Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19502 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haraharp, Fitrah Humala
"ABSTRAK
Koagulasi adalah metode yang digunakan untuk menggumpalkan daging. Agen koagulan yang digunakan adalah enzim papain, transglutaminase dan rennin. Enzim papain tergolong protease sulhidril. Pada penggumpalan daging apabila dikenakan enzim papain maka terjadi reaksi pemutusan ikatan peptide sehingga protein terpotong-potong membentuk rantai yang lebih pendek. Komposisi penambahan agen koagulan yang dilakukan adalah 6 ml untuk setiap 100 gram daging ikan lele gerusan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui nilai-nilai untuk koagulasi menggunakan agen enzim papain, enzim transglutainase dan enzim rennin secara berurutan adalah kadar protein (16,01%; 16,03%; 17,21%), kadar air (72,44%; 70.98%, 72,5%), kadar serat kasar (0,4%; 0,56%; 0,29%) kadar lemak (7,88%; 7,75%; 8,85%), kadar karbohidrat (0,68%; 1,61%; 0,32%). Kemudian diketahui bahwa enzim transglutaminase paling baik dalam peran sebagai agen koagulan dibanding enzim lainnya. Diketahui transglutaminase memiliki kinerja lebih baik dalam menggumpalkan daging ikan lele, meskipun dikonsikan pada suhu 800C.

ABSTRACT
Coagulation is the method used to agglomerate meat. Coagulant agents used are papain, transglutaminase and rennin enzymes. Papain enzymes are classified as protease sulhydryl. In agglomeration of flesh when it is enriched papain enzyme then the peptide bond termination reaction occurs so that the protein is cut into shorter chains. The composition of the addition of coagulant agent is 6 ml for every 100 grams of scalloped catfish meat. Based on the results of the research, it is known that the values ​​for coagulation using papain enzyme agent, transglutainase enzyme and rennin enzyme are protein content (16,01%; 16,03%; 17,21%), moisture content (72,44%; 70.98%, 72.5%), crude fiber content (0.4%, 0.56%, 0.29%) fat content (7.88%, 7.75%, 8.85%), carbohydrate 0.68%; 1.61%; 0.32%). Then it is known that transglutaminase enzyme is best in the role of coagulant agent than any other enzyme. Known transglutaminase has better performance in catfish flesh, although dikonsikan at a temperature of 800C."
2017
S67630
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tita Tri Yolandini
"

Industri batik menghasilkan limbah cair dalam volume besar yang saat ini proses pengolahannya masih sangat buruk. Pada penelitian ini dilakukan upaya pengolahan limbah cair batik dengan metode koagulasi-flokulasi, ozonasi tunggal, dan kombinasi ozonasi sebelum koagulasi-flokulasi (pra-ozonasi) dan ozonasi setelah koagulasi-flokulasi (post-ozonasi). Pada keempat metode dioptimasi pada beberapa parameter yaitu pH awal, dosis koagulan, dan waktu bubbling ozon untuk memperoleh degradasi maksimum limbah cair batik. Koagulan yang digunakan adalah koagulan PAC yang memiliki rentang pH kerja yang lebih luas dibanding koagulan lain. Pada proses koagulasi-flokulasi tunggal dengan pH 4 dan dosis koagulan 300 ppm diperoleh penyisihan COD, TSS, dan warna (Pt-Co) masing-masing sebesar 84,55%, 99,24%, dan 98,50%. Pada proses ozonasi tunggal dengan pH 4 dan waktu bubbling 4 menit diperoleh penyisihan COD, TSS, dan warna (Pt-Co) masing-masing sebesar 9,52%, 6,78%, dan 0,15%. Pada kombinasi ozonasi sebelum koagulasi-flokulasi dengan pH 4, dosis koagulan 200 ppm dan waktu bubbling ozon 4 menit diperoleh penyisihan COD, TSS, dan warna (Pt-Co) masing-masing sebesar 83,41%, 98,77%, dan 98,01%. Pada kombinasi ozonasi setelah koagulasi-flokulasi dengan pH 4, dosis koagulan 300 ppm dan waktu bubbling ozon 4 menit diperoleh penyisihan COD, TSS, dan warna (Pt-Co) masing-masing sebesar 83,36%, 99,31%, dan 99,23%.


Batik industry produces large volumes of liquid waste, which is still has very poor treatment nowadays. In this research efforts were made to treat batik wastewater using the coagulation-flocculation, single ozonation, and combination of ozonation before coagulation-flocculation (pre-ozonation) and ozonation after coagulation-flocculation methods (post-ozonation). The methods were optimized for some parameters: initial pH, coagulant dose, and ozone bubbling time to obtain maximum degradation of batik waste water. The coagulant used in this research is PAC coagulant which has wider pH range than other coagulants. In a single coagulation-flocculation process with a pH 4 and 300 ppm PAC, the removal of COD, TSS, and color (Pt-Co) obtained were 84.55%, 99.24%, and 98.50%, respectively. In a single ozonation process with pH 4 and 4 minutes of bubbling time, the removal of COD, TSS, and color (Pt-Co) obtained were 9.52%, 6.78%, and 0.15%, respectively. In the combination of ozonation before coagulation-flocculation with pH 4, 200 ppm PAC and 4 minutes of ozone bubbling time, the removal of COD, TSS, and color (Pt-Co) obtained were 83.41%, 98.77%, and 98.01%. In the combination of ozonation after coagulation-flocculation with pH 4, 300 ppm PAC and 4 minutes of ozone bubbling time, the removal of COD, TSS, and color (Pt-Co) obtained were 83.36%, 99.31%, and 99.23%.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarni
"Koagulasi terjadi karena adanya interaksi antara produk hidrolisa aluminum dengan kontaminan seperti partikel koloid. Berbagai spesies aluminum yang mungkin hadir pada kondisi tertentu perlu diperhatikan, mengingat bahwa mekanisme penurunan kekeruhan sangat tergantung pada spesies tersebut. PACl terdiri dari produk hidrolisa aluminum yang telah dibuat terlebih dahulu, dimana produk ini stabil pada pH di bawah 6 serta kurang sensitif dibandingkan dengan produk hidrolisa in situ yang dihasilkan dari alum. Keuntungan PACl dibandingkan alum diteliti sebagai fungsi dari pH dan dosis Al. Juga dibahas tentang kondisi spesifik dan spesies aluminum yang hadir dalam mekanisme koagulasi tertentu. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa PACl lebih efektif daripada alum pada rentang pH yang rendah dan pH tinggi, sedangkan penggunaan alum optimum pada kondisi netral.

Alum and PACl Coagulation. Coagulation occurs by interaction of aluminum hydrolysis products with the contaminant such as colloidal particles. It is necessary to consider the different aluminum species that may present during specific conditions, since the mechanism of turbidity removal is dependent upon them. PACl consists of preformed aluminum hydrolysis products, which are stable below pH 6 and less sensitive than in situ hydrolysis product, alum. The benefits of PACl relative to alum have been investigated as a function of pH and Al dosages. Specific conditions and aluminum species that exist during the certain mechanisms of coagulation are discussed. Results suggest that PACl is more effective than alum in lower pH range and high pH range, whereas alum is optimum in the neutral condition."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Fitria Utami
"Penelitian ini membahas mengenai penggunaan koagulan pendukung yang berasal dari pemulihan lumpur IPAM Legong. Pemulihan koagulan dilakukan dengan metode asidifikasi menggunakan asam sulfat hingga mencapai rentang pH 0,5 sampai 2,5. Efisiensi pemulihan aluminum dengan pH asidifikasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 berturut-turut adalah 46,7, 37, 28, 16, dan 12,7, sedangkan kinerja penurunan kekeruhan air baku oleh kelima koagulan berturut-turut adalah 92,36, 92,25, 92,20, 91,97, dan 91,82.
Hal ini menunjukkan bahwa koagulan hasil pemulihan lumpur IPAM dapat digunakan sebagai koagulan pendukung dalam proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi di IPAM. pH 2,5 dipilih sebagai pH optimum untuk asidifikasi karena kebutuhan asam sulfat untuk asidifikasi paling rendah namun kinerja penurunan kekeruhannya mencapai 91,82. Koagulasi dengan campuran koagulan PAC murni 10 ppm dan koagulan pemulihan 30 ppm mampu menurunkan kekeruhan air baku sebesar 95,74. Penggunaan skenario kaogulasi tersebut mampu mengurangi 50 penggunaan PAC murni sehingga IPAM Legong dapat menghemat biaya sebesar 581,4 juta rupiah per tahun.

This study discusses the use of a support coagulant that is produced from water treatment plant WTP sludge recovery. Recovery of coagulant uses acidification method with sulphuric acid until sludge pH drops under 2,5. Variation of pH, that is used as independent variable, are 2.5, 2.0, 1.5, 1.0, and 0.5. Aluminum recovery percentage of those variation pH are 46,7, 37, 28, 16, and 12,7 respectively. Meanwhile the efficiency of turbidity removal are 92,36, 92,25, 92,20, 91,97, and 91,82 respectively.
This result shows that that the WTP sludge recovery coagulant can be used as a supporting coagulant in the coagulation flocculation sedimentation process in WTP. pH 2.5 is chosen as the optimum pH for acidification because the sulfuric acid requirement for acidification was lowest but its turbidity removal performance reached 91.82. Coagulation with a mixture of 10 ppm pure PAC and 30 ppm recovery coagulant can reduce 95,74 of raw water turbidity. The use of this scenario can reduce 50 of the use of pure PAC so that WTP can save costs of 581.4 million rupiah per year.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman
"Kebutuhan air bersih di perkotaan akan meningkat seiring tahun karena pertumbuhan penduduk. Dengan kebutuhan air yang meningkat seiring tahun, PERUMDA Tirta Patriot sebagai perusahaan daerah yang melayani kebutuhan air bersih Kota Bekasi akan selalu berusaha untuk meningkatkan produksi air bersihnya. Dalam proses penjernihan air, koagulasi merupakan tahap awal yang krusial bagi keberhasilan proses-proses selanjutnya. Namun, proses koagulasi di IPA Teluk Buyung yang dimiliki PERUMDA Tirta Patriot belum maksimal karena pembubuhan dosis koagulan yang dibubuhkan tidak tepat (bukan dosis optimum) karena jarangnya dilakukan jar test. Hal ini menyebabkan dosis yang dibubuhkan tidak berubah padahal kualitas air baku yang masuk ke IPA sangat berfluktuatif. Hal ini juga yang membuat penyisihan kekeruhan di unit koagulasi tidak maksimal. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan pembuatan model efisiensi penyisihan kekeruhan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi (pH, kekeruhan, dosis jenis koagulan optimum). Untuk menentukan jenis koagulan yang optimum, dilakukan jar test dan pengambilan keputusan weighted sum method (WSM) pada koagulan alum, PAC, dan FeCl3 sehingga diperoleh PAC sebagai koagulan optimum dengan skor 5,6. PAC unggul karena memiliki efisiensi penyisihan kekeruhan hingga 99,81% dengan dosis 40 mg/L, memiliki penurunan pH yang paling kecil diantara ketiga koagulan, dan harga per liter air yang murah (Rp0,72/liter air). Berdasarkan hasil permodelan menggunakan RSM (Response Surface Methodology) dengan BBD (Box Behnken Design) diperoleh model penyisihan kekeruhan pada koagulan PAC dengan variabel bebas dosis, pH, dan kekeruhan dengan R2ajd =0,9965, R2preddiction = 0,9833, dan lack of fit test dengan signifikansi 0,2823 pada model kuadratik.

The need for clean water in urban areas will increase over the years due to population growth. With the need for water increasing over the years, PERUMDA Tirta Patriot as a regional company that serves the clean water needs of Bekasi City will always strive to increase its clean water production. In the water purification process, coagulation is a crucial initial stage for the success of subsequent processes. However, the coagulation process at the Teluk Buyung IPA owned by PERUMDA Tirta Patriot has not been maximized because the coagulant dosage applied is not correct (not the optimum dosage) due to the infrequency of jar tests. This causes the dosage to remain unchanged even though the quality of raw water entering the IPA fluctuates greatly. This also makes the removal of turbidity in the coagulation unit not optimal. To overcome this, it is necessary to model the efficiency of turbidity removal against factors that affect the coagulation process (pH, turbidity, optimum coagulant type dosage). To determine the optimum type of coagulant, jar tests and weighted sum method (WSM) decision making were carried out on alum, PAC, and FeCl3 coagulants so that PAC was obtained as the optimum coagulant with a score of 5.6. PAC is superior because it has a turbidity removal efficiency of up to 99.81% with a dose of 40 mg/L, has the smallest decrease in pH among the three coagulants, and has price per liter of water is cheap (Rp0.72/liter of water) . Based on modeling using RSM (Response Surface Methodology) with BBD (Box Behnken Design), a turbidity removal model was obtained for PAC coagulant with independent variables of dose, pH, and turbidity with R2ajd = 0.9965, R2preddiction = 0.9833, and lack of fit test with a significance of 0.2823 in the quadratic model."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Aditya Yuga Nugraha
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kinetika pembentukan flok pada pengolahan air limbah pewarna buatan menggunakan proses koagulasi-flokulasi. Tawas dan Anionik Polyacrylamide (APAM) digunakan sebagai koagulan dan flokulan. Analisis kinetika yang digunakan adalah persamaan kinetika Avrami menggunakan fraksi penghilangan kekeruhan dan warna pada suhu 303 K, 323 K, dan 343 K untuk memngetahui kinetika pembentukan flok. Hasil uji jar menunjukan data optimum pada suhu 303 K dengan pH 6,5, dosis koagulan dan flokulan masing masing 30 ppm dan 1 ppm. Proses koagulasi-flokulasi selama 120 menit menunjukan penghilangan parameter kekeruhan (NTU) dan parameter warna (Gardner scale) masing-masing 90,8% dan 85,2 %. Data proses koagulasi-flokulasi pada parameter kekeruhan dan parameter warna masing masing mengikuti kinetika persamaan Avrami:
Y(T,t)_kekeruhan=1- exp{[-0,21exp(-(598,80)/(T))t(0,85)]}
Y(T,t)warna=1- exp{[-174,84exp(-(2928,20)/T)t(0,90)]}

The goal of this research is to better understand the kinetics of floc formation in artificial dye wastewater treatment utilizing the coagulation-flocculation method. Alum is used as a coagulant, while Anionic Polyacrylamide is used as a coagulant aid. To understand floc formation kinetics, the Avrami equation is utilized to examine turbidity and color removal at 303 K, 323 K, and 343 K. Jar test procedures were also performed in this study to identify the optimal tubidity and color removal. The best results were obtained at 303 K and a pH of 6,5. The optimal coagulant and flocculant dosages are 30 ppm and 1 ppm, respectively. At 120 minutes, turbidity removal (NTU) and color removal (Gardner Scale) were 90,8% and 85,2%, respectively. Data on turbidity and color parameters for coagulation-flocculation process respectively follow the kinetics of the Avrami equation:
Y(T,t)turbidity=1-exp{[-0,21exp(-(598,80)/(T))t(0,85)]}
Y(T,t)color=1-exp{[-174,84exp(-(2928,20)/T)t(0,90)]}
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Hidayah
"Produk emulsifier lesitin merupakan agen penstabil yang baik digunakan untuk industri makanan, farmasi dan kosmetik. Dalam industri makanan, sebagain besar egen pengemulsi yang digunakan merupakan tipe emulsi minyak dalam air. Dalam penelitian ini, lesitin yang telah diekstrak dari kuning telur, dimodifikasi melalui reaksi hidrolisis enzimatik menggunakan enzim papain. Modifikasi ini akan merubah struktur molekulnya yang menjadikan lesitin lebih stabil dalam tipe emulsi minyak dalam air O/W.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kondisi reaksi hidrolisis yang optimum, meliputi waktu reaksi dan jumlah enzim papain yang digunakan. Penentuan hasil lesitin termodifikasi dilakukan dengan beberapa pengujian seperti uji stabilitas, bilangan saponifikasi, bilangan asam, tegangan permukaan dan zeta potensial.
Dari hasil uji yang telah dilakukan, diperoleh yield lesitin tertinggi sebesar 10,42 melalui ekstraksi menggunakan pelerut etanol absolut. Stabilitas emulsi untuk jenis O/W dicapai pada lesitin dengan waktu reaksi selama 40 menit yang mampu stabil hingga 43 jam dan lesitin dengan pemakaian enzim papain sebanyak 4 yang stabil hingga 31 jam. Tegangan permukaan terendah dicapai pada lesitin hasil hidrolisis selama 40 menit dengan nilai sebesar 48,52 dyne/cm serta lesitin hasil hidrolisis dengan 2 enzim papain dengan nilai tegangan permukaan sebesar 48,68 dyne/cm. Nilai zeta potensial dari lesitin hasil hidrolisis selama 40 menit memiliki nilai 99,2 mV dan pada lesitin hasil hidrolisis dengan 2 enzim papain memiliki nilai 94,8 mV. Hasil tersebut diperoleh sebagai akibat dari putusnya rantai asam lemak tunggal pada struktur senyawa lesitin yang dapat ditunjukkan dengan instrumentasi FTIR.

The lecithin emulsifier product is a good stabilizer agent used for food, pharmaceutical and cosmetic industries. In the food industry, most of the emulsifying emulsifier used is a type of oil in water emulsion. In this study, lecithin extracted from egg yolk was modified by enzymatic hydrolysis reaction using papain enzyme. This modification will change the molecular structure which makes lecithin more stable in the type of oil in water emulsion O W.
This study was conducted to determine the optimum hydrolysis reaction conditions, including reaction time and amount of papain enzyme used. Determination of modified lecithin yield was performed by several tests such as stability test, saponification number, acid number, surface tension and potential zeta.
From the results of tests that have been done, obtained the highest lecithin yield of 10,42 through extraction using absolute ethanol solvent. Emulsion stability for the O W type was achieved in 40 minute hydrolyzed lecithin which stable up to 43 hours and hydrolyzed lecithin using 4 papain enzyme with stable up to 31 hours. The lowest surface tension was achieved in 40 minute hydrolyzed lecithin with value of 48,52 dyne cm and hydrolyzed lecithin using 4 papain enzyme with surface tension value 48,68 dyne cm. The potential zeta value of 40 minute hydrolyzed lecithin has a value of 99.2 mV and on hydrolyzed lecithin using 4 papain enzyme has a value of 94,8 mV. The results are obtained as a result of the breaking of a single fatty acid chain from the structure of lecithin which can be demonstrated by FTIR instrumentation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67876
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Fathul Karamah
"Membran mikrofiltrasi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam pengolahan air bersih. Namun teknologi ini rentan terhadap pengotoran/fouling oleh partikel dalam air limbah yang berupa koloid yang mengakibatkan kinerja dan selektivitas dari membran dapat berkurang. Salah satu proses untuk mengurangi laju pengotoran dalam membran adalah proses koagulasi. Suhu dan pH merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses koagulasi. Variasi suhu yang dilakukan adalah suhu 30, 40 dan 50o C, sedangkan variasi pHnya adalah 5, 7 dan 9. Hasil menunjukkan bahwa kondisi optimum untuk tahapan koagulasi yang diperoleh adalah pada suhu 40oC dan pH = 5. Dengan bantuan tahapan koagulasi ini maka hasil yang diperoleh dalam proses pengolahan air menggunakan teknologi membran diantaranya fluks permeat tertinggi yang diperoleh mencapai 0,0238 m 3/m2. Jam dan persen rejeksi untuk TDS sebesar 56,52 % sedangkan persen rejeksi untuk COD sebesar 38,9 %.

Microfiltration membrane are widely used in wastewater treatment. However, it is subjected to fouling that is caused by colloid particles in the wastewater. This fouling can affect the performance and selectivity of membrane. To reduce the fouling rate on membrane, pretreatment process is usually used, such as coagulation. Temperature and pH are two factors that affect the coagulation process. Variation of temperature is conducted at 30, 40 and 50oC, while the variation of pH is at 5, 7 and 9. The result shows that the optimum condition for coagulation process is at 40oC and pH of 5. With this coagulation process, the result of water treatment process using membrane technology reaches the highest performances with value of permeate flux is 0,0238 m 3/m2.hour and the % Rejection for TDS is 56,52 % and also % Rejection for COD is 38,9%."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nandajanwulan Arozal
"Enzim papain merupakan enzim yang berasal dari getah pepaya (Carica papaya) yang terkenal akan khasiatnya sebagai pelunak daging. Hal ini disebabkan karena papain merupakan enzim protease, yaitu biokatalis dalam reaksi hidrolisis protein. Berdasarkan aktivitas protease enzim papain tersebut, papain banyak dimanfaatkan dalam bidang industri tekstil, kosmetik, bir, dan farmasi. Hal ini menyebabkan penelitian dan pengembangan proses isolasi papain menjadi penting. Proses isolasi enzim papain yang dilakukan pada makalah ini adalah dengan homogenisasi, sentrifugasi, dan pengendapan protein dengan variasi konsentrasi dan jenis presipitan. Homogenisasi dilakukan pada pH 7 untuk menjaga agar enzim papain tidak terdenaturasi. Sebelum melakukan pengendapan enzim, teriebih dahulu ditentukan waktu dan suhu inkubasi optimum untuk reaksi hidrolisis kasein. Penentuan waktu inkubasi optimum dilakukan pada suhu 37°C dan rentang waktu 10 s.d. 50 menit. Sedangkan untuk menentukan suhu optimum, dilakukan pada waktu inkubasi optimum yang telah didapatkan dari prosedur sebelumnya dan pada rentang suhu 30°C s.d. 70°C. Waktu dan suhu optimum tersebut akan digunakan untuk uji aktivitas setelah dilakukan pengendapan enzim. Presipitan yang digunakan adalah ammonium sulfat, garam dapur (NaCl), etanol, dan isopropanol. Variasi konsentrasi dan jenis presipitan digunakan untuk mendapatkan enzim papain hasil isolasi yang memiliki tingkat aktivitas protease tertinggi. Adapun uji aktivitas protease dilakukan dengan menpikur absorbansi spektrofotometri reaksi hidrolisis kasein yang dikatalisis oleh papain. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pengendapan dengan ammonium sulfat dengan konsentras1 10% memberikan aktivitas yang paling baik, yaitu sebesar 22,599 FU (Enzyme Unit). Sedangkan pengendapan enzim dengan isopropanol memberiKan aktivitas sebesar 22,113 EU, dengan etanol sebesar 22,092 EU, dan dengan NaCI pada konsentrasi 40% sebesar 5,078 EU. Hal ini disebabkan karena ammonium sulfat mempunyai valensi anion yang paling bespr, kestabilan yang paling tinggi, dan toksisitas yang rendah terhadap papain."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Ratri
"ABSTRAK
Mikroalga Chiorella pyrenoidosa merupakan salah satu mikroaiga yang digunakan sebagal bahan makanan tambahan (food supplement) maupun
campuran pakan ternak.
Penggunaan Chiorella pyrenoidosa sebagai bahap makanan terutama disebabkan karena kandungan proteinnya yang cukup tinggi yaitu 60 % berat kering sel.
Mikroalga Chiorella pyrenoidosa dapat dikembangbiakkafl di dalam medium Iimbah organik industri makanan seperti Iimbah call tahu, Iimbah tempe , Iimbah cair gula clan Iimbah cair kecap.Penggunaan Iimbah sebagal medium pertumbuhan adaah karena Iimbah tersebut masih mengandung berbagai protein clan mineral yang dierIukan untuk pertumbuhan mikroalga. Selain itu penggunaan Iimbah sebagal medium pertumbuhan merupakan satah satu cara pengolahan Iimbah secara biologis sehingga Iimbah tersebut tidak mencemari lagi saat dibuang ke Iingkungan.
Di dalam medium Iimbah call tahu Chiore/la pyrenoidosa membentuk sistem koloid berwarna hijau yang bermuatan negatif. Cara pemanenan yang biasa dilakukan adalah secara koagulasi dan flokulasi yaitu dengan menambahkan koagulan.
Dalam penelitian mi dilakukan penentuan kondisi optimum proses flokulasi dan koagulasi dengan rnenggunakan PAC ( Poly Aluminium Chloride) yang merupakan koagulan sntetik dan chitosan yang merupakan koagulan alam. Chitosan yang digunakan dibuat darl kulit udang dengan menggunakan metode yang diperoleh pada penelitian sebelumya. Dari 200 g Wit udang setelah mengatami proses deproteinasi dengan menggunakan NaOH 3,5 % (w/v) , demineralisasai dengan menggunakan HC I 1,25 M dan deasetilasi dengan menggunakan NaOH 60 % ( w/v) diperoleh chitosan sebanyak 53,26 g. Karakterisasi chitosan dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer IR.
Kondisi pertumbuhan yang optimal untuk Chiorella pyrenoidosa diperoleh pada konsentrasi Iimbah cair tahu 75% (v/v) yang dilengkapi dengan penerangan dan aerasi. Sedangkan kondisi optimal proses flokulasi dan koagulasi adalah pada pH 4 dan konsentrasi koagulan 50 ppm dengan menggunakan PAC serta pada pH 8 clan konsentrasi koagulan 50 ppm dengan menggunakan chitosan.
Di akhir percobaan dilakukan pengukuran beberapa parameter dalam limbah cair tahu (COD,BOD, pH. zat organik clan padatan tersuspensi) Hasil pengukuran menunjukkan terjadinya penurunan nilai parameter-parameter tersebut sesuai dengan standar baku mutu Iingkungan untuk limbah cair tahu, kecuali nilai pH pada penggunaan PAC sebagal koagulan.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>