Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141942 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dea Adhista
"Bahasa gay merupakan salah satu variasi bahasa yang terdapat di kelompok masyarakat. Bahasa tersebut termasuk ke dalam kelompok bahasa slang yang pembentukan dan penggunaannya memiliki maksud dan tujuan-tujuan tertentu dari para penggunanya. Penelitian ini membahas proses pembentukan kata yang terjadi dalam bahasa gay dan penggunaannya dalam percakapan. Data yang digunakan merupakan percakapan yang dilakukan oleh sebuah kelompok gay dalam media sosial Whatsapp. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan penyajian data secara deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan kata dalam bahasa gay terbagi ke dalam tiga klasifikasi utama pembentukan, yaitu pembentukan berdasarkan asosiasi fonetis, asosiasi semantis, dan rujukan bahasa asing. Asosiasi semantis terdiri dari enam subklasifikasi, yaitu abreviasi, paragog, abreviasi dan paragog, asosiasi bunyi, onomatope, dan modifikasi internal. Kemudian, asosiasi semantis terdiri dari dua subklasifikasi, yaitu asosiasi semantis konteks lingual dan asosiasi semantis konteks nonlingual. Di sisi lain, rujukan bahasa asing terdiri dari tiga subklasifikasi bahasa asing yang dirujuk, yaitu bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Hokkien. Dari segi penggunaan katanya, bahasa gay digunakan untuk tujuan-tujuan khusus, seperti menimbulkan kesan genit dalam percakapan, penghalusan kata, serta sebagai pemberi ciri khusus kelompok pemakainya.

Gay language is one of variations of language in society. That language included in slang language which have special formation and uses of the weare group. This research analyzed the formation of word and its use in the conversation. The data is the conversation that used by a gay group on Whatsapp social media. This research used a qualitative method with descriptive data presentation. The result showed that the formation of words in gay language is divided into three classifications phonetic association, semantic association, and foreign language references. Phonetic association divided into six subclassifications abbreviation, paragogue, abbreviation and paragogue, sound association, onomatope, and internal modifications. Then, semantic association divided into two subclassifications semantic association lingual context and semantic association nonlingual context. On the other hand, foreign language references divided into three subclassifications English, Dutch, and Hokkien. In addition, gay word used for special purpose, such as rise the impression of a flirty in conversation, euphemism, and distinctive feature of the weare group.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69502
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Ayunisa
"

Kalangan homoseksual yang terdiri dari tiga kategori identitas, yaitu top, bottom, dan versatile, ternyata memiliki karakteristik dan pola pertemanan yang berbeda. Para homoseksual yang terdiskriminasi dalam relasi sosial heteroseksual memicu mereka membentuk homososialitas gay. Tujuan dari penelitian ini ingin mendeskripsikan bagaimana para homoseksual menjalin relasi pertemanan antarsesama sebagai bentuk dari eksistensi diri, mendapatkan dukungan sosial, hingga mendorong mereka menciptakan humor gay. Subjek yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 8 orang dengan identitas seksual gay yang berbeda, yaitu terdiri dari 4 bottom, 2 top, dan 2 versatile. Kehadiran skrip seksual sangat membantu dalam memahami pola pertemanan di kalangan homoseksual sehingga skrip tersebut digunakan sebagai pedoman dalam berperilaku sehari-hari. Munculnya stereotip antar identitas gay juga diartikan sebagai wujud dari hegemoni maskulinitas, khususnya yang terjadi pada homoseksual yang didominasi sifat feminin. Selain berperan dalam menciptakan gelak tawa dalam homososialitas gay, humor gay turut berperan sebagai norma gender dan kontrol sosial tiap kategori identitas sosial berperilaku.


Homosexuals consist of three categories of identity; top, bottom, and versatile which have different friendship characteristics and patterns. Homosexuals are often discriminated against in heterosexual social relationships which encourages them to make gay homosociality. The purpose of this study is to describe how homosexuals establish interpersonal relationships among others as a form of self-existence, to get social support, and to create gay humor. The subject involved in this study up to 8 people in different gay sexual identities, consists of 4 bottom, 2 top, and 2 versatile. The sexual script is significant in understanding the pattern of gay homosociality so that the script is used as a daily guideline. The appearance of stereotypes among gay identities is also interpreted as the form of hegemony masculinity, especially for those who dominated by feminine traits. In addition, the creation of gay humor acts as a gender norm and restraining homosexuals must behave.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dellamour Inezha Indrasari
"Penelitian ini membahas mengenai pemaknaan idiom yang menggunakan kata hidung sebagai anggota tubuh yang dipilih. Idiom yang diteliti diambil dari e-book milik Dubrovin (1980) yang berjudul A Book of Russian Idioms Illustrated, yang memuat idiom berbentuk frasa maupun kalimat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis yang termasuk dalam penelitian kualitatif. Penelitian ini membahas dari segi morfologis (Kuznetsova, 2009 dan Savko, 2006), dari segi sintaksis (Popov, 2004), dan dari segi semantik (Condon, Perry, dan O'Keefe, 2004). Hasil dari penelitian ini adalah pemaknaan idiom yang menggunakan kata hidung lebih banyak menunjukkan karakteristik seseorang.

This research will study about the meaning of idioms with the word 'nose' as a part of human body that's been chosen for this journal. The idioms is taken from an e-book by Dubrovin (1980) called A Book of Russian Idioms Illustrated, that has both phrases and sentences as idioms. This research will be using methods of descriptive analytic, which will make this research as a qualitative research. We will look from the morphology side of things (Kuznetsova, 2009 and Savko, 2006), from syntaxes side (Popov, 2004), and from semantic side (Condon, Perry, and O'Keefe, 2004). The result of this research is that the idioms that's using yhe word 'nose' is mainly to show or tell us about characteristic of a person more that anything else. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2004
499.222 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alma Mandjusri
"Kata-kata onomatope cukup banyak digunakan dalam kegiatan bahasa di Indonesia, baik dalam langgam bahasa sehari-hari maupun dalam langgam bahasa sastra, dan pembahasan mengenai kata-kata onomatope kebanyakan berkisar pada masalah fonologis dan semantik, sementara gejala-gejala lain di luar bidang tersebut kurang mendapat perhatian. Pembahasan mengenai kata-kata onomatope dalam skripsi ini ditujukan untuk melengkapi deskripsi kata-kata onomatope bahasa Indonesia dalam bidang morfologi dan sintaksis. Analisis dalam bidang morfglogi ditujukan untuk mencari kaidah-kaidah morfologis yang berlaku pada onomatope, khususnya proses pemhentukan onomatope sebagai kata, disertai dengan analisis morfofonemik yang timbul akibat proses tersebut, sedang analisis dalam bidang sintaksis ditujukan untuk menempatkan kata-kata onomatope dalam penggolongan kelas kata bahasa Indonesia. 1. Onomatope sebagai kata terbentuk melalui proses morfologis, berupa (1) afiksas&; (2) reduplikasi; (3) terdapatnya bentuk-bentuk lain yang memiliki arti berulang-ulang atau jamak, tetapi secara morfologis tidak bisa digolongkan sebagai reduplikasi. 2. Prefiks pada onomatope mempunyai fungsi tertentu sebagai unsur pembentuk akar onomatope menjadi sebuah kata yang terdiri dari dua suku kata atau lebih. 3.Dalam proses pembentukan kata, khususnya proses afiksasi, terjadi perubahan morfofonemik berupa proses asimilasi yang tidak bersifat mutlak tetapi manasuka. 4. Reduplikasi pada onomatope terdiri atas tiga tips: (1) reduplikasi penuh berupa gabungan antara prefiks dengan morfem dasar; (2) reduplikasi penuh dengan perubahan fonem; (3) bentuk-bentuk lain. 5. Onomatope sebagai kata tidak bisa dimasukkan ke kelas interjeksi, tetapi bisa digolongkan ke (1) kelas nomina; dan (2) kelas ajektiva"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S10805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eni Maghfiroh
"Penelitian ini menjelaskan proses pembentukan kata majemuk dalam bahasa Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kata majemuk berdasarkan komponen pembentuknya. Kata majemuk adalah kata mandiri yang terdiri atas dua buah unsur atau lebih yang bentuknya berbeda. Oleh sebab itu, terdapat frasa dan kata majemuk yang sulit dibedakan. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA (2015). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kata majemuk diklasifikasikan atas tujuh kelompok (Sudaryanto, 1991). Penelitian ini berfokus pada penghadiran makna baru yang berambu-rambukan makna bentuk dasar. Data berupa kata majemuk yang berambu-rambukan makna bentuk dasar lebih banyak ditemukan di dalam novel dibandingkan kata majemuk lainnya. Data kata majemuk kemudian dikategorikan berdasarkan komponen pembentuknya menurut Poedjosoedarmo (1984). Setelah terbagi dalam subkelas kata, kata majemuk dianalisis berdasarkan hubungan komponen pembentuk kata majemuk dengan frasa maupun klausa. Selanjutnya, kata majemuk dianalisis perbedaan urutan kelas kata komponen pembentuk dan makna leksikalnya dengan frasa maupun klausa menurut Wedhawati (2006). Temuan dari penelitian ini adalah kata majemuk memiliki makna baru, dan makna baru tersebut masih memperlihatkan pertalian dengan makna komponen pembentuknya. Berbeda halnya dengan frasa dan klausa, hasil pembentukannya berdasarkan makna leksikal komponen pembentuknya. Selain itu, ditemukan pola verba-nomina pada kata majemuk yang polanya berbeda dengan frasa maupun klausa. Pada frasa dan klausa umumnya membentuk pola nomina-verba. Terakhir, ditemukan kata majemuk dengan pola adjektiva-verba yang berbeda dengan aturan frasa maupun klausa bahasa Jawa. Perbedaan tersebut menjadikan kata majemuk memiliki ciri khas yang berbeda dari frasa dan klausa.

This study describes the process of forming compound words in Javanese. This study aims to analyze compound words based on their constituent components. Compound words are independent words that consist of two or more elements that have different forms. Therefore, there are phrases and compound words that are difficult to distinguish. The data source used in this study is the novel Pinatri Ing Teleng Ati by Tiwiek SA (2015). This study used the descriptive qualitative method. Compound words are classified into seven groups (Sudaryanto, 1991). This research focuses on presenting a new meaning that is mixed with the meaning of the basic form. Data in the form of compound words that have mixed meanings in the basic form are found more commonly in the novel than in other compound words. Compound word data is then categorized based on its constituent components according to Poedjosoedarmo (1984). After dividing into word subclasses, compound words are analyzed based on the relationship between the components forming compound words with phrases and clauses. Furthermore, compound words are analyzed for differences in the word class order of the forming components and their lexical meanings with phrases and clauses according to Wedhawati (2006). The findings from this study are that compound words have new meanings, and these new meanings still show a connection with the meanings of their constituent components. Unlike the case with phrases and clauses, their formation results are based on the lexical meaning of the constituent components. In addition, verb-noun patterns were found in compound words that differed from phrases and clauses. Phrases and clauses generally form noun-verb patterns. Finally, compound words with adjective-verb patterns differ from the rules of Javanese phrases and clauses. These differences make compound words have different characteristics from phrases and clauses."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Dwita Elkarima
"Sinonimi adalah hubungan antarkata yang bermakna mirip. Penelitian ini membahas mengenai sinonimi dua adjektiva bahasa Jepang, yaitu kirei (綺麗) dan suteki (素敵). Meskipun memiliki beberapa padanan kata yang berbeda dalam bahasa Indonesia, para pemelajar asing yang belum terbiasa dengan penggunaan bahasa Jepang cukup kesulitan membedakan penggunaan kedua kata tersebut dalam kalimat. Oleh karena itu, penulis berfokus dalam menjelaskan kemiripan dan perbedaan maknanya serta mencermati potensi substitusi kedua kata tersebut. Dalam penelitian ini, lirik lagu digunakan sebagai data dan dianalisis menggunakan analisis komponen makna Nida dan normalitas relatif Cruse. Penelitian ini berbasiskan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode kuesioner dan wawancara sebagai instrumen pendukung analisis. Berdasarkan hasil analisis terhadap dua belas data, kata kirei (綺麗) dan suteki (素敵) memiliki kesamaan makna ‘keindahan yang enak dipandang’ dan juga perbedaan komponen maknanya yang dikelompokkan berdasarkan: (i) kata yang berkolokasi, (ii) penuansaan, dan (iii) sifat makna.

Synonymy is a relation of words that have similarity in meaning. This study discusses the synonymy of two Japanese adjectival nouns, kirei (綺麗) and suteki (素敵). Both are quite difficult to be distinguished the difference of using in sentences especially for foreign students who are not familiar with Japanese even though there are several word equivalents for both words in English. Therefore, this study focuses on explaining the similarities and differences in their meanings and the potential for their substitution. In this study, Japanese song lyrics is used as the data, and the data is analyzed using Nida’s componential analysis theory and Cruse’s relative normality concept. This study is based on qualitative research that using the questionnaire and interview methods to support the analysis. Based on the results of the analysis of twelve data, the words kirei (綺麗) and suteki (素敵) have the same component of ‘lovely’ and also different components which can be divided based on: (i) collocation, (ii) nuances, and (iii) meaning characters."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harimurti Kridalaksana, 1939-
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992
499.221 5 HAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harimurti Kridalaksana, 1939-
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1989
499.221 5 HAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Erdefi Rakun
"ABSTRAK
SIBI merupakan bahasa isyarat resmi bagi penyandang tunarungu di Indonesia. Dalam pembentukan isyarat, SIBI mengikuti aturan tata bahasa Indonesia. Untuk membentuk isyarat kata berimbuhan, maka isyarat imbuhan awalan, akhiran dan partikel ditambahkan ke isyarat kata dasar. Karena banyak isyarat SIBI merupakan isyarat kata berimbuhan dan belum ada penelitian tentang kata tersebut, maka penelitian ini fokus pada membangun sistem penerjemah kata berimbuhan SIBI ke teks. Gerakan isyarat ditangkap oleh kamera Kinect yang menghasilkan data color, depth dan skeleton. Data Kinect ini diolah menjadi fitur yang dipakai oleh model untuk mengenali gerakan. Sistem penerjemah memerlukan teknik ekstraksi fitur, yang dapat menghasilkan sebuah feature vector set dengan ukuran yang minimal. Penelitian ini berusaha untuk dapat memisahkan isyarat imbuhan dan kata dasar pada isyarat kata berimbuhan. Dengan kemampuan ini, sistem penerjemah menghasilkan 3 feature vector set: kata dasar, awalan dan akhiran. Tanpa pemisahan, feature vector set yang harus disediakan adalah sebanyak perkalian cartesian dari ketiga feature vector set tersebut. Perkalian ketiga set ini tentunya akan menghasilkan feature vector set total yang berukuran sangat besar. Model yang dicoba pada penelitian ini adalah Conditional Random Fields, Hidden Markov Model, Long Short-Term Memory Neural Networks LSTM dan Gated Recurrent Unit. Akurasi yang terbaik yang dicapai oleh untuk LSTM 2-layer 77.04 . Keunggulan dari LSTM terletak pada inputnya yang berupa sequence-of-frames dan setiap frame direpresentasi oleh fitur lengkap, bukan fitur hasil clustering. Model sequence-of-frames lebih cocok untuk SIBI, karena gerakan isyarat SIBI memiliki long-term temporal dependencies. Error hasil prediksi banyak terjadi pada kelompok awalan dan akhiran. Hal ini karena miripnya gerakan pada isyarat-isyarat imbuhan SIBI tersebut. LSTM 2-layer yang dipakai untuk mengenali kata dasar saja memberikan akurasi yang tertinggi 95.4 .

ABSTRACT
SIBI is the official sign language system for the Indonesian language. The formation of SIBI gestures follow Indonesian grammar rules, including inflectional words. Inflectional words are root words with prefixes, infixes, and suffixes, or a mix of the three. Inflectional gestures are made from root word gestures, with prefix, suffix and particle gestures added in the order in which they appear, all of which is unique to SIBI. This research aims to find a suitable model that can quickly and reliably perform SIBI to text translation on inflectional word gestures. The hand movement of the signer is captured by a Kinect camera. The Kinect data was then processed to yield features for the models to use recognize the gestures. Extant research have been able to translate the alphabet, root words, and numbers from SIBI to text, but none has been able to translate SIBI inflectional word gestures. In order for the translation system to work as efficiently as possible, this research developed a new method that splits an inflectional word into three feature vector sets root, prefix, suffix . This ensures that a minimally descriptive feature sets are used. Without using this, the feature sets would otherwise be as big as the Cartesian product of the prefixes, suffixes and root words feature sets of the inflectional word gestures. Four types of machine learning models were tested Conditional Random Fields, Hidden Markov Model, Long Short Term Memory Net, dan Gated Recurrent Unit. The 2 layer LSTM, with an accuracy of 77.04 , has been proven to be the most suitable. This model 39 s performance is due to the fact that it can take entire sequences as input and doesn 39 t rely on pre clustered per frame data. The 2 layer LSTM performed the best, being 95.4 accurate with root words. The lower accuracy with inflectional words is due to difficulties in recognizing prefix and suffix gestures."
2016
D2244
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>