Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107186 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Octaviany Hidemi Malamassam
"ABSTRAK
Latar belakang: Pengukuran kebugaran kardiorespirasi individu dilakukan dengan menggunakan uji latih. Uji naik turun bangku enam menit UNTB6M adalah uji latih yang mudah dilakukan, tidak membutuhkan peralatan yang rumit dan tidak membutuhkan ruang yang besar. Tujuan penelitian adalah melihat korelasi antara UNTB6M dengan UJ6M metode Nury yang telah divalidasi pada orang Indonesia. Metode: Desain observasional potong lintang. Subjek melakukan kedua uji latih. Variabel yang dinilai adalah jarak tempuh UJ6M dan jumlah langkah UNTB6M. Parameter fisiologis yaitu denyut nadi dan skala Borg Usaha, Sesak, Kaki Lelah dinilai sebelum dan sesudah kedua uji dilakukan. Hasil: Subjek penelitian adalah 36 orang laki-laki 42,4 dan 49 orang perempuan 57,6 , dengan rerata usia 29,1 5,53 tahun. Rerata jarak tempuh UJ6M 517 55,1 meter dan jumlah langkah UNTB6M 164,3 22,1 langkah. Jarak tempuh UJ6M berkorelasi dengan jumlah langkah UJNTB6M r = 0,526; p < 0,001 . Pada usia 18 ndash; 25 tahun dan usia 26 -35 tahun, korelasi jarak tempuh UJ6M dan jumlah langkah UJNTB6M adalah r = 0,70 and r = 0,53. Parameter denyut nadi dan skala Borg UNTB6M secara statitik signifikan lebih tinggi dibandingkan UJ6M. Simpulan : Terdapat korelasi kuat pada usia 18 ndash; 25 tahun dan korelasi sedang pada usia 26 ndash; 35 tahun antara jarak tempuh UJ6M metode Nury dan jumlah langkah UJNTB6M

ABSTRACT
Background Assessment of cardiorespiratory fitness using the exercise testing. Six minute step test 6MST is one of exercise testing that is easy to do, does not require complex equipment and large space. The purpose of study is to determine the correlation between 6MST and Nury rsquo s method 6MWT that has been validated on Indonesian people. Methods A cross sectional observational. Each subject did both of exercise testing. Variables assessed were distance on 6MWT and number of steps on 6MST. Physiological parameters such as heart rate and Borg scale Effort, Dyspnea, Leg Fatigue were assessed before and after the test. Results The subjects were 36 men 42.4 and 49 women 57.6 , with a mean age of 29.1 5.53 years. The mean of distance on 6MWT 517 55.1 metres and number of steps on 6MST 164.3 22.1 steps. Distance on 6MWT have correlation with number of test on 6MST r 0.526 p "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Febrina
"Kebugaran kardiorespiratori yang rendah dapat mempengaruhi terjadinya penurunan performa kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status kebugaran kardiorespiratori berdasarkan persen lemak tubuh, aktivitas fisik, status merokok, tingkat stres, asupan zat gizi makro, dan asupan zat gizi mikro pada Pamasis STHM Ditkumad tahun 2017. Desain studi yang digunakan untuk penelitian ini adalah cross sectional dengan total sampel 70 responden. Nilai VO2max yang menentukan status kebugaran kardiorespiratori diukur dengan two-mile run test. Dengan menggunakan tes tersebut didapatkan sebanyak 60 Pamasis STHM memiliki status tidak bugar. Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi square didapatkan adanya perbedaan status kebugaran kardiorespiratori berdasarkan persen lemak tubuh p-value < 0,05.

Low cardiorespiratory fitness related to decreased work performance. This study aims to examine the differences of cardiorespiratory fitness based on body fat percentage, physical activity, smoking status, stress level, macronutrients and micronutrients intake among military students of SHTM Ditkumad. This study used cross sectional design and participated in 70 samples. VO2max was used to determine cardiorespiratory fitness using two mile run test. The result of this study shows that 60 military students are unfit. Chi square result is showing that cardiorespiratory fitness statistically different based on body fat percentage p value 0,05.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S67503
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wita Mailani
"Kebugaran kardiorespirasi yang rendah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan kebugaran kardiorespirasi berdasarkan status gizi (IMT), persentase lemak tubuh, aktivitas fisik, konsumsi sarapan pagi, asupan gizi dan gizi mikro pada siswa SMAN 39 Jakarta sebelum dan sesudah dikontrol berdasarkan jenis kelamin. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sebanyak 131 responden dari SMAN 39 Jakarta dari kelas 10 dan 11 dilibatkan dalam penelitian ini. Asupan makanan diukur menggunakan penarikan makanan 1x24 jam, aktivitas fisik menggunakan PAQ-A, status gizi (BMI) diukur menggunakan BIA dan konsumsi sarapan diukur dengan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 61,8% siswa tidak layak. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara status gizi (BMI), persentase lemak tubuh dan aktivitas fisik berdasarkan jenis kelamin pada status kebugaran kardiorespirasi pada siswa SMAN 39 Jakarta. Sementara itu, ada juga perbedaan dalam status kebugaran kardiorespirasi berdasarkan asupan Vitamin B2 pada siswa SMAN 39 Jakarta.

Low cardiorespiratory fitness is associated with an increased risk of cardiovascular disease. This study aims to examine the differences in cardiorespiratory fitness based on nutritional status (BMI), body fat percentage, physical activity, breakfast consumption, nutrient intake and micronutrients in students of SMAN 39 Jakarta before and after being controlled by sex. This study uses a cross sectional design. A total of 131 respondents from SMAN 39 Jakarta from grades 10 and 11 were included in this study. Food intake was measured using 1x24 hour food withdrawal, physical activity using PAQ-A, nutritional status (BMI) was measured using BIA and breakfast consumption was measured by questionnaire. The results showed that 61.8% of students were not eligible. The results of the bivariate analysis showed that there were significant differences between nutritional status (BMI), body fat percentage and physical activity based on sex in cardiorespiratory fitness status in students of SMAN 39 Jakarta. Meanwhile, there were also differences in cardiorespiratory fitness status based on Vitamin B2 intake in Jakarta 39 High School students."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melda Warliani
"ABSTRAK
Latar Belakang : Kebutuhan atas penilaian kapasitas fungsi individu dengan cara yang sederhana tetapi reliabel terus dikembangkan dan mendapat perhatian khusus di kalangan ilmuwan. Hal ini sejalan dengan besarnya kepentingan untuk terus meningkatkan kualitas hidup. Ambilan oksigen maksimal (O2max ) merupakan nilai yang digunakan sebagai penilaian kapasitas fungsi kardiorespirai. Salah satu uji yang dapat digunakan untuk menilai prediksi O2max adalah uji jalan enam menit, namun pada kenyataannya tidak seluruh fasilitas kesehatan memiliki lahan yang cukup untuk melakukan uji ini. Penelitian ini bermaksud menilai apakah uji naik turun bangku metode Queen’s college yang membutuhkan perlengkapan lebih sederhana dapat digunakan sebagai alternatif penilaian prediksi O2max.
Metode : Penilitian ini merupakan uji analitik potong lintang, terdiri dari 56 responden berusia antara 18-50 tahun yang memenuhi kriteria penerimaan, tidak memiliki gangguan keseimbangan, riwayat penyakit jantung, paru dan metabolik yang tidak terkontrol, tidak menggunakan alat bantu jalan, tidak memiliki perbedaan panjang tungkai, dan tidak memiliki obesitas derajat dua. Dilakukan pemeriksaan fisik secara umum. Uji jalan enam menit yang digunakan mengacu pada protokol Nury yang sudah disesuaian dengan antropometri orang Indonesia, disesuaikan dengan nilai prediksi O2max uji naik turun bangku metode Queen’s college. Kedua uji dilakukan pada hari yang berbeda untuk mencegah rasa lelah.
Hasil : Dari 56 responden, didapatkan rerata usia 29,05 (7,072) tahun, rerata tinggi badan 161,57 (6,84)cm, panjang tungkai 85,91 (5,2) cm. Prediksi O2max uji jalan enam menit protokol Nury dengan rumus dua reratanya 19,96 (3,61), sedangkan dengan menggunakan rumus tiga didapatkan rerata 20,35 (3,71). Nilai prediksi O2max dengan menggunakan uji naik turun bangku reratanya sebesar 47,29 (7,56). Dimana dalam penelitian ini tidakdidapatkan korelasi dan kesesuaian antara nilai prediksi O2max kedua uji.
Kesimpulan : Walau pun kedua uji terbukti aman dan dapat digunakan sebagai penilaian prediksi O2max tetapi dalam penelitian ini tidak didapatkan korelasi dan kesesuaian antara nilai prediksi O2max.

ABSTRACT
Background : The need for the functional capacity assessment of an individual with a simple but it’s reliable have been developed and receive special attension in the scientist. This is in line with the increasing concern to improve the quality of life. Maximum oxygen uptake (O2max ) is a value that used to describe the cardiorespiratory function. One of the easiest test may be used to assess O2max is the sixth minute walking test, but in fact not all of health facilities have enough space to performed this test. This study mean to assess wether the Queen’s college step test that more simple can be used as an alternative to assess the prediction of O2max.
Methods : This is an analitic cross sectional study, with 56 respondents age ranged between 18-50 years old meet the inclussion criteria, respondents excluded if had impaired balance, history of heart, lungs and uncontrolled metabolic diseases, using walking aid, and had grade II obesity. We performed general physical examination. Nury’s protocol and O2max prediction formulas used as the sixth minute walking test, and Queen’s college metode as the step test. Level of agreement between O2max prediction from both test measured using Bland altman test. Both of test performed in different day to prevent fatigue.
Results : 56 respondents, mean of age 29,05 (7,072) years old, mean of heigth 161,57 (6,84) cm, mean of leg length 85,91 (5,2) cm. The mean of O2max prediction from sixth minute walking test Nury’s protocol were 19,96 (3,61) and 29, 35 (3,7). The mean O2max prediction using Queen’s college step test is 47,29 (7,56). In this study we found there were no significant correlation and agreement between prediction O2max value from both test.
Conclusion : Even though both of test proved to be save and can be done to measure the prediction of O2max , but both of prediction value did not meet the significant correlation and level of agreement."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Narita Putri
"Nilai estimasi VO2Max, kapasitas maksimum oksigen yang dapat digunakan di dalam tubuh per menit, merupakan indikator terbaik untuk menentukan tingkat kebugaran kardiorespiratori. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui rata-rata nilai estimasi VO2Max pada mahasiswa S1 Reguler Rumpun Ilmu Kesehatan UI serta hubungannya dengan jenis kelamin, aktivitas fisik, indeks massa tubuh (IMT), persen lemak tubuh, asupan gizi makro dan mikro, kualitas tidur, serta tingkat stres.
Desain studi penelitian ini adalah cross-sectional dengan total sampel 122. Pengukuran nilai estimasi VO2Max dilakukan dengan metode Queens College Step Test dan didapatkan hasil rata-rata 38,9±6,9 mL/kg/menit (43,9±7,9 mL/kg/menit pada laki-laki dan 35,4±2,8 mL/kg/menit pada perempuan; p value < 0,05). Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya perbedaan nilai estimasi VO2Max secara bermakna berdasarkan jenis kelamin.
Hasil bivariat juga menunjukkan adanya hubungan secara bermakna dengan pola positif antara variabel aktivitas fisik, asupan energi, asupan protein, asupan lemak, asupan karbohidrat, vitamin B1, B2, dan Fe. Hubungan bermakna dengan pola negatif ditemukan pada variabel persen lemak tubuh.

Estimated VO2Max value, which is the maximum oxygen capacity a body can use in a minute, is regarded as the best indicator to measure one's level of cardiorespiratory fitness. The objective of this thesis is to get information about the mean value of estimated VO2Max among Health Faculties (RIK) Students and its correlation with sex, physical activity, body mass index, body fat percentage, micro and macronutrient intake, sleep quality, also stress level.
This research is a cross-sectional study with 122 samples. Estimated VO2Max value was measured by using Queens College Step Test method. The mean value from all samples was 38,9±6,9 mL/kg/min which differs significantly between each sex group (men = 43,9±7,9 mL/kg/min on men and women = 35,4±2,8 mL/kg/min ; p value<0,05).
Bivariate analysis showed that there are positive correlation between physical activity, energy intake, protein intake, fat intake, carbohydrate intake, vitamin B1, B2 and Fe intake with estimated VO2Max value. While it showed negative correlation between body fat percentage with estimated VO2Max value.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Priscilla Amanda
"Latar belakang: Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dipengaruhi oleh kebugaran fisik yang dimiliki seseorang. Kapasitas fungsional seseorang dapat dilihat berdasarkan beberapa parameter seperti ambilan oksigen maksimal, metabolic equivalent of tasks (METs), dan jarak tempuh uji latih. Uji latih yang umum dilakukan adalah six minute walking test (6MWT), sedangkan uji latih yang saat ini sudah mulai banyak digunakan adalah incremental shuttle walking test (ISWT). Kelebihan ISWT adalah bersifat external paced sehingga dapat mengambarkan toleransi latihan seseorang lebih baik dibandingkan 6MWT. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kebugaran kardiorespirasi, di antaranya adalah kelembaban, suhu, hemoglobin, kadar laktat darah, serta karakteristik demografis dan antropometri seperti usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan. Penelitian ini berfokus pada faktor demografis dan antropometri.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berkorelasi dengan jarak tempuh ISWT pada orang dewasa sehat sedenter.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang dilakukan pada 85 subjek. Subjek melakukan ISWT sebanyak dua kali, dengan jarak tempuh yang diambil adalah jarak tempuh yang terbesar. Variabel independen (usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan) diuji dengan analisis bivariat untuk melihat korelasi dengan jarak ISWT. Selanjutnya, dilakukan analisis multivariat untuk melihat variabel yang paling berpengaruh pada jarak ISWT.
Hasil: Subjek penelitian ini sebanyak 60 orang berjenis kelamin perempuan. Median jarak tempuh ISWT orang dewasa sehat sedenter pada laki-laki sebesar 630 m dengan rentang 440-750 m, sedangkan perempuan sebesar 500 m dengan rentang 330-710 m. Berdasarkan hasil analisis multivariat, didapatkan bahwa jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan memiliki korelasi dengan jarak tempuh ISWT (p<0,05)
Kesimpulan : Jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan berhubungan dengan jarak tempuh ISWT pada dewasa sehat sedenter.

Background: In carrying out daily activities, it is influenced by a person’s physical fitness. A person’s functional capacity can be seen based on several parameters such as maximal oxygen uptake, metabolic equivalent of tasks (METs), and exercise testing distance. A common exercise testing is the six minute walking test (6MWT), while another exercise testing that is currently being applicated is incremental shuttle walk test (ISWT). The advantage of ISWT is external paced so it can describe person’s exercise tolerance better than 6MWT. There are various factors that affect cardiorespiratory fitness including humidity, temperature, hemoglobin, blood lactate levels, as well as demographic and anthropometric characteristics such as age, gender, height, and weight. This study focused on demographic and anthropometric factors.
Objective: To determine the factors that correlate with ISWT distance in sedentary healthy adults
Methods: This study was a cross-sectional study conducted on 85 subjects. Subjects performed ISWT twice, with the greatest distance was included in analysis. The independent variables (age, gender, height, weight) were analyzed using bivariate analysis to see the correlation with ISWT distance. Furthermore, multivariate analysis was done to see the most influential variable on the ISWT distance.
Results: The subjects of this study were 60 women. The median ISWT distance for men was 630 m with a range of 440-750 m while for women was 500 m with a range of 330-710 m. Multivariate analysis showed gender, body height, and body weight correlated with ISWT distance (p<0,05)
Conclusion: Gender, body height, and body weight correlated with ISWT distance in sedentary healthy adults.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Neny Husnaini Zain
"Kesehatan tidak dapat dipisahkan dengan dengan asupan gizi yang kita konsumsi setiap hari. Seseorang dengan status gizi yang baik maka sejatinya juga memiliki kualitas kebugaran tubuh yang baik pula. Untuk menilai suatu kebugaran seseorang dapat menggunakan metode uji jalan 6 menit. Penelitian ini ingin mengetahui korelasi antara status gizi dengan tingkat kebugaran pada petugas kebersihan luar Universitas Indonesia yang merupakan rujukan data karena belum pernah dilakukan sebelumnya. penelitian ini menggunakan desain potong lintang dimana status gizi subjek didapatkan dari hasil perhitungan IMT dengan terlebih dahulu mengukur berat dan tinggi badan subjek. Tingkat kebugaran didapatka dengan perhitungan presentase hasil uji jalan 6 menit yang berupa jarak tempuh dan prediksi uji jalan 6 menit yang disesuaikan dengan pedoman ATS. Kemudian data status gizi dan tingkat kebugaran dianalisis korelasinya dengan uji kruskall wallis. Hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran pegawai nonstaf Universitas Indonesia Depok tidak memiliki korelasi (P >0,05).

The health of one’s body is inseparable from the nutrition we consume each day. A person with a good nutritional status would make a good quality of life and a fit body. Physical fitness can be measured using The 6 Minute Walking Test. This study investigates the correlation between nutritional status and the fitness level of the cleaners in Universitas Indonesia which is a reference data since the study has not been conducted before. This study used a cross-sectional method, in which the subjects’ nutritional status wass acquired by the calculation of IMT after taking the data of the subjects’ body weight and height. The fitness level was calculated from the percentage of the result from The 6 Minute Walking Test and the prediction value of The 6 Minute Walking Test according to the guidelines from ATS. Furthermore, the correlation between the data of the nutritional status and the fitness level were analyzed using Kruskal Wallis Test. There was no significant correlation between the nutritional status and the fitness level of the Non-Staff Employees at Universitas Indonesia Depok (P >0,05)"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiati Laksmitasari
"ABSTRAK
Tesis ini disusun untuk mengetahui apakah uji jalan dua menit dapat digunakan sebagai alternatif uji kebugaran kardiorespirasi pada anak dengan cerebral palsy atau palsi serebral ambulatori. Penelitian menggunakan desain potong lintang. Subjek anak dengan palsi serebral ambulatori diminta untuk melakukan uji jalan dua menit dan uji jalan enam menit pada hari yang berbeda. Analisis statistik dilakukan untuk menilai korelasi antara jarak tempuh uji jalan dua menit dan jarak tempuh uji jalan enam menit. Hasil penelitian menyatakan bahwa uji jalan dua menit dan uji jalan enam menit mampu laksana pada anak dengan palsi serebral ambulatori, dengan penyesuaian khusus dalam teknis pelaksanaan. Rerata jarak tempuh uji jalan dua menit dan uji jalan enam menit masing-masing sebesar 47,87 + 28,54 m dan 134,33 + 80,27 m. Jarak tempuh uji jalan dua menit dan jarak tempuh uji jalan enam menit berkorelasi secara signifikan dengan tingkat korelasi yang sangat kuat (r = 0,920). Maka, uji jalan dua menit dapat dipertimbangkan sebagai alternatif uji kebugaran kardiorespirasi pada anak dengan palsi serebral ambulatori. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai validitas dan reliabilitas uji jalan dua menit subjek tersebut.

ABSTRACT
This thesis was aimed to know whether two-minute walking test can be used as an alternative to cardiorespiratory fitness tests in children with ambulatory cerebral palsy (CP). The design was cross sectional. Children with ambulatory CP performed two-minute walking test and six-minute walking test on different days. Statistical analysis was performed to assess the correlation between the two-minute walking distance and the six-minute walking distance. The results stated that the two-minute walking test and the six-minute walking test were feasible for children with ambulatory CP, provided that some modifications were made in procedures. The meanof the two-minute walking distance and the six-minute walking distancewere 47.87 + 28.54 m and 134.33 + 80.27 m respectively.There issignificant correlation between two-minute walking distance and six-minute walking distance with very strong level (r = 0.920). Thus, two-minute walking test can be considered as an alternative to cardiorespiratory fitness tests in children with ambulatory CP. Further research is needed to test the validity and reliability of the two-minute walking test."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Era Mahyuli
"Latar Belakang : Salah satu dampak sistemik dari penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yaitu modifikasi tipe otot skeletal. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai tingkat kelelahan kaki dengan menilai skala Borg lelah dan asam laktat perifer sebagai penanda kelelahan kaki
Metode : Desain penelitian ini adalah studi potong lintang, terdiri dari 34 subjek PPOK dan 25 subjek kontrol sehat yang seusia dengan usia subjek PPOK. Subjek dinilai skala Borg kelelahan kaki lelah dan asam laktat perifer sebelum dan sesudah uji jalan 6 menit (UJ6M).
Hasil : Terdapat peningkatan lebih tinggi median asam laktat yang tidak bermakna (p > 0,05) secara statistik antara subjek PPOK (0,5) dibandingkan kontrol (0,45). Terdapat peningkatan median skala Borg lelah yang bermakna (p < 0,001) antara subjek PPOK (5,0) dibandingkan subjek kontrol (1,0). Terdapat jarak tempuh yang lebih besar secara bermakna pada subjek kontrol dibandingkan subjek PPOK (p < 0,05).
Kesimpulan : Kelompok PPOK memiliki peningkatan asam laktat yang tidak bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Kelompok PPOK memiliki peningkatan skala Borg kaki lelah yang lebih besar dan berbeda bermakna dibandingkan dengan kontrol.

Background : One of systemic effects of COPD is a modification of skeletal muscle fiber types. The objective of this study is to determine the increase of leg fatigue by using Borg scale leg fatigue and lactic acid level.
Methods : This is a cross-sectional study design. The samples were 34 COPD patients and 25 healthy adults with the same age as COPD patients as the control. The lactic acid level and Borg leg fatigue scale were measured before and after six minute walking test (6MWT).
Results : There was an unsignificantly difference change of median of lactic acid level (p > 0,05) between COPD (0,5 mMol) compared to control (0,45 mMol). There was a statistically significant difference (p < 0,001) change of leg fatigue Borg scale between COPD (5,0) compared to control (1,0). There was a significantly (p < 0,05) higher mean of distance of 6MWT in control subjects (411,62 meters) compared to COPD (364 meters).
Conclusion : COPD patients had an unsignificantly increase of lactic acid level after the 6MWT compared to control subjects. COPD patients had a significantly higher leg fatigue Borg scale compared to control after the 6MWT.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febrian Mulya Santausa
"Penelitian mengenai produksi suara dalam bidang ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi masih jarang hingga saat ini. Waktu fonasi maksimal (WFM) merupakan salah satu parameter untuk menilai ketahanan fonasi. Studi pendahuluan ini ditujukan untuk mengetahui korelasi nilai prediksi ambilan oksigen maksimal (VO2 maksimal) yang didapatkan dari uji jalan enam menit dengan WFM pada populasi dewasa sehat sedenter bukan penyanyi. Penelitian ini merupakan studi potong-lintang dengan teknik pengambilan sampel secara konsekutif. Kriteria inklusi di antaranya subjek berusia 18-50 tahun, sedenter dan bukan penyanyi. Subjek dengan riwayat merokok, memiliki gejala pernafasan dalam dua minggu terakhir, riwayat penyakit jantung, paru, muskuloskeletal dan gangguan keseimbangan dieksklusi dari studi ini. Pengukuran WFM dan uji jalan enam menit dilakukan oleh dua asesor berbeda dan tidak diketahui satu sama lain. Seluruh subjek pada studi ini (n=50) merupakan penduduk ras Mongoloid. Rerata WFM lebih tinggi pada subjek laki-laki (n=18) (27.4+7.4 s vs 20.6+5.1 s, p<0.001). Dari analisis bivariat, didapatkan korelasi antara WFM dan nilai prediksi VO2 maksimal (r=0.588, p<0.001) dan frekuensi suara (r=-0.360, p=0.010), namun setelah analisis multivariat, nilai prediksi VO2 maksimal merupakan satu-satunya faktor yang berhubungan dengan WFM (p=0.004). Terdapat korelasi sedang antara nilai prediksi ambilan oksigen maksimal dari uji jalan enam menit dengan waktu fonasi maksimal pada dewasa sehat sedenter bukan penyanyi.

Studies regarding voice production in the field of physical medicine and rehabilitation are still sparse to date. Maximum phonation time (MPT) is a parameter to measure phonation endurance. This preliminary study was aimed to determine the correlation of predicted maximal oxygen uptake (VO2 max) obtained from six-minute walk test (6MWT) with MPT in healthy adult population of sedentary non-singers. This is a cross-sectional study with consecutive sampling. The inclusion criteria are subjects aged 18-50 years, sedentary and non-singers. Subjects with a history of smoking, having respiratory symptoms in the last two weeks, heart, lung, musculoskeletal and balance problems were excluded from this study. The measurements of MPT and 6MWT were carried out by two different assessors blinded to each other. The subjects in this study (n=50) were all Mongoloids. The mean MPT was higher in male subjects (n=18) (27.4+7.4 s vs 20.6+5.1 s, p<0.001). From bivariate analysis, there was a correlation between MPT and predicted VO2 max (r=0.588, p<0.001), as well as vocal frequency (r=-0.360, p=0.010). However, after multivariate analysis, predicted VO2 max was the only factor associated with MPT (p=0.004). There is a moderate correlation between predicted VO2 max obtained from 6MWT and MPT in healthy adult population of sedentary non-singers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>