Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132301 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purba, Maria Berlina
"ABSTRAK
Salmonellosis, yang disebabkan oleh infeksi bakteri genus Salmonella adalah salah satu penyakit akibat makanan foodborne illnesses yang paling umum terjadi dan tersebar luas diseluruh dunia. Mengingat peran utama unggas sebagai kendaraan transmisi penting salmonellosis pada manusia, maka kajian pada berbagai faktor yang mempengaruhi prevalensi, pertumbuhan dan transmisi Salmonella pada daging ayam dan risiko penyakit pada manusia akan sangat berguna dalam identifikasi strategi intervensi yang berdampak besar dalam mengurangi infeksi pada manusia. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif Salmonella enterica menggunakan metode qPCR untuk menentukan risiko infeksi pada manusia akibat konsumsi sate ayam. Metode qPCR didesain hanya untuk mendeteksi Salmonella enterica hidup dan dibandingkan dengan metode MPN. Uji kuantitatif Salmonella enterica dengan metode qPCR dan MPN dilakukan terhadap 30 sampel sate ayam yang diperoleh dari warung sate di DKI Jakarta. Dari 30 sampel yang diuji dengan metode qPCR diperoleh 9 sampel terkontaminasi Salmonella enterica sebesar 7 CFU/g sampai 3,9x102 CFU/g dan tidak satupun sampel terdeteksi Salmonella enterica dengan metode MPN. Berdasarkan jumlah bakteri tersebut maka ditentukan peluang sakit akibat Salmonella setelah mengkonsumsi sate ayam di wilayah Jakarta adalah sebesar 78 per 1000 orang. Kata Kunci: peluang sakit, Salmonella enterica hidup, qPCR.

ABSTRACT
Salmonellosis caused by Salmonella infection, is one of the most common foodborne diseases and widespread throughout the world. Recognizing that the main role of poultry as an important transmission vehicle in human cases of salmonellosis, study on the various factors that affect the prevalence, growth and transmission of Salmonella in chicken meat and human disease risk will be useful in identifying intervention strategies that have a major impact on reducing human infection. Therefore, this study was conducted to obtain quantitative data of Salmonella enterica using qPCR method to determine the probability of illness in humans due to consumption of chicken satay. Salmonella enterica quantitative tests by qPCR and MPN method were conducted on 30 samples of chicken satay from satay stalls in DKI Jakarta. Of 30 samples tested, 9 samples were contaminated by Salmonella enterica with concentration from 7 CFU g to 3,9x102 CFU g using qPCR method and none of the samples were contaminated by Salmonella enterica by MPN method. Based on the result of this study, probability of illness by Salmonella enterica from consuming a chiken satay serving was 78 cases per 1000. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktania Sandra Puspita
"Demam tifoid adalah penyakit infeksi umum akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit yang tersebar hampir di seluruh dunia ini merupakan penyakit tropik sistemik, bersifat endemis dan masih merupakan problem kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Uji Widal merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat ini masih digunakan secara luas, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Uji serologi Widal memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah serta sering memberikan hasil positif palsu maupun negatif palsu. Oleh karena itu dilakukan deteksi molekuler real time PCR terhadap gen penyandi secretion system ATPase type III ssaN Salmonella enterica subsp.enterica dari spesimen darah pasien demam tifoid.
Uji spesifisitas teknik real time PCR didapatkan bahwa primer dan probe yang digunakan tidak bereaksi silang terhadap mikroorganisme lain yang diuji pada penelitian ini. Pada uji sensitivitas teknik didapatkan kemampuan deteksi minimal adalah 10 cfu/ml pada spesimen darah. Pada penerapan uji terhadap spesimen darah, didapatkan real time PCR dapat mendeteksi 19 38 sampel positif Salmonella enterica subsp.enterica dari 50 spesimen darah pasien yang diduga terinfeksi demam tifoid. Sebelas sampel dengan serologi Widal negatif memberikan hasil positif pada real time PCR. Dengan demikian, uji real time PCR terhadap target gen ssaN yang digunakan dalam penelitian ini dapat meningkatkan tingkat pengujian positif sebesar 22 dibandingkan uji Widal.

Typhoid fever is an acute infectious disease caused by Salmonella typhi. Diseases spread almost all over the world is a tropical disease systemic, endemic and remains a public health problem in the world, especially in developing countries, including Indonesia. In areas where typhoid fever occur, the clinical diagnosis of typhoid fever is inadequate, because the symptoms are not specific and overlapping with other febrile illnesses. Diagnosis of typhoid fever is often enforced only based on clinical symptoms and serological tests alone. Widal test is a serological test which is still widely used, particularly in developing countries, including Indonesia. Widal serological test has a very low sensitivity and specificity and often give false positives or false negatives result. Therefore, were performed detection of gene encoding secretion system ATPase type III ssaN in Salmonella enterica subsp.enterica from blood specimen of typhoid fever patients.
Specificity test of real time PCR technique showed that the primers and probes used are not cross react against other microorganisms tested in this study. On the sensitivity test techniques obtained minimal detection is at least 10 cfu ml of blood specimen. On the application of test in blood clinical specimens, real time PCR could detect 19 38 Salmonella enterica subsp.enterica positive samples of 50 blood specimen from suspected typhoid fever patients. Eleven samples with negative Widal serology gives positive results in real time PCR. Thus, real time PCR test with the ssaN gene target used in this study could increase rate of positive testing about 22 compared with Widal test.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Raihanah Chairunnisa
"Fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit dan puskesmas, adalah suatu fasilitas penting pelayanan kesehatan perorangan yang dalam aktivitasnya menghasilkan limbah, salah satunya adalah limbah cair. Tingginya penggunaan obat-obatan di rumah sakit mendorong pertumbuhan dan persebaran gen yang resisten terhadap antibiotik, atau dapat disebut juga dengan Antibiotic Resistance Genes (ARGs). ARGs ini sangat sering diasosiasikan terhadap air limbah sehingga IPAL merupakan lokasi yang tepat untuk melakukan penelitian terkait hal tersebut. Karena hal tersebut, peneliti melakukan penelitian di dua rumah sakit besar dan enam puskesmas di Jakarta untuk mengetahui kelimpahan ARGs dan faktor-faktornya, serta melakukan perbandingan ARGs dengan logam berat dan MGEs. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat jenis gen yang paling mendominasi pada Fasilitas Kesehatan di Jakarta adalah dari kelompok resistensi terhadap Beta-Lactam dan Aminoglycoside. Relative abundance tertinggi yang terdeteksi di lebih dari 50% lokasi pengambilan sampel adalah intI3 dari kelompok integron, yang mana menjadi dominan relative abundance di 93,75% lokasi pengambilan sampel. Disusul dengan kelompok integron juga, intI1_1 yang menjadi dominan relative abundance di 86,67% lokasi pengambilan sampel. Hal ini menunjukkan rata-rata gen yang paling mendominasi secara relative abundance di seluruh lokasi Fasilitas Kesehatan di Jakarta adalah dari kelompok integron. Terdapat ARGs yang tidak dapat disisihkan di 50% fasilitas kesehatan. Gen tersebut vanA dari kelompok Vancomycin, aadA1 dari kelompok Aminoglycoside, dan blaOXA51 dari kelompok Beta-Lactam. Di sisi lain, teradpat gen yang mampu disisihkan di lebih dari 50% fasilitas kesehatan, yaitu strB dan strA dari kelompok Aminoglycoside. Efisiensi penyisihan gen 16sRNA tertinggi dicapai oleh IPAL Puskesmas Kelurahan Keagungan, dengan nilai sebesar 99,57%. Di sisi lain, lokasi dengan efisiensi penyisihan gen 16sRNA terendah terdapat di Puskesmas Kecamatan Tebet Timur, dengan nilai -265,64%. Efisiensi penyisihan ARGs (tanpa taksonomik) tertinggi dicapai oleh IPAL Puskesmas Kelurahan Keagungan, yaitu sebesar 99,57% dan disusul dengan IPAL Puskesmas Kelurahan Manggarai, yaitu sebesar 98,28%. Di sisi lain, efisiensi penyisihan ARGs terendah terdapat pada IPAL Puskesmas RS X, yaitu sebesar -99,12%, di susul dengan IPAL Puskesmas Kecamatan Tebet Timur dengan efisiensi penyisihan sebesar -70,49%. Tidak ada korelasi kuat antara mangan dan seng terhadap kelimpahan absolut ARGs. Hal ini didasarkan atas rata-rata dari ρ yang didapat adalah sebesar 0,356 dan rata-rata p-value adalah sebesar 0,054. Di sisi lain, terdapat korelasi yang sangat kuat antara MGEs dan kelimpahan absolut ARGs. Hal ini didasarkan atas rata-rata dari ρ yang didapat adalah sebesar 0,869 dan rata-rata p-value adalah sebesar 3,82 x 10^9

Health facilities, including hospitals and community health centers, are important individual health service facilities which in their activities produce waste, one of which is liquid waste. The high use of drugs in hospitals encourages the growth and spread of genes that are resistant to antibiotics, or what can also be called Antibiotic Resistance Genes (ARGs). These ARGs are very often associated with wastewater so WWTP is the right location to conduct research related to this. Because of this, researchers conducted research at two large hospitals and six public health center in Jakarta to find out reports of ARGs and their factors, as well as to compare ARGs with heavy metals and MGEs. From this research, it was found that the most dominant gene type in Health Facilities in Jakarta is the resistance group to Beta-Lactam and Aminoglycoside. The highest relative abundance detected in more than 50% of sampling locations was intI3 from the integron group, which was the dominant relative abundance in 93.75% of sampling locations. Followed by the integron group, intI1_1 which was the dominant relative abundance in 86.67% of sampling locations. This shows that on average the gene that dominates in relative abundance in all Health Facility locations in Jakarta is from the integron group. There are ARGs that cannot be set aside in 50% of health facilities. The genes are vanA from the Vancomycin group, aadA1 from the Aminoglycoside group, and blaOXA51 from the Beta-Lactam group. On the other hand, there are genes that can be removed in more than 50% of health facilities, namely strB and strA from the Aminoglycoside group. The highest efficiency of 16sRNA gene removal was achieved by the WWTP Keagungan Public Health Center, with a value of 99.57%. On the other hand, the location with the worst 16sRNA gene removal efficiency was the WWTP East Tebet District Public Health Center, with a value of -265.64%. The highest ARGs removal efficiency (without taxonomy) was achieved by the WWTP Public Health Center, namely 99.57% and followed by the WWTP Manggarai Public Health Center, namely 98.28%. On the other hand, the lowest ARGs removal efficiency was found at the WWTP X Hospital, namely -99.12%, followed by the WWTP East Tebet District Public Health Center with a removal efficiency of -70.49%. There was no strong correlation between manganese and zinc on the absolute abundance of ARGs. On the other hand, there was a very strong correlation between MGEs and the absolute abundance of ARGs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isravani Valencia
"Provinsi DKI Jakarta umumnya mengandalkan tangki septik di perumahan dan IPAL permukiman di kawasan tertentu sebagai tempat pembuangan tinja setempat serta membuang cairan efluennya ke saluran drainase, tetapi penelitian mengenai kinerja penyisihan unsur AMR-nya masih minim. IPAL permukiman sebagai salah satu sistem pengolahan tinja setempat menciptakan kondisi yang kondusif bagi terjadinya akuisisi resistensi antarinang via transfer gen horizontal (HGT) berdasarkan kelimpahan nutrisi, kelimpahan mobile genetic elements (MGE) yang memfasilitasi HGT, proses pengolahan, kandungan logam berat sebagai tekanan selektif, dan variabel lain-lain. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis prevalensi ARG dan MGE dengan metode High-Throughput Quantitative Polymerase Chain Reaction (HT-qPCR), tingkat reduksi atau peningkatan ARG dan MGE, serta hubungan antara logam berat dan MGE dengan ARG di IPAL permukiman. Sebanyak 8 dari 65 gen target masih terdeteksi di semua sampel unit final (n = 8). Salah satunya adalah crAss56 yang mengindikasikan bahwa efluen cairan IPAL permukiman menjadi potensial sumber diseminasi AMR di hilir. IPAL permukiman tidak menunjukkan kemampuan reduksi kelimpahan absolut gen 16S rRNA, MGE, ARG yang konsisten, bahkan salah satunya (ST4) mengamplifikasi semua gen-gen tersebut. Terlihat pola kelimpahan ARG berbeda antara IPAL permukiman terindikasi terbengkalai dengan yang beroperasional yang menyiratkan mekanisme pengolahan tertentu, seperti pengolahan biologis (aerobik, anaerobik, kombinasi) dan klorinasi, dapat berkontribusi dalam proliferasi ARG. Analisis korelasi Spearman menunjukkan korelasi signifikan secara statistik (p-value < 0.05) dengan arah positif antara mangan (Mn) vs. ARG (qacE∆1_3 > aph3-ib > ereA), seng (Zn) vs. ARG (aph3-ib > vanA > ereA > blaSHV11 > intl3 > qnrS2), serta MGE (intl3) vs. ARG (ereA > vanA > aph3-ib > blaSHV11 > qacE∆1_3 > qnrS2). Maka, korelasi tersebut menandakan intl3 memiliki potensial tinggi sebagai fasilitator HGT. Logam berat juga mungkin menginduksi HGT dan/atau menyeleksi dengan antibiotik secara bersamaan terhadap ARB. Maka, penemuan penelitian ini menyorotkan pentingnya diadakannya pemantauan AMR di berbagai sistem air limbah, khususnya black water.

The DKI Jakarta Province generally relies on septic tanks in residential areas and tenement wastewater treatment plants in certain areas as on-site feces disposal sites along with discharging their effluent water into drainage channels, but research on their AMR element removal performance is still limited. Tenement WWTPs as one of the on-site feces treatment systems create conditions that are conducive to the acquisition of resistance between hosts via horizontal gene transfer (HGT) based on the abundance of nutrients, the abundance of mobile genetic elements (MGE) which facilitate HGT, treatment processes, heavy metal content as selective pressure, and other variables. Thus, this research was conducted to analyze the prevalence of ARG and MGE using the High-Throughput Quantitative Polymerase Chain Reaction (HT-qPCR) method, the level of reduction or increase in ARG and MGE, as well as the relationship between heavy metals and MGE and ARG in tenement WWTPs. A total of 8 of the 65 target genes were still detected in all final unit samples (n = 8). One of them was crAss56 which indicated that tenement WWTP effluent water is a potential source of downstream AMR dissemination. Tenement WWTPs did not show a consistent ability to reduce the absolute abundance of 16S rRNA, MGE, ARG genes, in fact one of them (ST4) amplified all of these genes. It can be seen that the pattern of ARG abundance is different between tenement WWTP indicated to be abandoned and those that are operational, which implies that certain treatment mechanisms, such as biological treatment (aerobic, anaerobic, combined) and chlorination, can contribute to the proliferation of ARGs. Spearman correlation analysis showed a statistically significant correlation (p-value < 0.05) in the positive direction between manganese (Mn) vs. ARGs (qacE∆1_3 > aph3-ib > ereA), zinc (Zn) vs. ARGs (aph3-ib > vanA > ereA > blaSHV11 > intl3 > qnrS2), as well as MGEs (intl3) vs. ARGs (ereA > vanA > aph3-ib > blaSHV11 > qacE∆1_3 > qnrS2). Therefore, this correlation indicates that intl3 has high potential as a facilitator of HGT. Heavy metals may also induce HGT and/or co-select against ARBs with antibiotics. Thus, the findings of this study highlight the importance of monitoring AMR in various wastewater systems, especially black water."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Meuthia Arifin
"Candida albicans merupakan salah satu patogen umum penyebab kandidiasis invasif yang memiliki tingkat mortalitas yang cukup tinggi sehingga diperlukan metode deteksi yang cepat, sensitif, dan spesifik untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat. qPCR berbasis intercalating dye dapat menjadi salah satu metode yang digunakan untuk pendeteksian Candida albicans karena waktu pemrosesannya yang cepat dan dapat menggunakan volume sampel yang sedikit. Tetapi, penggunaan intercalating dye memiliki kelemahan yaitu dapat berikatan pada semua DNA untai ganda, sehingga diperlukan primer yang spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode deteksi Candida albicans menggunakan qPCR berbasis intercalating dye dengan melakukan perancangan primer spesifik untuk Candida albicans, pengujian spesifisitas primer terhadap spesies fungi lain, dan pengujian sensitivitas metode qPCR menggunakan sampel darah utuh. Hasil perancangan primer spesifik merupakan primer Ca2 yang memiliki panjang 22 dan 19 oligonukleotida untuk deteksi qPCR. Primer yang dirancang menargetkan gen ITS yang merupakan housekeeping gene untuk fungi. Hasil uji spesifisitas primer terhadap tiga spesies Candida lain dan satu spesies Malassezia menunjukkan melting curve yang memiliki puncak tunggal pada sampel yang terdapat DNA Candida albicans dan DNA campuran, yang menandakan primer secara spesifik mendeteksi Candida albicans. Hasil uji sensitivitas pada darah utuh menunjukkan hasil bahwa metode qPCR berbasis intercalating dye menggunakan primer Ca2 dapat mendeteksi DNA Candida albicans dalam sampel darah utuh hingga batas 100 sel/mL.

Candida albicans is a common pathogen that can cause invasive candidiasis which has a fairly high mortality rate so a fast, sensitive, and specific detection method is needed to get the right diagnosis and treatment. Intercalating dye-based qPCR can be one of the methods used for the detection of Candida albicans because of its fast-processing time and use of a small volume sample. However, the use of intercalating dye has a disadvantage, as it can bind to all double-stranded DNA, so a specific primer is needed. This study aims to develop a Candida albicans detection method using intercalating dye-based qPCR by designing a specific primer for Candida albicans, testing the primer specificity for other fungal species, and testing the sensitivity of the qPCR method using whole blood samples. The results of the design of specific primers are Ca2 primers which have lengths of 22 and 19 oligonucleotides for qPCR detection. The primers are designed to target the ITS gene which is a housekeeping gene for fungi. The results of the primer specificity test for three other Candida species and one Malassezia species showed a melting curve that had a single peak in the sample containing Candida albicans DNA and mixed DNA, which indicated that the primer specifically detected Candida albicans. The results of the sensitivity test showed that the intercalating dye-based qPCR method using Ca2 primers could detect Candida albicans DNA in whole blood samples up to a limit of 100 cells/mL."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firyal Fairuztsana Nugraha
"Candida krusei merupakan organisme komensal pada manusia sehat, namun pada pasien dengan gangguan sistem kekebalan tubuh dapat menjadi patogen oportunistik. Candida krusei memiliki prevalensi yang rendah, namun tingkat mortalitas yang cukup tinggi sehingga diperlukan metode deteksi yang cepat dengan sensitivitas serta spesifisitas yang tinggi. Quantitative PCR berbasis intercalating dye merupakan teknik amplifikasi DNA yang mendeteksi secara real-time, namun dapat berikatan secara non-spesifik pada DNA untai ganda yang rentan terhadap kesalahan sehingga diperlukan primer yang baik dan spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode deteksi Candida krusei menggunakan qPCR berbasis intecalating dye dengan merancang primer secara in silico dengan target gen ITS yang memiliki karakteristik baik dan spesifik terhadap Candida krusei serta dilakukan uji spesifisitas primer pada beberapa spesies jamur dan uji sensitivitas pada sampel biologis (whole blood) manusia. Hasil perancangan primer yang diperoleh adalah primer Cc3 yang memiliki panjang masing-masing adalah 20 dan 18 oligonukleotida dengan karakterisasi yang baik. Hasil uji spesifisitas dengan qPCR berbasis intercalating dye pada tiga Candida sp. dan satu spesies Malassezia menunjukkan hasil yang spesifik dimana hanya dapat mendeteksi Candida krusei. Hasil uji sensitivitas pada sampel biologis (whole blood) menunjukkan bahwa qPCR berbasis intercalating dye menggunakan primer Cc3 mampu mendeteksi hingga batas 1000 sel/mL.

Candida krusei is a commensal organism in healthy humans, but in patients with immunocompromised it can become an opportunistic pathogen. Candida krusei has a low prevalence with a fairly mortality rate. Intercalating dye-based quantitative PCR is a DNA amplification technique that allows real-time detection, however it can binds to any double-stranded DNA unspecifically which is error-prone, primer with a good characteristics and specific is needed. This study aims to develop a Candida krusei detection method using intercalating dye-based quantitative PCR was carried out by primers designing in silico with the target gene for ITS which has good characteristics for Candida krusei, and specificity tests in several fungal species and sensitivity tests in human biological sample (whole blood). The primer design results obtained are primer Cc3 which has lengths of 20 and 18 oligonucleotides with good characterization. The results of the specificity tests with intercalating dye-based qPCR in three Candida sp. and one Malassezia sp. showed specific results which were only able to detect Candida krusei. The results of the sensitivity tests in whole blood sample showed that intercalating dye-based qPCR using a primer that had been designed was able to detect up to 1000 cells/mL."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucia Felisita Herlina
"Jalur transmisi bakteri Salmonella spp. salah satunya berasal dari feses hewan ternak yang merupakan hasil samping dari aktivitas beternak, serta berpotensi menyebabkan kontaminasi Salmonella spp. pada aspek lingkungan, seperti tanah dan air. Akibatnya, seluruh pekerja yang terlibat dalam aktivitas beternak rentan terkena paparan Salmonella spp., baik melalui kontak fisik secara langsung dengan feses hewan ternak maupun melalui interaksi dengan lingkungan yang tercemar. Studi ini dilakukan sebagai upaya mengurangi risiko paparan Salmonella spp, terhadap para peternak dengan memperoleh taksiran jumlah Salmonella spp. di peternakan area studi, menganalisis potensi nilai paparan dan beban penyakit yang timbul, serta merancang skenario penanganan yang sesuai. Penelitian dilakukan dengan metode Multitube Fermentation untuk mengetahui konsentrasi Salmonella spp. dalam satuan Most Probable Number (MPN) dan dengan metode Quantitative Microbial Risk Assessment (QMRA) untuk menganalisis risiko paparan Salmonella spp. terhadap kesehatan para pekerja peternakan. Kuantifikasi dan pengujian biokimia Salmonella spp. menunjukkan bahwa 7 dari 16 sampel mengandung Salmonella spp. terkonfirmasi. Dari 7 sampel tersebut, sampel yang mengandung Salmonella spp. dengan konsentrasi tertinggi adalah feses kambing berumur >2 tahun (120 MPN/g), sedangkan yang terendah adalah pada sampel air selokan (7,4 MPN/mL). Hasil perhitungan analisis QMRA dengan simulasi Monte-Carlo menunjukkan bahwa nilai median beban penyakit (disease burden atau DB) terbesar berasal dari air irigasi, yakni sebesar 8,85 x 10-4 DALY/orang/tahun, sedangkan yang terkecil berasal dari pupuk kandang, yakni sebesar 4,42 x 10-8 DALY/orang/tahun. Dari seluruh nilai DB yang diperoleh, hanya nilai DB pupuk kandang yang memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh WHO terkait paparan bakteri patogen di negara berkembang, yakni sebesar 10-4 DALY/orang/tahun. Oleh karena itu, disusunlah skenario intervensi kualitatif yang dapat diaplikasikan untuk meminimalisir risiko kesehatan yang timbul terhadap para peternak akibat paparan Salmonella spp. Skenario-skenario intervensi yang diajukan melalui penelitian ini terdiri dari skenario penerapan jangka panjang dan jangka pendek. Skenario jangka pendek, yakni dengan vermicomposting untuk menyisihkan feses kambing dan penutupan saluran drainase di sekitar kandang kambing. Sedangkan skenario jangka panjang dapat dilakukan dengan penyemprotan larutan bacteriophage untuk mengurangi biofilm Salmonella spp., serta penerapan teknologi pengolahan air sederhana untuk air selokan di dekat kandang sebelum dilepaskan ke lingkungan dan untuk air irigasi yang akan digunakan untuk keperluan kandang.

The most fundamental transmission pathway of Salmonella spp. is through livestock stool which is a by-product of livestock farming activities, and has the potential to cause contamination of Salmonella spp. on environmental aspects, such as land and water. As a result, all workers involved in livestock activities are susceptible to exposure to Salmonella spp., either through direct physical contact with livestock feces or through interaction with the contaminated environment. This study was conducted to reduce the risk of exposure to Salmonella spp. towards livestock farmers by obtaining estimates of the number of Salmonella spp. on the study area farm, analyzing the potential exposure values ​​and disease burden that arise, and designing appropriate intervention scenarios. The research was carried out using the Multitube Fermentation method to determine the concentration of Salmonella spp. in Most Probable Number (MPN) units and using the Quantitative Microbial Risk Assessment (QMRA) method to analyze the risk of exposure to Salmonella spp. towards the health of the livestock farm workers. Quantification and biochemical testing of Salmonella spp. showed that 7 out of 16 samples contained confirmed Salmonella spp. Of these 7 samples, samples containing Salmonella spp. with the highest concentration was from >2 years-old goats’ stool sample (120 MPN/g), while the lowest was from ditch water sample (7.4 MPN/mL). The results of QMRA analysis calculations using Monte-Carlo simulations show that the largest median of disease burden (DB) value comes from irrigation water, i.e. 8.85 x 10-4 DALY/person/year, while the smallest comes from manure, i.e. 4.42 x 10-8 DALY.pppy-1. Of all the DB values ​​obtained, only the DB value of manure meets the quality standards set by WHO regarding exposure to pathogenic bacteria in developing countries, i.e. 10-4 DALY.pppy-1. Therefore, this study proposes intervention scenarios that can be applied to minimize the health risks that arise towards livestock farmers due to exposure to Salmonella spp. The intervention scenarios proposed through this research consist of long-term and short-term implementation. Short-term scenario, i.e. vermicomposting to eliminate goat feces and closing drainage channels around the goat closed house. Meanwhile, long-term scenarios can be carried out by spraying bacteriophage solutions to reduce Salmonella spp. biofilms, as well as implementing simple water treatment technology for sewer water near the closed house before it is released into the environment and for irrigation water that will be used for livestock care purposes."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Mirnawati
"Penelitian dilakukan untuk menentukan nilai cut-off dalam skoring status HER-2 pada pasien kanker payudara dengan metode qPCR. DNA genom sebanyak 72 sampel yang diekstraksi dari jaringan kanker payudara dianalisis menggunakan metode 2ΔCT untuk mengetahui jumlah salinan gen HER-2 sampel secara relatif yang telah diketahui statusnya oleh IHC. Jumlah salinan gen HER-2 dinyatakan sebagai rasio gen HER-2 terhadap gen acuan yang digunakan, yaitu whn. Kurva standar dihasilkan dari pengenceran serial plasmid standar pGEM-T easy HER-2 dan pGEM-T easy whn, dikembangkan untuk kontrol kualitas pengujian.
Evaluasi kualitas qPCR yang optimal ditentukan dengan nilai koefisien determinasi (R2) >0,980, persentase efisiensi dalam kisaran 90 - 105%, dan konfirmasi produk spesifik dengan analisis melt peak dan elektroforesis gel. Nilai cut-off didapat dari perhitungan nilai kuartil untuk menetapkan batas negatif, borderline, dan positif amplifikasi HER-2 pada sampel.
Hasil analisis qPCR dibandingkan kesesuaiannya terhadap status yang telah diperoleh dari evaluasi IHC sebelumnya. Kurva standar untuk kedua plasmid standar menunjukkan performa yang baik, dan konfirmasi sampel dengan analisis melt peak dan elektroforesis gel menunjukkan puncak dan pita tunggal spesifik. Nilai cut-off yang didapatkan dalam penelitian adalah ≤2,16 untuk negatif, >2,16 dan ≤4,19 untuk borderline, dan >4,19 untuk positif amplifikasi HER-2. Hasil analisis qPCR dengan nilai cut-off yang dibandingkan dengan status IHC menghasilkan kesesuaian 67%.

The research aimed to determine cut-off value in HER-2 scoring status on breast cancer patients by qPCR method. Total of 72 genomic DNA samples extracted from breast cancer tissues were analyzed using 2ΔCT method to measure relatively HER-2 gene copy number of samples previously identified by IHC. HER-2 gene copy number was expressed as a ratio of HER-2 gene to the reference gene used, namely whn. Standard curve was generated by serial dilution of pGEM-T easy HER-2 and pGEM-T easy whn plasmid standard, developed for quality control assay.
For evaluation, optimal qPCR assay was determined by coefficient of determination value (R2) >0.980, percentage of efficiency in the range of 90 ? 105%, and specific product was confirmed by melt peak analysis and gel electrophoresis. Cut-off value was obtained from quartile calculation to establish the status of negative, borderline, and positive amplification of HER-2 in the samples.
Further, result of qPCR analysis was compared with IHC status. Standard curves for both plasmid standards showed a good performance, and confirmed by melt peak and gel electrophoresis showed single peak and single band specific. For the cut-off value, this study suggested ≤2.16 for negative, >2.16 and ≤4.19 for borderline, and >4.19 for positive HER-2 amplification. The result of qPCR analysis with cut-off value was compared with IHC status has concordance 67%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S65945
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bismi Annisa
"Semakin menurunnya kualitas dan kuantitas air tanah akibat pembangunan yang pesat saat ini telah berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Pengalihan fungsi lahan juga telah mengakibatkan daya resap tanah semakin berkurang. Dengan demikian dibutuhkan suatu perencanaan yang pada prinsipnya mengendalikan air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah dan tidak mengalir sebagai aliran permukaan. Melalui penelitian ini telah dilakukan uji laboratorium mengenai infiltrasi pada suatu lubang resapan yang dihitung dengan metode Horton. Lubang resapan dibuat bervariasi dalam diameter dengan konsep yang sama seperti lubang resapan biopori (LRB) namun tidak menggunakan sampah organik dimana kedalaman serta jarak antar lubang adalah sama. Double-ring infiltrometer digunakan sebagai alat bantu pengukuran infiltrasi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh perbedaan yang signifikan antara pengaruh ukuran diameter dengan laju infiltrasi sehingga tujuan untuk meningkatkan infiltrasi ke dalam tanah terbukti efektif bila dibandingkan dengan suatu lahan yang tidak terdapat lubang resapan.

Decreasingly the quality and quantity of ground water due to rapid development recently has been in very poor condition. The changes of land use has also resulted in decreased soil absorption. Thus a plan in principle needed to control the rain water soak into the ground and not flow as surface run-off. Through this research has been conducted laboratory tests on absorption holes which be calculated with Horton method . Absorption holes varying in diameter made with the same concept as the absorption bioporous hole (LRB) but no organic waste usage, in which same depth and distance between holes. Double-ring infiltrometer is used as a tool for measuring infiltration. The result showed a sifnificant difference between the effect of diameter sizes with the infiltration rate of the goal to increase infiltration into the soil proved to be effective when compared to a land that is without absorption hole."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50612
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Latifah
"Kolagen merupakan suatu protein yang memiliki banyak manfaatnya dalam industri farmasi, kosmetik, makanan, dan biomedis. Tingginya kebutuhan kolagen dalam berbagai bidang kesehatan ini diperlukan sumber kolagen altematif yang bersifat aman dan teijangkau sebagai pengganti sumber kolagen yang berasal dari sapi, babi, dan ikan. Pada penelitian ini, digunakan membran cangkang telur ayam sebagai sumber kolagen altematif. Kolagen ini mengandung beberapa asam amino, salah satunya adalah hidroksiprolin, yang mempakan asam amino sekunder turunan prolin yang secara eksklusif terdapat dalam kolagen. Kolagen dapat bertindak sebagai antioksidan, ditandai dengan adanya gugus sulfidril yang terdapat dalam rantai samping asam amino sistein dalam kolagen. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi analisis optimum dan metode analisis tervalidasi terhadap standar hidroksiprolin untuk penetapan kadar kolagen menggunakan metode KCKT, serta standar glutation dalam penentuan total gugus sulfidril menggunakan metode Spektrofometri UV-Vis dalam kolagen membran cangkang telur ayam. Analisis kolagen dengan standar hidroksiprolin dilakukan menggunakan KCKT detektor fluorosensi dan menggunakan agen derivatisasi FMOC-Cl {9-Fluorenilmetoksikarbonil- klorida). Kondisi analisis optimum didapatkan pada panjang gelombang emisi 320 nm dan eksitasi 255 nm, laju alir 0,8 ml/menit, komposisi fase gerak dapar asetat (pH4,2)-asetonitril (60:40). Metode analisis tervalidasi didapatkan dengan persamaan regresi linear y = 5698,6x - 30695, r = 0,9994 pada rentang 100-350 ng serta LOD sebesar 10,2529 dan LOQ 34,1746 ng. Penentuan gugus sulfidril dengan standar glutation dilakukan dengan menggunakan metode pereaksi Ellman (DTNB/ 5,5- dithio-bis- (asam 2-nitrobenzoic)) yang dianalisis menggunakan Spektrofotometri UVVis. Hasil menunjukkan kadar kolagen membran cangkang telur adalah 2,2935 ± 0,001% dengan total gugus sulfidril bebas 0,1738± 0,0013 mg/L.

Collagen is a protein that has many uses in the pharmaceutical, cosmetic, food, and biomedical industries. The high demand for collagen in various health fields makes needed alternative sources of collagen that are safe and affordable as a substitute for collagen sourced from cattle, pigs, and fish. In this study, a chicken eggshell membran was used as an alternative source of collagen. This collagen contains several amino acids, one of which is hydroxyproline. Hydroxyproline is a secondary amino acid derived from proline that is exclusively present in collagen. Collagen can also act as an antioxidant, characterized by the presence of sulfhydryl groups found in the side chains ofthe cysteine amino acids in collagen. This study aims to obtain optimum analytical conditions and validated analysis methods for hydroxyproline as a standard for determining collagen levels, and glutathione as a standard in determining total sulfhydryl groups in collagen membranes in chicken eggshells. Collagen analysis with hydroxyproline standard was carried out using a high-performance liquid chromatography fluorescent detektor and using an FMOC-Cl (9-Fluorenylmethoxycarbonyl- chloride) derivative agent. The optimum analysis conations were ol)tained at an emission wavelength of 320 nm and excitation of 255 nm, a flow rate of 0.8 ml/min, the composition of the mobile phase of acetate buffer (pH 4.2) - acetonitrile (60:40). The validated analysis method is obtained by linear regression equation y = 5698,6x - 30695, r = 0.9994 in the range of 100-350 ng and LOD of 10.2529 and LOQ 34.1746 ng. Determination of sulfhydryl groups with glutathione standards was carried out using the Ellman reagent method (DTNB / 5.5- dithio-bis- (2-nitrobenzoic acid)) which was analyzed using UV-Vis spectrophotometry. The results showed that eggshell membrane collagen levels were 2.2935 ± 0.001% with a total of free sulfhydryl groups of 0.1738 ± 0.0013 mg / L.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S70482
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>