Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189793 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmi Intan Jeyhan
"ABSTRAK
Banyaknya jumlah undang-undang yang diputus inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi mengindikasikan adanya permasalahan dalam pembentukan undang-undang di Indonesia. Tidak terdapat suatu mekanisme yang secara khusus ditujukan untuk menguji apakah suatu rancangan undang-undang sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Salah satu diskursus yang mengemuka untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah penerapan constitutional preview rancangan undang-undang. Skripsi ini meneliti mengenai urgensi penerapan constitutional preview rancangan undang-undang di Indonesia serta alternatif mekanismenya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder yang dilihat dengan pendekatan konseptual, pendekatan perundang-undangan, serta pendekatan komparatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa urgensi penerapan constitutional preview rancangan undang-undang di Indonesia ditunjukkan dengan adanya kelemahan constitutional review di Indonesia yang dapat diatasi dengan penerapan constitutional preview rancangan undang-undang. Constitutional preview rancangan undang-undang merupakan bentuk pencegahan pengundangan rancangan undang-undang yang inkonstitusional, upaya optimalisasi penegakan supremasi konstitusi, serta upaya optimalisasi perlindungan hak dan kewenangan konstitusional. Alternatif mekanisme penerapannya mencakup lembaga penguji yakni Mahkamah Konstitusi, Dewan Perwakilan Rakyat, atau Majelis Permusyawaratan Rakyat; pemohon yakni presiden, Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Daerah, serta perorangan Warga Negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum, dan lembaga negara; waktu pengujian yakni pada tahap pembahasan atau antara tahap pembahasan dengan tahap pengesahan dalam pembentukan undang-undang.

ABSTRAK
The large number of acts that were declared unconstitutional by the Constitutional Court MK indicated that there were problems in the formulation of acts in Indonesia. There is no mechanism specifically aimed at reviewing whether a bill is coherence with the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia UUD NRI 1945 . One of the leading discourses is the application of constitutional preview of bill. This thesis examines the urgency of constitutional preview of bill in Indonesia and the alternative mechanisms for its application. The method used in this research is juridical normative using secondary data viewed with conceptual approach, statute approach, and comparative approach. The result of this research shows that the urgency of constitutional preview of bill in Indonesia is indicated by the weakness of constitutional review in Indonesia which can be overcome by the application of constitutional preview of bill. It is a prevention of the unconstitutional bill promulgation, the step to strengthen the supremacy of constitution, and the step to optimize the constitutional rights and authorities protection. Alternative mechanisms of its application include the examining institution, namely the Constitutional Court MK , House of Representatives DPR , or People rsquo s Consultative Assembly MPR the applicants, namely the president, the House of Representatives DPR and the Regional Representative Council DPD , as well as Indonesian Citizen, indigenous peoples, legal entity, and state institution and the review time that is at the discussion phase or in between phase of discussion with the phase of signing of the bill. "
2017
S69590
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafli Fadilah Achmad
"Pengujian undang-undang merupakan kewenangan yang paling dominan terjadi di Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi hingga empat belas tahun Mahkamah Konstitusi dibentuk belum ada ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai batas waktu penyelesaiannya. Tesis ini membahas sekaligus merumuskan urgensi batas waktu penyelesaian pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang disempurnakan dengan perbandingan lima negara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa telah terjadi standar ganda antara batas waktu pengujian undang-undang dengan sengketa yang lain dimana sengketa pembubaran partai politik, perselisihan hasil pemilihan umum dan impeachment memiliki batas waktu penyelesaian sedangkan pengujian undang-undang yang notabenenya adalah kewenangan dominan dari Mahkamah Konstitusi justru tidak memiliki batas waktu penyelesaiannya.Selain itu ketiadaan batas waktu penyelesaian juga terbukti menciptakan suatu kondisi yang dinamakan justice delayed is justice denied, dimana baik Pemohon, Masyarakat dan Mahkamah Agung tidak mengetahui kepastian waktu tentang putusan pengujian undang-undang akan memiliki kekuatan hukum tetap. Kasus korupsi mantan Hakim Konstitusi berinisial "PA" juga menjadi studi dalam penelitian ini yang membuktikan bahwa ketiadaan batas waktu menciptakan ruang negosiasi antara para pihak dan oknum pengadilan untuk melakukan tindakan koruptif. Maka dari itu perlu adanya upaya untuk merevisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan menambahkan tiga formulasi batas waktu penyelesaian pengujian undang-undang dalam suatu rumusan norma. Ketiga rumusan tersebut adalah batas waktu pengujian undang-undang yang bersifat kerugian potensial terhadap peristiwa konkret, batas waktu penyelesaian terhadap PERPU, dan batas waktu secara umum. Apabila Mahkamah Konstitusi memutus lebih dari waktu yang telah ditentukan maka terdapat konsekuensi hukum yang harus dilakukan berupa melakukan notifikasi dan penjelasan yang rasional kepada Pemohon dan Masyarakat.

Judicial Review represents the most dominant authority at the Constitutional Court. However, it has been fourteen years since the establishment of the Constitutional Court and the regulation to specifically determine a definite deadline for case resolution has yet to be issued. This theses discusses and also formulate the urgency to establish case resolution deadline for judicial review at the Constitutional Court of the Republic of Indonesia. The research method applied utilizes normative research method improvised with comparative study from three countries. Research results revealed signs of double standards between the deadlines for judicial review with other judicial disputes, whereas political party dissolution dispute, general election results dispute and impeachment presented definite deadline for case resolution while judicial review which supposedly represents the domain jurisdiction of the Constitutional Court fails to submit any deadline for case resolution. In alternative, that the vacuum in such deadline has generated the condition known as "justice delayed is justice denied", in which the Applicant, Public and the Supreme Court is shrouded concerning the definite deadline for the judicial review, to interpret any legal binding effect out of it. The corruption case of "PA" as former Constitutional Court was also investigated in this research as an evidence that the vacuum in the deadline has in turn created a negotiation room between parties and court officials to conduct corruptive actions. As such, the necessity to revised the Law on Constitutional Court is of paramount importance by adding three formula on deadline for case resolution within a normative framework. Those three formulations constitutes deadline in judicial review for laws with potential laws in nature to concrete events, deadline in judicial review to PERPU, and general deadline. In the event that the Constitutional Court issued a decision for such case beyond the agreed deadline, then such act will trigger mandatory legal consequences comprised of issuing notification and rational reasoning to the Applicant and Public at large.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Banyaknya permohonan uji materiil terhadap undang-undang sebagai produk legislasi DPR dan Presiden di Mahkamah Konstitusi, menandakan pembuatan undang-undang sebagai salah satu produk hukum di Indonesia saat ini oleh banyak pihak dipandang belum berhasil memenuhi harapan masyarakat. Kontras, dengan konsekuensi sudah ratusan pasal yang dibatalkan oleh MK sejak berdirinya itu menandakan begitu buruknya pembuatan undang-undang selama ini. Salah satu penyebabnya adalah kelemahan untuk meneliti dengan cermat agar draf- draf undang-undang tersebut sesuai dengan konstitusi dan harapan masyarakat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ingin mengkaji dan mengembangkan suatu mekanisme check list guna memastikan bahwa tiap proses pembuatan undang- undang sesuai dengan konstitusi yang berlaku dan harapan masyarakat. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan memakai pendekatan perundang-undangan, konseptual dan historis. Dari hasil penelitian mengetengahkan sebuah mekanisme tambahan bagi MK untuk memverivikasi nilai konstitusionalitas suatu rancangan undang-undang."
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Joko Puruitomo
"Pada tahun 2013, terdapat sebuah kasus mengenai mekanisme pengangkatan hakim konstitusi oleh Presiden. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa peraturan perundang-undangan yang paling sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945, serta mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang secara praktik dapat diterapkan di Indonesia. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi pustaka yang dilengkapi dengan wawancara terhadap narasumber. Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945 adalah UU Nomor 24 Tahun 2003 dan UU Nomor 8 Tahun 2011. Sifat transparan dan partisipatif juga sangat menentukan mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang diterima di masyarakat Indonesia.

In 2013, there is a case regarding the constitutional judges appointing mechanism by the President of Indonesia. This research is focused on analyzing the regulations according to Article 24C Constitution of Indonesia, and the most applicable mechanism on appointing a constitutional judge. The method that is used for this research are literature studies and interview with the informants. Through this research, it can be ascertained that regulations according to Article 24C Constitution of Indonesia are Law Number 24 Year 2003 and Law Number 8 Year 2011. Transparancy and participative mechanism are needed to be applied on appointing constitutional judge that can be accepted by the citizens of Indonesia.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55607
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Demadevina
"[ABSTRAK
Skripsi ini membahas dua permasalahan: alasan mengapa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu memiliki kewenangan untuk mengadili perkara pengaduan konstitusional; dan bagaimana seharusnya mengatur penambahan kewenangan tersebut. Hasil penelitian ini adalah: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu mendapatkan kewenangan ini demi menjalankan prinsip negara hukum yang dianut Republik Indonesia, melindungi Hak Asasi Manusia, menegakkan supremasi konstitusi, menjalankan checks and balances, memenuhi esensi pendirian mahkamah konstitusi di dunia, menjalankan fungsi pengujian konstitusional secara utuh, dan secara empiris banyak kasus yang bersubstansi pengaduan konstitusional sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia; dan penambahan kewenangan tersebut hanya bisa dilakukan dengan amandemen undang-undang dasar.

ABSTRACT
, This thesis mainly discusses two problems: the urgency of giving the
jurisdiction for constitutional court of Republic of Indonesia over constitutional
complaint; and how the jurisdiction is supposedly given. This thesis concludes
that: constitutional court should have jurisdiction over constitutional complaint in
order to implement the principles of ‘rule of law’, protect human rights, uphold
the supremacy of constitution, maintain checks and balances function, fulfill the
essence of establishing constitutional court, and completely implement the
function of constitutional review, and empirically there has been many cases in
constitutional court of Republic of Indonesia that contain constitutional complaint
substance; and the only way to give the jurisdiction to constitutional court of
Republic of Indonesia is to amend the constitution.]
"
Universitas Indonesia, 2015
S57693
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Demadevina
"Skripsi ini membahas dua permasalahan: alasan mengapa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu memiliki kewenangan untuk mengadili perkara pengaduan konstitusional; dan bagaimana seharusnya mengatur penambahan kewenangan tersebut. Hasil penelitian ini adalah: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu mendapatkan kewenangan ini demi menjalankan prinsip negara hukum yang dianut Republik Indonesia, melindungi Hak Asasi Manusia, menegakkan supremasi konstitusi, menjalankan checks and balances, memenuhi esensi pendirian mahkamah konstitusi di dunia, menjalankan fungsi pengujian konstitusional secara utuh, dan secara empiris banyak kasus yang bersubstansi pengaduan konstitusional sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia; dan penambahan kewenangan tersebut hanya bisa dilakukan dengan amandemen undang-undang dasar.

This thesis mainly discusses two problems: the urgency of giving the jurisdiction for constitutional court of Republic of Indonesia over constitutional complaint; and how the jurisdiction is supposedly given. This thesis concludes that: constitutional court should have jurisdiction over constitutional complaint in order to implement the principles of ‘rule of law’, protect human rights, uphold the supremacy of constitution, maintain checks and balances function, fulfill the essence of establishing constitutional court, and completely implement the function of constitutional review, and empirically there has been many cases in constitutional court of Republic of Indonesia that contain constitutional complaint substance; and the only way to give the jurisdiction to constitutional court of Republic of Indonesia is to amend the constitution.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58266
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mischa Giani Annastasia
"Inovasi dan adopsi teknologi telah memberikan banyak manfaat dalam meraih efektivitas dan efisiensi ekonomi. Di sisi lain, pelanggaran terhadap persaingan usaha yang sehat kian muncul pada struktur pasar, termasuk pasar digital yang bercirikan multi-sided market. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat belum mengatur secara spesifik mengenai hal-hal terkait potensi persaingan usaha tidak sehat pada platform digital. Padahal, inovasi bisnis di era digital memiliki perbedaan yang signifikan dengan era konvensional sehingga perlakuan terhadap pelanggaran persaingan usaha berbasis digital tidak dapat disamakan dengan pelanggaran yang sifatnya konvensional. Komisi Pengawas Persaingan Usaha harus dapat bertindak secara tegas dan tepat sasaran dalam menegakkan hukum persaingan usaha di era ekonomi digital. Oleh karena itu, sudah selayaknya dilakukan reformasi terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Hal yang menjadi urgensi adalah melakukan perluasan definisi pelaku usaha, penentuan yurisdiksi Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang ekstrateritorial, serta pengadaptasian norma dengan kemajuan teknologi. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sudah seharusnya mempertimbangkan kepentingan pelaku usaha. Jika peninjauan ulang tidak segera dilakukan, tantangan yang ada akan semakin melucuti kesehatan iklim usaha Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan meneliti sejauh mana Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat menjawab permasalahan yang ada serta relevan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung. Kemudian, melalui pendekatan perundang- undangan dan kasus di berbagai negara, khususnya Australia dan Taiwan, tulisan ini akan menganalisis bagaimana sebaiknya pengaturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 demi menciptakan persaingan usaha yang sehat di era ekonomi digital.

Innovations and adoptions of technology have provided many benefits in achieving economic effectiveness and efficiencies. On the other hand, violations of fair business competition are increasingly appearing in market structures, including the digital market. Law Number 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition has not specifically regulated matters related to potential unfair business competition on digital platforms. While in fact, business innovation in the digital era has significant differences from the conventional era so treatments to digital-based business competition violations cannot be equated with conventional ones. The Business Competition Supervisory Commission must be able to act decisively and precisely in enforcing competition law in the digital economy era. Therefore, it is appropriate to carry out reforms to Law Number 5 of 1999. The urgency is to expand the definition of business actors, determine the extraterritorial jurisdiction of the Business Competition Supervisory Commission, and adapt norms to technological advances. Law Number 5 of 1999 should consider the interests of business actors. If the review is not carried out immediately, the challenges will further disarm the health of Indonesia’s business climate. By using normative juridical research methods, this paper will examine the extent to which Law Number 5 of 1999 can answer existing problems and is relevant to the current situation and conditions. Then, through the statute and case approach in various countries, specifically Australia and Taiwan, this paper will analyze how it is better to regulate Law Number 5 of 1999 to create fair business competition in the digital economy era."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Heykal Djajadiningrat
"ABSTRAK
Dalam hal ihwal negara dalam keadaan kegentingan yang memaksa, Pasal 22 UUD 1945 memberikan hak kepada Presiden untuk menetapkan Perppu. Namun timbul problema hukum mengenai siapakah yang menentukan kapan terjadinya “hal ihwal kegentingan yang memaksa” tersebut, dan siapa yang menentukan keadaan seperti apakah kondisi kegentingan yang memaksa telah terpenuhi, sehingga Presiden menjadi berhak menetapkan Perppu. Penelitian ini bertujuan menjawab dua pertanyaan, yaitu: (i) bagaimana pengaturan Perppu dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (ii) bagaimana kesesuaian antara Putusan Mahkmah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 terhadap UUD 1945. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder atau data kepustakaan terkait dengan kegentingan yang memaksa, Perppu, kewenangan Presiden dan kewenangan DPR. Dari analisis dapat diketahui, pertama, syarat hal ikhwal kegentingan yang memaksa menurut Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 tidak boleh diidentikan dengan keadaan bahaya seperti dimaksud oleh Pasal 12 UUD 1945. Jika dianggap identik, justru akan timbul kesulitan karena Perppu hanya boleh ditetapkan dalam keadaan darurat saja. Kedua, Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian terhadap Perppu. UUD 1945 dan UU No. 24 Tahun 2003 tidak secara tegas mencantumkan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD.

ABSTRACT
In the conditions of pressing crisis, Article 22 Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 entitles the President to establish government regulations in lieu of laws or (Perppu). However, legal problems arise regarding who decides what the "conditions in pressing crisis" is, and who determines the conditions so that President is entitled to assign Perppu. This study aims to answer two questions, namely : (i) how Government Regulation is referred in the Constitution and the prevailing legislation (ii) the conformity between the Constitutional Court Verdict Number 138/PUU-VII/2009 against Constitution. The method used in this study is normative research using secondary data or literature data associated with conditions in pressing crisis, Government Regulation, the authorities of President and Parliament. Analysis shows, firstly, requirement of conditions in pressing crisis according to Article 22 paragraph (1) of Constitution should not be identified with the state of emergency as defined by Article 12 of Constitution. If it is considered identical, there will be a problem because Government Regulation should only be applied in emergencies only. Secondly, the Constitutional Court Verdict No. 138/PUU-VII/2009 is contrary to the Constitution. The Constitutional Court does not have the authority to conduct judicial review of Government Regulation. The Constitution and Act Number 24 of 2003 does not expressly include the authority of the Constitutional Court to conduct judicial review against the Constitution."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan telah menjadi tonggak sejarah lahirnya perbankan umum dengan menggunakan prinsip syariah dalam sistem operasionalisasinya...."
JHB 20 (2002)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Ainul Yaqin
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang gagasan pelembagaan constitutional question di Indonesia melalui perluasan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan menyertakan pula pendekatan perbandingan di negara-negara yang telah mengadopsi lembaga constitutional question. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa lembaga constitutional question itu dapat ditempatkan sebagai bagian dari kewenangan pengujian konstitusional yang telah dimiliki Mahkamah Konstitusi berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat 1 UUD 1945. Selain itu hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa terdapat kebutuhan atau urgensi, baik dari segi teori maupun praktek untuk melembagakan mekanisme constitutional question di Mahkamah Konstitusi. Oleh sebab itu pada bagian akhir penelitian ini dikemukakan suatu kesimpulan dan rekomendasi bahwa lembaga constitutional question ini sangat perlu dan sangat prospektif untuk segera diterapkan di Indonesia. Caranya cukup dengan melakukan perubahan terhadap undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi dengan mengatur dan memasukan mekanisme constitutional question ini ke dalam undang-undang yang dimaksud, tanpa harus mengadakan perubahan terhadap UUD 1945.

ABSTRACT
This thesis will discuss the concept of constitutional question institutionalization in Indonesia by expanding the Constitutional Court s constitutional review authority against the Constitution. The method used in this research is juridical normative, which includes a comparative approach within countries that have adopted the constitutional question institution. The research shows that the constitutional question institution can be placed as part of the Constitutional Court s constitutional review method based on Article 24C 1 1945 Constitution. Moreover, the research also shows that there is a need or urgency, in both theory and practice, to institutionalize the constitutional question mechanism in the Constitutional Court. Therefore, this research concludes that the constitutional question is inevitable, and that is recommended to be immediately adopted in Indonesia. One of the possible methods to implement the mechanism is through the Constitutional Court law revision, which includes the constitutional question mechanism, without amending the Constitution. "
2017
T47518
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>