Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62178 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizky Aulia
"ABSTRAK
Pasca tragedi pada tanggal 14 Juli 2016 di Nice yang menewaskan 86 orang, tiga puluhan commune di daerah pesisir Prancis berbondong-bondong menerapkan kebijakan anti -burkini. Kebijakan ini diadakan tidak hanya untuk menjaga keamanan daerah, namun juga sebagai bentuk konsistensi pemerintah daerah dalam menerapkan sekularisme di Prancis. Akan tetapi, pada tanggal 26 Agustus 2016, Conseil d rsquo; tat CE mengeluarkan surat perintah untuk mencabut kebijakan itu. Kebijakan anti-burkini bukanlah simbol agama tampak pertama yang dilarang di Prancis. Pada tahun 2004, Prancis menerapkan larangan jilbab di sekolah-sekolah umum yang dilanjutkan dengan larangan pemakaian burqa pada tahun 2010. Pencabutan kebijakan burkini pada tahun 2016 memperlihatkan perubahan sikap pemerintah Prancis terhadap simbol keagamaan tampak. Bagian akhir artikel ini menunjukkan bahwa perubahan sikap itu bertujuan untuk melindungi penduduk Muslim Prancis dan mencegah berkembangnya ekstremisme di Prancis

ABSTRACT
After the Bastille Day tragedy on 14th July 2016 in Nice that killed 86 people, around 30 municipalities in France decided to implement an anti burkini policy. This policy was adopted in order to maintain regional security, as well as an act of consistency towards the French la cit . However, on 24th August 2016, the French Court demanded the policy to be suspended. The burkini ban wasn rsquo t the first time for the French Government to ever ban any ostentatious religious symbols. On 2004, the ban on headscarves in public schools was approved, along with the 2010 ban on burqas. Suspension of the burkini ban in 2016 has shown an inconsistency by the French Government towards ostentatious religious symbols. In the end of this article, it is indicated that the change of attitude towards an ostentatious religious symbol was necessary to protect the French Muslim citizens and to prevent further acts of extremism. "
Lengkap +
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Florencia Irena
"Artikel ini membahas dinamika pandangan masyarakat Prancis terhadap penggunaan nuklir sebagai sumber energi yang kemudian memengaruhi kebijakan pemerintah Prancis terhadap pemanfaatan tenaga nuklir sebagai sumber energi. Pemerintah Prancis mulai memanfaatkan tenaga nuklir sebagai sumber energi semenjak mengalami embargo minyak dari negara-negara Arab yang tergabung dalam OPEP pada 1974, sebagai akibat dari perang Arab-Israel. Prancis yang saat itu dipimpin oleh Presiden Georges Pompidou, memutuskan untuk memanfaatkan energi nuklir guna mengatasi krisis energi tersebut, sehingga pada 1977 Prancis sudah berhasil mengganti energi minyak bumi dengan energi nuklir untuk menopang sebagian besar industrinya. Namun, terjadi beberapa peristiwa besar yang mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai penggunaan tenaga nuklir. Kecelakaan reaktor tenaga nuklir di Ukraina dan Jepang menyadarkan rakyat Prancis akan bahaya yang ditimbulkan apabila terjadi ledakan reaktor nuklir. Desakan untuk mengganti energi nuklir dengan energi yang lebih aman mulai muncul, yang mengakibatkan pemerintah menyusun program untuk mulai mengurangi ketergantungannya pada energi nuklir ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dan teori Dekonstruksi Jacques Derrida yang digunakan untuk menjelaskan perubahan kebijakan pemanfaatan nuklir di Prancis. Perubahan kebijakan ini, terjadi karena terutama karena kekhawatiran masyarakat Prancis akan bahaya penggunaan nuklir sehingga mendorong pemerintah Prancis untuk menyelenggarakan debat nasional mengenai pemanfaatan tenaga nuklir. Setelah penyelenggaraan Le Débat National sur la Transition Énergetique pada 2014-2015, pemerintah Prancis di bawah Presiden François Hollande yang kemudian dilanjutkan oleh Presiden Emmanuel Macron, sepakat untuk mengurangi penggunaan energi nuklir sebagai penopang energi industrinya dari 75% menjadi 50% pada 2023. Upaya untuk menggantikannya dengan energi yang terbarukan menjadi tantangan tersendiri bagi kepala negara Prancis guna merealisasikan tuntutan warganya agar dapat hidup tanpa adanya ketakutan terhadap kemungkinan meledaknya reaktor nuklir di negaranya.

This article discusses the dynamics of the French public's view of the use of nuclear as an energy source which influences the French government's policy towards the use of nuclear as an energy source. The French government began to use nuclear as an energy source since oil embargo by the Arab countries that joined OPEP in 1974, as a result of the Arab-Israeli war. France, which was led by President Georges Pompidou, decided to use nuclear energy to overcome the energy crisis, so that in 1977 France had succeeded replacing petroleum energy with nuclear energy to sustain most of its industries. However, there were several major events that affected the public's view about the use of nuclear power. Nuclear power reactor accidents in Ukraine and Japan made the French people aware of the dangers posed by a nuclear reactor explosion. The urge to replace nuclear energy with safer energy began to emerge, which resulted in the government setting up a program to start reducing its dependence on nuclear energy. This study uses historical research methods and Jacques Derrida's deconstruction theory which is used to explain changes in nuclear utilization policies in France. This policy change occurred mainly because of the French public's concern about the dangers of nuclear use, which prompted the French government to hold a national debate on the use of nuclear. After Le Débat National sur la Transition Energetique in 2014-2015, the French government with President François Hollande, which was then followed by President Emmanuel Macron, agreed to reduce the use of nuclear energy as a support for industrial energy from 75% to 50% in 2023. replacing it with renewable energy is a challenge for the head of state of France to realize the demands of its citizens to live without fear of the possibility of a nuclear reactor exploding in his country."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Florencia Irena
"Artikel ini membahas dinamika pandangan masyarakat Prancis terhadap penggunaan nuklir sebagai sumber energi yang kemudian memengaruhi kebijakan pemerintah Prancis terhadap pemanfaatan tenaga nuklir sebagai sumber energi. Pemerintah Prancis mulai memanfaatkan tenaga nuklir sebagai sumber energi semenjak mengalami embargo minyak dari negara-negara Arab yang tergabung dalam OPEP pada 1974, sebagai akibat dari perang Arab-Israel. Prancis yang saat itu dipimpin oleh Presiden Georges Pompidou, memutuskan untuk memanfaatkan energi nuklir guna mengatasi krisis energi tersebut, sehingga pada 1977 Prancis sudah berhasil mengganti energi minyak bumi dengan energi nuklir untuk menopang sebagian besar industrinya. Namun, terjadi beberapa peristiwa besar yang mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai penggunaan tenaga nuklir. Kecelakaan reaktor tenaga nuklir di Ukraina dan Jepang menyadarkan rakyat Prancis akan bahaya yang ditimbulkan apabila terjadi ledakan reaktor nuklir. Desakan untuk mengganti energi nuklir dengan energi yang lebih aman mulai muncul, yang mengakibatkan pemerintah menyusun program untuk mulai mengurangi ketergantungannya pada energi nuklir ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dan teori Dekonstruksi Jacques Derrida yang digunakan untuk menjelaskan perubahan kebijakan pemanfaatan nuklir di Prancis. Perubahan kebijakan ini, terjadi karena terutama karena kekhawatiran masyarakat Prancis akan bahaya penggunaan nuklir sehingga mendorong pemerintah Prancis untuk menyelenggarakan debat nasional mengenai pemanfaatan tenaga nuklir. Setelah penyelenggaraan Le Débat National sur la Transition Énergetique pada 2014- 2015, pemerintah Prancis di bawah Presiden François Hollande yang kemudian dilanjutkan oleh Presiden Emmanuel Macron, sepakat untuk mengurangi penggunaan energi nuklir sebagai penopang energi industrinya dari 75% menjadi 50% pada 2023. Upaya untuk menggantikannya dengan energi yang terbarukan menjadi tantangan tersendiri bagi kepala negara Prancis guna merealisasikan tuntutan warganya agar dapat hidup tanpa adanya ketakutan terhadap kemungkinan meledaknya reaktor nuklir di negaranya.

This article discusses the dynamics of the French public's view of the use of nuclear as an energy source which influences the French government's policy towards the use of nuclear as an energy source. The French government began to use nuclear as an energy source since oil embargo by the Arab countries that joined OPEP in 1974, as a result of the Arab-Israeli war. France, which was led by President Georges Pompidou, decided to use nuclear energy to overcome the energy crisis, so that in 1977 France had succeeded replacing petroleum energy with nuclear energy to sustain most of its industries. However, there were several major events that affected the public's view about the use of nuclear power. Nuclear power reactor accidents in Ukraine and Japan made the French people aware of the dangers posed by a nuclear reactor explosion. The urge to replace nuclear energy with safer energy began to emerge, which resulted in the government setting up a program to start reducing its dependence on nuclear energy. This study uses historical research methods and Jacques Derrida's deconstruction theory which is used to explain changes in nuclear utilization policies in France. This policy change occurred mainly because of the French public's concern about the dangers of nuclear use, which prompted the French government to hold a national debate on the use of nuclear. After Le Débat National sur la Transition Energetique in 2014-2015, the French government with President François Hollande, which was then followed by President Emmanuel Macron, agreed to reduce the use of nuclear energy as a support for industrial energy from 75% to 50% in 2023. replacing it with renewable energy is a challenge for the head of state of France to realize the demands of its citizens to live without fear of the possibility of a nuclear reactor exploding in his country."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Cahya Septianita Eka Putri
"Graffiti dalam bentuk tertulis telah ditemukan di Prancis sejak 1758. Dengan masuknya budaya hip hop Amerika pada akhir 1980 ke Prancis, hal itu mengubah gaya graffiti Prancis. Graffiti yang semula merupakan salah satu aksi vandalisme, perlahan-lahan berubah menjadi sesuatu yang memiliki nilai seni. Gaya dan teknik baru dalam membuat graffiti pun bermunculan dan membuat semakin banyak orang tertarik untuk membuatnya. Seiring dengan berjalannya waktu, dinding-dinding kota semakin dipenuhi oleh graffiti dan masyarakat merasa terganggu dengan banyaknya graffiti yang dianggap mengotori keindahan kota. Hal ini kemudian memicu keresahan masyarakat dan membuat pemerintah akhirnya memutuskan untuk bertindak. Pemerintah Prancis pun mulai melakukan berbagai cara untuk menangangi masalah graffiti. Artikel ini memaparkan langkah yang diambil pemerintah untuk menghadapi masalah graffiti, yaitu dengan melakukan tindakan yang bersifat preventif, represif, dan pemberian solusi.

Graffiti in written forms founded in French since 1758. The invasion of American hip hop at the end of 1980s in France, has transformed French graffiti style. Graffiti was one of the type of vandalism, however eventually, it has been changed into an art form. New styles and techniques in the making of graffiti were created and the number of people who grew interests in it has increased. Due to that, the city became over embellished by graffiti and the citizen was disturbed by the amount of it, as it pollutes the city. This condition alarmed both society and the government to take control over the graffiti issue. The French government has started various methods to handle the graffiti. This article explains the policies that the rench government has taken to control the graffiti, which are action of preventing, repressing, and providing solutions."
Lengkap +
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Airin Miranda
"Dewasa ini, di Prancis, berpasangan secara homoseksual telah menjadi salah satu alternatif kehidupan bersama di luar pernikahan. Namun, kaum homoseksual di Prancis kerap merasakan adanya diskriminasi yang didasarkan pada orientasi seksual mereka. Untuk itu, mereka melakukan upaya mendapatkan pengakuan dari pemerintah Prancis, yang diharapkan dapat mengubah pandangan masyarakat yang cenderung negatif terhadap kaum homoseksual. Pemerintah Prancis menunjukkan tanggapannya dengan mengeluarkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan keberadaan kaum homoseksual.
Skripsi ini menunjukkan perkembangan kebijakan pemerintah Prancis terhadap keberadaan pasangan homoseksual di Prancis pada dasawarsa 1970-1990. Kebijakan pemerintah Prancis, dalam bentuk undang undang yang dikeluarkannya, terlihat mengalami perubahan dan penyesuaian dari waktu ke waktu, yang bertujuan untuk menjawab tuntutan kaum homoseksual di Prancis. Hingga akhirnya, kini berlaku undang-undang PACS (Pacte Civil de Soiidarite), yang merupakan undang-undang yang mengatur kehidupan berpasangan di luar pernikahan, baik pasangan homoseksual maupun heteroseksual."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S14522
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Arif Hamied
"Pembentukan RUU Cipta Kerja memunculkan berbagai macam polemik di Indonesia. Penolakan terhadap RUU tersebut ditunjukkan oleh masyarakat Indonesia dengan berbagai cara. Mulai dari diskusi dengar pendapat dengan DPR, membahas dan mengangkat isu-isu kontroversial dalam RUU tersebut di berbagai media sosial, bahkan sampai melakukan demonstrasi besar-besaran yang tidak jarang berakhir dengan kericuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi stance masyarakat terhadap RUU Cipta kerja pada media sosial Twitter. Dataset diambil dari Twitter menggunakan kata kunci terkait RUU Cipta Kerja sebanyak 9440 data Tweet dalam periode 25 Oktober 2019 sampai pada 25 Oktober 2020. Anotasi dilakukan menggunakan label PRO, ANTI, ABS, dan IRR. Eksperimen yang dilakukan mengguanakan fitur unigram, bigram, dan unigram+bigram, dengan algoritma Multinomial Naïve Bayes, Support Vector Machine, dan Logistic Regression. Model terbaik dari eksperimen tersebut adalah model yang menggunakan fitur unigram dengan menggunakan algoritma klasifikasi logistic regression yang dapat mencapai nilai micro f-1 score sebanyak 72,3%.

The formation of RUU Cipta Kerja (Job creation law) gave rise to various kinds of polemics in Indonesia. The Indonesian people have shown rejection of the law in various ways. Starting from hearing discussions with the DPR, discussing and raising controversial issues in the law on various social media, even holding large demonstrations that often end in chaos. This study aims to identify the public's stance on the job creation law on Twitter social media. The dataset was taken from Twitter using keywords related to the job creation law, totaling 9440 Tweets from 25 October 2019 to 25 October 2020. Annotations were carried out using the PRO, ANTI, ABS, and IRR labels. The experiments were carried out using unigram, bigram, and unigram + bigram features, with the Naïve Bayes Multinomial algorithm, Support Vector Machine, and Logistic Regression. The best model of the experiment is a model that uses the unigram feature using the logistic regression classification algorithm which can achieve a micro f-1 score of 72,3%."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universita Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Margaretha Millania
"Dirilis pada 1980, lagu “Si j'étais Président” menceritakan penulis lagu, Gérard Lenorman, sebagai seorang anak yang mengandaikan dirinya menjadi presiden. Pembuatan lagu ini beriringan dengan momen berakhirnya masa jabatan Presiden Valéry Giscard d'Estaing pada 1981 dan Perdana Menteri Raymond Barre. Masa jabatan Giscard d’Estaing ditandai dengan transformasi kapitalisme dan adanya perubahan paradigma di bidang ekonomi, hingga pengangguran massal yang menetap dalam jangka panjang di Prancis dan krisis ekonomi global. Berkaitan dengan masalah itu, lirik lagu “Si j’étais Président” mencantumkan beberapa posisi pemerintahan yang dijabat oleh tokoh fiktif sebagai bentuk kritik terhadap pemerintahan Prancis. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperlihatkan kritik terhadap pemerintahan Prancis melalui penggambaran tokoh fiktif sebagai pejabat yang ideal. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan teknik studi kepustakaan. Selanjutnya, lirik lagu dikaji berdasarkan teori analisis komponen makna Leech (1981) serta teori metafora Lehmann dan Martin-Berthet (2000). Sebanyak sepuluh metafora konkret ke konkret yang ditemukan dalam lagu menunjukkan unsur politik berupa kritik terhadap pemerintahan Prancis era Presiden Giscard d’Estaing. Metafora yang berupa tokoh fiktif anak yang populer membuat lagu terasa familier dan mudah dipahami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metafora dalam lagu dapat digunakan untuk meningkatkan kepekaan rakyat akan pentingnya kritik terhadap pemerintah demi mewujudkan keadaan negara yang lebih baik.

Released in 1980, the song “Si j'étais Président” talks about the songwriter, Gérard Lenorman, as a child who dreams of becoming president. The composition of this song coincided with the end of the tenure of President Valéry Giscard d'Estaing in 1981 and Prime Minister Raymond Barre. Giscard d'Estaing's tenure was marked by the transformation of capitalism and a paradigm shift in economics, as well as mass unemployment that persisted in the long term in France and the global economic crisis. In this regard, the lyrics of the song "Si j'étais Président" include several government positions held by fictional figures as a form of criticism of the French government. The purpose of this study is to show criticism of the French government through the depiction of fictional characters as ideal officials. This research was conducted with qualitative methods and literature study techniques. Furthermore, the song lyrics were studied based on Leech's (1981) componential analysis of meaning theory and Lehmann and Martin-Berthet (2000) theory of metaphor. As many as ten concrete-to-concrete metaphors found in the song show political overtones in the form of criticism of the French government under President Giscard d'Estaing. The metaphor in the form of popular fictional child characters makes the song feels familiar and easy to understand. The results show that the metaphor in the song can be used to raise people's awareness to the importance of criticism of the government in order to improve the state of the country."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Atalia Dewi Febrianne
"Pada awal masa Republik Kelima, pengaruh bahasa Inggris terhadap bahasa Prancis atau Anglisisme semakin kuat akibat perluasan kebudayaan serta superioritas teknologi dan ekonomi Amerika Serikat usai Perang Dunia II. Sebagai reaksi terhadap situasi ini, Prancis mengambil tindakan resistensi untuk mempertahankan kemurnian bahasa Prancis melalui penerapan kebijakan bahasa. Meski demikian, sikap Prancis terhadap Anglisisme senantiasa berubah seiring dengan pergantian masa pemerintahan. Perkembangan sikap Prancis terhadap Anglisisme terwujud dalam pembentukan berbagai badan regulator bahasa pada masa pemerintahan Charles de Gaulle dan Georges Pompidou, pengesahan Undang-Undang Bas-Lauriol pada masa pemerintahan Valéry Giscard dsstaing, pengesahan Undang-Undang Toubon pada masa pemerintahan François Hollande, dan dilakukannya berbagai upaya untuk menerima pengaruh bahasa Inggris setelah pengesahan Undang-Undang Toubon. Dengan menggunakan metode kualitatif dan teknik studi kepustakaan, penelitian ini memaparkan kebijakan bahasa yang diterapkan sejak awal masa Republik Kelima hingga tahun 2015 untuk menguraikan keterkaitan perkembangan ideologi politik dan sikap Prancis terhadap Anglisisme pada periode itu. Melalui analisis terhadap perkembangan kebijakan bahasa pada masa Republik Kelima, terungkap bahwa perubahan ideologi pemerintah Prancis pada masa Republik Kelima menjadi faktor pembentuk sikap Prancis terhadap Anglisisme dari satu masa pemerintahan ke masa pemerintahan berikutnya.

At the beginning of the French Fifth Republic, Anglicism flourished in France due to the growing cultural expansion and economic power of the United States. In order to preserve the purity of the French language, France began the national resistence against Anglicism through its language policies. The development of the French attitude towards Anglicism throughout the Fifth Republic was manifested in the formation of various linguistic organizations during de Charles de Gaulle and Georges Pompidous government, the ratification of the Bas-Lauriol Law during Valéry Giscard dsÉstaings government, the ratification of the Toubon Act under François Hollande, and the growing acceptance of the English linguistic influence after the ratification of the Toubon Act. This study discusses the language policies implemented since the beginning of the Fifth Republic until 2015 to analyze the relationship between the development of political ideology and the French attitudes towards Anglicism. Through the analysis of the development of language policy during the Fifth Republic, it is revealed that the change of ideology of the French government during the Fifth Republic is the main factor that dictates Frances attitude towards Anglicism from one government to the next."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Safiek
"Sistem jaminan sosial di Prancis atau yang dikenal sebagai La Sécurité Sosiale pada dasarnya adalah sejumlah kewajiban jaminan dasar yang terdiri dari; jaminan wajib umum, jaminan khusus, jaminan dalam bidang pertanian, dan jaminan asuransi bagi pengangguran. Diperkenalkan pada tahun 1945, La Securité Sociale pada awalnya dimaksudkan untuk melindungi seluruh warga Prancis. Akan tetapi, cakupan universal tersebut pada akhirnya mendapat sejumlah pertentangan, baik yang berasal dari para pekerja sektoral yang berusaha untuk tetap menjaga jaminan yang telah diberikan, maupun dari pekerja mandiri yang menolak untuk dibawa ke sistem jaminan baru. Tulisan ini hanya berhubungan dengan jaminan wajib umum, atau base yang meliputi; jaminan keluarga, kesehatan, keselamatan kerja, asuransi pengangguran dan tunjangan hari tua yang mencakup seluruh pekerja bergaji di Prancis.

The French social security system or known as La Sécurité Sociale is basically a number of statutory schemes; the compulsory general scheme, various special scheme, the agricultural scheme, and unemployment insurance scheme. Introduced in 1945, La Securité Sociale was initially intended to cover the entire population. The creation of universal coverage was met with opposition however, whether from workers in sectors already covered by a scheme which they wished to maintain, or from self-employed workers who refused to be brought into the new scheme. This paper deals only with the general scheme, which consist the family life insurance scheme, health insurance scheme, work injury compensation insurance, unemployment insurance scheme and the supplementary pension schemes which cover all salaried workers.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Juhdi Syarif
"ABSTRAK
Penelitian ini memfokuskan kajiannya tentang sikap Abuya Dimyati terhadap perubahan politik pada Pemilu 1977. Penelitian ini mempertanyakan mengapa Abuya Dimyati mengambil sikap kritis terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru menjelang Pemilu 1977, bagaimana reaksi masyarakat Banten atas penangkapan Abuya Dimyati pada 14 Maret 1977. Tujuan penelitian yaitu: menjelaskan sikap Abuya Dimyati terhadap perubahan politik dan sikap kritis beliau yang mengambil sikap berbeda dengan penguasa Pemerintah Orde Baru pada Pemilu 1977, serta menjelaskan reaksi masyarakat Banten atas penangkapan Abuya Dimyati. Metodologi strukturis yang didasarkan pada teori strukturasi Anthony Giddens digunakan untuk memahami keterkaitan antara struktur dan manusia agency dengan mengacu kepada konsep: gerakan tarekat, gerakan sosial-keagamaan, hubungan doktrin dengan perilaku politik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Orde Baru berupaya mempertahankan kemenangan Pemilu 1971 dengan melakukan kebijakan fusi partai politik pada 1973 dan memaksa masyakat dengan cara intimidasi untuk memilih partai pemerintah pada Pemilu 1977. Rangkaian peristiwa fusi dan intimidasi menjelang Pemilu 1977 membuat Abuya Dimyati menasihati masyarakat agar tidak mau dipaksa oleh Pemerintah Orde Baru. Dalam kaitan ini Abuya Dimyati, berperan sebagai kiai dan juga Culture Broker, yang mampu menerjemahkan situasi sosial politik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kondisi ini memperlihatkan ulama atau kiai menduduki posisi kunci dalam struktur kebudayaan masyarakat Banten.

ABSTRACT
The focus of this study is Abuya Dimyati 39 s attitude toward political shift in the 1977 Election. The study questions why Abuya Dimyati took a critical stand against the New Order government 39 s policies prior to the 1977 Election, how the People of Banten reacted to Abuya Dimyati 39 s arrest on 14 March 1977. The purpouse of the study is to explain the attitude of Abuya Dimyati against the political shift and why he took a stand opposing the New Order government 39 s policies before the 1977 Election, and to explain the reaction of Banten rsquo s Community when Abuya Dimyati was arrested. The structural method, based on the structural theory of Anthony Giddens is used to understand the relationship between structure and human agency by referring to the concepts of the tarekat movement, the social religious movement, and the doctrinal relationship with political behaviour. The result of this study shows that the New Order government attempted to defend their victory in the 1971 Election by implementing the policy of polical parties rsquo fusion in 1973 and forced the community by way of intimidation to vote for the government party in the 1977 Election. Series of events related with the fusion and intimidation prior to 1977 election attempted Abu Dimyati to advise the people not to be intimidated by the New Order government. In this regard, Abu Dimyati acted as a Kiai and a Culture Broker, who could translate the social political situation needed by the society. This condition shows that Ulema or Kiai holds an important position in the cultural structure of Banten rsquo s society. "
Lengkap +
2018
D2379
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>