Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88200 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indah Nurbaeti
"Keraton Kasepuhan memiliki multi fungsi, yaitu sebagai kediaman Sultan, cagar budaya yang dilindungi negara, dan destinasi wisata heritage. Pengembangan Keraton Kasepuhan sebagai wisata heritage dipengaruhi oleh modal sosial yang dimiliki keraton. Penelitian ini bertujuan untuk melihat modal sosial sebagai kekuatan yang dimiliki oleh Badan Pengelola Keraton Kasepuhan BPKK dalam pengembangan keraton sebagai wisata heritage. Modal sosial memenuhi kebutuhan Keraton Kasepuhan sebagai tourism asset. Melalui pendekatan kualitatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk modal sosial yang dimiliki Keraton Kasepuhan mencakup jaringan, norma, dan kepercayaan baik dalam lingkup internal maupun eksternal yang memfasilitasi timbulnya koordinasi dan kerja sama dalam perolehan manfaat bersama. Hal penting yang tidak dapat dipisahkan dari bentuk modal sosial ialah dua aktor yang menjalankan modal sosial tersebut yakni Sultan Sepuh dan Abdi Dalem. Kepemimpinan Sultan Sepuh menjadi penentu dalam menciptakan hubungan jaringan sosial, kepercayaan, serta norma sedangkan kesetiaan abdi dalem dalam mengabdi mampu menjalankan perannya dalam pengembangan Keraton Kasepuhan sebagai wisata heritage.

Keraton Kasepuhan has multiple functions namely as the residence of the Sultan, state protected cultural heritage, and heritage tourism destinations. The development of Keraton Kasepuhan as a heritage tourism is influenced by social capital that owned by the palace itself. This study aims to look at social capital as the strength of the Badan Pengelola Keraton Kasepuhan BPKK in the development of the palace as heritage tourism. Social capital meets the needs of Keraton Kesepuhan as a tourism asset. Through a qualitative approach, the results showed that the forms of social capital that owned by Keraton Kasepuhan include networks, norms, and trust that facilitate the emergence of coordination and cooperation in the acquisition of mutual benefit. One of the essential things which cannot be seperated from the forms of social capital is the two actors who run the social capital, Sultan and Abdi Dalem palace servant . Sultan became a decisive leadership in creating a social network relationships, trust, and norms while the faithfulness of Abdi Dalem in serving was able to fulfill their role in the development Keraton Kasepuhan as heritage tourism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S70036
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sarah
"Regalia Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman adalah benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib dan merupakan benda-benda yang pada umumnya selalu dikenakan oleh raja untuk menunjukkan kebesaran dan kekuasaannya. Regalia Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman ini terdapat pada bangunan Museum benda_benda Pusaka yang berada pada masing-masing keraton tersebut. Penelitian sebelum ini hanya membahas mengenai fisik bangunan keraton dan beberapa pusaka tertentu dan kedua keraton tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman dari segi jenis, jumlah, penggunaan bahan, pemilihan wrna, dan penggunaan motif hias. Dan jika terdapat persamaan dan atau pun perbedaan, maka hal tersebut merupakan kesimpulan dari penelitian ini. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, dilakukan langkah kerja yang dilakukan secara bertahap.
Tahap pertama yang dilakukan yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan studi pustaka dan studi lapangan. Tahap selanjutnya adalah pengolahan data (pembahasan) yang dilakukan dengan jalan melakukan tabulasi dan perbandingan terhadap jenis, jumlah, penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias pada regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Langkah terakhir adalah menafsirkan hasil pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya.
Setelah penelitian dilakukan, maka dapat diketahui bahwa regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan mempunyai jenis dan jumlah yang lebih banyak. Begitu pula pada penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias, regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan menggunakan bahan, warna, dan motif bias yang lebih bervariasi dibandingkan regalia yang dimiliki oleh Keraton Kanoman. Berdasarkan pembahasan tersebut, maka dapat diketahui bahwa sebuah pusat pemerintahan yang lebih tua (besar) dalarn hal ini Keraton Kasepuhan memiliki jenis dan jumlah regalia yang lebih banyak, begitu pula pada penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias, dibandingkan regalia yang dimiliki oleh sebuah pusat pemerintahan yang lebih muda (kecil), dalam hal ini Keraton Kanoman. Dan hal ini secara implisit menunjukkan bahwa Keraton Kasepuhan mempunyai tingkat kekuasaan yang lebih tinggi dari Keraton Kanoman."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S12020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Judi Wahjudin
"ABSTRAK
Keraton Kasepuhan merupakan keraton tertua yang terdapat di Cirebon, dan dari sudut disiplin ilmu Arkeologi merupakan data yang penting untuk mengetahui aktivitas dan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Salah satu wujud seni keraton yang masih dapat diamati ialah artefak yang berupa ukiran-ukiran kayu. Penelitian ini hanya dibatasi pada ukiran-ukiran kayu di Keraton Kasepuhan. Ukiran-ukiran yang dijadikan obyek kajian dalam penetian ini terdapat pada komponen-komponen bangunan berupa irik, tiang dan pintu. Berdasarkan kualitas, kuantitas dan variasi ukirannya, hanya ukiran-ukiran yang terdapat pada 16 bangunan di kompleks Keraton Kasepuhan yang dijadikan obyek kajian. Penelitian dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk penggambaran motif hias pada seni ukir kayu di Keraton Kasepuhan, serta hubungannya dengan keletakan dan kegunaannya. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan adalah melalui (a) pengumpulan data, (b) pengolahan data, dan (c) penafsiran data. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah ditemukan 5 bentuk motif hias , yaitu: motif tumbuhan, motif binatang, motif geometri, motif figuratif dan motif alam. Struktur keleta_kan motif-motif tersebut pada tiang dan irik terlihat mempunyai keteraturan dan bersifat simetris, sedangkan struktur keletakan pada pintu terlihat lebih rumit dan penuh. Secara umum, motif-motif hias yang diukirkan berfungsi estetis, tetapi berdasarkan keletakannya pada setiap bangunan dan hubungannya dengan keletakan bangunan-bangunan tersebut pada setiap halaman, diduga mempunyai fungsi yang bersifat simbolis atau menjadi indiaktor status sosial dan fungsi dari bangunan_-bangunannya. Hal ini terlihat dari kualitas tekstur, variasi, jenis ukiran, warna dan komposisinya. Semakin penting fungsi bangunannya, maka semakin tinggi kualitas seni ukirnya. Hasil akhir dari peneltian ini telah memperlihatkan bahwa seni ukir kayu di Keraton Kasepuhan ternyata karya seni yang mempunyai arti yang bermakna budaya, memperlihatkan gaya, mempunyai medium yang merangsang pancaindera dan memerlukan kemahiran khusus (Anderson, 1989:6-27). Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah bersifat sementara. Oleh karena itu penelitian serta pengujian lebih dalam masih dibutuhkan.

"
1996
S11867
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Yazid
"Adalah suatu hal yang menarik jika kita amati masjid-masjid zaman wali yang ada di pulau Jawa. Masjid-masjid ini sangat berbeda dengan masjid-masjid yang ada di tanah Arab, tempat Islam pertama berasal. Perbedaan ini tentunya bukan sesuatu yang tidak disengaja. Dengan hypotesa bahwa penampilan masjid-masjid ini merupakan bagian dari strategi dakwah Walisongo. Tulisan ini mencoba mengkaji lebih jauh bagaimana strategi dakwah itu diterjemahkan ke dalam bentuk masjid serta faklor apa saja yang ikut mempengaruhinya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Lisnasari Agustina
"Cirebon yang dikenal sebagai salah satu pusat kerajaan Islam dan salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa pada masa Ialu, telah meninggalkan jejak yang merefleksikan keadaan tersebut melalui berbagai benda peninggalan yang masih bertahan hingga kini. Berhagai penelitian dan kajian terhadap peninggalan tersebut telah banyak dilakukan untuk mengusut gambaran kota Cirebon pada masa lalu.
Tulisan ini mempunyai tujuan yang sama, namun dengan memberikan detail pada artefak ragarn hias keraton sebagai salah satu unsur bangunan yang turut mernberikan kesan kemegahan pada bangunan tersebut. Dengan mengambil fokus penelitian pada pengidentifikasian penggambaran ragam bias di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, pada kajian ini penulis mencoba menggambarkan sisi lain dan ragam hias yang diukirkan di Keraton Kasepuhan dan Kanoman, yaitu dengan menitikberatkan pada kesaniaan cara penggambaran dan keletakan ragarn hias.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggamharkan kecenderungan penggambaran ragam bias di kedua keraton tersebut. Ragan hias yang diukirkan pada kedua bangunan keraton tersebut terdiri dari empat jenis. yaitu ragam bias yang berjenis tumbuhan, binatang, geometri dan alam Keempat jenis ragarn hias tersebut diukirkan pada berbagai komponen bangunan seperti tiang, dinding, atap, gapura dan sebagainya dengan kayu atau lepa sebagai media ukirannya. Cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut dilalui dengan dua tahap. Tahap pertama bertujuan untuk memperoleh garnbaran tentang cara penyusunan motif hias dalam satu desain. Sedangkan tahap kedua bertujuan untuk memperoleh ciri khas penggarnbaran dan peletakan ragam hias pada masing-masing keraton tersebut.
Kesimpulan yang didapat dari basil penelitian ini cukup menarik. Berdasarkan cara penggambarannya, ragam bias di Keraton Kasepuhan dan Kanoman dapat dibedakan menjadi dua macam_ yaitu pola tunggal dan pola majemuk. Pola tunggal mempunyai ciri adanya satu motif yang diulang, sedangkan pola majemuk mempunyai ciri adanya penggabungan bermacarn-macam motif dalam satu desain. Berdasarkan keletakannya, terdapat kesamaan dalam peletakan motif luas pada masing-masing komponen bangunan. Dan kesimpulan tersebut terlihat adanya suatu keteraturan. Keteraturan tersebut ditunjukan dengan adanya suatu pola yang sama dalam penggambaran dan keletakan motif hias di Kasepuhan dan Kanoman. Suatu keteraturan yang dapat dirnaknai sebagai suatu kebiasaan yang terdapat pada masyarakat pendukungnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S11771
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Ratih
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48997
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novelisa S.D.
"Kawasan heritage memiliki nilai sejarah yang tinggi dan dapat dinikmati hingga saat ini. Nilai sejarah yang terkandung merupakan sebuah keunikan dan karakter khas pada kawasan heritage. Keunikan dan karakter kawasan heritage tersebut berkaitan dengan sejarah perkembangan fisik sebuah kota. Perkembangan yang terjadi pada kota dapat dirasakan hingga saat ini, baik dari pola perkembangan kota berdasarkan sumbu tertentu atau bahkan pada penggunaan kembali (re-use) bangunan tua dengan fungsi baru. Keunikan dan karakter kawasan heritage tersebut mampu menarik perhatian banyak orang untuk datang berkunjung, sehingga fungsinya berubah menjadi kawasan wisata heritage. Obyek heritage sebagai obyek wisata pun membawa dampak perkembangan pada sebuah kota, khususnya pada elemen-elemen pendukung aktivitas wisata heritage. Elemenelemen tersebut berkembang sesuai fungsinya dan tidak terlepas dari aspek-aspek sejarah yang terkandung dalam kawasan heritage. Kawasan heritage adalah aset sebuah kota yang menjadi kawasan wisata heritage, dan merupakan salah satu faktor penyebab perkembangan sebuah kota.

Heritage areas have high historical values and could be enjoyed until today. Historical values which are contained in a heritage object's uniqueness and special character. The heritage areas' uniqueness and special character have a relation with a city's physical development history. Developments which were happen to the city could be seen today, from the city's development pattern based on an axis or even the re-usage old building with a new function. The heritage areas' uniqueness and special character may attract people's attention to visit, so its' function change become heritage tourism areas. Heritage areas as heritage tourism areas give the development effects to the cities; especially to the heritage tourism activity's supporting elements. Those elements develop affecting the city and could not be separate from historical aspects contained in heritage areas. Heritage areas are the city's assets which become heritage tourism areas, and also one of the causal factors of a city's development."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S48363
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ngurah Sila Adiharta Jaksa
"Kapang memiliki kemampuan untuk menggunakan kertas sebagai substrat dan menyebabkan deteriorasi pada kertas. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi isolat hingga tingkat genus secara morfologi dan mengetahui kemampuan kapang dari manuskrip Eropa lama asal Keraton Kasepuhan Cirebon menggunakan kertas Whatman sebagai substrat. Empat isolat kapang pada Potato Dextrose Agar (PDA) dan Malt Extract Agar (MEA) dikarakterisasi secara morfologi, di suhu 26,5°C, umur 7 hari. Isolat-isolat kapang tersebut diinokulasikan pada PDA miring dengan teknik gores, diinkubasi di suhu 26,5°C selama 7 hari. Biakan disuspensikan dalam akuades steril 5 ml, kemudian 3 ml suspensi sel empat isolat kapang dan Aspergillus versicolor (Vuill.) Tiraboschi UICC 1037 masing-masing diinokulasikan pada 27 ml Czapek Dox Broth (CDB) tanpa sumber karbon dengan penambahan kertas Whatman (diameter 6,4 cm), dan pada CDB tanpa kertas Whatman sebagai kontrol. Inkubasi pada suhu 26,5°C selama 30 hari. Hasil karakterisasi menunjukkan dua isolat termasuk Aspergillus Micheli, satu isolat termasuk Penicillium Link dan satu isolat termasuk Cladosporium Link. Hasil pengujian menunjukkan semua isolat memiliki kemampuan untuk menggunakan kertas Whatman sebagai substrat dan nutrien yang ditunjukkan dengan adanya hifa dan sporulasi, penurunan pH medium (dari 8 menjadi 6), perubahan bentuk dan struktur kertas (bentuk kertas tidak utuh dan tidak bulat, sobek, terlipat, ukuran kertas mengecil), perubahan warna kertas menjadi kuning-kecokelatan, dan pengurangan berat kering kertas dengan kisaran persentase 1,828—75,025%.

Fungi have the ability to utilize paper as a substrate and cause manuscript deterioration. This research aims were to characterize moulds to the genus level by morphology and to investigate moulds from old European manuscripts from Keraton Kasepuhan Cirebon to utilize Whatman paper as a substrate. Four mould isolates on Potato Dextrose Agar (PDA) and Malt Extract Agar (MEA) were characterized by morphology at 26.5°C, for 7 days. The mould isolates were inoculated on PDA slants using streak technique, and incubated at 26.5°C, for 7 days. Cell suspensions in five ml of sterile water were prepared. Three ml cell suspension of each mould isolate and Aspergillus versicolor (Vuill.) Tiraboschi UICC 1037, were inoculated into 27 ml of Czapek Dox Broth (CDB) without a carbon source with addition of Whatman paper (6.4 cm in diameter) as a sole carbon source, and into 27 ml CDB without Whatman paper as control. The cultures were incubated at 26.5°C and observed for 30 days. The result showed two isolates belonged to Aspergillus Micheli, one isolate belonged to Penicillium Link, and one isolate belonged to Cladosporium Link. All isolates were able to utilize Whatman paper as a substrate and nutrient by the presence of hyphae and sporulation, a decrease in medium pH (from 8 to 6), changes in paper shape and structure (paper shape was not completely intact and round, folded, smaller in size), changes of paper colour to brownish-yellow, and the loss in dry weight of Whatman paper in the range of 1.828—75.025%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Ali Rievyanto
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai upacara Grebeg Maulud di keraton Kasepuhan Cirebon. Grebeg Maulud di keraton Kasepuhan Cirebon unik karena selain memiliki penamaan yang berbeda dari upacara Grebeg Maulud dibeberapa kota lain, yaitu Panjang Jimat, proses akulturasi antara ajaran agama Hindu Pajajaran dan ajaran agama Islam juga menarik untuk ditelaah. Penelitian bertujuan membuktikan bahwa Grebeg Maulud dapat dipertahankan karena peran keraton Kasepuhan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan cara studi kepustakaan dari beberapa sumber bacaan seperti, buku-buku, skripsi, tesis, jurnal, e-book, dan juga artikel di internet; observasi partisipatif ke dalam acara dan kegiatan di keraton Kasepuhan; dan juga wawancara mendalam dengan narasumber-narasumber terkait upacara Grebeg Maulud di keraton Kasepuhan Cirebon. Adapun teori yang digunakan berupa teori yang berkaitan tentang budaya, agama juga tradisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi Grebeg Maulud diperkenalkan oleh kalangan keraton dan pemertahanannya dilakukan oleh keraton Kasepuhan sebagai pusat kebudayaan di Cirebon.

ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses about Grebeg Maulud in the palace of Kasepuhan Cirebon. Grebeg Maulud in the palace of Kasepuhan Cirebon is unique because in addition to having a different naming from other cities, namely Panjang Jimat, the acculturation process between the doctrine of Hindu Pajajaran and Islam are also interesting to study. The research aims to prove that Grebeg Maulud can be maintained because of the role of Kasepuhan palace. The research method used a qualitative method by literature research from several reading sources such as books, undergraduate theses, theses, journals, e books, and also articles on the internet participatory observation into events and activities at Kasepuhan palace and also in depth interviews with informants related to the Grebeg Maulud ceremony at the Kasepuhan palace in Cirebon. The theory used in the form of theories relating to culture, religion and also tradition. The results showed that the Grebeg Maulud tradition was introduced by the palace and its preservation was carried out by the Kasepuhan palace as a cultural center in Cirebon."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Yuniati
"Ragam hias wadasan dan mega mendung merupakan ragam hias yang banyak menghiasi bangunan-bangunan di Kepurbakalaan Islam Cirebon. Dianatara bangunan_bangunan kuno di cirebon, keraton merupakan salah satu bangunan yang dihiasi oleh kedua ragam hias. Terdapat tiga keraton di Cirebon, yaitu Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan, Keraton Kacirebonan merupakan satu-satunya yang tidak dihiasi kedua ragam hias tersebut. Ragam hias wadasan telah ada sejak masa pemerintahan Sunan Gunung Jati. Hal itu terbukti dengan adanya wadasan pada area bekas Keraton Pakungwati. Sedangkan ragam bias mega mendung, menurut para ahli, merupakan ragam hias yang bentuknya dipengaruh kebudayaan Cina.
Penelitian terhadap aspek bentuk kedua ragam hias di kedua keraton menunjukkan adanya bentuk-bentuk khas yang dimiliki oleh masing-masing keraton, di samping bentuk-bentuk yang umum ditemui di kedua keraton. Bentuk-bentuk khas wadasan di Keraton Kasepuhan adalah bentuk dasar segitiga dengan puncak membulat dan segitiga dengan puncak mendatar. Bentuk wadasan yang hanya terdapat di Keraton Kanoman adalah bentuk dasar belah ketupat dan kerucut. Bentuk wadasan yang terdapat di kedua keraton adalah bentuk dasar segitiga dengan puncak meruncing.
Bentuk mega mendung yang hanya ada di Keraton Kasepuhan adalah bentuk dasar belah ketupat dengan garis-garis pembentuk yang arahnya vertikal. Keraton Kanoman tidak mempunyai bentuk mega mendung yang khas,'karena di keraton tersebut mega mendungnya adalah mega mendung yang berbentuk dasar belah ketupat dengan garis-garis pembentuk yang arahnya horisontal yang terdapat juga di Keraton Kasepuhan.
Selain perbedaan bentuk, terdapat perbedaan pemilihan bahan pembuat mega mendung pada kedua keraton. Di Keraton Kasepuhan hanya bahan tras tang dipilih untuk membentuk mega mendung, sedangkan di Keraton Kanoman, selain bahan tras, bahan kayu dan kulit binatang (sapi) juga dipakai untuk membuat mega mendung. Perbedaan pemilihan bahan tidak terlihat pada wadasan, karena wadasan di kedua keraton sama_sama dibuat dengan menggunanakan bahan kayu, tras, dan karang.
Perbedaan yang juga terlihat antara kedua aragam hias di kedua keraton juga terlihat pada keberadaan wadasan di masing-masing keraton. Di Keraton Kasepuhan, wadasan merupakan ragam hias yang lebih banyak terlihat sebagai bagian dari satu kelompok ragam hias, seperti pada relief yang memuat berbagai bentuk ragam hias, termasuk wadasan. Di Kanoman, wadasan lebih cenderung sebagai ragam hias yang mandiri, tidak menjadi bagian dari satu kelompok ragam hias.
Persamaan yang teramati, selain persamaan pemilihan bahan wadasan, pola persebaran kedua jenis ragam hias. Baik( wadasan maupun mega mendung sama-sama tersebar pada bangunan-bangunan dan benda-benda yang terletak di halaman III (halaman paling selatan kompleks bangunan) kedua keraton, kecuali wadasan yang menempel pada tembok pembatas halaman II dan III KeratonKanoman.
Adanya perbedaan-perbedaan tersebut mungkin didorong oleh pengaruh kekuasaan raja dan penghuni masing-masing keraton. Sedangkan persamaan-persamaan yang timbul agaknya dipengaruhi oleh keberadaan kaidah-kaidah yang dijadikan pegangan oleh para seniman dalam membuat atau penempatkan ragam hias wadasan dan mega mendung di keraton Kasepuhan dan Kanoman. kaidah-kaidah tersebut bisa berupa tradisi atau kebiasaan turun temurun."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S11844
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>