Ditemukan 146553 dokumen yang sesuai dengan query
M. Prabowo Rizky P.
"Skripsi ini membahas tentang bagaimana penerapan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Diversi sebagai peraturan pelaksana Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, khususnya terhadap anak pelaku tindak pidana dalam tahap pemeriksaan pengadilan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menganalisis bagaimana keadilan restoratif sebagai tujuan pemidanaan yang baru dapat terwujud dengan diterapkannya Peraturan Pemerintah tersebut dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia.
Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa Peraturan Pemerintah tersebut belum dapat mendorong penuh terwujudnya keadilan restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, karena masih terdapat hambatan yang berasal dari kekurangan para penegak hukum dalam memahami dan menerapkan peraturan yang ada, kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya pelaksanaan diversi dan minimnya sarana pra-sarana penunjang pelaksanaan diversi di Indonesia. Oleh karena itu dalam penerapannya, Indonesia masih perlu untuk melakukan perbaikan dengan melakukan studi banding dengan negara-negara yang sudah menerapkan keadilan restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana Anaknya dan melakukan pelatihan khusus kepada para Penegak Hukum serta memberikan sosialiasi kepada Masyarakat tentang Diversi.
This thesis discusses about how the application of The Government Regulation No. 65 2015 about Diversion as the implementing regulation of Act No.11 2012 on the Indonesian Juvenile Criminal Justice System, especially against child offenders in the trial examination stage. This study uses qualitative methods and analyzes how restorative justice as a new punishment goal can be realized by the application of the Government Regulation in the Juvenile Justice System in Indonesia. The results of this study indicate that such Government Regulation has not been able to fully encourage the realization of restorative justice in the Juvenile Criminal Justice System in Indonesia, because there are still obstacles derived from the shortcomings of law enforcement in understanding and applying the existing rules, lack of understanding of the importance of the implementation of diversion and the lack of facilities pre support infrastructure implementation of Diversion in Indonesia. Therefore, in its implementation, Indonesia still needs to make improvements by conducting comparative studies with countries that have implemented restorative justice in its Juvenile Criminal Justice System and conducting special training to Law Enforcement and providing socialization to the Society on Diversion Programme"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69935
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bimo Wiroprayogo
"Skripsi ini membahas mengenai diversi yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) berdasarkan pendekatan keadilan restoratif sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2012. Pembahasan dilakukan dengan menganalisis teori mengenai perilaku delikuensi anak yang kemudian dapat menghasilkan anak yang berhadapan dengan hukum, diversi, dan pendekatan keadilan restoratif, serta peran serta Balai Pemasyarakatn sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2012.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang bertujuan untuk meneliti kepastian hukum berdasarkan studi kepustakaan (dokumen atau penelitian kepustakaan) dan hukum positif yang ada, serta dengan wawancara dengan narasumber yang mengatakan bahwa Balai Pemasyarakatan tidak mempunyai fungsi diversi secara penuh, dan diversi yang dilakukan tidak menyeluruh memenuhi aspek-aspek dalam pendekatan keadilan restoratif.
This thesis deals with the diversion is done by Balai Pemasyarakatan (Bapas) based on restorative justice approaches in accordance with The Juvenille Justice System Act Number 11 of 2012. The matters are done by analyzing the theories about the behavior of delinquent children who can then produce children who are dealing with the law, diversion, and restorative justice approaches, as well as the role of Balai Pemasyarakatan (Bapas) based on The Juvenille Justice System Act Number 11 of 2012. This research is juridical normative research that aims to examine the legal certainty based on the study of librarianship (the document or research libraries) and the existing positive law, as well as with interviews with the speakers, conclude that Balai Pemasyarakatan (Bapas) has no function fully versioned, and not done thorough fulfilling aspects of restorative justice approaches."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56722
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Arif Rahman
"Terdapat berbagai tindakan melawan hukum ynag dilakukan oleh anak saat ini, termasuk tindak pidana penganiayaan yang banyak terjadi di wilayah hokum Polres Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerapan keadilan restoratif dalam penggunaan diversi kepolisian dalam rangka menangani tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anak di bawah umur di wilayah hukum Polres Sleman. Metode kualitatif-deskriptif digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan studi kasus. Data primer dan sekunder dikumpulkan melalui teknik wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan pada anggota kepolisian di Polres Sleman yang bertugas sebagai seorang penyidik tindak pidana oleh anak. Penelitian menggunakan Teori Kebijakan Penanggulangan Kejahatan dan Teori Perlindungan Anak yang berhadapan dengan hokum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penganiayaan merupakan tindak pidana karena mengarah pada penganiayaan dan dapat menyebabkan kematian dan kejadiannya di wilayah Polres Sleman mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Upaya penanganan tindak pidana penganiayaan di Polres Sleman dilakukan dengan melaksanakan diversi karena sebagian besar pelaku merupakan anak di bawah umur. Implementasinya sudah sesuai dengan UU nomor 11 tahun 2012 tentang SPPA. Dalam menerapkan diversi terhadap pelaku penganiayaan terdapat beberapa hambatan yang dihadapi Polres Sleman diantaranya standar sistem hukum yang memaksa adanya tindak lanjut secara pidana, pelanggaran serius yang dilakukan anak menuntut tanggung jawab pidana, kesulitan LPA dalam melakukan penanganan, kurangnya koordinasi antar lembaga, korban yang tidak menyetujui diversi, dan tidak diterimanya diversi oleh publik.
There are various actions against the law that are carried out by children today, including Criminal Acts of Abuse criminal acts that often occur in the legal area of the Sleman Police. This study aims to analyze the application of restorative justice in the use of police diversion in order to deal with Criminal Acts of Abuse committed by minors in the jurisdiction of the Sleman Police. Qualitative-descriptive method is used in this research with a case study approach. Primary and secondary data were collected through interview and documentation techniques. Interviews were conducted on members of the police at the Sleman Police who served as an investigator for criminal acts by children. The study uses the theory of crime prevention policy and the theory of child protection in dealing with the law. The results showed that Criminal Acts of Abuse is a criminal offense because it leads to persecution and can cause death and the incidence in the Sleman Police area has increased from year to year. Efforts to handle clitih crimes at the Sleman Police are carried out by carrying out diversion because most of the perpetrators are minors. Its implementation is in accordance with Law No. 11 of 2012 concerning SPPA. In implementing diversion against Criminal Acts of Abuse perpetrators, there are several obstacles faced by the Sleman Police including the standard of the legal system that forces criminal follow-up, serious violations committed by children demanding criminal responsibility, difficulties for LPA in handling, lack of coordination between institutions, victims who do not agree diversion, and diversion is not accepted by the public."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ferny Melissa
"Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah memberikan jaminan terhadap hak anak yang berhadapan dengan hukum. Di dalam pemenuhan dan penjaminan atas hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum, telah di atur sebuah sistem berupa prinsip keadilan restoratif atau restorative justice yang merupakan upaya penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan di luar dari proses peradilan di persidangan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, telah diatur sebuah proses yang disebut diversi. Penulis ingin memberikan penjelasan dan melakukan penelitian sejauh mana peran Pembimbing Kemasyarakatan melakukan pendampingan dan pengawasan terhadap proses penyelesaian perkara pidana anak diterapkan berdasarkan Undang-undang SPPA yang memberikan jaminan kepastian hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
Penulis melihat bahwa di dalam praktiknya, masih banyak aparat penegak hukum yang masih terus berproses mempelajari upaya keadilan restoratif dan justru masih banyak orang atau masyarakat yang tidak tahu hak-hak anak di dalam sebuah proses hukum yang dijaminkan pada undang-undang tersebut. Oleh sebab itu, dengan adanya penguatan keberadaan Pembimbing Kemasyarakatan dinilai sangat penting di dalam menjamin hak-hak anak berhadapan dengan hukum.
The Bill Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System has provided guarantees for the rights of children in conflict with the law. In fulfilling and guaranteeing the rights of children in conflict with the law, a system has been set up in the form of the principle of restorative justice, which is a law enforcement effort in resolving cases that can be used as an instrument of recovery outside of the judicial process at trial. Based on this law, a process called diversion has been regulated. The author wants to provide an explanation and conduct research to what extent the role of Probation and Parole Officer in assisting and supervising the process of resolving children's criminal cases is implemented based on the SPPA Law which provides a guarantee of legal certainty for children in conflict with the law.The author sees that in practice, there are still many law enforcement officers who are still in the process of studying restorative justice efforts and in fact there are still many people or communities who do not know about children's rights in the legal process guaranteed by this law. Therefore, strengthening the existence of Probation and Parole Officer is considered very important in ensuring children's rights in dealing with the law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ove Syaifudin Abdullah
"Secara konsep perlu adanya pembedaan antara subjek hukum anak dengan subjek hukum orang dewasa. Anak harus dianggap berbeda dengan orang dewasa karena anak tidak mengerti tolak ukur moral yang ada dimasyarakat. Anak-anak belum mengerti secara utuh atas kesalahan yang ia perbuatan, sehingga anak dipandang sebagai orang dewasa yang belum cakap, secara moral dan tidak memiliki kesalahan yang sama dengan orang dewasa. Penerapan dasar penghapus pidana pembelaan terpaksa di Indonesia tidak memiliki standar tertentu dalam menentukan apakah seorang subjek hukum yang melakukan perbuatan pembelaan diri tersebut telah dapat dikatakan wajar atau tidak. Untuk menentukan standar perbuatan pembelaan yang wajar perlu terpenuhinya asas subsidiaritas dan proporsionalitas. Penentuan standar tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pengetahuan dan kemampuan hakim dalam menilai perkara yang terjadi. Hakim dalam menilai pembelaan paksa yang dilakukan oleh anak haruslah menggunakan standar yang berbeda dengan orang dewasa yang melakukan pembelaan terpaksa. Melalui metode penelitian yuridis normatif, dengan pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan putusan pengadilan di Indonesia, penelitian ini berupaya menganalisis penerapan dasar pengahapus pidana pembelaan terpaksa terhadap subjek hukum anak di Indonesia dan diperbandinkan dengan konsep pembelaan paksa di Amerika Serikat. Hasil dari penilitian ini menunujukan bahwa terhadap perkara yang pembelaan terpaksa yang dilakukan oleh seorang anak dalam kasus di Indonesia. Apabila adanya rentang waktu antara serangan atau ancaman serangan terhadap diri anak tersebut, Majelis Hakim cenderung berpandangan bahwa anak dalam situasi tersebut, seharusnya dapat berfikir untuk melakukan upaya lain seperti menghindar ataupun melarikan diri. Sedangkan pada konsep pembelaan paksa di Amerika Serikat adanya rentang waktu antara serangan atau ancaman serangan terhadap diri anak itu, haruslah dipandang sebagai suatu tekanan psikologi, yang membuat Anak-anak ini terus-menerus mengkhawatirkan diri mereka. Oleh karena standar yang digunakan Amerika Serikat dalam mengukur perbuatan pada anak cukup didasarkan dengan adanya ketakutan dan/atau keyakinan atas serangan atau sncaman serangan yang akan segera terjadi terhadap dirinya.
Conceptually, there needs to be a distinction between children and adult legal subjects. Children must be considered different from adults cause they do not fully understand the mistakes they make, so children are seen as adults who are not yet capable, morally and do not have the same mistakes as adults. The application of Exclusion Criminal Punishment self defense in Indonesia does not have a certain standard. To determine the standard of reasonable defense, it is necessary to fulfill the principles of subsidiarity and proportionality. The determination of the standard is left entirely to the knowledge and ability of the judge in assessing the case. Judges in assessing forced defense committed by children must use different standards from adults who commit forced defense. Through the normative juridical research method, with data collection using literature study and court decisions in Indonesia, this research seeks to analyze the application of exclusion criminal punishment self defense against child legal subjects in Indonesia and compared with the concept of forced defense in the United States. The results of this research indicate that in cases of forced defense committed by a child in Indonesia. If there is a time span between attacks or threats of attacks against the child, the judges tend to think that the child in that situation should be able to think of making other efforts such as avoidance or escape. Whereas in the concept of forced defense in the United States, the time between attacks or threats of attacks on the child should be viewed as a psychological pressure, which makes these children constantly worry about themselves. Therefore, the standard used by the United States in measuring the actions of children is based on the fear and/or belief of an imminent attack or threat of attack against them."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Zulfikar
"Penelitian ini membahas diversi dalam model Restorative Justice pada tahap Penyidikan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pokok permasalahan penelitian ini adalah sinkronisasi diversi pada tahap Penyidikan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile (The Beijing Rules), kekuatan hukum diversi pada tahap Penyidikan dikaitkan dengan kekuasaan kehakiman, dan mekanisme pelaksanaan kesepakatan diversi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan sumber pengambilan data pada studi literatur dan wawancara narasumber. Hasil dari penelitian ini adalah perlunya memperjelas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan segera mungkin membuat Peraturan Pemerintah untuk memberikan kejelasan pelaksaan diversi pada aparat penegak hukum yang berwenang.
This research disscusses about the diversion of Restorative Justice model in the investigation stage that is set forth in Act Number 11 of 2012 about Juvenile Justice System. The main problem of this research is diversion syncronization between the investigation stage in Act Number 11 0f 2012 about Juvenile Justice System and United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile (The Beijing Rules), legal force diversion at investigation stage associated with the judicial power, and the implementation mechanism of diversion agreement. This research used normatif juridical methodology with the data collection are by the literature study and interview. The results of this research shows that it is important to clarify Act Number 11 of 2012 about Juvenile Justice System and create Government Regulation as soon as posible in order to give clear on the implementation of diversion to the law enforcement agencies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56653
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rahmah Perindha Novera
"Dalam sistem peradilan pidana anak dikenal suatu proses peralihan penyelesaian perkara anak keluar sistem peradilan pidana yang disebut dengan diversi. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, diversi memperoleh kedudukan resmi dalam sistem peradilan anak. Dalam undang-undang tersebut, pengaturan diversi bagi anak yang belum berumur 12 tahun hanya diberikan dalam satu pasal, yaitu pasal 21. Sementara pasal tersebut beserta penjelasannya tidak cukup untuk menjelaskan bagaimana konsep diversi yang dimaksud oleh undang-undang bagi anak yang belum berumur 12 tahun tersebut.
Skripsi ini membahas bagaimana pandangan Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, serta Pekerja Sosial terhadap pasal tersebut, beserta kendala yang berpotensi terjadi dan antisipasi yang diterapkan. Penelitian ini dilakukan mengingat praktek diversi telah diterapkan dalam sistem peradilan anak sebelum Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak berlaku, sehingga aparat penegak hukum beserta lembaga-lembaga yang terlibat tentunya telah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai diversi.
In the juvenile justice system recognized a settlement transitioning children out of the criminal justice system called diversion. With the enactment of Law No. 11 of 2012 on the Children Criminal Justice System, diversion obtain an official position within the juvenile justice system. In the law, regulation of diversion for children under12 years old only given in one article, namely article 21. Whilst the article and the explanation is not enough to explain how the concept of diversion is meant by the law for children who have not aged 12 years. This thesis discusses how the Investigator, Probation Officer, and Social Workers viewof the article, as well as obstacles that could potentially occur and anticipation are applied. This research was carried out considering the practice of diversion has been applied in the juvenile justice system before the Children Criminal Justice SystemLaw applies, so that law enforcement officers and the agencies involved must have had considerable knowledge of diversion."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55765
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Silitonga, Martua Raja Tl
"Tesis ini tentang Pelaksanaan Diversi Bagi Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Sebagai Pelaku Tindak Pidana Di Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan. Diversi diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan pelaksanaannya dijelaskan dalam Surat Telegram KAPOLRI No. Pol : STR/395/VI/2008 tanggal 9 Juni 2008. Unit PPA Satuan Reserse Kriminal Polres Metropolitan Jakarta Selatan memiliki kewajiban dalam melaksanakan diversi sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut. Pada pelaksanaannya, masih banyak berbagai masalah dalam proses diversi bagi anak yang berhadapan dengan hukum terutama pada anak sebagai pelaku tindak pidana. Adapun permasalahan utama dari penelitian ini adalah Bagaimana implementasi proses diversi dalam penyelesaian perkara tindak pidana anak di Satuan Reserse Kriminal Polres Metropolitan Jakarta Selatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan manajerial yuridis. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data, yaitu dengan melakukan pengamatan, pengamatan terlibat, wawancara berpedoman, kajian pustaka, pemeriksaan dokumen dan audio.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa Kepolisian Resort Jakarta Selatan pada umumnya telah menjalankan dengan baik program diversi bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagai pelaku tindak pidana. Kapolres Metro Jakarta Selatan memiliki program-program dan kebijakan khusus bagi anggotanya dalam pelaksanaan diversi tersebut. Salah satu kebijakannya adalah menekankan kepada anggotanya untuk mengutamakan diversi terhadap pelaku tindak pidana dalam usia anak. Selain itu juga pada penanganan kasus yang melibatkan anak, Polres Metro Jakarta Selatan selalu melakukan kordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dan berkepentingan dengan kasus tersebut seperti keluarga korban, keluarga pelaku serta organisasi yang eksis terhadap perlindungan dan pendampingan anak. Pada Unit PPA Polres Metro Jakarta Selatan sebagai ujung tombak pelaksanaan diversi, dalam pengambilan keputusan pemberian diversi pada kasus yang melibatkan anak selalu berkordinasi dengan instansi terkait seperti P2TP2A dan KPAI. Selain itu juga Unit PPA Polres Jakarta Selatan aktif dalam program-program yang dilaksanakan rekan kerjanya dalam rangka peningkatan kemampuan anggotanya dalam menangani kasus anak.
This thesis on the Implementation of Child Diversion For Dealing With Crime Laws For Actors In Criminal Investigation Unit South Jakarta Metro Police. Diversion regulated in Law Number 11 of 2012 on the Criminal Justice System Child and its implementation are described in the Letter No. Telegram Chief National Police. Pol: STR/395/VI/2008 dated June 9, 2008. PPA Unit Criminal Investigation Unit South Jakarta Metropolitan Police have a duty to carry out the diversion in accordance with the legislation. In practice, there are still many problems in the process of diversion for children in conflict with the law, especially in children as criminals. The main problem of this research is How the implementation of diversion in the settlement process criminal child Metropolitan Police Criminal Investigation Unit South Jakarta by Act No. 11 of 2012 on the Criminal Justice System Children. In this study, the authors used qualitative methods with juridical managerial approach. The method used for data collection, namely the observation, participant observation, guided interviews, literature review, examination of documents and audio. From the research conducted, it was found that the South Jakarta Police Resort in general has been running fine diversion programs for children in conflict with the law as a criminal. South Jakarta Metro Police have a program-specific policies and programs for its members in the implementation of the diversion. One of the policies is stressed to its members to give priority to criminal diversion in the age of the child. In addition, the handling of cases involving children, South Jakarta Metro Police always coordinated with related parties and interest in the case such as the family of the victim, offender families and organizations that exist for the protection and assistance of children. In the PPA Unit South Jakarta Metro Police as spearheading the implementation of diversion, the decision granting diversion in cases involving children always coordinate with relevant agencies such as P2TP2A and KPAI. In addition, the South Jakarta Police Unit PPA active in programs conducted colleagues in order to improve the ability of its members in dealing with cases of child."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Naning Marini Sarwo Endah
"
ABSTRAKAnak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Sebagai generasi penerus, anak harus mendapatkan bimbingan agar dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya dan mendapatkan perlindungan untuk mendapatkan kebutuhan dan hak-haknya. Bimbingan dan perlindungan terhadap anak menjadi tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat dan negara. Namun apabila anak tersebut melakukan penyimpangan perilaku dalam hal melakukan tindak pidana kesusilaan berupa persetubuhan terhadap anak, maka perlindungan terhadap anak haruslah diberikan kepada baik pelaku dan korban. Perlindungan dan penanganan terhadap anak yang menjadi pelaku ataupun korban dalam tindak pidana kesusilaan ini mempunyai payung hukum yaitu Undang-undang Pengadilan Anak dan Undang-undang Perlindungan Anak serta Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Penanganan anak pelaku dan korban ini haruslah mendapatkan perlakuan khusus dari aparat penegak hukum dari awal proses peradilan pidana sampai penjatuhan putusan hakim baik itu berupa pidana maupun tindakan dan pelaksanaan putusan tersebut.
ABSTRACTChildren are the future generation and development asset. As the next generation, children should receive guidance in order to perform its obligations and to obtain protection needs and rights. Guidance and protection of children is the responsibility of parents, families, communities and countries. However, if the child is doing in terms of deviant behavior with a criminal offense against a child morality in the form of intercourse , the protection of children should be given to both the perpetrator and the victim. Protection and treatment of children who become perpetrators or victims in the criminal acts of decency which has legal protection which are the Juvenile Justice Act and the Child Protection Act also Child Criminal Justice System Act. Handling of child offenders and victims should get special treatment from law enforcement officers from the beginning until the imposition of the criminal justice process decision whether it be criminal or actions and implementation of the decision."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38985
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ilang Sakti
"Penelitian tesis ini membahas tentang pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan yang menerapkan restorative justice dalam tindak pidana yang menyebabkan matinya korban (khususnya pada tindak pidana pembunuhan, pembunuhan berencana, dan penganiayaan yang menyebabkan kematian). Penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian normatif dengan mencari bahan kepustakaan atau data sekunder yang kemudian dilengkapi dengan data primer. Dalam tesis ini yang menjadi permasalahan adalah apakah restorative justice dapat diterapkan terhadap kasus tindak pidana yang menyebabkan matinya korban, apakah penerapan restorative justice dalam kasus tindak pidana yang menyebabkan matinya korban dapat dijadikan sebagai bahan perimbangan hakim dalam memberikan putusan, serta bagaimana pengaruh pertimbangan hakim terhadap putusan pengadilan dalam perkara tindak pidana yang menyebabkan matinya korban yang diselesaikan dengan restorative justice. Dalam praktiknya, keadilan restoratif pada prinsipnya merupakan konsep penyelesaian yang menekankan adanya pertemuan antara keluarga korban dan terdakwa serta masyarakat untuk mencapai kesepakatan bersama. Kesepakatan inilah yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Dengan mempertimbangkan keadilan restoratif dalam penjatuhan hukuman, hakim harus memastikan pemulihan keluarga korban dan mengintegrasikan kembali pelaku ke masyarakat.
This thesis research discusses the consideration of judges in court decisions that apply restorative justice in criminal offences homicide (specifically in the criminal offences of murder, manslaughter, and abuse that cause). This thesis research uses normative research methods by searching for literature or secondary data which is then complemented by primary data. In this thesis, the problems are whether restorative justice can be applied to criminal offences homicide, whether the application of restorative justice in criminal offences homicide can be used as a consideration for judges in giving decisions, and how the influences of judges’ considerations on court decisions in criminal offences homicide resolved with restorative justice. In practice, restorative justice is in principle a settlement concept that emphasizes a meeting between the victim’s family, the defendant and the community to reach a mutual agreement. This agreement is taken into consideration by the judge in reaching a verdict. By considering restorative justice in sentencing, judges must ensure the recovery of the victim’s family and reintegrate the offender into society."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library