Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174502 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayu Irene Windar Andika
"Polianilin PANi adalah salah satu polimer konduktif yang paling banyak dipelajari. Pada penelitian ini, PANi telah berhasil disintesis melalui reaksi polimerisasi oksidatif kimia yang dilangsungkan pada 3 temperatur larutan berbeda yaitu masing-masing pada 17 0C, 27 0C dan 57 0C. Selama proses polimerisasi anilin berjalan terlihat adanya peningkatan temperatur larutan meskipun tidak signifikan sehingga selama durasi 500 menit reaksi berjalan, temperatur larutan relatif sama. Hasil dari reaksi polimerisasi oxidatif adalah berupa emeraldine base polyaniline atau PANi-EB. Struktur PANi dikonfirmasi dengan FTIR ditandai dengan adanya vibrasi stretching C-N bilangan gelombang 1144 cm-1 dan vibrasi stretching C=C dari benzenoid pada bilangan gelombang 1493 cm-1. Sifat konduktif PANi diperoleh melalui pemberian protonasi menggunakan asam kuat masing-masing HCl dan HClO4. Diperoleh hasil, nilai konduktivitas PANi-EB sebesar 0,92-4,67 x 10-6 S/cm. Nilai konduktivitas ini mengalami peningkatan 102 kali pasca doping menggunakan HCl dan 106 kali pasca doping HClO4. Nilai konduktivitas listrik tertinggi adalah sebesar 4,678 S/cm. Semua PANi hasil sintesis memiliki kemampuan penyerapan gelombang elektromagnetik pada rentang frekuensi 10 GHz-15 GHz. Nilai RL tertinggi sekitar -11 dB pada frekuensi 10,5 GHz dan 12.5 GHz diperoleh dari PANi-EB hasil polimerasi pasca deprotonasi.

Polyaniline PANi is one of the most studied conductive polymers. In this study, PANi has been successfully synthesized through chemical oxidative polymerization reactions that were carried out at 3 different solution temperatures, respectively at 17 0C, 27 0C and 57 0C. During the aniline polymerization reaction, there was an increase in the temperature of the solution, although not significant, hence, during a duration of 500 minutes reaction time, the solution temperature was relatively un changed. Polymerization reaction has resulted PANi in the form of emeraldine base polyaniline or PANi EB. The formation of PANi was confirmed by FTIR, which characterized by vibration stretching C N at wave number 1144 cm 1 and vibration stretching C C of benzenoid at wave number 1493 cm 1. The conductive property of PANi was obtained through doping by a protonation using strong acids HCl and HClO4. It was found that conductivity value PANi EB was 0.92 4.67 x 10 6 S cm. This conductivity value increased 102 times after doped with HCl and 106 times after doped with HClO4. The highest electrical conductivity value was 4.678 S cm. All synthesized PANi has the ability to absorb electromagnetic waves in the frequency range 10 GHz 15 GHz. The highest RL values of about 11 dB at frequencies 10.5 GHz and 12.5 GHz were obtained from PANi EB."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68077
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fatimah
"Telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi doping Asam Perklorat terhadap sifat dielektrik Polianilin. Sintesis PANi konduktif dilakukan melalui serangkaian proses terdiri dari reaksi oksidatif kimiawi untuk melangsungkan proses polimerisasi selama 8 jam dengan hasil berupa PANi Emeraldin (PANi-ES). Tahapan proses sintesis PANi-ES ini diikuti dengan tahapan deprotonisasi untuk membentuk PANi basa atau PANi emeraldin-base (PANi-EB). Tahapan sintesis akhir adalah berupa tahapan untuk menimbulkan sifat konduktifitas listrik PANi melalui doping asam kuat perklorat (HClO4) dengan cara mencampurkan PANi-EB sebanyak 8 gram kedalam larutan asam perklorat dengan variasi fraksi volume 80-200 ml/l. Proses pengeringan PANi melaui metode pengeringan vakum mengambil waktu 1 minggu. Selama proses polimerisasi berlangsung dilakukan pengukuran temperatur larutan, perubahan pH dan viskositas serta ukuran rata-rata partikel PANi. Sampel yang terbuat dari PANi hasil sintesis tersebut kemudian dikarakterisasi dengan spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy), LCR (Inductance (L), Capacitance (C), Resistance (R)) meter , PSA (Particle Size Analyzer), dan VNA (Vector Network Analyzer) untuk mengetahui gugus fungsi, konduktivitas, ukuran partikel, dan daya serap gelombang mikro dengan rentang frekuensi tertentu (8-12 GHz). Hasil karakterisasi berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa Polianilin (PANi) yang telah terdoping asam protonik (terprotonasi) telah menjadi polimer konduktif dan memiliki karakteristik puncak pita serapan IR pada bilangan gelombang antara 1325 cm-1 sampai 1575 cm-1. Ukuran partikel rata-rata Polianilin hasil sintesis adalah 20,7-36,24 mikrometer. Polianilin yang memiliki konduktivitas listrik tertinggi yaitu Polianilin dengan doping asam protonik HClO4 yang konsentrasinya 200 mL/L sebesar 5,2 mS/cm dan memiliki daya serapan gelombang mikro -3,45 dB pada frekuensi 10,44 GHz.

Results of a study which aimed at to determine the effect of concentration of Perchloric Acid to the dielectric properties of Polyaniline are reported. In this study, conductive PANi was synthesized through a series of chemical oxidative reactions to carry out the polymerization process for 8 hours, which resulted in a PANi Emeraldin (PANi-ES). The synthesize processes of PANi-ES were followed by de-protonisation stage to form emeraldin-base PANi (PANi-EB). The final stage of conductive PANi was a protonisation stage to generate the electrical conductivity in synthesized PANi. This physical property was obtained through doping treatment by mixing between PANi-EB of 8 grams in mass and Perchloric Acid solution of 80-200 ml/l volume fractions. The drying process of conductive PANi was carried out through a vacuum drying method which required at least 1 week duration. During the polymerization process taking place, the temperature, a change in pH and viscosity as well as the mean size of the particles of solution were evaluated. The synthesized PANi were characterized by FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy), LCR (Inductance (L), Capacitance (C), Resistance (R)) meter, PSA (Particle Size Analyzer), and VNA (Vector Network Analyzer) to determine the functional groups, electrical conductivity, mean particle size, and the absorption of microwaves in the specific frequency range (8-12 GHz). According to the test results, it is shown that Polyaniline (PANi) doped by protonic acid (protonated) became a conductive polymer characterized by infra-red absorption peaks at wave numbers between 1325 cm-1 and 1575 cm-1. The mean particle size of changed from each starting from 20.7 to 36.24 micrometers during polymerization. PANi which has the highest electrical conductivity (5.2 mS/cm) was obtained in polyaniline which doped by HClO4 of 200 ml/L volume fraction. It has a reflection loss value of -3,45 dB at the frequency 10,44 GHz."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S63180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S29659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fatmuanis Basuki
"Telah dilakukan sintesis dan karakterisasi kopolimer grafting radiasi asam akrilat (AA), akrilamid (Am) dan campurannya pada serat rayon sebagai penukar ion. Grafting dilakukan dengan metoda radiasi awal dalam atmosfir nitrogenlinert, menggunakan pelarut air-metanol dengan perbandingan 90:10. Penelitian ini bertujuan mendapatkan kondisi optimum proses grafting dan mengkarakterisasinya untuk memperoleh serat yang dapat diaplikasikan sebagai penukar ion. Parameter yang dipelajari adalah pengaruh dosis total, kestabilan radikal, konsentrasi monomer, waktu dan temperatur grafting. Karakterisasi serat kopolimer yang dihasilkan, yaitu Rayon-g-AA, Rayon-g-Am dan Rayon-g-Am.AA dilakukan dengan mempelajari topologi dan ukuran serat, kristalinitas, gugus fungsi, kestabilan tennal dan pengujian selektivitas serta kapasitas pertukaran ion terhadap beberapa logam. Hasil yang diperoleh dari data ESR menunjukkan hubungan dosis total terhadap jumlah radikal mengikuti persamaan liner Y= 1,562 E-0,6(X) + 1, 914 E-0,6 sampai dengan dosis 10 kGy. Jumlah radikal pada sampel yang disimpan dalam freezer selama 1 minggu berkurang ± 10 % dan yang disimpan di ruangan berkurang ± 40 %.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa persen grafting meningkat dengan bertambahnya dosis total, konsentrasi monomer akrilat dan akrilamida, waktu dan temperatur reaksi. Untuk monomer asam akrilat kondisi optimum adalah pada dosis 10 kGy, konsentrasi monomer 40%, waktu reaksi 15 menit dan temperatur reaksi 45°C dengan persen grafting tertinggi yang diperoleh sebesar 530%. Untuk monomer akrilamida kondisi optimum pada dosis 8 kGy, konsentrasi monomer 30%, waktu reaksi 30 menit dan temperatur reaksi 70°C dengan persen grafting tertinggi yang diperoleh adalah 470%. Untuk grafting campuran dengan kondisi dosis BkGy, konsentrasi monomer campuran 30%, temperatur grafting 45°C dan waktu grafting 60 menit didapatkan persen grafting sebesar 300 %. Karakterisasi dengan SEM menunjukkan bahwa serat rayon yang tergrafting 300% memiliki diameter serat lebih dart 2 kali diameter semula. Selain itu pada serat yang telah di grafting menunjukkan penurunan kristalinitas disebabkan oleh rusaknya fasa kristalin yang diamati dart difraktogram XRD.
Pengamatan terhadap spektrum serapan FT-1R, menunjukkan munculnya serapan vibrasi rentang gugus karbonil dengan intensitas yang meningkat di sekitar bilangan gelombang, v = 1760/1686 cm 1 untuk serat yang di grafting akrilat. Pada serat rayon yang digrafting akrilamid muncul vibrasi rentang karbonil pada bilangan gelombang v = 1725/1754 crri-1, serapan pada bilangan gelombang, v = 3500-3400 cm-' yang menandai adanya gugus amina (N-H) dan vibrasi tekuk amina terlihat pada bilangan gelombang, v = 1580 cm-t. Dart pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa baik akrilat maupun akrilamida telah tergrafling pada serat rayon.
Kesimpulan di atas diperkuat oleh pengamatan dengan DSC. Dart termogram DSC pada serat rayon tergrafting akrilat maupun akrilamida, muncul puncak endoter nis bare. Untuk Rayon-g-AA muncul puncak pada temperatur 282 °C dan 380°C yang dihasilkan dari proses dehidrasi karboksilat dan dekarboksilasi. Untuk akrilamida muncul pada temperatur 284 °C dan 370°C sebagai hasil proses deaminasi. Selain itu dari pengamatan dengan TGA, serat rayon tergrafting akrilat atau akrilamid mempunyai ketahanan termal yang lebih baik.
Kapasitas pertukaran yang dilakukan dengan ion Cue+ pada pH 5, untuk serat rayon-g-AA dengan persen grafting 300% adalah 4,25 mekig serat dan 2,12 meldg utuk serat rayon-g-Am dengan persen grafting 101%. Untuk Rayon-g-AmAA (300%) diperoleh kapasitas pertukaran sebesar 3,67 mek/g serat. Keseluruhan serat memiliki kemampuan regenerasi di atas 98%, ini menandakan serat dapat digunakan secara berulang. Urutan selektivitas serat terhadap ion Cd2+, cu'-, NJ' dan Co2l-adalah rayon-g-AA > rayon-g-AmAA > rayon-g-Am. Bila dilihat dari nilai koefisien distribusi beberapa logam yang diuji, maka serat rayon-g-AmAA diharapkan paling baik digunakan untuk keperluan pemisahan."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T1057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristanto
"PCC (Precipitated Calcium Carbonate) merupakan bahan baku industri yang berasal dari batuan dolomit. Jumlah dolomit yang terdapat di Indonesia sebanyak 600 jt ton dan pemanfaatannya masih belum menguntungkan karena hanya masih digunakan sebagai bahan dasar pupuk. Dalam upaya meningkatkan nilai tambah mineral dolomit, penelitian sebelumnya menggunakan leaching untuk memisahkan kandungan CaCO3 dalam dolomit sehingga menghasilkan CaCO3 murni untuk digunakan industri.
Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pada metode leaching yaitu penambahan cosolvent HCl pada asam asetat untuk meningkatkan kemampuan leaching. Penambahan cosolvent ini diberikan dengan variasi volume agar diketahui berapa volume cosolvent (2, 3, 4, 5 %) optimum. Tujuan dari penambahan cosolvent adalah untuk meningkatkan kemurnian CaCO3 yang dihasilkan dengan menggunakan beberapa kondisi pada penelitian ini seperti (0,1 M, rasio massa/volume solven 10/100, waktu reaksi 50 menit dan ukura partikel <=100 Mesh) dan menghasilkan kemurnian CaCO3 95,74%.

PCC (Precipitated Calcium Carbonate) are materials from dolomite that used for several industries. The amount of dolomite found in Indonesia are around 600 billions tons and the usage of it still not profitable since it was only used as materials for fertilizers. Today,in the attempt of dolomite?s enhancement, there are some research about leaching technology to separate CaCO3 from dolomite to make high purity CaCO3 that could be use in industry.
In this research, we add cosolvent into the leaching method to enhance the leaching. The amount of HCl as cosolvent that would be added was given variation (2, 3, 4, 5 %) to find the optimum volume of cosolvent. The objective of adding cosolvent is to enhance the purity of CaCO3 with the optimum condition without cosolvent are 0.1 M of acetic acid concetration and ratio dolomite?s mass/volume and the output of the test of cosolvent is at 95,74% of purity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64688
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Salsabila
"Carbon nanotube (CNT) menjadi salah satu teknologi nano dalam penghantaran obat karena memiliki kemampuan loading obat dan targeting delivery yang tinggi tanpa merugikan sel sehat yang pada umumnya terjadi pada pengobatan konvensional. CNT murni masih bersifat toksik dan hidrofobik sehingga belum memenuhi syarat Sistem Penghantar Obat (SPO). Oleh karena itu, perlu dilakukan fungsionalisasi CNT. Fungsionalisasi dilakukan secara kovalen karena dapat meningkatkan sifat dispersibilitas dan solubilitas CNT dalam larutan serta menghilangkan logam pengotor yang terkandung dalam CNT murni. Namun, fungsionalisasi kovalen dapat membentuk aglomerasi pada CNT sehingga CNT masih bersifat toksik. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengaruh penambahan polyethylene glycol (PEG) melalui fungsionalisasi sekunder terhadap sifat toksisitas CNT terfungsionalisasi (CNTf). CNT difungsionalisasi terlebih dahulu secara kovalen dengan oksidasi CNT oleh asam kuat yang terdiri dari campuran HNO3 dan H2SO4. Variasi yang dilakukan adalah dengan adanya penambahan HCl 8M, HCl 10M, dan tanpa penambahan HCl pada suhu sonikasi 40oC selama 4 jam yang dilanjutkan dengan penambahan PEG sebagai fungsionalisasi sekunder. CNT yang telah terfungsionalisasi akan dikarakterisasi dengan Fourier Infrared Transformation Spectroscopy (FTIR), Thermal Gravimetry Analysis (TGA), UV-Vis Spectroscopy, tes dispersi, dan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh sampel dengan penambahan PEG telah terbentuk gugus C-O-C yang berasal dari PEG. Sampel CNTf dengan penambahan HCl 8M dan PEG menghasilkan persen solubilitas tertinggi yaitu sebesar 49,71% dan menghasilkan nilai toksisitas LC50 terendah yaitu sebesar 993,77 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa PEG mampu meningkatkan solubilitas CNT dan menurunkan toksisitas CNT. Persentase derajat fungsionalisasi tertinggi dihasilkan oleh CNTf dengan penambahan PEG selama 12 jam secara kontinyu dan tanpa penambahan HCl yaitu sebesar 0,028%. Namun, CPf dengan penambahan PEG menunjukkan terbentuknya agregat pada uji dispersi hari ke-29.

Carbon nanotube (CNT) is one of the nanotechnologies in drug delivery because it has high drug loading and targeting delivery capabilities without harming healthy cells which generally occurs in conventional medicine. Pristine CNTs is still toxic and hydrophobic so it does not meet the requirements of the Drug Delivery System (DDS) so that CNT functionalization needs to be done. Functionalization is done covalently because it can improve the CNT dispersibility and solubility in the solution and eliminate impurities contained in pure CNT. However, covalent functionalization can form agglomeration in CNT so that CNT is still toxic. This study aims to obtain the effect of the addition of polyethylene glycol (PEG) through secondary functionalization against the toxicity properties of the functionalized CNT (CNTf). CNT is covalently functionalized by CNT oxidation of the strong acids consisting of a mixture between HNO3 and H2SO4. Variations made are the addition of 8M HCl, 10M HCl, and without addition of HCl at 40oC of sonication temperature for 4 hours followed by the addition of PEG as secondary functionalization. Functionalized CNTs will be characterized by Fourier Infrared Transformation Spectroscopy (FTIR), Thermal Gravimetry Analysis (TGA), UV-Vis Spectroscopy, Dispersion Test, and Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) ). The results showed that all samples with the addition of PEG had formed C-O-C groups originating from PEG. CNTf sample with the addition of 8M HCl and PEG produced the highest percent solubility that is equal to 49.71% and produced the lowest LC50 toxicity value of 993.77 ppm. These results indicate that PEG can increase CNT solubility and reduce CNT toxicity. The highest percentage of degree of functionality was generated by CNTf with PEG approval for 12 hours continuously and without HCl approval which is 0.028%. However, CPf with the addition of PEG showed the formation of aggregates in the 29 days dispersion test."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Laurent Santoso
"PLA merupakan salah satu polimer yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti plastik karena sifatnya kelebihannya yaitu biodegradabel, biokompatibilitas, kekuatan mekanik, dan kemampuan proses. Proses sintesis PLA akan dilakukan dengan menggunakan jalur Polimerisasi Pembukaan Cincin (PPC) dengan pertimbangan dapat menghasilkan berat molekul PLA yang tinggi dengan bantuan katalis dan pelarut. Katalis yang digunakan adalah katalis Lipase Candida rugosa dan pelarut yang digunakan adalah DMA (dimethylacetamide). Penelitian ini akan dilakukan dengan beberapa variasi yaitu variasi waktu pada 2, 3, 4 hari; variasi suhu pada 60ᵒC, 80ᵒC, 100ᵒC; dan rasio katalis pada 2, 5, dan 10% b/b. PLA yang telah tersintesis akan dilakukan uji karakterisitik yaitu berat molekul rata-rata jumlah (Mn), konversi monomer, dan struktur molekul menggunakan H1 NMR. Hasil penelitian ini berupa spektra NMR dan digunakan untuk menghitung nilai konversi dan Mn PLA. Didapatkan bahwa suhu, rasio katalis, dan waktu reaksi polimerisasi yang optimal adalah pada suhu 80℃, rasio katalis sebesar 5%, dan waktu reaksi 3 hari dengan menghasilkan konversi sebesar 99,48% dan Mn sebesar 1192,07 g/mol.

PLA is a polymer that can be used as an alternative to fossil-based plastics. PLA is the right solution because of its biodegradability, biocompatibility, mechanical strength, and processability. The PLA synthesis process will be carried out using the Ring Opening Polymerization (PPC) pathway with the consideration can produce a high molecular weight of PLA with the help of catalysts and solvent. This study used a Candida rugosa lipase as a green catalyst and DMA (Dimethylacetamide) as a solvent. The observations were made by varying time at 2, 3, 4 days; temperature at 60ᵒC, 80ᵒC, 100ᵒC; and catalyst ratio at 2, 5, and 10% w/w. The PLA will be characterized which are molecular weight average number (Mn), monomer conversion, and molecular structure using H1 NMR. The results of this study were in the form of NMR spectra and used to calculate the monomer conversion and Mn PLA. It was found that the optimal temperature, catalyst ratio, and polymerization reaction time were at 80℃, the catalyst ratio was 5%, and the reaction time was 3 days with the conversion of 99.48% and Mn of 1192.07 g/mol."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemas Akhmad Ainan Salsabila
"Pada penelitian ini dibuat formulasi pembersih toilet berbahan dasar asam klorida (HCl) pada rentang variasi konsentrasi 37% (12 M) hingga 1 M dan asam sitrat (HOC(CH2CO2H)2) pada rentang variasi konsentrasi 5 M hingga 1 M yang ditambahkan surfaktan kokamida dietanolamina (CDEA) dengan metode pengadukan pada suhu ruang. Formulasi pembersih toilet yang dibuat dilakukan karakterisasi dengan Fourier Transform Infrared (FT-IR), uji antibakteri, diuji stabilitas fisiknya secara visual dan uji penilaian kualitas kinerjanya secara visual dalam membersihkan noda pada keramik kamar mandi. Hasil uji antibakteri menunjukkan sampel yang dapat menghasilkan zona hambatan pada bakteri gram negatif E. coli dan bakteri gram positif S. aureus adalah surfaktan CDEA serta cairan pembersih toilet berbahan dasar HCl pada konsentrasi 7 M, 10 M, dan pekat 37%. Diameter zona hambatan pembersih toilet HCl terhadap E. coli berada pada rentang 52-96 mm, sedangkan untuk pembersih toilet asam sitrat pada rentang 64-91 mm. Diameter zona hambatan pembersih toilet HCl terhadap S. aureus berada pada rentang 56-80 mm, sedangkan pembersih toilet asam sitrat tidak menghasilkan zona hambatan. Hasil uji stabilitas fisik formula pembersih toilet selama 2 (dua) minggu menunjukkan bahwa volume fase terpisah formula pembersih toilet berbahan dasar HCl kecuali pada konsentrasi 1 M, semua mengalami peningkatan volume dari hari ke-2 hingga hari terakhir pengamatan. Sedangkan volume fase terpisah formula pembersih toilet berbahan dasar asam sitrat kecuali pada konsentrasi 1 M, semua mengalami penurunan volume dari hari ke-2 hingga hari terakhir pengamatan. Berdasarkan uji aplikasi penilaian kualitas kinerja pembersih toilet berbahan dasar HCl maupun asam sitrat menunjukkan efektivitas kemampuan menghilangkan noda dan kerak pada keramik yang semakin baik seiring meningkatnya konsentrasi senyawa asam yang digunakan.

In this study, a formulation of toilet cleaner was made using hydrochloric acid (HCl) with concentration ranging from 37% to 1 M, and citric acid with concentrations ranging from 5 M to 1 M, both added with cocamide DEA (CDEA) surfactant using stirring method at room temperature. The formulated toilet cleaner was characterized using FT-IR, tested for antibacterial activity, visually assessed for physical stability, and visually evaluated for its performance in removing stains on bathroom ceramic tiles. The antibacterial test results showed that the samples capable of producing inhibition zones against gram-negative bacteria E. coli and gram-positive bacteria S. aureus were the CDEA surfactant and the toilet cleaner with hydrochloric acid at concentrations of 7 M, 10 M, and concentrated 37%. The diameter of the inhibition zone of the HCl toilet cleaner against E. coli ranged from 52 to 96 mm, while for the citric acid toilet cleaner, it ranged from 64 to 91 mm. The diameter of the inhibition zone of the HCl toilet cleaner against S. aureus ranged from 56 to 80 mm, while the citric acid toilet cleaner did not produce any inhibition zones. The results of the physical stability test of the toilet cleaner formula showed that the separated phase volume of the hydrochloric acid-based toilet cleaner, except at a concentration of 1 M, increased from day 2 until the last day of observation. On the other hand, the separated phase volume of the citric acid-based toilet cleaner, except at a concentration of 1 M, decreased from day 2 until the last day of observation. Based on the evaluation of the performance quality of the hydrochloric acid and citric acid-based toilet cleaners, the results showed that the effectiveness in removing stains and scale on toilet ceramics improved with increasing concentration of the acid compounds used."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindya Ariyanti
"Adanya perkembangan teknologi bahan, khususnya untuk aplikasi kabel penghantar listrik menyebabkan terjadinya pergeseran terhadap bahan yang digunakan untuk konduktor listrik yang sebelumnya menggunakan tembaga dan sekarang mulai digeser oleh paduan Aluminium. Pergeseran tersebut disebabkan oleh paduan aluminium mempunyai keunggulan dibandingkan dengan kawat tembaga antara lain; mempunyai berat jenis lebih rendah, proses pembuatan relatif lebih mudah, serta harga relatif lebih murah. Bahan konduktor tidak selalu berada pada lingkungan yang ideal.
Isu pencemaran udara tidak luput dari kualitas bahan konduktor di lapangan, salah satu contohnya adalah hujan asam. Hujan asam dapat mempengaruhi kualitas bahan konduktor. Hujan asam dapat membuat korosi dan menurunkan konduktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan penyebab menurunnya konduktivitas bahan konduktor aluminium dan paduan aluminium dengan melakukan pengujian konduktor yang terkontaminasi oleh larutan H2SO4. Bahan konduktor yang digunakan adalah aluminium murni, AlZrCe+Mg 1%+ Al2O31% dan AlZrCe + Al2O31%.
Penelitian dilakukan dengan merendam bahan konduktor didalam larutan H2SO4 1%, 3%, dan 5% selama 7 hari dan data diambil pada hari pertama, kedua, ketiga dan ketujuh. Konduktivitas hari pertama dan ketujuh mengalami penurunan konduktivitas akibat larutnya butir butir aluminium dan paduan aluminium. kondisi awal konduktivitas aluminium murni IACS pada hari ketujuh atau 7x24 jam terjadi penurunan menjadi 57,584% IACS pada larutan 1%, 56,486% IACS pada larutan 3% dan 55,632% IACS pada larutan 5%. Hal ini dapat terjadi karena elektron bebas yang melewati kisi-kisi kristal yang terdistorsi, maka elektron-elektron akan dibelokkan sehingga jarak bebas rata-ratanya menurun atau tahanan listrik menjadi naik dan kisi kristal terdistorsi didapat dari paduan Aluminium

The development of materials technology, especially for the application of electrically conductive wires causing a shift to materials used for electrical conductors previously using copper and are now starting to be shifted by Aluminum alloy. The shift is caused by aluminum alloys have advantages over copper wire, among others; lower specific gravity, easy manufacturing process, cheaper price. Conductor materials are not always at the ideal environment.
The issue of air pollution does not escape from the conductor material quality in the field, one example is acid rain. Acid rain can affect the quality of the conductor material. Acid rain can create corrosion and lowers conductivity. This study aimed to obtain the decrease in the conductivity of the conductor material of aluminum and aluminum alloy conductors by testing contaminated by H2SO4solution Conductor material used is pure aluminum, AlZrCe Mg + 1% + Al2O31% and AlZrCe + Al2O3 1%.
The study was conducted by immersing the conductor material in solution H2SO4 1%, 3%, and 5% for 7 days and the data taken on the first, second, third and seventh. The first day of the seventh conductivity and conductivity decreased due to the dissolution of the items to aluminum and aluminum alloys. Initial conditions IACS conductivity of pure aluminum on the seventh day or 7x24 hours decreased 57.584% IACS into a solution of 1%, 56.486% IACS in a solution of 3% and 55.632% IACS at a 5% solution. This may occur because the free electrons which pass through a crystal lattice that is distorted, then the electrons will be deflected so that the mean free path decreases or the electrical resistivity to be increased and distorted crystal lattice obtained from Aluminum alloy.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64614
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>