Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197996 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rieza Yuniaridha
"Penelitian mengenai analisis struktur komunitas fitoplankton di Perairan Selat Lembeh dan Wori, Sulawesi Utara pada Tahun 2015 telah dilakukan. Sebanyak 20 sampel diambil dari 11 stasiun perairan Selat Lembeh dan 8 stasiun perairan Wori. Hasil identifikasi dan pencacahan sampel diperoleh 26 marga fitoplankton, 20 marga diatom, 5 marga marga dinoflagellata, dan 1 marga Cyanophyceae. Kelimpahan fitoplankton perairan Selat Lembeh lebih tinggi dibandingkan kelimpahan fitoplankton perairan Wori. Kelimpahan fitoplankton di perairan Selat Lembeh mencapai 624.400 sel/m3. Marga fitoplankton mendominansi perairan Selat Lembeh adalah Trichodesmium dan Chaetoceros, sedangkan di perairan Wori adalah Trichodesmium. Marga dinoflagellata yang dominan di Perairan Selat Lembeh dan Wori adalah Prorocentrum. Keanekaragaman fitoplankton di perairan Selat Lembeh lebih tinggi dibandingkan dengan perairan Wori. Kekayaan dan kemerataan fitoplankton di kedua wilayah perairan tergolong rendah dan tidak merata. Indeks Nilai Penting INP menunjukkan Trichodesmium sebagai marga yang paling mendominansi di kedua lokasi.

The research on community structure of phytoplankton in the waters of Lembeh Strait and Wori was conducted on 2015. Twenty sample was taken from 11 stations at Lembeh Strait and 8 stations at Wori. There were found 26 phytoplankton genera consist of 20 Diatoms genera, 5 Dinoflagellates genera, and 1 Cyanophyceae genera. The abundance of Lembeh Strait were higher than Wori. The phytoplankton abundance of Lembeh Strait reached 624.400 cells m3. Phytoplankton genera that dominate at Lembeh Strait were Trichodesmium and Chaetoceros, meanwhile at Wori was Trichodesmium. Dinoflagellate genera that dominate on both location was Prorocentrum. The diversity index at Lembeh Strait were higher than Wori. The richness and evenness index on both location were categorized as low and not even. The important score index shows that Trichodesmium was the most dominate genera on both location.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S69549
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Jibril Jamaluddin
"Keberadaan kawasan tepi pada suatu habitat hutan dapat menimbulkan efek tepi yang memengaruhi respons berbagai organisme berupa pergeseran habitat atau pola persebaran, salah satunya ialah herba terestrial. Berbagai penelitian terdahulu mengenai efek tepi terhadap herba terestrial memberikan hasil yang berbeda-beda. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh efek tepi terhadap komunitas herba terestrial di hutan kota Universitas Indonesia telah dilakukan. Pengukuran parameter efek tepi dilakukan dengan mengetahui komposisi spesies pada tiap plot penelitian, perhitungan Indeks Nilai Kepentingan (INK), indeks keanekaragaman dan kemerataan Shannon-Wiener, dan pengukuran parameter lingkungan. Komposisi spesies menunjukkan kecenderungan respons positif terhadap efek tepi. Berdasarkan perhitungan INK diketahui spesies dominan Axonopus compressus pada kawasan tepi, Centotheca lappacea pada kawasan tengah, dan Amorphophallus variabilis pada kawasan inti. Hasil uji t pada indeks keanekaragaman Shannon-Wiener menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada pasangan plot tepi-inti dan tengah-inti, sementara itu tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada pasangan plot tepi-tengah. Tidak terdapat pola respons tertentu terhadap efek tepi berdasarkan indeks Shannon-Wiener. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada pengukuran parameter suhu udara, kelembapan udara dan intensitas cahaya. Tidak terdapat perbedaan pada pengukuran parameter pH tanah. Uji korelasi menunjukkan terdapat korelasi positif antara parameter suhu udara dan intensitas cahaya matahari terhadap penambahan jumlah spesies. Sementara itu tidak ada korelasi antara kelembapan udara dan pH tanah terhadap jumlah spesies. Terdapat dua belas spesies yang memiliki potensi sebagai spesialis kawasan tepi, namun tidak ditemukan spesies yang memiliki potensi sebagai spesialis kawasan inti.

The existence of edges in a forest habitat can cause edge effects that affect the response of various organisms in the form of habitat or distribution pattern shifts, one of which is terrestrial herbs. Previous studies on the effects of edges on terrestrial herbs have had different results. The study aimed to determine the effect of edge effects on terrestrial herb communities in urban forests of Universitas Indonesia was conducted. Measurement of the edge effect parameters was done by investigating the composition of species in each research plot, calculating the Importance Value Index (IVI), Shannon-Wiener`s index of diversity and evenness, and measuring environmental parameters. The species composition showed a tendency towards a positive response to edge effects. Based on the calculation of IVI it was known that the dominant species at each area namely Axonopus compressus at the edge, Centotheca lappacea at the middle, and Amorphophallus variabilis at the core. The results of t test on the Shannon-Wieners diversity index show that there were significant differences between edge-core and middle-core pair plots, while there were no significant differences between edge-middle pair plot. There were no specific response patterns for edge effects based on the Shannon-Wieners index. The Kruskal-Wallis test results showed that there were significant differences in the measured air temperature, humidity, and intensity of sunlight parameters. There werent any differences in the measured soil pH parameter. Correlation test shows there were positive correlations between the parameters of air temperature and the intensity of sunlight on the addition of species number. Meanwhile there were no correlation between air humidity and soil pH on the addition of species number. There were twelve potential species categorized as edge area specialists, while there werent any species that have potential as core area specialists.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frengki Nur Fariya Pratama
"Beringin dianggap oleh masyarakat Jawa sebagai pohon yang mistis sehingga tidak boleh diperlakukan secara sembarangan. Mistifikasi pohon ini muncul dari karakteristik yang dimiliki, yaitu batangnya yang besar, tingginya yang bisa mencapai 30 meter, daunnya yang lebat, dan akarnya yang menonjol keluar dari tanah. Tapi dibalik mistifikasi pohon beringin, ternyata pohon jenis ficus ini memiliki beragam fungsi yang berkaitan dengan kelestarian ekologi. Fungsi-fungsi itu meliputi konservasi air tanah, pencegahan longsor, hingga lokasi interaksi biotik yang kompleks, dimana terjadi simbiosis mutualisme antar spesies sehingga membentuk hubungan ekologi yang harmonis yang berdampak positif bagi lingkungan. Penelitian kualitatif dengan pendekatan antropologi budaya digunakan untuk mengkaji mistifikasi masyarakat Jawa terhadap pohon beringin, sebagai upaya konservasi lingkungan"
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta, 2022
900 JSB 17:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hazen, William E.
Philadelphia: W.B. Saunders, 1970
591.5 HAZ r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hazen, William E.
Philadelphia: W.B. Saunders, 1964
591.5 HAZ r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Elizabeth Imelda
"Penelitian mengenai studi struktur komunitas fitoplankton di Sungai Ciliwung dilakukan di tiga stasiun yang merepresentasikan bagian yang masih alami Jembatan Panus, area penataan Srengseng Sawah, dan area betonisasi T.B Simatupang. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober hingga November 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan struktur komunitas fitoplankton pada tiga stasiundi Sungai Ciliwung dengan melihat perbedaan nilai kelimpahan, H, E, dan D. Hasil penelitian menyatakan bahwa keanekaragaman di setiap stasiun tergolong rendah dengan kemerataan yang tidak merata dan tidak adanya dominansi. Hal tersebut menggambarkan kondisi struktur komunitas fitoplankton di Sungai Ciliwung tidakstabil dengan keragaman yang rendah dan kondisi lingkungan yang kurang mendukung kehidupan fitplankton.

The research of the phytoplankton community structure in the Ciliwung River was conducted in three stations that representing the unspoiled area Jembatan Panus, settlement area Srengseng Sawah, and sheet pile area T.B Simatupang. The studywas conducted from October to November 2017. The purpose of this research was toknow the difference of phytoplankton community structure at three stations inCiliwung River by looking at the difference of abundance index, H 39, E, and D values. The research results stated that the diversity in each station was low with evenness evenly and the absence of dominancy. This result illustrated that the phytoplankton rsquo community structure in the Ciliwung River was unstable with low diversity and unsuitable environmental conditions for phytoplankton.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pijar Era Milleni Budiman
"Penelitian mengenai hubungan struktur terhadap parameter fisika dan kimia di Situ Puspa, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat telah dilakukan pada bulan April hingga Juni 2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kelimpahan fitoplankton terhadap parameter fisika dan kimia di Situ Puspa UI. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah fitoplankton dari perairan Situ Puspa UI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis fitoplankton di Situ Puspa UI ditemukan 24 marga dari 9 kelas dan kelimpahannya berkisar 121-4.167 plankter/liter. Fitoplankton yang hidup di Situ Puspa UI memiliki produktivitas, ekosistem, kestabilan, dan keanekaragaman fitoplankton sedang, tidak ada jenis yang mendominasi, kemerataan cukup dan hampir merata, dan Situ Puspa mengalami pencemaran sedang. Kelimpahan fitoplankton pada bagian inlet berkorelasi positif dengan oksigen terlarut, kecepatan arus, dan fosfat. Kelimpahan fitoplankton pada bagian midlet berkorelasi positif dengan nitrat dan pH serta kelimpahan fitoplankton pada bagian outlet berkorelasi positif dengan suhu, turbiditas, dan kedalaman air.

Research on the relationship of structure to physical and chemical parameters at Situ Puspa, Universitas Indonesia, Depok, West Java was carried out from April to June 2022. This study aimed to determine the relationship between abundance of phytoplankton while physical and chemical parameters at Situ Puspa UI. The sample used in this study was phytoplankton from the waters of Situ Puspa UI. The results showed that the types of phytoplankton in Situ Puspa UI found 24 genera from 9 classes and their abundance ranged from 121-4,167 plankter/liter. Phytoplankton that lived in Situ Puspa UI has moderate productivity, ecosystem, stability, and phytoplankton diversity, no species dominates, evenness were sufficient and almost evenly distributed, and Situ Puspa UI was moderately polluted. The abundance of phytoplankton at the inlet were positively correlated with dissolved oxygen, current velocity, and phosphate. The abundance of phytoplankton in the midlet were positively correlated with nitrate and pH and the abundance of phytoplankton at the outlet were positively correlated with temperature, turbidity, and water depth."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teni Supriyani
"Penelitian struktur komunitas ikan dilakukan di Sungai Citirem, mulai dari bulan Januari--Juni 2010. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan jaring insang (gill net), serokan, dan alat setrum listrik (electrofishing). Penentuan stasiun penelitian dengan menggunakan metode purposive sampling. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui komposisi, kelimpahan, keanekaragaman jenis, hubungan antar jenis dalam komunitas, dan keunikan jenis ikan di Sungai Citirem. Hasil penelitian tercatat 22 jenis ikan dari 12 suku. Gobiidae merupakan suku yang paling dominan dengan 10 jenis ikan. Puntius binotatus merupakan jenis ikan yang paling melimpah. Berdasaran indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H’), dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman jenis ikan tertinggi terdapat di daerah hilir sungai (1,822) dan keanekaragaman jenis ikan terendah terdapat di daerah tengah sungai (0,343). Selain itu, hasil penelitian menunjukkan adanya keunikan jenis ikan di Sungai Citirem. Hal tersebut dapat dilihat dari terdapatnya jenis ikan yang merupakan jenis tunggal dalam sukunya."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S27845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Quraisyin Adnan
"ABSTRAK
Perairan Teluk Jakarta sangat subur karena banyak sungai besar maupun kecil yang mengalir ke perairan ini dengan membawa nutrien atau zat-zat hara dari daratan kota Jakarta sehingga menjadi tempat yang sangat baik untuk para nelayan menangkap ikan. Dengan bertambahnya penduduk maka hasil buangan juga akan meningkat, sehingga akibatnya perairan akan cenderung mengalami kondisi eutrofik. Eutrofikasi merupakan suatu proses pengayaan perairan oleh zat-zat hara yang berlebihan dan berlangsung terus menerus dan ditandai oleh blooming satu jenis fitoplankton dan kekurangan zat oksigen di dekat dasar perairan. Akibat dari kondisi eutrofik ini maka sering kita jumpai kematian ikan atau biota dasar perairan secara masal.
Untuk mengantisipasi masalah ini kepada masyarakat perlu digalakkan kesadaran lingkungan seperti tidak membuang sampah langsung ke badan-badan air. Perlu pula dimasyarakatkan budidaya ikan dan biota seperti kerang-kerangan.
Lokasi penelitian: yaitu perairan-perairan estuarin Teluk Jakarta. Pengamatan dilakukan pada 6 titik wilayah dari barat ke timur yaitu Cengkareng, Muara Angke, Marina, Sampur, Blencong, dan Muara Gembong. Dilakukan pengambilan sampel fitoplankton dan pemeriksaan beberapa parameter hidrologi seperti suhu, salinitas, oksigen, pH, fosfat, dan nitrat. Analisis semua data dilakukan di Laboratorium Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta.
Hipotesis yang diajukan adalah:
1. Keragaman kelimpahan fitoplankton secara spasial dan temporal adalah sangat besar.
2. Keragaman kelimpahan fitoplankton dipengaruhi oleh faktor -faktor suhu, salinitas, pH, oksigen, nitrat, dan fosfat, atau oleh kombinasi dari faktor-faktor lingkungan tersebut, dan nutrien merupakan faktor paling dominan dalam mempengaruhinya.
3. Keragaman fitoplankton sangat ditentukan oleh dominasi dari marga-marga yang dominan.
Ringkasan hasil penelitian adalah sbb.:
Reragaman kelimpahan fitoplankton sangat bervariasi.
Pada keragaman secara temporal, kelimpahan pada bulan Juli, September, dan Februari tinggi, sedangkan pada bulan Mei dan Mopember relatif rendah.
Pada keragaman secara spasial, kelimpahan tinggi terjadi pada wilayah Muara Angke, Marina, dan Sampur, sedangkan kelimpahan rendah terjadi pada wilayah Cengkareng, Blencong, dan Muara Gembong.
Pada setiap pengamatan terjadi blooming fitoplankton yang didominasi oleh beberapa marga yang bergantian.
Pada bulan Mei 1993 kelimpahan mencapai 6,34 juta sel/m3 yang didominasi oleh Skeletonema (39 %) dan Thalassiosira (36%). Pada bulan Juli kelimpahan mencapai 22,4 juta sel/m3dimana saat itu sedang terjadi blooming Skeletonema (51%) dan blooming Thalassiosira (49%). Pada bulan September kelimpahan mencapai angka tertinggi selama penelitian yaitu 62,6 juta sel/m3. Pada saat itu terjadi blooming oleh Chaetaceros (99 %). Pada bulan Nopember kelimpahan paling rendah selama penelitian yaitu 1,5 juta sel/m3. Pada saat itu sebenarnya sedang terjadi ledakan populasi Noctiluca. Walaupun jumlahnya kecil tetapi karena ukuran setiap sel nya adalah besar yaitu dapat mencapai 2 mm maka kondisi demikian sesungguhnya sedang terjadi blooming oleh Noctiluca (58%) dan Chaetviceros sebesar 42%. Pada bulan Februari 1994 kelimpahan mencapai 14 juta sel/m3. Pada saat itu sedang terjadi blooming oleh Skeletonema {99,8 %) dan Noctiluca sebesar 0,2 %.
Pola kelimpahan tampak berlawanan dengan pole curah hujan maupun pola kelimpahan di perairan P. Pari dan Teluk Jakarta secara umum. Pola kelimpahan mempunyai 2 puncak yaitu puncak ke 1 terjadi pada periode Mei-September dimana titik puncak terlihat pada bulan September (tertinggi), dan puncak ke 2 terjadi pada bulan Februari.
Hubungan kelimpahan fitoplankton terhadap parameter-parameter hidrologi menunjukkan hubungan yang sangat erat (p<0,01) pada pengamatan-pengamatan bulan-bulan Mei, Nopember, dan Februari; dan hubungan erat (p<0,05) pada bulan-bulan Juli dan September. Interaksi fosfat dengan nitrat berpengaruh kuat terhadap kelimpahan fitoplankton pada bulan Mei, Nopember, dan Februari. Interaksi suhu dengan oksigen mempunyai korelasi terhadap kelimpahan fitoplankton pada bulan Juli. Interaksi suhu dengan salinitas berkorelasi kuat terhadap kelimpahan pada bulan September.
Dengan tingginya limbah domestik yang masuk ke perairan Teluk Jakarta dan terbukti perairan ini selalu mengalami blooming dan bahkan kematian ikan sering terjadi menuniukkan bahwaperairan ini telah cenderung mengaiami kondisi eutrofik. Hal ini berarti di perairan sedang terjadi penurunan kualitas air karena sedang menghadapi tekanan-tekanan yang datang dari daratan.

ABSTRACT
Spatial and Temporal Variations of The Structures of Phytoplankton Communities at The Estuary of The Jakarta BayJakarta Bay is very rich of nutrient due to many rivers which bring the nutrients to the waters from the land of Jakarta. Therefore this area become a good place for fisheries. The increasing of the domestic wastes because of the population growth, will result the tendency of the eutrophication condition. Due to this condition, sometime we face the mass mortality of fish due to the oxygen depletion condition at the bottom of the water.
In anticipation of this problem, the public should be made aware of the environmental condition: not throwing away the wastes directly to the water, and fish and benhic fauna cultures i. e. mussels, etc. should be also introduced to them.
The location of the research: are at 6 locations along the coast from the west to the east of the Jakarta Bay, namely Cengkareng, Muara Angke, Marina, Sampur, Blencong, and Muara Gembong. The samples were studies for phytoplankton and temperature, salinity, oxygen, pH, phosphate, and nitrate. All samples were analyzed at the Laboratory of Puslitbang Oceanology - LIPI, Jakarta.
The Hypothesis are
Spatial and temporal variations of phytoplankton densities were high.
The variations were influenced by temperature, salinity, pH, oxygen, nitrate, and phosphate, and the inter-action of the factors. The nutrient is the main factor for phytoplankton growth.
The variations were also strongly influenced by the dominant genera.
The summary :
The variations of phytoplankton densities were high.
For the temporal variatons, the phytoplankton densities in July, September, and February were high, while in May and November were relatively low.
For the spatial variations, the densities at Muara Angke, Marina, and Sampur were high, while at the other areas: Cengkareng, Slencong, and Muara Gembong were low.
There were always blooming which were dominated by some genera. In May, the average phytoplankton density was 6,34 million cells/.m3 where the community was dominated by Skeletonema {39%) and Thalassiasira (36%). In July, the density reached 22,4 million cells/m3 where the phytoplankton communities were dominated by Skeletonema (51%) and Thalassiosira (49%). In September, the density reached the highest value i. e. 62,6 million cell/m3. At that time Chaetoceras outbreak was occurred (99%). In November, the phytoplankton density reached the lowest value, i. e. 1,5 million cells/m3. At that time Noctiluca outbreak was occurred. Although the density was low, the size of Nactiluca is quite big (2mm in diameter).
Therefore Noctiluca outbreak (58%) occurred and was reached 14 million cells/m0. At that time the blooming of Skeletonema occurred (99,8 %) and Noctiuca was only reached 0,2 %.
The pattern of the densities of phytoplankton were in opposite to the pattern of the densities in this bay in general and the pattern of the rain fall.
The relationship of densities and environmental condition were very significant (p<0,01) in May, November, and February; and were significant (p<0,05) in July and September. Nitrate was much influenced the phytoplankton densities, while phosphate was not so. The inter-action of nitrate-phosphate was significantly influenced and positive to the growth of phytoplankton in May and February, while in November was significant and negative. The interaction temperature-oxygen was significant and negative to the phytoplankton growth in July. In September, the inter-action temperature-salinity was significant and positive to the phytoplankton growth.
As the result of high influx of domestic wastes to the water of the Jakarta Bay, the fact that the water was always in bloom condition and fish and benthic animals mortalities frequently occurred. This condition reflects the tendency of the eutrophic process. This means that the
As the result of high influx of domestic wastes to the water of the Jakarta Bay, and the fact that the water was always in bloom condition, and fish and benthic animals mortalities frequently occurred, reflects the tendency of the eutrophic process. This means that the quality of the water is worsening due to the pressure coming from the land.
References : 64 books and papers (1925-1994).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qotrunnada Maulina
"Fluktuasi kondisi fisik dan kimia pada bulan Februari dan Agustus 2020, berpengaruh terhadap struktur komunitas dan kandungan klorofil fitoplankton di Situ Agathis. Keberadaan fitoplankton yang sedikit di perairan akan berdampak negatif terhadap stabilitas ekosistem dan produktivitas organisme lain di perairan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan kandungan klorofil dan struktur komunitas fitoplankton di Situ Agathis pada bulan Februari dan Agustus 2020, serta keterkaitan dengan parameter fisik dan kimia. Penelitian dilakukan pada bulan Februari untuk mewakili musim hujan dan Agustus untuk musim kemarau. Dilakukan pengukuran parameter fisik dan kimia, serta pengambilan sampel fitoplankton pada bagian inlet, midlet, dan outlet di Situ Agathis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kelimpahan fitoplankton secara signifikan di Situ Agathis pada bulan Februari dan Agustus 2020. Namun, tidak terdapat perbedaan keanekaragaman, kemerataan, dominansi, dan kandungan klorofil fitoplankton yang signifikan di Situ Agathis pada bulan Februari dan Agustus 2020.

Fluctuations in physical and chemical conditions in February and August 2020, affected the community structure and chlorophyll content of phytoplankton in Situ Agathis. Low phytoplankton presence has a negative impact on ecosystem stability and other organisms’ productivity in the water body. The study aims to determine whether there is a difference in chlorophyll content and community structure of phytoplankton in Situ Agathis, in February and August 2020, as well as the relationship with the physical and chemical parameters. The research was conducted in February to represent the wet season and August to represent the dry season. Physical and chemical parameters were measured, and phytoplankton was sampled at the inlet, middle, and outlet parts of Situ Agathis. The results showed that there was a significant difference in Situ Agathis’ phytoplankton abundance in February and August 2020. However, there was no significant difference in the diversity, evenness, dominance, and chlorophyll content of phytoplankton in Situ Agathis in February and August 2020."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>