Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24637 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dania Alfis Firdausyah
"ABSTRAK
Indonesia merupakan Negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Proses bleaching pada pengolahan refineryCrude Palm Oil CPO menjadi minyak goreng menggunakan bleaching earth BE menghasilkan limbahSpent bleaching earth SBE yang berdasarkan PP No. 101 tahun 2014 dapat dikategorikan sebagai limbah Bahan Buangan Berbahaya. Pada penelitian ini akan dibuat surfaktan Methyl Ester Sulfonate MES yang berasal dari minyak kelapa SBEoil. SBE oil melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi untuk menjadi metil ester dengan yield 85 . Metil Ester yang dihasilkan lalu melalui proses sulfonasi dengan gas SO3. Gas SO3 yang digunakan untuk proses sulfonasi berasal dari uap sulfur yang direaksikan dengan udaraberlebih pada suhu yang sangat 510oC dan kecepatan udara 7,3 m/s. MES hasil penelitian dapat menurunkan tegangan permukaan hingga 40,5 dyne/cm dan memiliki kelarutan dan daya detergensi yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembersih pada alat berat pada berbagai macam industri yang tidak food-grade.

ABSTRAK
Indonesia is the largest palm oil producing country in the world. The bleaching process of refinery processing Crude Palm Oil CPO into cooking oil using bleaching earth BE resulted in Spent bleaching earth SBE waste based on PP no. 101 of 2014 can be categorized as Harmful Dangerous Wastes. In this research will be made Methyl Ester Sulfonate MES surfactant derived from coconut oil SBE oil. SBE oil through esterification and transesterification process to become methyl ester with yield 85 . Methyl Ester produced then through a sulfonation process with SO3 gas. The SO3 gas used for the sulfonation process comes from sulfur vapor which is reacted with excess air at a very temperature of 510 C and an air velocity of 7.3 m s. MES research results can reduce surface tension to 40.5 dyne cm and have high solubility and detergency power that can be used as a cleaning agent on heavy equipment in various industries that are not food grade."
2017
S67089
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Laraswati
"Pada proses bleaching terutama pada pengolahan refinery Crude Palm Oil CPO menjadi minyak goreng menggunakan bleaching earth BE menghasilkan limbah Spent Bleaching Earth SBE. SBE digunakan karena masih mengandung minyak nabati yang tinggi sekitar 20-40 yang berpotensial untuk dilakukannya pengolahan lebih lanjut seperti dijadikan biodiesel atau biolubricant. Pada penelitian ini telah dibuat biopelumas yang dihasilkan dari modifikasi alkohol yaitu Etilen Glikol EG dengan asam lemak yang berasal dari SBE Oil.
Penelitian ini terbagi menjadi empat tahapan penelitian. Pada tahap pre-treatment telah menghasilkan SBEO dengan kualitas sesuai dengan standar nilai RBDPO. Pada tahap esterifikasi telah menghasilkan minyak SBE yang memiliki nilai asam lemak bebas yang rendah untuk mencegah penyabunan. Pada proses transesterifikasi tahap 1 minyak SBE telah diubah menjadi metil ester atau biodiesel dengan variasi rasio mol yaitu 1:6 antara SBEO dengan metanol dengan yield 99,74. Proses transesterifikasi tahap 2 metil ester atau biodiesel telah diubah menjadi ester etilen glikol.
Setelah proses sintesis selesai, tujuan terakhir yaitu karakterisasi, dilakukan uji GC-MS, densitas, viskositas, flash point, dan pour point. Hasil dari modifikasi ini adalah produk ester etilen glikol yang merupakan senyawa yang baik karena mengandung mineral, memiliki nilai volatilitas yang rendah, flash point yang tinggi, memiliki stabilitas panas yang baik, nilai toksisitas yang rendah, dan merupakan bahan yang biodegradable, dengan nilai flash point adalah 252 oC dan nilai pour point adalah -7°C.

In bleaching process, especially in processing Crude Palm Oil refinery CPO into cooking oil using bleaching earth BE will produce Spent Bleaching Earth SBE waste. SBE is used because it still contains high vegetable oil about 20 40 which has potential for further processing such as biodiesel or biolubricant. In this research have been made biolubricant resulting from the modification of alcohol that is Ethylene Glycol EG with fatty acid derived from SBE Oil.
Stages of research will be divided into four stages. In the pre treatment stage have be produce SBEO with quality in accordance with the standard value of RBDPO. At the esterification stage have be produce SBE oil which has a low free fatty acid value to prevent saponification. In the transesterification process stage 1 of SBE oil have be converted into methyl ester or biodiesel with variation of mole ratio of 1 6 between SBEO and methanol with yield of 99.74. The transesterification process of stage 2 methyl ester or biodiesel have be converted to ethylene glycol esters.
After the synthesis process is complete, the last goal is characterization, GC MS test, density, viscosity, flash point, and pour point test. The results of this modification are ethylene glycol esters which are good compounds because they contain minerals, have low volatility values, high flash points, have good heat stability, low toxicity values, and are biodegradable materials, with flash point values is 252 oC and the pour point value is 7°C.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
Spdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artantri Ramadhani
"Penggunaan pelumas diester sebagai pelumas foodgrade dalam industri makanan dianggap aman dikarenakan sifatnya yang dapat terbiodegradasi dan tidak toksik. Pelumas ini dibuat dengan mereaksikan alkohol monohidris dengan asam dikarboksilat linear maupun bercabang. Dalam penelitian ini dilakukan suatu reaksi untuk menghasilkan senyawa asam dikarboksilat yang dapat digunakan dalam pembuatan pelumas diester. Sebagai pereaktan digunakan turunan minyak kelapa sawit yaitu Palm Oil Methyl Ester (POME). Reaksi yang dilakukan adalah reaksi pemecahan oksidatif (oxidative cleavage) pada ikatan rangkap yang dimiliki oleh POME. Reaksi ini dilakukan pada fasa cair dengan menggunakan oksigen sebagai pereaktan dan katalis heterogen Co/Zeolit. Reaksi dilakukan pada reaktor batch dengan kondisi tekanan atmosferik. Setelah produk dihasilkan, selanjutnya dilakukan proses distilasi yang bertujuan untuk mendapatkan senyawa yang lebih ringan. Loading katalis Co yang digunakan sebesar 2,4 % dengan metoda preparasi katalis yang digunakan adalah perpindahan ion. Hasil penelitian menunjukkan uji densitas dan uji viskositas dari produk yang dihasilkan memberikan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan POME, hal ini dikarenakan terbentuknya gugus fungsi baru yaitu gugus karboksil yang mempengaruhi densitas dan viskositas campuran. Uji bilangan asamjuga memberikan kenaikan bilangan asam yang mengindikasikan terbentuknya asam karboksilat. Dari pengujian menggunakan FTIR didapatkan munculnya gugus baru berupa gugus -OH dan meningkatnya gugus C=0 yang berasal dari gugus karboksil dalam senyawa asam karboksilat. Pengujian menggunakan GCMS dilakukan pada produk hasil distilasi pada suhu 160 °C, dengan waktu reaksi 2,5 jam. Pemilihan ini didasarkan pada angka bilangan asam produk yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk lainnya. Uji GCMS menunjukkan adanya tiga macam senyawa asam karboksilat metil ester yang terbentuk dari reaksi, yaitu Octanedioic acid methyl ester (C9H1604), Nonanedioic acid methyl ester (C10H1804), dan Decanedioic acid methyl ester (C11H2004). Yield yang dihasilkan dari senyawa ini masih sangat kecil yaitu hanya sekitar 1,2 %. Kebanyakan dari pereaktan belum mengalami reaksi pemecahan oksidatif dan terbentuknya senyawa oksidatif lain mempengaruhi yield dari reaksi ini."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiry Heniarita
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S49354
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resi Levi Permadani
"ABSTRAK
Pada penelitian ini, detergen cair dalam bentuk nanofluida disintesis dari surfaktan MES dan nanopartikel TiO2. Selain itu, dilakukan juga penambahan CMC carboxymethyl cellulose sebagai penstabil detergen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh detergen ramah lingkungan dengan stabilitas dan kinerja yang optimum. Surfaktan MES disintesis dari minyak goreng bekas melalui proses pretreatment, transesterifikasi, dan sulfonasi yang dilanjutkan dengan tahap pemurnian dan netralisasi. Kemudian dilakukan sintesis detergen dengan variasi konsentrasi surfaktan MES dan CMC untuk mendapatkan komposisi optimum dari detergen nanofluida dengan konsentrasi TiO2 konstan sebesar 0,1 . Hasil menunjukkan bahwa minyak goreng bekas hasil pretreatment telah memenuhi kriteria untuk dapat dilangsungkan proses transesterifikasi. Pada proses transesterifikasi, yield metil ester tertinggi sekitar 96 diperoleh pada rasio mol minyak dan metanol sebesar 1:9. pH netralisasi optimum untuk proses sulfonasi adalah pada pH 7 dengan kandungan disalt sebesar 4,8 dan nilai tegangan permukaan terendah sebesar 32,4 mN/m. Analisis stabilitas detergen menunjukkan pada konsentrasi surfaktan MES 1,5 , diperoleh kestabilan terbaik mencapai 99 dan setelah penambahan CMC sebesar 4 , tidak terjadi pengendapan selama dua minggu pengamatan. Kinerja detergen dianalisis berdasarkan kemampuan detergen dalam mengangkat dan mendegradasi kotoran. Pada konsentrasi surfaktan MES 1,5 memiliki kemampuan dalam mengangkat kotoran terbaik dan tegangan permukaan terendah sebesar 32,8 dyne/cm. Setelah dilakukan penambahan CMC 4 , kemampuannya meningkat sebesar 14 . Pada uji degradasi kotoran, kinerja detergen dapat ditingkatkan dengan reaksi fotokatalisis TiO2 yang masing-masing meningkat sebesar 11 dan setelah penambahan CMC menjadi sebesar 5.

ABSTRACT
In this study, liquid detergent in the form of nanofluid was synthesized from MES surfactant and titanium dioxide nanoparticles. On the other hand, the addition of CMC carboxymethyl cellulose was done to improve detergent stability. The purpose of this study was to obtain an eco friendly detergent with optimum stability and performance. MES surfactant was synthesized from waste cooking oil WCO through pretreatment, transesterification and sulfonation process followed by purification and neutralization step. Then synthesis of detergent was done with concentration of MES surfactant and CMC were varied to achieve optimum composition of nanofluid detergent while TiO2 concentration was kept at 0.1 . The results showed that after pretreatment, WCO has fulfilled the criteria for transesterification process. In the transesterification process, the highest yield of methyl ester about 96 was obtained at mole ratio of oil and methanol 1 9. The optimum condition of pH neutralization after sulfonation process at pH 7 with disalt content of 4.8 and lowest surface tension value, 32.4 mN m. The analysis of detergent stability showed at MES surfactant concentration of 1.5 , detergent had the best stability about 99 and after addition of CMC 4 , no sedimentation occurred within two weeks. Performance test were studied by stain removal test and stain degradation test. At MES concentration of 1.5 has the best performance for stain removal and the lowest surface tension value, 32.8 dyne cm. After the addition of CMC 4 , detergent performance increased about 14 . While stain degradation test showed that detergent performance can be improved by TiO2 photocatalytic reaction, which respectively increased about 11 and after the addition of CMC increased 5 ."
2018
T51505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metha Listia Chaerani
"Katalis basa heterogen akhir-akhir ini banyak digunakan untuk sintesis metil ester karena tidak membentuk sabun dan mudah dipisahkan dari reagennya. Namun, karena aktivitasnya, dalam pembuatan katalis basa heterogen digunakan senyawa lain sebagai pendukung pada proses katalitik. Senyawa tersebut dapat berupa senyawa anorganik oksida dan biopolimer. Pada penelitian kali ini telah dilakukan sintesis nanokomposit sebagai katalis untuk proses transesterifikasi minyak kelapa menjadi biodiesel menggunakan CaO dengan katalis pendukung SiO2 dan senyawa kopolimer berupa Alginat-CMC. Nanokomposit Alginat-CMC/SiO2/CaO yang terbentuk dikarakterisasi dengan SEM, FTIR, dan XRD. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas katalitik dan hasil transesterifikasi dikarakterisasi menggunakan GC-MS. Konversi minyak kelapa menjadi metil ester sebesar 89,18% dicapai pada kondisi optimum suhu 60⁰C, rasio molar minyak : metanol sebesar 1:6 dan jumlah katalis sebesar 0,09 gram. Metil ester yang terbentuk diuji dengan GC-MS dan dihasilkan dodecanoic acid methyl ester (lauric acid methyl ester) sebagai metil ester yang paling banyak kelimpahannya dengan waktu retensi selama 6,822 menit. Evaluasi terhadap kinetika mengikuti persamaan pesudo-orde pertama.
Recently heterogeneous catalysts are widely used for the synthesis of methyl ester because they do not form soap and are easily prepared from their reagents. However, due to its small activity, another composition is used as a support in the catalytic process. The compound can consist of inorganic oxide compounds and biopolymers. This research has carried out the synthesis of nanocomposites as a catalyst for the transesterification of coconut oil into biodiesel using CaO with catalysts supporting SiO2 and copolymer compounds to Alginate-CMC. Alginate-CMC/SiO2/CaO nanocomposites formed were characterized by SEM, FTIR, and XRD. Furthermore, catalytic activity tests were carried out and the results of transesterification were characterized using GC-MS. Conversion of coconut oil into methyl esters of 89.18% reaches an optimum temperature of 60⁰C, oil: methanol molar ratio of 1: 6 and the amount of catalyst of 9 gram. The resulting methyl esters were distributed by GC-MS and dodecanoic acid methyl ester (lauric acid methyl ester) was produced as the most abundant methyl ester with a retention time of 6,822 minutes. Evaluation of kinetics follows the first-order pesudo-equation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Soesanto
"Pembuatan Aditif Pelumas dari bahan Crude Palm Oil (CPO) memerlukan beberapa tahap reaksi, yaitu transesterifikasi, epoksidasi dan reaksi pembukaan cincin epoksida dengan gliserol. Hasil dari transesterifikasi CPO akan menghasilkan Palm Oil Methyl ester (POME). Reaksi epoksidasi mempakan reaksi pernbukaan ikatan rangkap dalam POME mengggunakan oksidator hidrogen peroksida dan katalis asam formial menjadi gugus epoksida dan air. Gugus epoksida ini kemudian akan direaksikan dengan gliserol yang berlujnan nntuk membuka cincin epoksida dan hidrokarbon jenuh multi gugus fungsi (ester, Hidroksil). Hidrokarbon jenuh multi gugus fungsi inilah yang akan menjadi aditif pelumas.
Epoksida memegang peranan panting sebagai intermediet dari pembentukan aditif pelumas dari CPO. Maksud dari intermediet adalah epoksida merupakan produk reaksi epoksidasi tetapi merupakan reaktan bagi reaksi pembnkaan cincin oleh gliserol. Kafcna epoksida bertindak sebagai reaktan dalam reaksi pembukaan cincin dengan glisero, maka perlu diadakan penelilian yang mempelajaxi mengcnai epoksida beserta reaksi epoksidasi.
Ada tiga hal mengenai epoksida dan reaksinya yang diteliti dalam penelitian ini. Yang pertama adalah waklu bertahannya kestabilan epoksida sebelum terhidrolisis menjadi dial. (Epoksida mempakan suatu gugus reaktif yang mndah terhidrolisis menjadi diol dalam suasana basa) Kemudian kinetika reaksi epoksidasi yang, dapat berguna untuk mendisain reaktor untuk reaksi epoksidasi pada penelitian berikutnya. Serta kondisi yang dapat menghasilkan epoksida dalam jumlah optimum dengan sejumlah POME tertentu. Kestabilan dan jumlah epoksida akan mempengaruhi jumlah produk reaksi pembentukan cincin epoksida dengan gliscrol.
Adapun dari penelitian ini, didapatkan bahwa gugus epoksida yang masih bercampur dengan air hanya akan memiliki waktu kestabilan selama 4 jam sebelum reaksi hidrolisis mulai terjadi. Tetapi waktu kestabilan ini dapat diperpanjang hingga 24 jam dengan cara mengurangi air yang bercampnr dengan gugus epoksida Sedangkan kinetika reaksi epoksidasi yang didapat adalah
Dan untuk menghasilkan epoksida dalam jumlah optimum dengan menggunakan 300 ml dibutuhkan suatu reaksi 65°C, hidrogen peroksida 50% sebanyak 85 ml dan katalis asam formiat sebanyak 15 ml."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S49505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ambarwati
"Modifikasi minyak sawit untuk menjadi pelumas foodgrade yang telah dilakukan seperti transesterifikasi untuk menghasilkan Palm Oil Methyl Ester (POME) dan epoksidasi untuk menghasilkan EPOME serta pembukaan cincin epoksida dengan gliserol dan monoalkohol telah meningkatkan ketahanan oksidasinya menyamai pelumas foodgrade. Namun modifikasi tersebut belum memenuhi syarat untuk menjadikan minyak sawit sebagai pelumas foodgrade, yang menuntut warna yang bening, untuk diaplikasikan pada industri makanan. Untuk memperbaiki modifikasi ini maka dilakukan modifikasi lainnya yaitu dengan menghilangkan warna melalui proses decolorization. Proses decolorization POME dilakukan dengan menambahkan hidrogen peroksida sebesar 10 % v/v dari POME secara perlahan pada temperatur 65°C dan direaksikan dengan variasi waktu 30 menit, 1 jam, dan 3 jam serta variasi pengulangan proses untuk menghasilkan EPOME Decolorization. Dimana untuk menjadi pelumas foodgrade maka hanya perlu menambahkan gliserol atau monoalkohol untuk membuka cincin epoksidanya. Selain itu decolorization juga dilakukan dengan menggunakan bentonit pada temperatur yang sama selama 2 jam, produk yang dihasilkan diberi nama EPOME Bentonit. Untuk melihat keberhasilan modifikasi ini, dilakukan analisa wama secara kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 450 nm. Proses decolorization dengan hidrogen peroksida memiliki nilai absorbansi 0.0535 dan perubahan absorbansinya sebesar 76.74 %. untuk waktu reaksi 2 jam, absorbansi produk EPOME Bentonit 0.0865 dan perubahan absorbansi 62.39 %. Proses decolorization dengan hidrogen peroksida waktu reaksi 3 jam memberikan perubahan absorbansi yang lebih besar dibanding metode lain, absorbansi akhir yaitu 0.0431 dengan perubahan absorbansi sebesar 81.26 %, sedangkan dengan dengan waktu reaksi 1 jam absorbansi akhir 0.0508, perubahan absorbansi sebesar 77.91%. Semakin besar perubahan absorbansi yang dihasilkan, penambahan biaya bahan decoloran semakin besar, perubahan absorbansi sebesar 76 % membutuhkan biaya decoloran Rp. 8,600,- , perubahan absorbansi sebesar 81.26 % membutuhkan tambahan biaya sebesar Rp. 18,600,-."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49555
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Trisnawati
"ABSTRAK
Pada penelitian ini, nanokomposit selulosa-Fe3O4 telah berhasil disintesis dengan memodifikasi Fe3O4 ke permukaan nanoselulosa yang telah dihidrolisis oleh asam asetat anhidrat. Selulosa yang digunakan pada penelitian ini berasal dari isolasi sekam padi. Isolasi selulosa dari sekam padi menghasilkan rendemen rata-rata sebesar 47,34 . Hasil sintesis yang diperoleh dikarakterisasi dengan menggunakan instrumentasi FT-IR, XRD, SEM dan TEM. Selanjutnya nanokomposit selulosa-Fe3O4 diaplikasikan sebagai katalis untuk sintesis metil ester dari waste cooking oil. Kondisi optimum yang diperoleh untuk sintesis metil ester dari waste cooking oil yaitu pada suhu 60oC selama 120 menit dengan komposisi katalis nanokomposit selulosa-Fe3O4 sebesar 0,09 g. Hasil yield konversi metil ester yang diperoleh sebesar 78.

ABSTRACT
In this research, cellulose Fe3O4 nanocomposite has been successfully synthesized by modifying Fe3O4 onto nanocellulose rsquo s surface that has been hydrolyzed by anhydrous acetate. Cellulose used in this research was isolated from rice husk. Cellulose isolated from rice husk had a yield of 47.34 . The synthesis products were characterized using FT IR, XRD, SEM and TEM. Then, cellulose Fe3O4 nanocomposite was applied as a catalyst for methyl ester synthesis from waste cooking oil. The optimal condition for methyl ester synthesis from waste cooking oil was at 60 oC for 120 minutes with composition of cellulose Fe3O4 nanocomposite catalyst of 0.09 g. The conversion yield of methyl ester was 78."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jamilah
"Proses produksi biodisel (Fatty Acid Methyl Ester) awal perkembangannya dilakukan menggunakan katalis homogen (cair) basa atau asam, yaitu menggunakan NaOH atau KOH dalam metanol atau etanol. Kelemahan katalis homogen adalah tidak dapat digunakan kembali setelah reaksi selesai. Oleh karena itu saat ini banyak dikembangkan katalis heterogen untuk dipergunakan dalam reaksi transesterifikasi untuk konversi trigliserida (minyak nabati) menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME) sebagai Biodisel. Biodisel dipilih karena bahan bakar berbasis minyak bumi semakin menipis dan ramah lingkungan. Katalis heterogen utama yang di gunakan dalam penelitian ini adalah zeolit Co-ZSM5 Mesopori. Zeolit tersebut berasal dari Na-ZSM5 mesopori yang di impregnasi oksida cobalt dan dilanjutkan proses kalsinasi pada suhu 550˚C. Sintesis zeolit Na-ZSM5 mesopori dilakukan menggunakan metode double template menggunakan TPAOH sebagai agen pengarah struktur dan PDDA sebagai template mesopori. Karakterisasi dari katalis Na-ZSM5 dan Co-ZSM5 dilakukan menggunakan instrumen XRD, FTIR, SEM-EDX, dan BET.
Hasil karakterisasi menunjukkan rasio Si/Al 12,98 dengan loading Co 2,53%w/w. Hasil tersebut sesuai yang diinginkan, yaitu untuk Rasio Si/Al 10-100 dan loading Co 2,5% w/w. Uji aktivitas katalis Co-ZSM5 dilakukan melalui reaksi transesterifikasi menggunakan CPO dan hasil uji katalitik di karaketerisasi menggunakan GC-FID. Uji katalitik tersebut dilakukan dengan jumlah katalis 10%(w/w) terhadap CPO, suhu reaksi 95˚C dan variasi waktu analisis hingga 10 jam reaksi. Hasil reaksi menggunakan katalis Co-ZSM5 mesopori diperoleh % yield sebesar 3,478% (b/b), sedangakan menggunakan katalis Co-ZSM5 mikropori diperoleh % yield, yaitu 3,248 % (b/b). Uji katalitik Co-ZSM5 mesopori pada konversi palm oil (minyak goreng komersial) memberikan % yield 41,87 % (b/b). Hasil ini menunjukkan bahwa Co-ZSM5 berpotensi sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi.

The early development of biodiesel production process has used basic or acidic homogeneous catalyst such as NaOH or KOH in methanol or ethanol. Hence, nowadays a lot of heterogeneous catalysts have been developed in transesterification reaction for triglyceride conversion, usually vegetable oil, to Fatty Acid Methyl Esters (FAME) as main component of biodiesel. In this work, the heterogeneous catalyst used is mesoporous CoZSM5 zeolite. The initial mesoporous NaZSM5 zeolite is synthesized by using double template methods with TPAOH as structure directing agent and PDDA as mesoporous template. The cobalt (Co) species was prepared through impregnation with incipient wetness in the zeolite.
The result of characterization on ZSM-5 and Co-ZSM5 shown that the structure of synthesized zeolite is ZSM5 (XRD pattern), Si/Al ratio is 12.98 and Co loaded is 2.53%(w/w). The mesoporous Co-ZSM5 catalyst activity test was carried out in transesterification reaction in which Crude Palm Oil (CPO) as substrate was mixed with methanol in the present of zeolite as catalyst (10% substrate) to be converted to Fatty Acid Methyl Esters (FAME). The reaction was set at 95˚C and the reaction time was varied from 0 ? 10 h. The product was then measured and analyzed with GC-FID. In the catalyst testing for the transesterification process, the mesoporous Co-ZSM5 catalyst gave the biodiesel yield of 3.478% (w/w), while the mikroporous Co-ZSM5 catalyst gave the biodiesel yield of 3.248 % (w/w). Test of catalytic Co-ZSM 5 mesoporous on the conversion of palm oil (commercial cooking oil) gave % yield of 41.87% (w / w). These results indicate that Co-ZSM5 potential as a catalyst in the transesterification reaction.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T44979
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>