Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178660 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raden Roro Dwi Setyani Hanindita
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas tiga permasalahan. Pertama mengenai bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana anak terhadap cyberbullying terhadap sesama anak, yang didahului dengan penjelasan mengenai pasal-pasal pada peraturan perundang-undangan pidana di Indonesia dan berdasarkan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Kedua adalah mengenai upaya preventif dan represif yang dapat dilakukan di Indonesia dalam rangka perlindungan anak. Ketiga mengenai penegakan hukum, permasalahan, dan solusi dengan negara Filipina, Australia, dan Finlandia sebagai pembanding dengan kondisi di Indonesia. Penggunaan metode penelitian ini melalui studi kepustakaan yang dipadu dengan penelitian lapangan melalui wawancara untuk memberikan paparan mengenai pertanggungjawaban pidana dan perlindungan anak dalam cyberbullying. Pertanggungjawaban pidana yang berlaku adalah sanksi hukuman atau tindakan untuk anak. Selain itu analisis pertanggungjawaban pidana anak berpedoman pada prinsip-prinsip perlindungan anak. Selanjutnya, perbandingan dengan Filipina, Australia, dan Finlandia terhadap kondisi di Indonesia dapat dijadikan rekomendasi untuk bisa diterapkan di Indonesia dalam rangka perlindungan anak dalam cyberbullying. Dari paparan tersebut kemudian dapat ditermukan kekurangan dalam upaya perlindungan anak beserta solusi untuk kedepannya.

ABSTRACT
This thesis mainly discusses about three problems. The first is about child criminal liability towards cyber bullying against fellow children, which is preceded by an explanation of the articles on the rules of Criminal law in Indonesia and based on Juvenile Justice Children Act. Secondly, is about preventive and repressive efforts that can be done in Indonesia in the framework of child protection. The Third, concern about Law enforcement, problems, also solutions in Philippines, Australia, and Finland as a comparison with the condition in Indonesia. By using literature research method combined with field research method through interview to give exposure about criminal liability is by punishment or actions sanction for children, but the imprisonment is the last resort ultimum remidium for children. In addition, the criminal liability of children analysis remains guided by four principles of child protection. Furthermore, in comparison with the Philippines, Australia, and Finland to the conditions in Indonesia can be made a recommendations to be applied in Indonesia in the context of the child protection efforts along with the solutions for the future. "
2017
S69708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riski Bagus Purwanto
"Perkembangan Internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-hal yang positif. Salah satu hal negatif yang merupakan efek sampingan atau memang menjadi tujuan, antara lain adalah kejahatan di dunia cyber atau disebut kejahatan mayantara (cyber crime). Dihadapkan dengan sistem hukum pidana di Indonesia, ada satu pertanyaan penting yang dapat diajukan. Apakah sistem hukum pidana ataupun perundang-undangan yang ada, sudah dapat menjangkau bentuk-bentuk kejahatan cyber crime. Untuk menjawab hal tersebut dilakukan dilakukan penelitian bersifat deskriptif, dengan metode penelitian hukum normatif. Berdasarkan penelitian ini disimpulkan penanggulangan kejahatan mayantara/cyber crime di Indonesia harus dilakukan dengan upaya penal yaitu dengan menggunakan sarana hukum dan sanksi pidana dan upaya non penal (tanpa menggunakan sanksi pidana). Meskipun secara substansial Indonesia belum memiliki undang-undang khusus tentang kejahatan mayantara/cyfter crime. berbagai undang-undang yang sudah ada, telah difungsikan untuk menanggulangi bentuk-bentuk kejahatan mayantara/cyher crime Terhadap kejahatan cyber crime ini, hukum pidana Indonesia, telah difungsionalisasikan dalam menindak para pelaku kejahatan mayantara Selanjutnya, terkait dengan Locus delicti (tempat terjadinya tindak pidana) kaitannya dengan aspek yurisdiksi kejahatan mayantara, masih menimbulkan permasalahan, karena hukum pidana Indonesia belum dapat menjangkau yuridiksi kejahatan mayantara yang dilakukan di luar wilayah Indonesia. Kedepan, sebaiknya penanggulangan dan penegakan hukum terhadap kejahatan mayantara pertama-tama harus dilakukan dengan menggunakan sarana penal. Untuk itu perlu diatur rumusan tindak pidana yang khusus mengatur mengenai bentuk-bentuk kejahatan mayantara/cyber crime dengan unsur-unsur tindak pidana yang lebih jelas dengan sanksi yang proporsional. Lebih lanjut, hal ini perlu didukung kesamaan persepsi dari aparat penegak hukum dalam memandang kejahatan mayantara. Selanjutnya, perlu dirumuskan di dalam RUU KUHP, tentang locus delicti (tempat terjadinya tindak pidana) dalam kaitannya dengan yurisdiksi yang berkaitan dengan kejahatan mayantara/cyber crime khususnya perlu diperluas rumusan mengenai tempat terjadinya tindak pidana.

Although cyber world has grown fast nowadays, we should consider its bad effect, one of the examples is called cyber crime. Related to the penal code in Indonesia, a question can be asked, has the penal code or the regulations in Indonesia reached out the cyber crime. To answer that question, a descriptive study has been done using a nonn law method. The result of the study is that penal remedy, using legal facility and penal sanction and non penal remedy (without penal sanction), should be used to cope with the cyber crime in Indonesia. Even though Indonesia has no specific regulations about the cyber crime substantially, there are some regulations which are functioned to cope with the cyber crime and also the criminal. Related to Locus delicti, Indonesian law still has some problems about the cyber crime happens outside the Indonesia regional. In the future, it is recommended that the law enforcement use a penal remedy. Therefore, it is necessary to have a formula related to forms of cyber crime with the penal substance and the sanction which is proportional. Moreover, locus delicti should be incorporated in RUU KUHP concerning jurisdiction in cyber crime, especially an extended formula about the Locus delicti itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26071
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Azalea Adinakiran
"Perkembangan yang terjadi secara pesat pada inovasi atau penemuan dalam bidang teknologi saat ini memberikan pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Seiringan dengan perkembangan tersebut, kemudian timbul suatu potensi buruk berupa kejahatan siber yang mengintai para pengguna internet. Kejahatan siber mampu terjadi akibat informasi digital yang tersebar dengan mudah dan terbukanya akses terhadap informasi tersebut. Maka dari itu, perlu dilakukan perlindungan terhadap informasi digital yang terdapat pada internet, khususnya terhadap ciptaan yang mengandung hak cipta melalui peraturan perundang-undangan. Sayangnya, saat ini Indonesia masih belum memberikan perlindungan secara maksimal terhadap hak cipta dari ciptaan digital. Berkaca dengan pengaturan yang terdapat di Amerika Serikat, Indonesia seharusnya memiliki pengaturan terperinci mengenai Sarana Kontrol Teknologi yang mampu dimanfaatkan untuk memberikan perlindungan terhadap ciptaan digital dari ancaman kejahatan siber. Untuk menganalisis permasalahan ini, penulis meneliti dengan menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif sekaligus melakukan perbandingan dengan penerapan hukum di Amerika Serikat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasanya ciptaan digital yang mampu dilindungi hak ciptanya adalah hak cipta terkait konten yang terdapat pada media internet dan hak cipta terkait dengan gambar, nama situs web, dan e-mail dari pengguna internet, walaupun dalam penerapannya terdapat doktrin Fair Use yang membatasi penerapan perlindungan hak cipta. Berkaitan dengan pengaturan Sarana Kontrol Teknologi di Indonesia, saat ini seluruhnya telah diatur dalam Pasal 52 dan 53 Undang-Undang Hak Cipta mengenai larangan yang diberikan kepada pengguna dari Sarana Kontrol Teknologi. Pelaksanaan Sarana Kontrol Teknologi di Indonesia masih dikatakan belum berjalan secara maksimal karena belum tertuju secara langsung pada pihak yang bersangkutan. Hal ini dapat diselesaikan dengan menyelaraskan pengaturan dalam Sarana Kontrol Teknologi dengan Creative Commons License sekaligus mengedepankan doktrin Fair Use.

Developments that occur rapidly in innovation or invention in the field of technology today have a very big influence on human life. Along with these developments, then a bad potential arises in the form of cybercrime that stalks internet users. Cybercrime can occur due to digital information that spreads easily and opens access to that information. Therefore, it is necessary to protect digital information found on the internet, especially works that contain copyright through laws and regulations. Unfortunately, Indonesia still does not provide maximum protection for the copyrights of digital creations. Reflecting on the regulations in the United States, Indonesia should have detailed regulations regarding Technological Protection Measures that can be utilized to protect digital creations from cybercrime threats. To analyze this problem, the author examined using normative juridical law research methods as well as make comparisons with the application of law in the United States. The results of this study indicate that digital creations that can be copyrighted are copyrights related to content found on internet media and copyrights related to images, website names, and e-mails from internet users, although in practice there is a Fair Use doctrine that limits application of copyright protection. Regarding the regulation of Technological Protection Measures in Indonesia, currently, all of them are regulated in Articles 52 and 53 of the Copyright Law regarding the prohibitions given to users of Technological Protection Measures. The implementation of Technological Protection Measures in Indonesia is still said to have not run optimally because it has not been directed directly at the parties concerned. This can be solved by aligning the provisions in the Technological Protection Measures with the Creative Commons License while prioritizing the Fair Use doctrine."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugraeni Galuh Yuniar
"ABSTRAK
Satu dari tiga anak di dunia mengalami perundungan yang disebabkan oleh faktor individu, teman sebaya, lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian perundungan pada anak usia sekolah di Kota Depok. Desain penelitian ini menggunakan studi cross-sectional yang melibatkan 425 anak usia sekolah di sebelas sekolah dasar negeri di Kota Depok dipilih secara acak sederhana. Instrumen penelitian yang digunakan merupakan modifikasi dari kuesioner penelitian sebelumnya. Analisis data menggunakan uji korelasi Eta, Spearman, dan Koefisien Kontingensi. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara usia Eta rsquo;s value=0,235 , kelas p=0,000 , jenis kelamin p=0,000 , kepemilikan geng p=0,000 , dan respon guru terhadap perundungan p=0,041 dengan kejadian perundungan. Penampilan fisik anak tidak berhubungan dengan kejadian perundungan p=0,544 . Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara usia, kelas, jenis kelamin, kepemilikan geng, dan respon guru terhadap perundungan dengan kejadian perundungan pada anak usia sekolah di Kota Depok. Penelitian ini merekomendasikan upaya promotif dan preventif yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk meningkatkan kesadaran anak terhadap perundungan sehingga dapat mencegah terjadinya perundungan.

ABSTRACT
Factors Related to Bullying in School aged Children in Depok. One in three children in the world experience bullying caused by individual, peer group, school, family, and society factors. The purpose of this research was to determine the factors associated with incidence of bullying in school aged children in Depok. This research used cross sectional study design which involved 425 school aged children in eleven public primary schools in Depok selected using simple random sampling technique. Factors related to bullying was measured using modified questionnaire from the previous research. The analysis using Eta, Spearman, and Contingency Coefficient has shown that there was a correlation between age Eta rsquo s value 0,235 , class p 0,000 , gender p 0,000 , peer group p 0,000 , and teacher rsquo s response p 0,041 with bullying. The physical appearance had no correlation with bullying p 0,544 . The conclusion of this research is there is a correlation between age, class, gender, peer group, and teacher rsquo s response to bullying with the occurrence of bullying in school aged children in Depok. This research recommends to do promotive and preventive efforts conducted by school to increase children rsquo s awareness against bullying so as to prevent the occurrence. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ima Damayanti Mustopa
"Berdasarkan laporan hasil monitoring Pusopskamsinas BSSN pada tahun 2020, Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara yang melakukan serangan tertinggi di dunia dan menempati posisi pertama sebagai negara yang menjadi tujuan sasaran kejahatan siber dari Indonesia. Dalam upaya membantu pemerintah dalam analisis mitigasi kejahatan siber, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tingkat pengangguran dan faktor sosial ekonomi lain terhadap kasus kejahatan siber berdasarkan wilayah-wilayah di Indonesia dengan menggunakan metode Geographically Weighted Panel Regression (GWPR) dengan Within Transformation untuk tahun 2017-2020. Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang beragam mengenai pengaruh terhadap kejahatan siber pada masing-masing wilayah. Hasil menunjukkan karakteristik wilayah dengan kondisi ekonomi rendah signifikan mempengaruhi kejahatan siber dan cenderung bertindak sebagai pelaku. Analisis lebih jauh diperlukan untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih komprehensif.

Based on the monitoring reports of BSSN’s Pusopskamsinas in 2020, Indonesia is in the third position as the country with the highest number of crimes in the world and at the first position as a destination for cybercrime’s attackers from Indonesia. The aim of this research is to assist the government in cybercrime mitigation analysis, this study aims to analyse the impact of unemployment and other socioeconomic factors of cybercrime prevention based on regions in Indonesia using the Geographically Weighted Panel Regression (GWPR) method with Within Transformation for 2017-2020. Results shows that there are various differences regarding the impact on cybercrime in each region. The results show that the characteristics of areas with low economic conditions significantly affect cybercrime and tend to act as perpetrators. Further analysis is needed to obtain more comprehensive analysis results."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bestha Inatsan Ashila
"[Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemidanaan dan pertimbangkan hakim terhadap perkara anak yang menjadi kurir narkoba, beserta proses pembimbingan dan pembinaan anak yang menyertainya di Balai Pemasyarakatan (Bapas) Pusat dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang menjadi kurir narkoba dapat dijerat dengan Pasal 114 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sedangkan untuk pemidanaannya harus mengacu kepada Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam memutus perkara anak yang menjadi kurir narkoba, hakim mempertimbangkan pertimbangkan yuridis maupun non-yuridis, yaitu laporan Litmas, tuntutan Jaksa Penuntut Umum, kondisi diri terdakwa baik yang ditemukan didalam Litmas maupun dalam fakta persidangan, kedudukan terdakwa sebagai kurir, aspek pemidanaan, serta perundang-undangan. Peran Bapas Pusat dalam menangani perkara anak yang menjadi kurir narkoba dimulai sejak tahap pra-adjudikasi, tahap adjudikasi dan tahap post adjudikasi. Sementara pembinaan di Lapas Salemba tidak ada pengkhususan bagi anak yang menjadi kurir narkoba. Proses pembinaan terhadap anak kurir narkoba dilaksanakan sama seperti dalam perkara lain., The aims of this study is to find out the criminal prosecution and judges’ consideration on the case of children who become drug couriers, along with the following mentoring and development processes at the Central Penitentiary (Bapas) and Salemba Prison (Lapas). The results show that children who become drug couriers can be charged under Article 114 Law No. 35 of 2009 on Narcotics. Meanwhile, the criminal prosecution must refer to Law No. 11 of 2012 on Children Criminal Justice System. In deciding the case of children who become drug couriers, the judges make both judicial and non-judicial considerations; Litmas (Penitentiary Study) report, Public Prosecutors’ claims, defendants’ conditions both in Litmas and in trial facts, defendants’ positions as couriers, the criminal prosecution aspects, as well as the legislations. The Central Penitentiary (Bapas) roles in handling the case of children who become drug couriers start since the pre-adjudication stage, adjudication stage, and post-adjudication stage. On the other hand, for the development process at Salemba Prison (Lapas), there is no specialization for children who become drug couriers. The development process for children who become drug couriers is implemented in the same way as other cases.]"
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferny Melissa
"Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah memberikan jaminan terhadap hak anak yang berhadapan dengan hukum. Di dalam pemenuhan dan penjaminan atas hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum, telah di atur sebuah sistem berupa prinsip keadilan restoratif atau restorative justice yang merupakan upaya penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan di luar dari proses peradilan di persidangan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, telah diatur sebuah proses yang disebut diversi. Penulis ingin memberikan penjelasan dan melakukan penelitian sejauh mana peran Pembimbing Kemasyarakatan melakukan pendampingan dan pengawasan terhadap proses penyelesaian perkara pidana anak diterapkan berdasarkan Undang-undang SPPA yang memberikan jaminan kepastian hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
Penulis melihat bahwa di dalam praktiknya, masih banyak aparat penegak hukum yang masih terus berproses mempelajari upaya keadilan restoratif dan justru masih banyak orang atau masyarakat yang tidak tahu hak-hak anak di dalam sebuah proses hukum yang dijaminkan pada undang-undang tersebut. Oleh sebab itu, dengan adanya penguatan keberadaan Pembimbing Kemasyarakatan dinilai sangat penting di dalam menjamin hak-hak anak berhadapan dengan hukum.

The Bill Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System has provided guarantees for the rights of children in conflict with the law. In fulfilling and guaranteeing the rights of children in conflict with the law, a system has been set up in the form of the principle of restorative justice, which is a law enforcement effort in resolving cases that can be used as an instrument of recovery outside of the judicial process at trial. Based on this law, a process called diversion has been regulated. The author wants to provide an explanation and conduct research to what extent the role of Probation and Parole Officer in assisting and supervising the process of resolving children's criminal cases is implemented based on the SPPA Law which provides a guarantee of legal certainty for children in conflict with the law.
The author sees that in practice, there are still many law enforcement officers who are still in the process of studying restorative justice efforts and in fact there are still many people or communities who do not know about children's rights in the legal process guaranteed by this law. Therefore, strengthening the existence of Probation and Parole Officer is considered very important in ensuring children's rights in dealing with the law.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irhamni Ali
"ICT development has currently reached the level in which the components have become smaller with high speed performance and cheap cost. On line library or digital library can be referred to as a new information institution or as expansion of library service. However, behind the simplicity of digital library lies a danger that threats the integrity of digital library data and collection. Data stealing, vandalism, mutilation, and other threats are ready to attack anytime. Concerning this issue, librarians in the digital era need to be aware of cybercrime modes in digital library and their weak points in order to minimize them."
Jakarta: Pusat jasa Perpustakaan dan Informasi ( Perpustakaan Nasional RI), 2012
020 VIS 14:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasoit, Indah Kurniati
"Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian juga dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 (Selanjutnya disingkat dengan UU Perlindungan Anak) tentang Perlindungan Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak. Anak adalah tunas bangsa, ditangannyalah masa depan suatu bangsa ditentukan, oleh karena itu penanganan yang tepat kepada anak yang berhadapan dengan hukum merupakan suatu tindakan yang bijak untuk masa depan bangsa. Dengan diundangkannya UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang banyak mengutamakan kepentingan dan hak-hak anak anak yang berhadapan dengan hukum untuk dapat menata masa depannya dengan penuh semangat bahwa anak memperbaiki diri dan bisa meraih cita-citanya.

Children is God mandate which inside their self inherent their dignity as whole human beings. Every child have dignity which should be upheld and every child born should get their rights without asking the child. This is in accordance with the Convention on the Rights of the Child which ratified by Indonesian Government through a presidential decree number 36 year 1990, then also written in law number 4 year 1979 about children welfare and law number 23 year 2002 (hereinafter referred as UU on the protection of children) about protection of children which all suggests the general principles of the protection of children, namely non-discrimination, the best interests of the children, survival and growth, and appreciate the participation of children. Children is seed for a nation, in their hands the future of a nation is determined, therefore appropriate treatment to juvinile in faced with the law is a wise action for the future of the nation. The enactment of UU no.11 year 2012 about the juvinile criminal justice system, which have priority on interest of the child and children rights which faced with the law able to organize their future with oportunity that they can improve themselves and be able to achieve their goals."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36001
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ove Syaifudin Abdullah
"Secara konsep perlu adanya pembedaan antara subjek hukum anak dengan subjek hukum orang dewasa. Anak harus dianggap berbeda dengan orang dewasa karena anak tidak mengerti tolak ukur moral yang ada dimasyarakat. Anak-anak belum mengerti secara utuh atas kesalahan yang ia perbuatan, sehingga anak dipandang sebagai orang dewasa yang belum cakap, secara moral dan tidak memiliki kesalahan yang sama dengan orang dewasa. Penerapan dasar penghapus pidana pembelaan terpaksa di Indonesia tidak memiliki standar tertentu dalam menentukan apakah seorang subjek hukum yang melakukan perbuatan pembelaan diri tersebut telah dapat dikatakan wajar atau tidak. Untuk menentukan standar perbuatan pembelaan yang wajar perlu terpenuhinya asas subsidiaritas dan proporsionalitas. Penentuan standar tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pengetahuan dan kemampuan hakim dalam menilai perkara yang terjadi. Hakim dalam menilai pembelaan paksa yang dilakukan oleh anak haruslah menggunakan standar yang berbeda dengan orang dewasa yang melakukan pembelaan terpaksa. Melalui metode penelitian yuridis normatif, dengan pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan putusan pengadilan di Indonesia, penelitian ini berupaya menganalisis penerapan dasar pengahapus pidana pembelaan terpaksa terhadap subjek hukum anak di Indonesia dan diperbandinkan dengan konsep pembelaan paksa di Amerika Serikat. Hasil dari penilitian ini menunujukan bahwa terhadap perkara yang pembelaan terpaksa yang dilakukan oleh seorang anak dalam kasus di Indonesia. Apabila adanya rentang waktu antara serangan atau ancaman serangan terhadap diri anak tersebut, Majelis Hakim cenderung berpandangan bahwa anak dalam situasi tersebut, seharusnya dapat berfikir untuk melakukan upaya lain seperti menghindar ataupun melarikan diri. Sedangkan pada konsep pembelaan paksa di Amerika Serikat adanya rentang waktu antara serangan atau ancaman serangan terhadap diri anak itu, haruslah dipandang sebagai suatu tekanan psikologi, yang membuat Anak-anak ini terus-menerus mengkhawatirkan diri mereka. Oleh karena standar yang digunakan Amerika Serikat dalam mengukur perbuatan pada anak cukup didasarkan dengan adanya ketakutan dan/atau keyakinan atas serangan atau sncaman serangan yang akan segera terjadi terhadap dirinya.

Conceptually, there needs to be a distinction between children and adult legal subjects. Children must be considered different from adults cause they do not fully understand the mistakes they make, so children are seen as adults who are not yet capable, morally and do not have the same mistakes as adults. The application of Exclusion Criminal Punishment self defense in Indonesia does not have a certain standard. To determine the standard of reasonable defense, it is necessary to fulfill the principles of subsidiarity and proportionality. The determination of the standard is left entirely to the knowledge and ability of the judge in assessing the case. Judges in assessing forced defense committed by children must use different standards from adults who commit forced defense. Through the normative juridical research method, with data collection using literature study and court decisions in Indonesia, this research seeks to analyze the application of exclusion criminal punishment self defense against child legal subjects in Indonesia and compared with the concept of forced defense in the United States. The results of this research indicate that in cases of forced defense committed by a child in Indonesia. If there is a time span between attacks or threats of attacks against the child, the judges tend to think that the child in that situation should be able to think of making other efforts such as avoidance or escape. Whereas in the concept of forced defense in the United States, the time between attacks or threats of attacks on the child should be viewed as a psychological pressure, which makes these children constantly worry about themselves. Therefore, the standard used by the United States in measuring the actions of children is based on the fear and/or belief of an imminent attack or threat of attack against them."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>