. The median score of HECSI in niacinamide 4% and VCO 30% on 14th day were 6.5 and 6 (p 0.160), and on 28th day were 4 and 3 (p 0.046). On 28th day, the difference in HECSI scores of the two groups were statistically significant, but clinically not significant. There were a decrease in TEWL values in both treatment groups on 14th and  28th day compared to baseline, but there were a slight increase in TEWL values in the palmar area in the niacinamide group on 28th day. There were an increase in SCap values in both treatment groups on 14th and 28th day compared to baseline. Both moisturizers were well tolerated with minimal side effects.

 

Conclusion: Niacinamide 4% and VCO 30% were effective in improving clinical OHD in ICU nurses, although there were no significant difference between moisturizing cream containing niacinamide 4% and virgin coconut oil 30% for secondary prevention of occupational hand dermatitis in ICU nurses.

 

Keywords: occupational hand dermatitis, effectiveness, safety, moisturizer, niacinamide 4%, VCO 30%

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Ricky
"Tesis ini disusun untuk mengetahui korelasi kelelahan dan kadar asam laktat darah dengan uji jalan enam menit (6MWT) pada pasien penyakit jantung koroner (PJK). Penelitian  ini menggunakan desain potong lintang, dengan pengambilan sampel secara konsekutif. Sebanyak 20 subjek penelitian yang merupakan pasien PJK pasca percutaneous coronary intervention (PCI) dan coronary arterial bypass grafting (CABG) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kelelahan pasien PJK akan diukur menggunakan kuesioner fatigue severity scale (FSS) versi Bahasa Indonesia, dan dilanjutkan dengan pengukuran kadar asam laktat darah menggunakan alat accutrend plus sebanyak dua kali yaitu pada saat istirahat dan setelah dilakukan 6MWT. 6MWT dilakukan sesuai protokol standar pada lintasan 30 meter, untuk mengukur kebugaran kardiorespirasi. Jarak yang ditempuh pasien dikonversi menjadi VO2max menggunakan rumus Cahalin. Analisis statistik dilakukan untuk melihat korelasi antara nilai FSS dan kadar laktat darah dengan VO2max. Hasil penelitian menunjukkan korelasi negative yang tidak bermakna secara statistik antara FSS dan VO2max (r = -0,258; p > 0,05), serta pada kadar laktat darah dan VO2max (r = -0.18; p > 0,05). Namun didapatkan korelasi positif yang bermakna secara statistik antara FSS dan kadar asam laktat darah (r = 0,58; p < 0,05). Dapat disimpulkan tidak terdapat korelasi antara kelelahan dan kadar asam laktat darah dengan 6MWT pada pasien PJK. Namun terdapat korelasi sedang antara kelelahan dan kadar asam laktar darah pada pasien PJK. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan dan kadar asam laktat darah pasien PJK.

This thesis was prepared to determine the correlation of fatigue and blood lactate levels with a six-minute walk test (6MWT) in patients with coronary artery disease (CAD). This study used a cross-sectional design, with consecutive sampling. A total of 20 research subjects were CAD patients underwent percutaneous coronary intervention (PCI) and coronary arterial bypass grafting (CABG) who met the inclusion and exclusion criteria. The fatigue of CAD patients will be measured using the Indonesian version Fatigue Severity Scale (FSS) questionnaire, followed by measuring blood lactate using the accutrend plus device twice, at rest and after 6MWT. 6MWT was performed according to a standard protocol on a 30 meter track, to measure cardiorespiratory fitness. The distance traveled by the patient was converted to VO2max using the Cahalin formula. Statistical analysis was performed to see the correlation between FSS values and blood lactate levels with VO2max. The results showed a statistically insignificant negative correlation between FSS and VO2max (r = -0.258; p > 0.05), as well as on blood lactate levels and VO2max (r = -0.18; p > 0.05). However, there was a statistically significant positive correlation between FSS and blood lactate (r = 0.58; p < 0.05). It can be concluded that there is no correlation between fatigue and blood lactate with 6MWT in CAD patients. However, there is a moderate correlation between fatigue and blood lactic acid levels in CAD patients. Further research is needed to assess the factors that influence fatigue and blood lactic acid levels in CAD patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parikesit Muhammad
"Salah satu faktor penyebab kulit kering pada lanjut usia adalah penurunan konsentrasi asam hialuronat pada epidermis dan dermis. Asam hialuronat berat molekul kecil dianggap lebih efektif melembapkan kulit dibandingkan asam hialuronat berat molekul besar. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar ganda yang dilakukan pada 36 orang berusia 60-80 tahun dengan kulit kering di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3. Setelah prakondisi selama satu minggu, setiap subjek penelitian mendapatkan tiga pelembap yang berbeda secara acak pada tiga lokasi di tungkai bawah, yang dioleskan dua kali sehari. Penilaian skin capacitance (SCap), transepidermal water loss (TEWL), dan skor SRRC dilakukan pada minggu ke-0, 2, dan 4. Nilai SCap lebih tinggi pada area pengolesan asam hialuronat berat molekul kecil dibandingkan dengan asam hialuronat berat molekul besar (56,37 AU vs 52,37 AU, p=0,004) dan vehikulum (56,37 AU vs 49,01 AU, p<0,001). Tidak terdapat perbedaan nilai TEWL dan skor SRRC yang bermakna antara ketiga kelompok perlakuan. Tidak ditemukan efek samping subjektif dan objektif pada ketiga kelompok perlakuan. Pelembap yang mengandung asam hialuronat berat molekul kecil meningkatkan SCap lebih tinggi secara bermakna daripada asam hialuronat berat molekul besar dan vehikulum serta memiliki keamanan yang sama dalam mengatasi kulit kering pada populasi lansia.

A contributing cause to dry skin is a reduced concentration of hyaluronic acid (HA) in both the epidermis and dermis. Low molecular weight HA (LMWHA) is believed to be more effective in replenishing skin hydration in aging skin compared to High Molecular Weight HA (HMWHA). A double-blind, randomized controlled trial was conducted on 36 residents of a nursing home in Jakarta, aged 60 and 80 years with dry skin. Following a week of preconditioning, each test subject was administered three distinct, randomized moisturizing lotions, to be topically applied to three separate sites on the leg. Skin capacitance (SCap), transepidermal water loss (TEWL), and SRRC scores were measured at weeks 0, 2, and 4. After four weeks of therapy, area that was treated with LMWHA showed greater SCap values compared to the area treated with HMWHA (56.37 AU vs 52.37 AU, p=0.004) and vehicle (56.37 AU vs 49.01 AU, p<0.001). All groups did not show any significant differences in TEWL and SRRC scores. No side effects were found in all groups. The application of a moisturizer containing LMWHA to the dry skin of elderly resulted in significant improvements in skin hydration compared to moisturizers containing HMWHA and vehicle. Furthermore, these moisturizers demonstrated similar safety in treating dry skin in the elderly."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aninda Undiah Hasanah
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Xerosis atau kulit kering merupakan masalah
kesehatan yang sering dijumpai pada usia lanjut. Prevalensi xerosis pada usia
lanjut berkisar antar 30 ? 58%. Salah satu faktor yang dijumpai pada kulit kering
adalah penurunan ekspresi aquaporin-3 (AQP3). Bahan herbal pegagan atau
Centella asiatica ekstrak etanol dalam nanopartikel kitosan (CAEENPK) secara in
vitro diketahui dapat meningkatkan ekspresi AQP3 pada keratinosit yang berperan
dalam hidrasi kulit. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas dan
keamanan krim pelembap yang mengandung Centella asiatica ekstrak etanol
dalam nanopartikel kitosan 1%, Centella asiatica ekstrak etanol (CAEE) 1%, dan
krim pelembap dasar pada populasi geriatri dengan kulit kering.
Metode: Penelitian uji klinis acak tersamar buta ganda dilakukan pada 43 orang
penghuni panti werdha di Jakarta. Evaluasi skin capacitance (SCap), specified
symptom sum score (SRRC), derajat gatal, dan efek samping dilakukan pada awal
terapi, minggu kedua, dan keempat. Setelah prakondisi selama satu minggu, setiap
subjek penelitian mendapatkan tiga pelembap yang berbeda secara acak pada tiga
lokasi di tungkai bawah.Hasil: Tidak didapatkan peningkatan nilai SCap yang berbeda bermakna antara
ketiga kelompok pengobatan. Penurunan nilai SRRC setelah empat minggu tidak
berbeda bermakna antara ketiga kelompok perlakuan. Derajat gatal pada minggu
kedua menurun pada ketiga kelompok, hingga menjadi tidak gatal pada seluruh
SP (100%) setelah minggu keempat. Tidak ditemukan efek samping subjektif dan
objektif pada ketiga kelompok perlakuan.
Kesimpulan: Efektivitas krim pelembap yang mengandung CAEENPK 1% tidak
lebih tinggi dibandingkan dengan krim pelembap yang mengandung CAEE 1%
atau krim pelembap dasar, serta memiliki keamanan yang sama dalam mengatasi
kekeringan kulit pada populasi geriatri.
Kata kunci: Centella asiatica, nanopartikel, aquaporin-3, hidrasi kulit, geriatri

ABSTRACT
Background and objectives: Xerosis or dry skin is a common health issue found
in the elderly. The prevalence rate of xerosis in the elderly ranges between 30 -
58%. One of the factors found on dry skin is decreased expression of aquaporin-3
(AQP3). The herbal plant Centella asiatica ethanol extract in chitosan
nanoparticle (CAEENPK) has been found to increase the expression of AQP3 on
keratinocytes in vitro which plays a role in skin hydration. This study aims to
compare the effectiveness and safety of moisturizing cream containing 1%
Centella asiatica ehanol extract in chitosan nanoparticle, 1% Centella asiatica
ethanol extract (CAEE), and moisturizing cream base in geriatric population with
dry skin.
Methods: A double-blind randomized controlled trial was conducted on 43
residents of a nursing home in Jakarta. The evaluation of skin capacitance (SCap),
specified symptom sum score (SRRC), pruritic degree, and side effects were
measured at baseline, week-2, and week-4 after therapy. After a week of
preconditioning, each test subject received three different randomized
moisturizing creams to be applied on three separate locations on the lower limbs.Results: There was no significant increase in SCap value among the three
treatment groups. The decrease in SRRC value after four weeks did not differ
among the three treatment groups. The pruritic degree decreased at the second
week of treatment in all three groups and completely diminished after the fourth
week among all the test subjects (100%). No objective and subjective side effects
were found among the three treatment groups.
Conclusion: The efectiveness of moisturizing cream containing 1% CAEENPK is
not higher when compared to moisturizing cream containing 1% CAEE or
moisturizing cream base. It is also as safe in treating dry skin of geriatric
population;;ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Xerosis atau kulit kering merupakan masalah
kesehatan yang sering dijumpai pada usia lanjut. Prevalensi xerosis pada usia
lanjut berkisar antar 30 ? 58%. Salah satu faktor yang dijumpai pada kulit kering
adalah penurunan ekspresi aquaporin-3 (AQP3). Bahan herbal pegagan atau
Centella asiatica ekstrak etanol dalam nanopartikel kitosan (CAEENPK) secara in
vitro diketahui dapat meningkatkan ekspresi AQP3 pada keratinosit yang berperan
dalam hidrasi kulit. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas dan
keamanan krim pelembap yang mengandung Centella asiatica ekstrak etanol
dalam nanopartikel kitosan 1%, Centella asiatica ekstrak etanol (CAEE) 1%, dan
krim pelembap dasar pada populasi geriatri dengan kulit kering.
Metode: Penelitian uji klinis acak tersamar buta ganda dilakukan pada 43 orang
penghuni panti werdha di Jakarta. Evaluasi skin capacitance (SCap), specified
symptom sum score (SRRC), derajat gatal, dan efek samping dilakukan pada awal
terapi, minggu kedua, dan keempat. Setelah prakondisi selama satu minggu, setiap
subjek penelitian mendapatkan tiga pelembap yang berbeda secara acak pada tiga
lokasi di tungkai bawah.Hasil: Tidak didapatkan peningkatan nilai SCap yang berbeda bermakna antara
ketiga kelompok pengobatan. Penurunan nilai SRRC setelah empat minggu tidak
berbeda bermakna antara ketiga kelompok perlakuan. Derajat gatal pada minggu
kedua menurun pada ketiga kelompok, hingga menjadi tidak gatal pada seluruh
SP (100%) setelah minggu keempat. Tidak ditemukan efek samping subjektif dan
objektif pada ketiga kelompok perlakuan.
Kesimpulan: Efektivitas krim pelembap yang mengandung CAEENPK 1% tidak
lebih tinggi dibandingkan dengan krim pelembap yang mengandung CAEE 1%
atau krim pelembap dasar, serta memiliki keamanan yang sama dalam mengatasi
kekeringan kulit pada populasi geriatri.
Kata kunci: Centella asiatica, nanopartikel, aquaporin-3, hidrasi kulit, geriatri

ABSTRACT
Background and objectives: Xerosis or dry skin is a common health issue found
in the elderly. The prevalence rate of xerosis in the elderly ranges between 30 -
58%. One of the factors found on dry skin is decreased expression of aquaporin-3
(AQP3). The herbal plant Centella asiatica ethanol extract in chitosan
nanoparticle (CAEENPK) has been found to increase the expression of AQP3 on
keratinocytes in vitro which plays a role in skin hydration. This study aims to
compare the effectiveness and safety of moisturizing cream containing 1%
Centella asiatica ehanol extract in chitosan nanoparticle, 1% Centella asiatica
ethanol extract (CAEE), and moisturizing cream base in geriatric population with
dry skin.
Methods: A double-blind randomized controlled trial was conducted on 43
residents of a nursing home in Jakarta. The evaluation of skin capacitance (SCap),
specified symptom sum score (SRRC), pruritic degree, and side effects were
measured at baseline, week-2, and week-4 after therapy. After a week of
preconditioning, each test subject received three different randomized
moisturizing creams to be applied on three separate locations on the lower limbs.Results: There was no significant increase in SCap value among the three
treatment groups. The decrease in SRRC value after four weeks did not differ
among the three treatment groups. The pruritic degree decreased at the second
week of treatment in all three groups and completely diminished after the fourth
week among all the test subjects (100%). No objective and subjective side effects
were found among the three treatment groups.
Conclusion: The efectiveness of moisturizing cream containing 1% CAEENPK is
not higher when compared to moisturizing cream containing 1% CAEE or
moisturizing cream base. It is also as safe in treating dry skin of geriatric
population.
Keywords: Centella asiatica, nanoparticle, aquaporin-3, skin hydration,geriatrics"
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana
"Latar belakang: Pitiriasis versikolor (PV) merupakan infeksi jamur superfisial kronik dengan prevalensi tinggi. Belum ada data yang membandingkan sampo SeS2 1,8% dengan ketokonazol 2% pada terapi PV. Tujuan: Mengetahui efikasi mikologis, keamanan, kekambuhan, dan efikasi biaya antara sampo selenium sulfida 1,8% dibandingkan dengan ketokonazol 2% pada PV. Metode: Uji klinis acak tersamar ganda terhadap pasien PV bulan September hingga Desember 2018, dengan terapi sampo SeS2 1,8% atau ketokonazol 2% sesuai dengan alokasi random. Dilakukan pemeriksaan fisik, uji provokasi skuama, lampu Wood, dan kalium hidroksida. Efikasi mikologis dianalisis dengan intention to treat dan kekambuhan dengan analisis per-protokol. Efikasi biaya dengan menghitung Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Hasil: Efikasi mikologis lebih tinggi pada ketokonazol 2%, yaitu sebesar 94% vs 86%, tetapi tidak berbeda secara statistik (RR=2,3(95%IK0,6-8,5), p=0,182). Efek samping pada ketokonazol 2% lebih tinggi, yaitu 22% vs 8%. SeS2 1,8% lebih murah 14.880 rupiah, dengan risiko KOH masih positif sebesar 8% lebih tinggi dibanding ketokonazol 2%. Kekambuhan sebulan didapatkan lebih besar pada SeS2 1,8%, yaitu sebesar 8% vs 14%. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan efikasi mikologis, efek samping, dan kekambuhan sebulan, antara SeS2 1,8% dengan ketokonazol 2%. Penggunaan SeS2 1,8% pada terapi PV lebih murah dengan risiko gagal terapi lebih tinggi dibandingkan ketokonazol 2%.

Background: Pityriasis versicolor (PV) is a chronic superficial fungal infection which highly prevalent. There is no data comparing SeS2 1.8% with 2% ketoconazole shampoo in the treatment of PV. Objective: To assess the mycological efficacy, safety, relaps, and cost-efficacy of SeS2 1.8% and ketoconazole 2% shampoo for the treatment of PV. Methods: A double blind randomized controled trial was performed in patients with PV during September-December 2018, based on block randomization. Physical examinations, scale provocation test, Woods lamp and potassium hydroxide examination were conducted. Intention to treat analysis was performed to evaluated mycological efficacy and per-protocol analysis to evaluated relaps. Cost-efficacy was analyzed by calculating the Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Result: The mycological efficacy, side effect and relaps were higher in the ketoconazole group; 94% vs 86% (RR=2.3(95%CI 0.6-8.5), p= 0.182), 22% versus 8%, and 14% versus 8%. We found lesser cost for SeS2 1.8% of about 14.880 rupiah with risk of persistent positive KOH smear is 8% higher than ketoconazole. Conclusion: There were no significant differences of mycological efficacy, side effect, and relaps, between both arms. The cost-efficacy revealed a lesser cost for SeS2 1.8% with higher risk of persistent positive KOH as compared to ketoconazole."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Hisbullah Amrie
"Kadar laktat darah, yang menjadi indicator kelelahan, akan meningkat pada atlet setelah menjalani latihan apa pun cabang olahraganya. Peningkatan kadar laktat darah akan menyebabkan penurunan performa atlet pada latihan berikutnya atau pun dalam pertandingan. Skripsi ini membahas pengaruh pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit terhadap kadar laktat darah pada atlet dayung nasional laki-laki tahun 2013.
Desain studi eksperimental pretest-posttest control group design melibatkan 28 atlet dayung nasional laki-laki tahun 2013 yang dibedakan mejadi dua kelompok dengan metode randomisasi (random assignment). Minuman yang diberikan adalah minuman berkarbohidrat dan berelektrolit 6% yang diberikan pada kelompok perlakuan dan minuman berkarbohidrat dan berelektrolit 3% yang diberikan pada kelompok kontrol sebanyak satu liter dengan pemberian 500 ml segera setelah latihan dayung air selesai dan berselang 20 menit setelahnya.
Kadar laktat darah diukur dengan alat Lactate Scout ® saat sebelum latihan, setelah latihan, dan 30 menit setelah perlakuan. Terdapat perbedaan bermakna (nilai p < 0.05) terhadap kadar laktat darah setelah perlakuan antara kelompok kontrol (7.11 ± 1.57 mmol/L) dan kelompok perlakuan (5.99 ± 0.94 mmol/L) yang menunjukkan pemberian minuman 6% menurunkan kadar laktat darah lebih besar dibanding minuman 3%. Pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit memberikan efek positif dalam menurunkan kadar laktat darah sebagai indicator kelelahan pada jangka pendek.

Blood lactate level is the fatigue indicator which will be increasing after exercise in any kind of sport. Increased blood lactate will cause lack of performance in the next exercise or even in competition. This thesis investigated the effect of carbohydrate-electrolyte beverage to blood lactate level in national kayak-canoeing athlete 2013.
Pretest-posttest control group design lead 28 male kayak-canoeing athletes into 2 groups which were experiment group and control group by random assignment. The experiment group would consume 6% carbohydrate-electrolyte beverage whereas the control group would consume 3% carbohydrate-electrolyte beverage as follows; 500 ml was consumed exact after finishing water paddling exercise and 20 minutes later 500 ml was consumed.
Blood lactate level was measured by Lactate Scout ® before exercise, after exercise, and 30 minutes after last 500 ml beverage was consumed. There was significant difference (p value < 0.05) of after experiment blood lactate level between control group (7.11 ± 1.57 mmol/L) and experiment group (5.99 ± 0.94 mmol/L) which presented the 6% beverage decreased more blood lactate level than the 3% beverage. Carbohydrate-electrolyte beverage had a positive effect to decrease acute blood lactate level as fatigue indicator.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52670
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Kusumawardhani
"Bedah kimia trichloroacetic acid (TCA) memiliki efek samping yang lebih banyak dibandingkan larutan bedah kimia lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas pelembap dalam mengurangi efek samping pasca-bedah kimia TCA. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar ganda dengan metode split face yang dilakukan di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo. Penilaian global peneliti (PGP), penilaian subjektif pasien (PSP), pemeriksaan indeks eritema (IE), transepidermal water loss (TEWL), dan skin capacitance (SCap) dilakukan pada hari ke-0, 3, dan 7. Subjek penelitian (SP) merupakan wanita dengan diagnosis penuaan kulit (rata-rata usia 46,7 tahun). Sebanyak 27 SP dirandomisasi untuk mendapatkan krim intervensi (krim campuran ekstrak spent grain wax, argan oil, dan shea butter) atau krim vehikulum pada salah satu sisi wajah pasca-tindakan bedah kimia TCA 15%. Terdapat penurunan nilai PGP, PSP, kadar TEWL, dan IE pada kelompok intervensi pada hari ke-3 dan 7 dibandingkan dengan kelompok vehikulum, namun tidak signifikan secara statistik. Kadar SCap meningkat signifikan pada hari ke-7 pada pasien yang mendapat krim intervensi dibandingkan dengan krim vehikulum. Tidak ada efek samping obat yang dilaporkan pada penelitian ini. Krim campuran ekstrak spent grain wax, argan oil, dan sheabutter  aman digunakan dan dapat mengurangi efek samping pasca-bedah kimia TCA.

TCA chemical peel has more side effects than other chemical peel solutions. This study aims to assess the effectiveness safety of a post-peel cream containing spent grain wax, argan oil, and shea butter in reducing TCA peel side effects. A randomized, placebo-controlled, double-blinded, split face trial on women undergoing TCA 15% chemical peels. Assessment for global investigator assessment (GIA), subject self-assessment (SSA), erythema index, transepidermal water loss (TEWL), and skin capacitance (SCap) was conducted on days 0, 3, and 7. Twenty-seven patients (mean age 46.7 years) were recruited. There were significant improvements in GIA and SSA scores on both groups, but it is not different between the treatment groups. There were erythema index and TEWL improvement on days 3 and 7 compared to baseline, however, there were no differences between groups. The SCap measurement showed significant improvement in skin capacitance on both groups on day 7, but it was better improvement within intervention group. No adverse effects were reported. Cream containing spent grain wax, argan oil, and shea butter showed higher skin capacitance levels but did not significantly affect erythema index, TEWL, clinical and subjective assessments after TCA chemical peeling. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>