Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138199 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kania Eka Savitri
"ABSTRAK
Aksi teror yang terjadi di New York pada 11 September 2001 memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah dampak sosial. Pascaperistiwa 9/11, di Amerika terjadi diskriminasi terhadap imigran Timur Tengah dan Muslim-Amerika yang berujung pada tindakan kejahatan yang didasari oleh kebencian hate crimes . Diskriminasi ini terjadi karena proses ldquo;othering rdquo; yang membuat Amerika tidak memandang imigran Timur Tengah dan Muslim-Amerika sebagai bagian dari mereka, tetapi sebagai ancaman. Asano Atsuko, seorang penulis yang berasal dari Jepang, mengangkat ldquo;othering rdquo; tersebut di dalam novelnya yang berjudul NO.6. Di dalam Novel NO.6, Kota Ideal NO.6 menganggap perkampungan kumuh Nishi Burokku sebagai ldquo;other, rdquo; sehingga kota itu membangun sebuah dinding yang memisahkan keduanya. Asano tidak hanya mengangkat tema mengenai ldquo;othering rdquo; pasca aksi teror 9/11, tetapi juga menyampaikan pandangannya mengenai solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengakhiri ldquo;othering, rdquo; yaitu dengan menghancurkan dinding pemisah tersebut, baik yang berbentuk fisik di dalam Novel NO.6 maupun dinding imajiner antara Amerika dengan Imigran Timur Tengah dan Muslim-Amerika. Dengan begitu, kedua pihak dapat hidup berdampingan sebagai warga negara yang sama.
ABSTRACT
The terrorist attacks that took place in New York on September 11, 2001 had an impact on various aspects of life, such as the social impact. After the 9 11 attack, discrimination against Middle East immigrants and Muslim Americans in United States led to the act of crime that is based on hatred hate crimes . This discrimination occurs because of the othering process that prevents Americans from viewing Middle East immigrants and Muslim American as a part of them, but rather as a threat. Asano Atsuko, a Japanese writer, raised this othering issue in her novel, titled NO.6. In NO.6, The Ideal City NO.6 considers the slum of Nishi Burokku as other, so the city state builds a wall that separates the two. Asano not only raised the topic of this othering practice but also conveyed her view of a possible solution to prevent and end this othering process by destroying the wall, both the physical one in the NO.6 and the imaginary one between Americans and Middle East Immigrants and Muslim Americans. That way, both parties can coexist as equal citizens. "
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Ansari
"Tesis ini membahas sekuritisasi isu terorisme di Australia pasca kejadian terorisme pada 11 September 2001 atau lebih dikenal dengan peristiwa 9/11. Penelitian ini akan memberikan gambaran proses dari fenomena sekuritisasi isu terorisme Australia yang kemudian digunakan untuk menganalisis tujuan dari sekuritisasi tersebut dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif secara deduktif dengan data-data sekunder. Kerangka analisis yang digunakan dalam tesis ini adalah kerangka sekuritisasi isu. Kerangka sekuritisasi menjelaskan proses konstruksi ancaman dan justifikasi ancaman melalui mekanisme speech act yang dilakukan oleh aktor sekuritisasi (securitizing actor) kepada audiens (audience) yang dibantu oleh kondisi pendukung (facilitationg condition).
Dalam kajian sekuritisasi, ada empat komponen sekuritisasi yang terlibat dalam proses speech act antara lain; ancaman nyata (existential threat), objek referensi (referent object), situasi darurat (emergency situations) dan tindakan khusus (extraordinary measures). Kajian sekuritisasi kemudian akan dianalisis untuk memberikan penjelasan tentang tujuan sekuritisasi dengan konsep strands of securitization. Hasil penelitian secara umum menunjukkan keberhasilan sekuritisasi yang dilakukan oleh Perdana Menteri John Howard dan jajaran pemerintahannya sebagai aktor utama dalam sekuritisasi melalui mekanisme speech act.
Sekuritsasi isu terorisme terjadi dipengaruhi oleh adanya berbagai isu sebagai kondisi pendorong seperti kejadian 9/11, Bom Bali, pemilu di Australia, invasi Afghanistan dan Irak, hingga kemunculan terorisme domestik berbasis jihadis yang dikenal dengan istilah Home-Grown Terrorist (HGT). Selanjutnya keberhasilan proses tersebut menjawab tujuan utama dari proses yaitu untuk mengkonstruksikan ancaman terorisme sebagai agenda keamanan, inisiatif kontra-terorisme untuk memitigasi ancaman di masa depan, fungsi deterrence untuk menghalau tindakan terorisme berkembang di Australia, dan menciptakan mekanisme kontrol terhadap isu terorisme di Australia.

This thesis discusses about securitizations of terrorism in Australia post September 11, 2001 terrorist attack or broadly known as 9/11. The purposes of this study are to describe securitization on the matter of terrorism in Australia and analyze the purposes of securitization occured in the first place. This study utilizes a deductive analysis of qualitative methods supported by secondary data. The analytical framework of this study uses the securitization theory.
The securitization study initially focused on designation of threat and justification of an action with speech act mechanism by the securitizing actors towards the audience under the facilitating condition applied. In the securitization theory, there are four components of securitization involved in the speech act mechanism such as; existential threat, referent object, emergency situations and extraordinary measures. The discussions about securitization will help the study to conclude the objectives securitization on terrorism happened within the strands of securitization model.
This study argues that the successful securitization conducted by Prime Minister John Howard and his cabinet as the main actor of securitization affected by certain phenomena such as; 9/11, Bali Bombing, Australian Elections, Afghanistan and Irak Invasion, and jihadis domestic terrorisme known as Home Grown Terrorist (HGT). It also answers the purpose of the securitization for constructing the threat for security agenda, preemptively building the counter-terrorisme initiative to mitigate terrorism threat in the future, creating the detterence effect, and lastly to gain control over terrorism issue in Australia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T55362
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Axl Haidi Lasandra
"[ABSTRAK
Nihilisme dalam perspektif Nietzsche adalah keadaan tertentu dimana tidak ada yang baik
maupun benar, semua hal menjadi tidak berarti. Sesuatu yang buruk dapat dianggap benar
dan sebaliknya. Konsep ?Kematian Tuhan? yang dinyatakan oleh Nietzsche memainkan
peran yang penting dalam film The Dark Knight Rises yang membuat film ini menjadi lebih
muram dibanding film-film Batman sebelumnya. Penulisan ilmiah ini akan menganalisa
bagaimana nihilisme mempengaruhi alur cerita film ini. Film ini akan dikontekstualisasikan
dengan membandingkannya ke situasi di Amerika Serikat setelah kejadian 9/11. Pada film
ini, teroris tidak selalu menjadi yang jahat, dan pahlawan tidak selalu menjadi yang benar.
Semua orang mengalami depresi.ABSTRACT Nihilism in Nietzsche perspective is the condition where there is neither right nor wrong in
particular condition, everything has no meaning. The bad can be considered good and vice
versa. The concept about ?The Death of God? which is stated by Nietzsche plays an
important role in The Dark Knight Rises that makes the film gloomier than the previous
Batman movies. This research paper will analyse how nihilism affects the flow of this movie.
The film will be contextualised by comparing it with the situation in U.S. condition after 9/11
accident. In this movie, terrorists do not always become the evil ones, and the hero does not
always become the good one. Everyone has experienced depressions., Nihilism in Nietzsche perspective is the condition where there is neither right nor wrong in
particular condition, everything has no meaning. The bad can be considered good and vice
versa. The concept about “The Death of God” which is stated by Nietzsche plays an
important role in The Dark Knight Rises that makes the film gloomier than the previous
Batman movies. This research paper will analyse how nihilism affects the flow of this movie.
The film will be contextualised by comparing it with the situation in U.S. condition after 9/11
accident. In this movie, terrorists do not always become the evil ones, and the hero does not
always become the good one. Everyone has experienced depressions.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
TA-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Pandu Dewonoto
"Skripsi ini membahas proses sekuritisasi terorisme yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat pasca tragedi 9/11 tahun 2001-2003. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif dan menganalisis peran Pemerintah Amerika Serikat dalam melakukan langkah-langkah sekuritisasi terhadap terorisme pascatragedi 9/11 sehingga mendorong munculnya isu terorisme di Amerika Serikat. Dengan menggunakan teori sekuritisasi, hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pascatragedi 9/11, Pemerintahan Amerika Serikat yang saat itu dipimpin oleh Presiden George Walker Bush melakukan berbagai langkah penting yang merupakan bentuk sekuritisasi terhadap terorisme. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat dalam menyikapi Tragedi 9/11 merupakan hal yang bersifat politis yang kemudian mendorong terorisme sebagai permasalahan penting di Amerika Serikat.

This undergraduate thesis discusses the process of the securitization of terrorism in United States of America which is performed by the US Government a fter The 9/11 Tragedy in 2001-2003. This study uses qualitative method and a nalyzes how US Government did the securitization process in response to terrorism after the 9/11 Tragedy so that, terrorism emerged as a big issue in United States. Using the securitization theory, this research shows that after the 9/11 Tragedy, US Government led by President George W. Bush has indeed done se veral steps which can be categorized as a securitization of terrorism. By then, the steps taken by US Government to respond the 9/11 can be categorized as a poli tical action that gradually emerged terrorism as a big issue in US.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S53104
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lala Isna Hasni
"Meski tragedi 9/11 telah berlalu, memori tentangnya masih tetap ada. Dengan membongkar konstruksi memori 9/11 dalam dua novel anak yakni United We Stand (2009) dan Towers Falling (2016), penelitian ini bermaksud untuk melihat dinamika identitas bangsa Amerika yang terefleksikan melalui konstruksi memori tersebut. Hasil analisi menunjukkan bahwa memori 9/11 dalam kedua novel dikonstruksikan melalui dua sudut pandang yakni sudut pandang institusi dan personal. Melalui sudut pandang institusi memori 9/11 dikonstruksi dalam framing aksi teror, pengalaman traumatis, sejarah, dan persatuan bangsa. Melalui sudut pandang personal memori 9/11 dikonstruksi dalam framing pengalaman traumatis, American Dream, dan kepahlawanan. Konstruksi memori tersebut merefleksikan pandangan teks terhadap identitas bangsa Amerika. Di satu sisi, identitas bangsa Amerika sebagai bangsa adidaya terus dipertahankan di kedua novel. Di sisi lain, American Dream sebagai bagian dari identitas bangsa Amerika mengalami pergeseran makna. Pergeseran tersebut berkaitan dengan isu rasial yang berkembang seiring waktu di Amerika. American Dream dalam United We Stand cenderung memihak pada kulit putih (white supremacy) sedangkan American Dream dalam Towers Falling cenderung bersifat multikultural meski juga terdapat ambivalensi di dalamnya. Dengan demikian, pergeseran tersebut memperlihatkan bahwa identitas bangsa Amerika terbilang dinamis.

Although the 9/11 tragedy has passed, the memory remains. By analyzing the 9/11 memory construction in two children's novels United We Stand (2009) and Falling Towers (2016), this study intends to show American identities reflected from the novels. The results show that the 9/11 memories in both novels are constructed through two perspectives; institutional and personal. From institutional perspective, the 9/11 memory is constructed in four frames; acts of terror, traumatic experiences, history, and unity. From personal perspective, the 9/11 memory is constructed in three frames: traumatic experiences, the American Dream, and heroism. The memory construction reflects the texts’ views of American national identity. On one hand, American identity as a superpower country continues to be maintained in both novels. On the other hand, the American Dream as part of American identity experienced a shift in meaning. This shift is related to racial issues that have developed over time in America. The American Dream in United We Stand tends to side with white people (white supremacy). On the contrary, the American Dream in Towers Falling tends to be multicultural even though there is also ambivalence in it. This shift shows that American identity is dynamic.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuril Rinahayu
"Konsep diaspora telah mengalami perkembangan, terutama jika berkaitan dengan agama yang turut mempengaruhi negosiasi identitas. Karena banyaknya diaspora di dunia modern, John Hinnells (1997a, hal. 686, dalam Vertovec, 2004, hal. 279-280) mendefinisikan agama dalam konteks masyarakat diaspora sebagai traveling religion atau diaspora religion yang bermakna agama bagi setiap orang yang memiliki perasaan jauh dari tanah agama, atau jauh dari ‘negara lama’; bahkan istilah tersebut mencakup situasi untuk mewakili ‘fenomena minoritas’. Penelitian ini berfokus pada novel Homeland Elegies (2020) karya Ayad Akhtar. Novel ini adalah novel autofiction yang menunjukkan upaya kelompok Muslim Pakistan untuk membentuk identitas mereka di tengah masyarakat Amerika. Penelitian ini menggunakan metode analisis struktural dengan teori naratologi Franz K. Stanzel, serta didukung oleh konsep identitas dan belonging Stuart Hall sebagai konsep kunci. Hal ini bertujuan untuk menemukan bagaimana konstruksi identitas kelompok Muslim Pakistan Amerika menghadirkan negosiasi melalui identitas ke-Amerika-an (Americanness) dan belonging terhadap Amerika dalam novel autobiografi fiksi. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa konstruksi dualitas identitas yang dihadirkan merupakan negosiasi yang tarik-menarik antara negara lama dan negara baru. Dualitas identitas tersebut hadir sebagai kritik terhadap identitas ke- Amerika-an (Americanness). Negosiasi identitas dan belonging kelompok Muslim Pakistan juga terbentuk karena adanya perasaan terhubung dengan negara Amerika dan homogenisasi budaya diaspora ke dalam budaya mayoritas Barat.

The concept of diaspora has developed especially in the religion aspect which influences the identity negotiation of individuals or communities. Due to the large number of diasporas in the modern world, John Hinnells (1997, p. 686, in Vertovec, 2004, p. 279- 280) defines the religion in the context of a community of diaspora and religion as ‘traveling religion’ or ‘diaspora religion’ which means the religion of everyone who feels that they have been separated away from the religion of their homeland, living far from the ‘old country’; it includes a situation that represents the ‘minority phenomenon’. This research focuses on Homeland Elegies (2020) written by Ayad Akhtar. Homeland Elegies is an autofiction novel that shows the struggles of the Pakistani Muslim community to construct their identity in America. This study uses a structural analysis method with the narratological theory of Franz K. Stanzel and is supported by Stuart Hall’s theoretical formulation of identity as the key concept used in the analysis. This study aims to find how identity construction of Pakistani Muslims in America plays an important role in cultural negotiation through Americanness and belonging to America in autobiography fiction. The findings of this study show that duality of identity is presented as a tug-of- war negotiation between the old and new countries. This duality of identity presents a critique of Americanness which is a form of negotiation. The identity and belonging of Pakistani Muslims are also constructed by a sense of connection with American values and diaspora cultural homogenization."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Amani Husna
"Isu terorisme di Asia Tenggara sejatinya sudah ada jauh sebelum peristiwa 9/11, akan tetapi sejak peristiwa 9/11 dan Bom Bali, isu terorisme baru dianggap sebagai isu serius oleh ASEAN. Penanganan kontra-terorismenya sendiri tidak bisa hanya berada di level domestik, perlu penanganan di level regional, mengingat ancaman terorisme yang merupakan ancaman transnasional. Akan tetapi, masing-masing negara ASEAN memiliki pola dan gerak ancaman terorisme yang berbeda-beda. Perbedaan inilah yang kemudian menghasilkan penanganan yang berbeda di level domestik. Peran ASEAN sebagai institusi regional sangat diperlukan untuk menghasilkan kebijakan kerjasama kontra-terorisme di level regional, namun dalam prakteknya ASEAN menemukan kendala dalam menyusun kebijakan kontraterorisme di level regional. Oleh sebab itu tulisan ini berusaha meneliti bagaimana peran ASEAN dalam upaya menyusun kebijakan kontraterorisme regional di Asia Tenggara pasca 9/11. Tinjauan literatur ini menggunakan metode taksonomi dengan meninjau 21 literatur akademik terakreditasi yang dikategorikan ke dalam tiga tema utama yaitu: 1) problematika terorisme di ASEAN; 2) upaya ASEAN dalam menangani isu terorisme di kawasan; dan 3) kendala kerjasama ASEAN dalam penanganan terorisme di kawasan. Penulis kemudian menemukan bahwa ASEAN menerapkan konsep comprehensive security untuk menjaga stabilitas keamanan regional dari serangan terorisme. Konsep ini memungkinkan masing-masing anggota ASEAN untuk meningkatkan stabilitas keamanan nasionalnya masing-masing, agar harapannya jika keamanan nasional terbentuk dapat mendorong terbentuknya stabilitas keamanan regional tanpa harus melanggar prinsip ASEAN Way.

The issue of terrorism in Southeast Asia existed long before 9/11, but since 9/11 and the Bali Bombings, the issue of terrorism has only been considered a serious issue by ASEAN. Handling counterterrorism cannot only be at the domestic level, and it needs to be handled at the regional level, considering the threat of terrorism, which is a transnational threat. However, each ASEAN country has different patterns and movements of terrorism threats. This difference affect the results in different handling at the domestic level. The role of ASEAN as a regional institution is needed to produce counterterrorism cooperation policies at the regional level, but in practice, ASEAN finds obstacles in formulating counterterrorism policies at the regional level. Therefore, this paper seeks to examine the role of ASEAN in efforts to formulate regional counterterrorism policies in Southeast Asia after 9/11. This literature review employs a taxonomic aproach by reviewing 21 pieces of authorized academic literature that are classified into three categories: 1) the problem of terrorism in ASEAN; 2) ASEAN's efforts in dealing with terrorism issues in the region, and 3) obstacles to ASEAN cooperation in dealing with terrorism in the region. The author then finds that ASEAN applies the concept of comprehensive security to maintain regional security stability from terrorist attacks. This concept allows each ASEAN member to improve the stability of their respective national security and the expectation if national security is formed, it can encourage the establishment of regional security stability without violating the principles of the ASEAN Way."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla Dwianti Putri
"ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis novel Shooting Kabul yang meninjau peristiwa 9/11 dari perspektif seorang young adult keturunan Arab-Muslim di Amerika. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis data yang diperoleh melalui telaah teks. Analisis kemudian dikaitkan dengan teori dan pemetaan post-9/11 literature dan Arabic young adult literature. Penulis berargumen bahwa novel Shooting Kabul mengajak pembaca untuk tidak hanya memahami Amerika pasca 9/11 sebagai sebuah entitas multikultural, tetapi juga untuk melihat isu Islamophobia dan war on terror terhadap lingkup, seperti yang diistilahkan oleh Rothberg, ekstrateritori dari sudut pandang seorang young adult. Kesimpulan akhir dari analisis ini adalah, Shooting Kabul semakin menambah kompleksitas kesusasteraan Amerika karena merekonstruksi peristiwa 9/11 ke dalam sebuah struktur narasi yang lebih global tanpa menggunakan logika hitam-putih. Oleh karena itu, doktrin yang menjurus pada dualisme West versus Islam dapat dihindarkan pada para pembaca young adult.

ABSTRACT
This undergraduate thesis analyzes Shooting Kabul novel, which discusses U.S.’s post-9/11 world from an Arab-Muslim young adult’s perspective. The methodology used is analytical descriptive, and the theories are post-9/11 literature and Arabic young adult literature theories. I argue that Shooting Kabul brings the readers not only to see the U.S. in the post-9/11 context as a multicultural country, but also to see Islamophobia and war on terror issues in the extraterritorial scope. To conclude, Shooting Kabul adds U.S.’s post-9/11 literature complexities because it reconstructs 9/11 into more global narration without using black-and-white logic. In the end, doctrines that lead to West versus Islam dualism could be avoided for young adult readers.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Demetrio Reinhart Priono
"Penerapan sanksi pidana denda atas pelanggaran hukum memiliki sejarah panjang, di mana setiap peradaban dan budaya memiliki bentuk hukuman sendiri untuk pelanggaran hukum. Pemidanaan, yang identik dengan pemberian hukuman, mengacu pada penderitaan yang sengaja diberikan kepada individu yang melanggar hukum, sebagaimana didefinisikan oleh para ahli hukum. Penelitian ini mengkaji penerapan pidana denda dalam tindak pidana persaingan usaha di Indonesia setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas pidana denda sebagai instrumen hukum dalam menegakkan persaingan usaha yang sehat serta implikasi hukum dari perubahan regulasi tersebut. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan studi kasus. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 telah menyebabkan dekriminalisasi terhadap beberapa tindak pidana persaingan usaha, mengalihkan pendekatan dari penegakan pidana ke penegakan administratif. Dekriminalisasi ini bermasalah karena berpotensi mengurangi efek jera yang dapat diberikan oleh sanksi pidana, termasuk denda. Penegakan pidana yang efektif dapat memiliki efek jera yang signifikan terhadap pelanggar, seperti yang dibuktikan oleh praktik di yurisdiksi lain seperti Amerika Serikat. Potensi denda sebagai alat penegakan hukum yang kuat belum sepenuhnya dioptimalkan dalam kerangka regulasi baru ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, pendekatan penegakan hukum pidana dalam persaingan usaha telah bergeser, lebih memilih penegakan administratif daripada sanksi pidana. Dekriminalisasi ini dianggap kurang menguntungkan karena penegakan pidana yang efektif, termasuk denda, dapat memberikan efek jera yang signifikan, seperti yang dibuktikan oleh praktik di Amerika Serikat. Selain itu, potensi denda sebagai alat penegakan hukum yang kuat belum sepenuhnya dioptimalkan. Rekomendasi penelitian ini termasuk tinjauan lebih mendalam oleh pemerintah mengenai potensi re-kriminalisasi terhadap tindak pidana persaingan usaha yang serius, terutama kartel hardcore seperti penetapan harga, pembatasan produksi, dan pembagian pasar. Selain itu, perlu ada evaluasi mekanisme saat ini untuk menghitung denda dan menghapus batas maksimum denda untuk meningkatkan kepatuhan dan menciptakan lingkungan usaha yang lebih kompetitif dan adil di Indonesia.

The imposition of criminal fines for legal violations has a long history, with each civilization and culture having its own forms of punishment for such violations. Penalization, synonymous with sentencing, refers to the suffering intentionally imposed on individuals who break the law, as defined by legal experts. This study examines the application of criminal fines in business competition offenses in Indonesia following the enactment of Law No. 6 of 2023, which established the Government Regulation in Lieu of Law No. 2 of 2022 on Job Creation as law. The research aims to analyze the effectiveness of criminal fines as a legal instrument in enforcing fair business competition and the legal implications of the regulatory changes. The method used is normative juridical with a legislative and case study approach. The enactment of Law No. 6 of 2023 has led to the decriminalization of certain business competition offenses, shifting the approach from criminal enforcement to administrative enforcement. This decriminalization is problematic as it potentially reduces the deterrent effect that criminal sanctions, including fines, can provide. Effective criminal enforcement can have a significant deterrent effect on violators, as evidenced by practices in other jurisdictions such as the United States. The potential of fines as a powerful enforcement tool has not been fully optimized under the new regulatory framework. The study concludes that since the enactment of Law No. 6 of 2023, the approach to criminal law enforcement in business competition has shifted, favoring administrative enforcement over criminal penalties. This decriminalization is considered less favorable because effective criminal enforcement, including fines, can provide a significant deterrent effect, as evidenced by practices in the United States. Moreover, the potential of fines as a powerful enforcement tool has not been fully optimized. The study's recommendations include a deeper review by the government regarding the potential re-criminalization of serious business competition offenses, especially hardcore cartels such as price-fixing, production limitations, and market division. Additionally, there should be an evaluation of the current mechanisms for calculating fines and removing maximum fine limits to enhance compliance and create a more competitive and fair business environment in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S5732
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>