Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140067 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rona Al`ulla Miftakhu Sa`adah
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai kedudukan hukum formulir syarat kerja dengan klausula baku terhadap perjanjian kerja bersama serta bagaimana keabsahan formulir syarat kerja dengan klausula baku tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang menekankan kepada penggunaan norma hukum secara tertulis. Lebih lanjut, alat pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi dokumen terhadap data sekunder. Adapun, metode analisis yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang nantinya menghasilkan data yang bersifat deskriptif-analitis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kedudukan hukum formulir syarat kerja dengan klausula baku dikesampingkan dengan adanya ketentuan dalam perjanjian kerja bersama sebagai kaidah otonom tertinggi dalam Hukum Perburuhan, yang mengatur lebih baik dan memberikan kemanfaatan terbesar bagi pekerja/buruh serta formulir syarat kerja dengan klausula baku tersebut tidak dapat dijadikan sebagai dasar hukum yang sah dan mengikat bagi para pihak sebab bertentangan dengan syarat sahnya perjanjian dan dapat dimintakan pembatalan karena memenuhi syarat pembatalan perjanjian berdasarkan adanya penyalahgunaan keadaan. Kata Kunci: Syarat kerja, klausula baku, perjanjian kerja bersama.

ABSTRACT
This thesis discusses the legal status of the working conditions forms with the standard clause of the collective bargaining agreement, as well as the legality of the working conditions forms with the standard clause itself. The law research method that used is juridical normative approach in which focuses on the using of the written law norms. Furthermore, the technique of data collection in this research is document study on secondary data. Meanwhile, the method of data analysis is the qualitative method that later affects the result in form of descriptive analytical data. The result of this research concludes that the legal status of the working conditions forms with the standard clause is ruled out by the provision of the collective bargaining agreement as the highest autonomous rule in the labor law, which regulates better and gives the greatest benefit to the worker and the working conditions forms with standard clause cannot be made as a legal and binding for the parties because it is contrary to the terms of the agreement and may be requested for cancellation as it qualifies for the cancellation of the agreement based on the existence of undue influence. Keywords Work conditions, standard clause, collective bargaining agreement."
2017
S69323
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman Razak
"Perjanjian kerja merupakan landasan utama bagi pekerja untuk mengadakan suatu hubungan kerja, serta merupakan dasar bagi pekerja dan atau buruh untuk menuntut hak-haknya. Bila dibandingkan, Perjanjian Kerja Laut dengan Perjanjian Kerja yang berdasarkan Undang-Undang akan ditemui suatu perbedaan. Perjanjian Kerja Laut bersifat khusus, sedangkan perjanjian kerja yang berdasarkan Undang-Undang bersifat umum. Awak Kapal dan pengusaha kapal harus menyadari hak dan kewajiban masing-masing, bahkan terkait pesangon jika sudah memasuki usia pensiun karena sangat umum tidak dicantumkan di dalam Perjanjian tersebut. Penyusunan dan penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan metode analisis kualitatif sebagai sumber data sekunder. Masalah utama dalam tesis ini adalah mengapa perjanjian laut sebagai dasar perjanjian yang mengikat pengusaha kapal dan awak kapal isinya tidak mencakup hak-hak anak buah kapal sebagaimana diatur di dalam peraturan dan undang-undang yang berlaku. Contohnya terdapat pada putusan PHI Nomor 4/Pdt.Sus-PHI/2017/PN Smr, yang dalam Perjanjian Kerja Laut tidak tercantum hak pekerja mengenai pesangon apabila terjadi pemutusan hubungan kerja. Pada putusan tersebut terlihat bagaimana hak-hak awak kapal tidak terlindungi karena kurang jelasnya perlindungan bagi awak kapal. Tanggungjawab para pihak yang terikat di dalam perjanjian kerja laut, sudah seharusnya secara komprehensif memuat substansi yang melindungi hak dan kewajiban para pihak melalui ketentuan-ketentuan yang mendasari terbentuknya perjanjian kerja laut tersebut.

Work agreements are the main basis for workers to establish an employment relationship, and are the basis for workers and/or workers to claim their rights. When compared, the Sea Work Agreement with the Work Agreement based on the Law will find a difference. The Sea Work Agreement is special, while the work agreement based on the Law is general. The ships crew and shipowners must be aware of their respective rights and obligations, even regarding severance if they are retired, because it is very common not to be included in the Agreement. The preparation and writing of this thesis uses normative legal research methods using qualitative analysis methods as a secondary data source. The main problem in this thesis is why the sea agreement as the basis of the agreement that binds the ships businessman and the crew of the contents does not cover the rights of the crew as stipulated in the applicable laws and regulations. An example is found in the decision of PHI Number 4/Pdt.Sus-PHI/2017/PN Smr, which does not indicate the rights of workers regarding severance pay in the case of termination of employment. The decision shows how the rights of the crew are not protected because of the lack of clear protection for the crew. The responsibilities of the parties bound in the sea work agreement, it should comprehensively contain the substance that protects the rights and obligations of the parties through the provisions that underlie the formation of the sea work agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adela Disa Maharani Putri
"Klausul syarat objektif menjadi ketentuan wajib dalam membuat perjanjian kerja yang dibuat pekerja dan pemberi pekerja. Tulisan ini mencakup segala analisis mengenai perjanjian kerja yang bertentangan dengan syarat objektif yaitu perundang-undangan terdapat memuat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 732K/PDT.SUS-PHI/2021. Penulisan ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Dalam putusan ini pemenuhan klausul syarat objektif merupakan hal penting yang tidak dapat ditinggalkan. Mengenai ketentuan perjanjian kerja yang salah satu klausul melanggar syarat objektif akan batal demi hukum dan tidak berlaku, maka pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 732K/PDT.SUS-PHI/2021 akan mengangkat seluruh prosedur perjanjian kerja dengan benar dan ketentuan prosedur dari tahap adanya pemutusan hubungan kerja sampai ke tahap penyelesaian perselisihan dalam hubungan kerja.

The objective condition clause is a mandatory provision in making a work agreement made by workers and employers. This paper covers all the analysis of employment agreements that are contrary to the objective requirements, namely the legislation contained in Supreme Court Decision Number 732K/PDT.SUS-PHI/2021. This writing uses doctrinal research methods. In this decision, the fulfillment of the objective requirement clause is an important thing that cannot be abandoned. Regarding the provisions of an employment agreement in which one of the clauses violates the objective conditions, it will be null and void, so the Supreme Court Decision Number 732K/PDT.SUS-PHI/2021 will appoint the entire employment agreement procedure correctly and the provisions of the procedure from the stage of termination of employment to the stage of resolving disputes in labor relations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldi Rakhmanto
"ABSTRAK
Perselisihan juga dapat terjadi dalam dunia ketenagakerjaan, para pihak yang terlibat biasanya antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Penyelesaian dapat lewat pengadilan maupun melalui jalur luar pengadilan. Pemutusan hubungan kerja (PHK) seringkali menimbulkan permasalahan yang tidak mudah terselesaikan. Selain adanya pelanggaran dalam prosedur Pemutusan Hubungan Kerja, seringkali dalam praktek adanya pemberian hak-hak yang tidak semestinya baik yang harus dikeluarkan oleh Perusahaan ataupun yang seharusnya diterima oleh Pekerja/buruh ketika Pemutusan Hubungan Kerja terjadi begitu halnya dengan PHK dikarenakan kesalahan berat. Masalah dalam penelitian adalah mengenai dasar hukum Pemutusan Hubungan Kerja dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan akibat hukum Pemutusan Hubungan Kerja yang dikarenakan kesalahan berat.
Hasil penelitian didapat bahwa PHK dengan syarat sebagaimana ditentukan Pasal 158 ayat (1) (kesalahan berat) tidak dapat dilaksanakan langsung oleh Pengusaha, karena ketentuan tersebut telah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusannya No.012/PPU-1/2003, tanggal 17 November 2003. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No: SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005, Tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Atas Hak Uji Materiil Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Terhadap Undang-Undang Dasar RI 1945

ABSTRACT
Disputes can also occur in the world of employment, the parties involved usually between employers and workers / laborers. Settlement can be through the courts or through the court. Termination of employment (FLE) often cause problems that are not easily resolved. In addition to the violation of the Termination procedures , often in the absence of the practice of granting rights undue good to be incurred by the Company or which should have been received by the worker / laborer when Termination occurs so as to layoffs due to severe errors. The problem in this research is the legal basis for the Termination of Employment Act 13 of 2003 on Employment and Termination legal consequences due to severe errors.
The result is that the layoffs with the requirements as provided for in Article 158 paragraph (1) (severe error) cannot be implemented directly by the entrepreneur, because the provision was annulled by the Constitutional Court in its Decision No.012/PPU- 1/2003 , November 17, 2003. Circular of the Minister of Manpower and Transmigration of the Republic of Indonesia No. : SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005, On the Constitutional Court of the Right Decisions Judicial Review Act No.13 of 2003 on Labor Against the Constitution of the Republic of Indonesia 1945."
2014
S53966
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Agustinus Alva
"Dalam penyelesaian sengketa untuk para pihak yang telah membuat perjanjian memuat klausul arbitrase, penyelesaian sengketanya akan melalui arbitrase, maka para pihak tidak diperkenankan melalui pnegadilan karena sudah disepakati para pihak, yang dimana perjanjian itu mengikat bagi para pihak. Maka dalam penelitian ini diajukan dua permasalahan pokok yaitu Apakah pada studi putusan no:  681/Pdt.G/2019/PN.JKT.SEL mengenai sengketa perjanjian arbitrase Rizal, Kaiser Renort, Edward Sahat Simanungkulit, dan Lusiana Julia dengan PT. Pembangkit Listrik Negara di pengadilan dapat diselesaikan menurut UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS dan Bagaimana peranan lembaga arbitrase yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 dalam penyelesaian sengketa yang ada di indonesia. Penelitian ini secara yuridis normatif terhadap studi putusan nomor: 681/PDT.G/2019/PN.JKT.SEL. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif, sedangkan pengambilan kesimpulan dilakukan berdasarkan logika deduktif. Berdasarkan analisis terhadap studi putusan nomor: 681/PDT.G/2019/PN.JKT.SEL. diketahui adanya perjanjian yang memuat klausul arbitrase yang dibuat oleh para pihak namun sengketa tersebut diselesaikan melalui pengadilan dan kemudian pengadilan tetap menerima dan memutus sengketa tersebut, walaupun perjanjian yang dibuat oleh para pihak itu telah memuat klausul arbitrase.

In dispute resolution for parties who have made an agreement containing an arbitration clause, the dispute resolution will be through arbitration, so the parties are not permitted to go to court because it has been agreed by the parties, where the agreement is binding on the parties. So in this research two main problems are raised, namely whether in the study of decision no: 681/Pdt.G/2019/PN.JKT.SEL regarding the arbitration agreement dispute between Rizal, Kaiser Renort, Edward Sahat Simanungkulit, and Lusiana Julia with PT. State Electricity Generation in court can be resolved according to Law no. 30 of 1999 concerning Arbitration and APS and what is the role of arbitration institutions regulated in Law Number 30 of 1999 in resolving disputes in Indonesia. This research is juridically normative regarding the study of decision number: 681/PDT.G/2019/PN.JKT.SEL. Data processing is carried out qualitatively, while conclusions are drawn based on deductive logic. Based on analysis of decision study number: 681/PDT.G/2019/PN.JKT.SEL. It is known that there is an agreement containing an arbitration clause made by the parties, but the dispute was resolved through the court and then the court still accepted and decided the dispute, even though the agreement made by the parties contained an arbitration clause."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Pramaputra
"ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk memahami pengaturan tentang upah selama proses
pemutusan hubungan kerja atau dikenal dengan istilah Upah Proses dan
implementasinya dalam praktek berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Selain itu dibahas juga mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi No.
37/PUU-IX/2011 yang bertujuan untuk memberikan interpretasi terhadap frase
“belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan sehingga implementasi upah proses menjadi seragam di
dalam praktek. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif
dengan meneliti bahan pustaka serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penulis juga melakukan serangkaian wawancara untuk digunakan sebagai data
pendukung. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi upah
proses oleh Pengadilan Hubungan Industrial maupun Mahkamah Agung dalam
putusannya telah berbeda dari peraturan perundang-undangan yang berlaku,
bahkan setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 37/PUUIX/
2011, karena rasa keadilan para hakim; salah satu contoh adalah Putusan
Mahkamah Agung No. 300 K/Pdt.Sus-PHI/2014 jo. Putusan Pengadilan
Hubungan Industrial Jakarta Pusat No. 53/PHI.G/2013/PN.JKT.PST.
ABSTRACT
This undergraduate thesis aims to understand the provision on wages during the
termination of employment process or known by the term Process Wages and its
implementation in practice according to the prevailing laws and regulations. In
addition, there is also a discussion regarding the Constitutional Court Decision
No. 37/PUU-IX/2011 that aims to give interpretation on the phrase “there is no
decision” in Article 155 paragraph (2) of Law No. 13 Year 2003 on Manpower so
that the implementation of process wages becomes uniform in practice. This
undergraduate thesis used juridical-normative research method by examining
literature materials as well as the prevailing laws and regulations. The author also
conducted a series of interviews to be used as supporting data. The result of this
research concluded that the implementation of the process wages by the Industrial
Relations Court and the Supreme Court in its decision is different from the
prevailing laws and regulations, even after the enactment of the Constitutional
Court Decision No. 37/PUU-IX/2011, due to the sense of justice of the judges;
one example is the Supreme Court Decision No. 300 K/Pdt.Sus-PHI/2014 jo. the
Central Jakarta Industrial Relations Court No. 53/PHI.G/2013/PN.JKT.PST."
2014
S60483
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alyssa Ghassani
"Skripsi ini membahas mengenai pengalihan hubungan kerja dalam lingkup outsourcing dengan menganalisis Putusan Mahkamah Agung No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016. Pembahasan diawali dengan penjabaran mengenai perlindungan pekerja sesuai peraturan ketenagakerjaan Indonesia. Kemudian, akan ditelaah seputar outsourcing dan pengalihan hubungan kerja. Pembahasan dalam skripsi ini ditulis berdasarkan metode yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif-analitis dan menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi dokumen dan juga wawancara kepada narasumber. Hasil dari penelitian menemukan bahwa pengalihan hubungan kerja akan terjadi jika terdapat pelanggaran peraturan perundang-undangan mengenai outsourcing. Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016, terdapat pelanggaran ketentuan outsourcing dan terdapat ketidakpastian mengenai pemberian hak pekerja. Untuk memastikan perlindungan hak pekerja, peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan perlu mengatur outsourcing dan pengalihan hubungan kerja secara lebih detil.
This thesis discusses the transfer of work relations within the scope of outsourcing by analyzing the Supreme Court Decision No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016. The discussion begins with a description of the protection of workers in accordance with Indonesian labor regulations. Then, it will be examined about outsourcing and the transfer of employment relationships. The discussion in this thesis is written based on the normative juridical method with a descriptive-analytical approach and uses secondary data. This research data collection technique uses document studies and also interviews with sources. The results of the study found that the transfer of employment relations will occur if there is a violation of laws and regulations regarding outsourcing. In the Supreme Court Decision No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016, there is a violation of the provisions of outsourcing and there is uncertainty regarding the granting of workers' rights. To ensure the protection of workers' rights, labor laws and regulations need to regulate outsourcing and the transfer of employment relationships in more detail."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alyssa Ghassani
"Skripsi ini membahas mengenai pengalihan hubungan kerja dalam lingkup outsourcing dengan menganalisis Putusan Mahkamah Agung No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016.
Pembahasan diawali dengan penjabaran mengenai perlindungan pekerja sesuai peraturan ketenagakerjaan Indonesia. Kemudian, akan ditelaah seputar outsourcing dan pengalihan hubungan kerja. Pembahasan dalam skripsi ini ditulis berdasarkan metode yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif-analitis dan menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi dokumen dan juga wawancara kepada narasumber. Hasil dari penelitian menemukan bahwa pengalihan hubungan kerja akan terjadi jika terdapat pelanggaran peraturan perundang-undangan mengenai
outsourcing. Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016, terdapat pelanggaran ketentuan outsourcing dan terdapat ketidakpastian mengenai pemberian hak pekerja. Untuk memastikan perlindungan hak pekerja, peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan perlu mengatur outsourcing dan pengalihan hubungan kerja secara lebih detil.

This thesis discusses the transfer of employment relationship within the scope of outsourcing by analyzing the Supreme Court's Decision No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016. The discussion begins with a description of the protection of labors in accordance with Indonesian labor regulations. Then, will be followed by the discussion of outsourcing and transfer of employment relationship. The discussion in this thesis is written based on the juridical normative method with a descriptive-analytics approach dan used secondary
data. The data collection technique used in this research is document studies and interviews with practitioners. The result of the study found that the transfer of employment relationship will occur if there are violations of regulations regarding outsourcing. In the Supreme Court Decision No. 53K/Pdt.Sus-PHI/2016, there are violations of outsourcing provisions and there is uncertainty regarding the granting of labors' rights. To ensure the protection of labors' rights, labor laws and regulations need to regulate outsourcing and transfer employment relationship in more detail.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Maria Regita
"Perwakilan Negara Asing adalah tempat dimana perwakilan diplomatik atau pemimpin konsulat dari negara lain ditempatkan secara permanen di suatu negara. Adapun fungsi yang paling umum dari sebuah Perwakilan Negara Asing adalah sebagai perwakilan dari negara pengirim di negara penerima dan sebagai penghubung resmi dari kedua negara tersebut. Di Indonesia, pada praktiknya hampir semua Perwakilan Negara Asing mempekerjakan pegawai lokal (local staffs) di kantornya dengan suatu perjanjian kerja. Namun, di dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak ada diatur secara eksplisit mengenai apakah Perwakilan Negara Asing termasuk ke dalam definisi pemberi kerja atau tidak. Hal ini berdampak pada pelaksanaan perjanjian kerja yang dibuat oleh Perwakilan Negara Asing dengan pegawai lokal (local staffs) tersebut ketika terjadi suatu sengketa. Perwakilan Negara Asing menolak untuk memberlakukan hukum Indonesia oleh karena Perwakilan Negara Asing memiliki yurisdiksi ekstrateritorial yang membuat Perwakilan Negara Asing tersebut dapat menerapkan yurisdiksi negara pengirimnya dalam wilayah negara penerima. Skripsi ini membahas kedudukan hukum Perwakilan Negara Asing di Indonesia dalam kaitannya dengan pembuatan perjanjian kerja dengan pegawai lokal (local staffs). Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dimana alat pengumpulan datanya adalah studi dokumen, yang terjadi dari bahan hukum primer dan sekunder.

Foreign State Representative is a body where foreign diplomatic or consulate representatives are permanently stationed in a country. The main role of this body is to represent the sending state officially in the receiving state. In Indonesia, almost all Foreign State Representatives practically employ local staffs in their offices through employment contract. However, based on Law No. 13 of 2003 concerning Manpower, no provisions explicitly state whether Foreign State Representatives are included in the definition of 'employers' or not. This matter somehow influences the implementation of the employment contract that the Representatives create along with local staffs whenever any disputes arise between those parties. Foreign State Representatives refuse to apply Indonesian law because they have extraterritorial jurisdiction which makes them able to apply the sending state`s law in the receiving state. This thesis discusses about the legal status of Foreign State Representatives in Indonesia in accordance with the creation of employment contract with local staffs. The method used in this research is normative juridical method and the data analysis tools are document study."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62237
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonviana
"Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi pekerja/buruh yang mengalami kecelakaan kerja dan tidak didaftarkan jaminan sosial ketenagakerjaan di perusahaan. Dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan diatur bahwa perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan pekerja/buruh pada jaminan sosial ketenagakerjaan. Namun pada kenyataannya yang terjadi sebaliknya yaitu masih banyak para pekerja/buruh yang tidak terdaftar jaminan sosial ketenagakerjaan sehingga menimbulkan konflik antara perusahaan dan pekerja/buruh ketika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi terhadap pekerja/buruh tersebut dan adanya ketidakadilan hukum dalam menerapkan sanksi bagi perusahaan yang melanggarnya. Oleh sebab itu, penulisan skripsi ini dilakukan dengan menganalisis pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 580K/Pdt.Sus-PHI/2017 atas perlindungan bagi pekerja/buruh yang tidak didaftarkan jaminan sosial ketenagakerjaan dan akibat hukum bagi perusahaan yang melanggar. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan menggunakan studi kepustakaan. Pendekatan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan studi kasus. Hasil dari penelitian ini adalah pekerja/buruh tetap mendapatkan hak-hak nya sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan meskipun tidak terdaftar dalam jaminan sosial ketenagakerjaan dan adanya sanksi administratif bagi perusahaan yang melanggar belum secara efektif diterapkan oleh pemerintah.

The thesis discusses legal protection for workers/laborers who experience work accident and are not registered in the labor social security program by the company. Under the legislation of manpower, it is regulated that a company is obliged to register its workers/laborers in the labor social security program. However, in reality, it is actually the opposite as there are many workers/laborers who are not registered in the labor social security program, resulting in conflict between companies and workers/laborers when an unfortunate event happens to the workers/laborers and there is a legal injustice in applying sanctions to the companies violating the provision. Therefore, the writing of thesis is done by analyzing legal considerations from the judges in the decision of the Supreme Court number 580K/Pdt.Sus-PHI/2017 on protection of workers/laborers who are not registered in the labor social security program and legal consequences for the companies violating the provision. The research method used in this research is juridical-normative using literature study. The approach of the research method used in this research is qualitative with case studies. The result of this study is that the workers/laborers still obtain their rights as stipulated in the legislation, even though they are not registered in the labor social security program and the administrative sanctions imposed on the companies violating the provision have not been effectively implemented by the government."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>