Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53550 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Robby Novianto
"Latar belakang: Operasi maze untuk mengkoreksi fibrilasi atrium atrial fibrillation, AF bersamaan dengan operasi katup mitral sudah cukup diketahui manfaatnya, akan tetapi keberhasilan operasi maze pada kasus reumatik masih diragukan. Beberapa penelitian tidak menyarankan operasi maze pada kasus reumatik, sedangkan etiologi reumatik merupakan penyebab tersering penyakit jantung katup di Indonesia. Kami mencoba melakukan penelitian untuk melihat pengaruh etiologi reumatik terhadap keberhasilan operasi maze di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Indonesia.
Metode: Penelitian kohort restrospektif dengan mengambil data 55 pasien yang menjalani operasi katup mitral dan maze pada Januari 2012 sampai Januari 2017 secara consecutive sampling. Etiologi penyakit katup mitral dikelompokkan menjadi reumatik 33 sampel dan degeneratif 22 sampel. Kemudian dicatat irama pada 7 hari, 1 bulan, dan 3 bulan pascaoperasi, serta faktor perancu dan karakteristik dasar sampel.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna angka bebas AF pada kedua grup p>0,05 . Perbedaan bermakna ditemukan antara rerata umur dan jenis kelamin pada kedua grup etiologi. Tidak ada perbedaan bermakna pada variabel lain.
Simpulan: Keberhasilan operasi maze sebanding pada kedua etiologi penyakit katup mitral, sehingga dapat diterapkan pada kedua jenis etiologi.

Backgrounds: The benefits of maze surgery to correct atrial fibrillation AF concomittant with mitral valve surgery is well known, but the outcome of maze surgery in rheumatic cases remains in doubt. Some studies do not recommend maze surgery in rheumatic cases, whereas rheumatic etiology is the most common etiology of valvular heart diseases in Indonesia. We are trying to do a research to see the relationship of rheumatic etiology on the outcome of maze surgery at Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Indonesia.
Methods: This is a restrospective cohort study. We collected from medical records of 55 patients underwent mitral and maze valve surgery from January 2012 to January 2017 by consecutive sampling. The etiology of mitral valve disease are grouped into 33 rheumatic samples and 22 degenerative samples. Then we recorded the heart rhythm on 7 days, 1 month, and 3 months postoperatively, as well as confounding factors and basic characteristics of the sample.
Results: There was no significant difference in the freedom of AF in both groups p 0.05 . Significant differences were found between mean age and sex in both etiologic groups. There was no significant difference in other variables.
Conclusions: The outcome maze surgery is comparable in both the etiology of mitral valve disease, thus it can be applied equally to both etiologies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wirya Ayu Graha
"Latar belakang: Salah satu terapi fibrilasi atrium adalah ablasi bedah yang disebut Cox-maze IV yang dilakukan bersamaan dengan operasi katup mitral (concomitant cox-maze IV). Keberhasilan Cox-maze IV di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah RSJPD Harapan kita cukup tinggi yaitu 88,13%. Penelitian ini untuk menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan keberhasilan concomitant Cox-maze IV pada pasien dengan fibrilasi atrium dan penyakit katup mitral di RSJPD Harapan Kita, Indonesia.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional. Pasien dengan penyakit katup mitral dan fibrilasi atrium diperiode Januari 2012 sampai Desember 2017 dilakukan operasi katup mitral dan Cox-maze IV kemudian dievaluasi irama jantung 6 bulan pasca operasi. Irama yang dinilai adalah bebas fibrilasi atrium dan dinilai faktor-faktor yang berhubungan.
Hasil: Total subjek adalah 115 pasien dengan prevalensi bebas fibrilasi atrium 6 bulan pascabedah adalah 81.5%. Pascabedah mortalitas sebanyak 7 pasien (6,1%). Diameter atrium kiri lebih dari 60 mm memiliki odds ratio 2,91 artinya, pasien dengan diameter atrium kiri lebih dari 60 mm memiliki peluang 2,91 kali irama tetap fibrilasi atrium dibanding dengan pasien dengan diameter atrium kiri kurang dari 60 mm.
Simpulan: Faktor yang berhubungan dengan keberhasilan concomitant Cox-maze IV pada pasien dengan fibrilasi atrium dan penyakit katup mitral adalah diameter atrium. Pasien dengan diameter atrium kiri lebih dari 60 mm memiliki OR 2,91 tetap FA.

Introduction: One of the therapies for atrial fibrillation is surgical ablation that is known as Cox-maze IV, that is performed together with mitral valve operation (concomitant cox-maze IV). The success rate of Cox-maze IV in RSPJD Harapan Kita is quite high, which is 88.13%. This study is aimed at understanding the factors that attribute to the success of concomitant Cox-maze IV on atrial fibrillation and mitral valve disease patients in RSJPD Harapan Kita, Indonesia.
Method: The study design is cross sectional. Patients with mitral valve disease and atrial fibrillation within the period of January 2012 to December 2017 were given mitral valve operation and Cox-maze IV, then the cardiac rhythm was evaluated for 6-months post-surgery. The examined rhythm is atrial fibrillation free and we evaluated the associating factors.
Results: Total subject was 115 patients with the prevalence of atrial fibrillation free for 6-months post-surgery was 81.5%. Post-surgery mortality rate was 7 patients (6.1%). A larger than 60 mm left atrium diameter had an odds ratio of 2.91, which meant that patients with a left atrium diameter larger than 60 mm had a 2.91 higher risk of having atrial fibrillation rhythm than those with a smaller than 60 mm left atrium diameter.
Conclusion: Factors associated with the success of concomitant Cox-maze IV on atrial fibrillation and mitral valve disease patients is atrium diameter. Patients with a left atrium diameter larger than 60 mm has an OR of 2.91 to have atrial fibrillation. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wega Sukanto
"Latar belakang: Fibrilasi atrium meningkatkan morbiditas pasien dengan penyakit katup mitral. Insidens fibrilasi atrium pada pasien dengan penyakit katup mitral cukup tinggi karena proses pembesaran atrium dan remodelling. Semakin besar atrium, semakin lanjut juga proses remodelling, keberhasilan bedah ablasi-pun semakin kecil. Populasi pasien di Indonesia memiliki dimensi atrium kiri yang sudah besar. Kami mencoba melakukan penelitian untuk melihat pengaruh dimensi atrium kiri terhadap keberhasilan bedah ablasi di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita, Indonesia.
Metode: Penelitian kohort retrospektif dengan mengambil seluruh data 59 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dari 85 pasien yang menjalani bedah ablasi pada Januari 2012 sampai dengan Oktober 2016 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita, Indonesia. Data diambil dari rekam medis pasien yang menjalani operasi koreksi katup mitral dengan atau tanpa koreksi katup trikuspid dengan bedah ablasi set lesi bilateral, alat tunggal radiofrekuensi bipolar. Pengamatan irama jantung dilakukan pada minggu pertama, bulan ketiga, dan bulan keenam pascaoperasi. Analisis data menggunakan Mann-Whitney U test dan logistik regresi.
Hasil: Diameter atrium kiri preoperasi pada kedua kelompok keluaran hasil bedah ablasi bulan ketiga dan bulan keenam berbeda bermakna nilai p 0,05 , bulan ketiga nilai p >0,05 , dan bulan keenam nilai p >0,05 pascaoperasi. Analisis multivariat seluruh variabel perancu pada tiap waktu pengamatan tidak didapatkan hubungan yang secara statistik bermakna. Pada kelompok pasien dengan diameter atrium kiri ge;60mm, angka konversi irama menjadi sinus 69,22.
Kesimpulan: Semakin besar diameter atrium kiri preoperasi, semakin tinggi angka rekurensi AF pada pasien penyakit jantung katup mitral. Bedah ablasi tetap dapat menjadi suatu pertimbangan terapi pada pasien dengan diameter atrium kiri yang besar diameter ge;60mm .

Backgrounds: Atrial fibrillation causing many thromboemboli complications. Incidence of atrial fibrillation is high among patients with mitral valve disease. The proccess of enlargement and remodelling of atria were believed to increase failure in ablation surgery. Patients population in Indonesia had enormous size of atria in the time of surgery. We report the correlation between preoperative left atrial dimension with the outcome of the surgery.
Methods: This is a cohort retrospective study. We collected data from medical records of all 59 patients underwent modified Cox Maze IV with single device radiofrequency bipolar and biatrial lesion with mitral valve with or without tricuspid valve intervention throughout January 2012 to October 2016. We observed the outcome in first week, third month, and sixth month after the surgery. This study based on Mann Whitney U test and logisctic regression.
Results: There is significant difference in the preoperative left atrial diameter between two outcome groups AF and non AF at third month and sixth month p value 0.05. Multivariate analysis reveals no significant correlation among confounding factors at all observation time. The successful sinus rhythm conversion among patients with preoperative left atrium diameter greater than 60mm is 69,22.
Conclusions: Preoperative left atrial diameter affects the outcome of ablation surgery. The bigger the diameter, less success rhythm conversion. But in our population, ablation surgery still can be considered among patients with big left atrial size.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Hilal Nurdin
"Latar belakang. Hipertensi pulmonal merupakan salah satu komplikasi jangka panjang pada stenosis mitral, dan meningkatkan morbiditas serta mortalitas. Peningkatan resistensi vaskular paru terjadi pada fase reaktif hipertensi pulmonal akibat stenosis mitral. Pada hipertensi pulmonal terjadi gangguan keseimbangan sistem otonom, yang berpengaruh pada perubahan laju jantung saat uji latih. Laju jantung pemulihan dihitung dari selisih laju jantung maksimal saat uji latih dengan laju jantung menit pertama fase pemulihan dipengaruhi oleh reaktivasi sistem parasimpatis saat akhir latihan, dan merupakan prediktor mortalitas jangka panjang.
Metode. Penelitian ini dilakukan pada 20 pasien stenosis mitral bermakna dengan hipertensi pulmonal yang menjalani pembedahan katup mitral di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dari bulan Agustus hingga November 2014. Dilakukan pengukuran resistensi vaskular paru sebelum operasi dan sebelum pasien dipulangkan. Laju jantung pemulihan diambil dari uji treadmil pada akhir program rehabilitasi kardiak fase 2. Dilakukan analisa statistik untuk mencari hubungan antara resistensi vaskular paru dengan laju jantung pemulihan saat latihan pasca operasi katup mitral.
Hasil. Laju jantung pemulihan yang diukur pada menit pertama fase pemulihan uji treadmill adalah 11,5 + 5,9 kali per menit, dan perubahan resistensi vaskular paru pre dan paska operasi sebesar 1,55 + 2,1 WU. Laju jantung pemulihan menit pertama memiliki korelasi sedang dengan perubahan resistensi vaskular paru (r 0,537; p 0,015) . Analisa regresi linier laju jantung pemulihan menit pertama dengan perubahan resistensi vaskular paru pre dan paska operasi mendapatkan nilai koefisien β 1,52 dengan IK 95% 0,338-2,706 dengan nilai p 0,015. Analisa bivariat menyimpulkan bahwa digoxin merupakan variabel perancu (p 0,048). Analisa regresi linier antara perubahanresistensi vaskular paru pasca operasidengan laju jantung pemulihan menit pertama(adjusted analysis sesuai variable perancu)menunjukkan nilai koefisien β 1,244 dengan IK 95% 0,032-2,457 dengan nilai p 0,045.
Kesimpulan. Perubahan resistensi vaskular paru pada pasien stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal yang menjalani pembedahan berhubungan dengan laju jantung pemulihan menit pertama saat uji latih jantung.

Background. Pulmonary hypertension is one of the long-term complication of mitral stenosis, resulting increase of morbidity and mortality. Pulmonary vascular resistance (PVR) is increase in reactive phase of pulmonary hypertension due to mitral stenosis. There is impaired autonom regulation following pulmonary hypertension, affecting heart rate changes during exercise test. Heart rate recovery (HRR) is defined as the difference between heart rate at peak exercise and 1 minute of recovery phase. It is affected by reactivation of parasympathetic system after cessation of exercise, and has been known as a long-term mortality predictor.
Method. A study of 20 patients with significant mitral stenosis with pulmonary hypertension who underwent mitral valve surgery in National Cardiovascular Center Harapan Kita was done from August to November 2014. PVR data from echocardiography was measured before surgery and before the patients were discharged. HRR data was taken from the treadmill test at the end of phase 2 cardiac rehabilitation program. Statistical analysis is done to explore the correlation between pulmonary vascular resistance and heart rate recovery after exercise test.
Result. Mean heart rate recovery after exercise test is 11,5 + 5,9 beat perminute, and changes of pulmonary vascular resistance after surgery is 1,55+2,1 WU. There was a correlation between change of PVR and heart rate recovery (r 0,537; p 0,015). Linear regression analysis of the change of PVR and heart rate recovery (unadjusted analysis) showed β coefficient 1,52 with 95% confidence interval 0,338-2,706 and p 0,015. Adjusted analysis to confounding variabel showed β coefficient 1,244 with 95% CI 0,032-2,457 and p 0,045.
Conclusion. Changes of pulmonary vascular resistance after mitral valve surgery in mitral stenosis pastient is positively correlated with heart rate recovery during exercise test.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexandra Gabriella
"Latar belakang: Demam rematik dan komplikasinya masih merupakan masalah
kesehatan pada banyak negara berkembang. Katup mitral merupakan katup yang paling
sering terlibat oleh proses rematik, dengan derajat keparahan yang tinggi (60-70%
pasien), baik stenosis dan/atau regurgitasi. Tatalaksana pada pasien dengan stenosis katup
mitral berat telah digunakan sebagai modalitas terapi sejak hampir tiga dekade terakhir.
Pemilihan kandidat KMTP yang telah umum digunakan adalah dengan Skor Wilkins.
Skor Wilkins yang dinilai dari TTE memiliki beberapa kelemahan dibandingkan
modalitas TEE. Keterbatasan lain Skor Wilkins adalah terdapat variabel morfologi katup
mitral yang tidak dimasukkan dalam Skor Wilkins antara lain area katup mitral, morfologi
komisura, kalsifikasi komisura, dan area katup mitral awal. Selain itu angka keberhasilan
dini KMTP di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain di
dunia.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan morfologi katup mitral
(area katup mitral, ketebalan katup, tebal fusi komisura, tebal kalsifikasi komisura, fusi
korda) terhadap luaran keberhasilan dini KMTP.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien stenosis mitral berat
akibat penyakit jantung rematik yang menjalani tindakan KMTP. Luaran keberhasilan
dini yang optimal adalah tercapainya ukuran area katup mitral ≥ 1,5 cm2 tanpa disertai
regurgitasi mitral sedang atau lebih yang dievaluasi paska tindakan KMTP dengan
ekokardiografi. Penilaian katup mitral dilakukan secara detil dengan TEE meliputi Skor
Wilkins dari TEE (pliabilitas, ketebalan ketup, kalsifikasi, fusi korda), area katup mitral
(AKM) 3D pra tindakan, tebal fusi komisura anterolateral dan posteromedial, tebal
maksimal kalsifikasi komisura. Semua variabel dilakukan uji statistik bivariat, dan
selanjutnya dilakukan analisis multivariat.
Hasil: Total terdapat 41 pasien yang menjalani KMTP. Sebanyak 18 (43,9%) pasien
mencapai hasil luaran dini optimal. Didapatkan rerata AKM 3D pra 0,6 cm2 pada sampel.
Dari uji analisis multivariat didapatkan AKM 3D pra dan tebal fusi komisura anterior
merupakan faktor morfolgi katup yang secara independen berhubungan dengan
keberhasilan dini KMTP.
Kesimpulan: Pada populasi dengan Skor Wilkins yang rendah, AKM pra KMTP dan
ketebalan komisura anterolateral berhubungan dengan keberhasilan dini KMTP.
Sedangkan Skor Wilkins yang rendah itu sendiri tidak lagi berhubungan dengan
keberhasilan dini KMTP.

Background: Rheumatic fever and its complication is still a major health problem in
developing countries. The mitral valve is the most commonly and severely affected (65%-70% of patients) by rheumatic process by stenosis and/or regurgitation. Percutaneous
Transcatheter Mitral Comisurotomy (PTMC) has been used for almost 3 last decades.
Wilkins Score has been used for choosing candidates for PTMC. There are several mitral
valve features that is not included in the Wilkins score. Nevertheless, the success rate of
PTMC in Indonesia still considered lower than other countries.
Aim: This study aims to know the association of mitral valve morphology (mitral valve
area, valve thickness, thickness of commissural fusion, thickness of commisure
calsification, subvalvar involvement) with immediate success of PTMC.
Methods: This is a cross-sectional study, data was taken procpectively in patients with
rheumatic heart disease whom undergone PTMC. Optimal immediate success was
defined as mitral valve area ≥ 1,5 cm2 without mitral regurgitation moderate or more,
which was evaluated after PTMC using echocardiography. Detailed assessment of mitral
valve using TEE including Wilkins Score from TEE (pliability, valve thickness,
calsification, chordal fusion), mitral valve area (MVA) 3D, thickness of anterolateral and
posteromedial commissural fusion, maximum thickness of commissural calsification
were taken before the PTMC procedure. All morphological variables undergone bivariate
analysis and whichever is eligible to multivariate analysis.
Results: Forty-one patients undergone PTMC procedure. Eighteen patients (43,9%)
achieved optimal immediate result. Mean MVA by 3D echo before PTMC was 0,6 cm2.
After multivariate analysis, MVA 3D and thickness of anterolateral commisure were the
only morphological features which independently associated with early success of
PTMC.
Kesimpulan: In population with low Wilkins score, the score is no longer associated
with the immediate optimal outcome of PTMC. Instead, MVA 3D pre-PTMC and
thickness of anterolateral commissure are associated with immediate optimal outcome of
PTMC."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Larasati
"Latar Belakang. Pada pasien katup mitral yang disertai fibrilasi atrium (FA), bedah ablasi dapat dilakukan bersamaan dengan bedah katup mitral. Dalam penelitian ini kami melakukan evaluasi keberhasilan jangka pendek terhadap pasien-pasien katup mitral yang dilakukan bedah ablasi FA di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Kami mempunyai hipotesis bahwa indeks volume atrium kiri pra-bedah dan pasca-bedah berhubungan dengan keberhasilan bedah ablasi FA jangka pendek.
Metodologi. Merupakan studi retrospektif. Semua pasien yang dilakukan bedah ablasi bersamaan dengan koreksi katup mitral dengan kriteria standard pada periode bulan Maret 2012-Januari 2015 dimasukkan dalam penelitian ini. Data pasien diambil dari catatan medik rumahsakit, termasuk data klinis, EKG, laboratorium, echocardiografi sebelum dan sesudah bedah ablasi. Evaluasi keberhasilan jangka pendek dilihat ada tidaknya FA selama masa hospitalisasi sampai 1 bulan pasca-bedah.
Hasil. Selama periode penelitian, sebanyak 46 pasien ikut dalam penelitian ini {laki-laki 19 (41,3%) dan wanita 27 (58,7%)}.Rerata umur 42,7 ± 9,6 tahun. Lima orang meninggal segera setelah bedah ablasi (8,7%). Tiga puluh pasien tetap dalam irama sinus pada akhir bulan pertama sesudah tindakan bedah (65,2%). Rerata indeks volume atrium kiri pra-bedah pada pasien yang tetap dalam irama sinus pada akhir bulan pertama lebih kecil dibanding dengan yang tetap dalam irama FA, tetapi secara statistik tidak bermakna (156,83 ± 84,3 vs 189,4 ± 92 ml/m2, p=0,256). Rerata indeks volume atrium kiri pasca-bedah pada kelompok pasien yang tetap dalam irama sinus lebih kecil dibanding dengan pasien dalam irama FA pada akhir bulan pertama ( 95,2 ± 55,4 vs 126 ± 43,9 ml/m2, p=0,029) secara statistik berbeda bermakna. . Sembilan belas pasien menggunakan obat penyekat beta (41,3%) ternyata 3 pasien menjadi FA (15,8%) sedang yang tidak menggunakan obat penyekat beta (27 pasien, 58,7%) ternyata 13 pasien (48%) yang secara statistik bermakna (p=0,023). Analisis multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik menunjukkan bahwa indeks volume atrium kiri pasca-bedah adalah berpengaruh terhadap kejadian FA jangka pendek yang secara statistik bermakna (OR 1,02 (IK 95% 1,001-1,04, p=0,043)). Demikian pula penggunaan obat penyekat beta (OR 0,02 (IK 95% 0,001-0,364, p=0,008)).
Kesimpulan. Angka keberhasilan jangka pendek bedah ablasi FA pada pasien katup mitral adalah 65,2 %. Indeks volume atrium kiri pasca bedah berpengaruh terhadap keberhasilan jangka pendek bedah ablasi FA. Temuan tambahan lain dalam penelitian ini yaitu penggunaan penyekat beta pasca bedah berpengaruh terhadap keberhasilan jangka pendek bedah ablasi FA.

Background. Surgical ablation is commonly done in patients with chronic atrial fibrillation (AF) undergo mitral valve surgery. This study was designed to identify the relationship between pre-operative and post-operative left atrial volume indices (LAVi) and short term success of restoration sinus rhythm after surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery.
Methods. Data were collected retrospectively from our hospital medical record . These included electrocardiograms, laboratory, echocardiography before and after surgical ablation in all patients. Each patient was evaluated at the outpatient hospital clinic. The AF recurence was evaluated from the ECG recording within 1 month after surgery. Left atrial volume was calculated using modified Simpson's method. Volume was corrected by surface area.
Results: From March 2012 through January 2015, there were 46 patients who underwent surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery. The mean age was 42.7 ± 9,6 year-old. {males were 19 (41.3%) and females were 27 (58.7%)} Early mortality was found in 5 patients (8.7%). Sinus rhythm (SR) was restored and maintained within first month in 30 patients (65.2%) of the 46 patients. The pre-operative LAVi was smaller in patients who was successfully restored in SR compared with those who was unsuccessfully restored in sinus rhythm, but statistically insignificant (156.83 ± 84.3 vs 189.4 ± 92 ml/m2, p=0.256). However, post-operative LAVi was smaller and statistically significant in those patients who was successfully restored in SR compared with those who was unsuccessfully restored in SR (95.2 ± 55.4 vs 126 ± 43.9 ml/m2, p=0,029). Multivariate analysis using logistic regression analysis showed post-operative LAVi (OR was 1.02 (CI 95% 1.001-1.04, p=0.043) and beta blocker usage early post hospitalization (OR was 0.02 (CI 95% 0.001-0.364, p=0.008) were independent predictor of maintaining SR after surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery.
Conclusions: Short term success rate of the surgical AF ablation in patients with chronic AF and concomitant mitral valve surgery was 65,2%. Post-operative LAVi and post operative beta blocker therapy was independent predictor of maintaining SR after surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hatta
"Latar Belakang : Regurgitasi trikuspid (RT) merupakan kondisi yang seringkali ditemukan pada penyakit katup mitral. Selama ini kondisi ini seringkali diabaikan karena terdapat anggapan bahwa RT akan berkurang setelah pasien menjalani operasi katup mitral. Kondisi ini ternyata tidak selalu terjadi dan seringkali pasca operasi RT residual justru dapat berkembang seiring berjalannya waktu. Regurgitasi trikuspid residual selama pengamatan diprediksi dapat memberikan luaran yang buruk pasca operasi sehingga kondisi ini memerlukan tatalaksana yang sesuai.
Tujuan : Mengetahui apakah RT residual pasca operasi katup mitral berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas jangka menengah pasca operasi.
Metode : Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK). Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi katup mitral di RSJPDHK sejak Januari 2011 sampai dengan Desember 2013. Karakteristik dasar, data operasi, serta pemeriksaan ekokardiografi sebelum dan pasca operasi (pre-discharge) yang diperoleh dari rekam medis di catat. Data kemudian diolah dengan analisis bivariat dan multivariat untuk mengetahui hubungan antara RT residual dengan mortalitas dan morbiditas yaitu rehospitalisasi, klas fungsional NYHA III-IV atau re-operasi.
Hasil Penelitian : Subyek yang diikutsertakan sebanyak 307 pasien dengan 255 pasien (83,06%) terdapat RT residual non signifikan dan 52 pasien (16,9%) RT signifikan. Pada kelompok RT signifikan mortalitas terjadi pada 6 pasien (11,5%) sedangkan pada RT non signifikan sebanyak 10 pasien (3,9%). Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat RT signifikan dengan mortalitas (OR 3,196; 95%IK 1,107-9,224; p=0,036). Sebaliknya, tidak terdapat hubungan bermakna antara RT residual dengan morbiditas (OR 1,091; 95%IK 0,536-2,221; p=0,810). Setelah pengamatan dengan durasi 18,7 ± 9,3 bulan terlihat 6% pasien yang pada saat pre-discharge dengan RT residual non-signifikan berubah menjadi RT signifikan dan fenomena ini disebut juga dengan late RT.
Kesimpulan : Pada penelitian retrospektif ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara RT residual signifikan dengan mortalitas, namun tidak didapatkan adanya hubungan bermakna antara RT residual dengan morbiditas. Pada pengamatan jangka menengah tampak bahwa fenomena late RT sudah mulai terjadi meskipun dalam jumlah yang kecil.

Background : Tricuspid regurgitation (TR) is frequently present in patients with mitral valve disease. Tricuspid regurgitation has long been ignored because it was generally believed that TR can regress after succesfull mitral valve surgery. However later studies found that this is not always true, TR can progress post operatively. This residual can affected adversed outcome regarding mortality and morbidty and this condition need accurate and suitable management.
Objective : The purpose of the present study was to know the outcome of residual tricuspid regurgitation post mitral valve surgery regarding mortality and morbidity at the mid term follow up.
Methods : A retrospectively cohort study was conducted in National Cardiovascular Center Harapan Kita (NCCHK). We analyzed records of patients who underwent mitral valve surgery in our hospital between January 2011 and December 2013. Baseline and surgical characteristic, echocardiographic pre and post operatively (pre-discharge) was evaluated. Statistycal analysis was done using bivariate and multivariate analysis to determine the association between residual TR regarding mortality and morbidity defined as the composite of rehospitalization, symptom of fungsional class NYHA III-IV, or reoperation.
Results : The total 307 patients was analyzed. Of those subjects, 255 patients (83,06%) revealed non significant residual TR and 52 patients (16,9%) with significant TR post operatively. In patients with significant residual TR post operatively, mortality occured in 6 patients (11,5%) compared with 10 patients (3,9%) in non significant group. There was a significant association between residual TR post operatively with mortality (OR 3,196; 95%IK 1,107-9,224; p=0,036), Conversely, there was no significant association between residual TR and morbidity (OR 1,091; 95%IK 0,536-2,221; p=0,810). After follow up with duration 18,7 ± 9,3 months, there was 6% patients who developed from non significant TR post operatively becoming significant TR and this phenomenon was known as a late TR.
Conclusion : This retrospective study demonstrated that there was a significant association between residual TR postoperatively with mortality but not with the morbidity. During the follow up TR can progress post operatively, known as late TR altough in this study its only found in a small number of patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fandi Ahmad
"Latar Belakang : Penyakit jantung katup khususnya katup mitral dengan etiologirematik sering berakhir dengan fibrilasi atrium FA. Stenosis mitral SM maupun regurgitasi mitral RM, ditambah dengan fibrosis atrium pada prosesrematik menyebabkan terjadinya remodeling struktural dan remodeling elektrisyang diduga berperan dalam timbulnya FA. Bedah reduksi atrium kiri pada pasienFA yang menjalani operasi katup mitral, merupakan prosedur yang relatifsederhana, tidak memakan waktu operasi yang lama, dan relatif murah yangdiduga memiliki pengaruh terhadap konversi irama.
Tujuan : Menilai pengaruh bedah reduksi atrium kiri terhadap konversi iramajangka pendek dan jangka panjang pada pasien fibrilasi atrium dengan penyakitkatup mitral rematik yang menjalani pembedahan.
Metode : Telah dilakukan studi kohort retrospektif pada pasien fibrilasi atriumdengan penyakit katup mitral rematik yang menjalani operasi katup mitral selamaperiode Mei 2012 sampai dengan Mei 2016 di RS Jantung dan Pembuluh DarahHarapan Kita. Tindakan bedah reduksi atrium kiri dalam hal ini menjadi variabelindependen yang diperkirakan memiliki pengaruh terhadap konversi irama padapasien fibrilasi atrium dengan penyakit katup mitral rematik. Variabel dependenpada penelitian ini adalah konversi irama, yang dinilai melalui pengamatan jangkapendek dan jangka panjang.
Hasil : Total sampel penelitian ini adalah 257 sampel, terdiri dari 131 orang yangmenjalani bedah reduksi dan 126 orang tanpa bedah reduksi. Pada kelompokbedah reduksi, didapatkan 42 subjek 32,1 yang mengalami konversi iramajangka pendek dan 37 subjek 28,2 yang mengalami konversi irama jangkapanjang. Dari hasil analisis multivariat, variabel yang bermakna terhadap konversiirama jangka pendek yaitu bedah reduksi atrium kiri dengan OR 0,56 IK 95 0,31 ndash; 0,98 dan nilai p=0,044 serta penggunaan penyekat beta dengan OR 0,56 IK 95 0,31 ndash; 0,99 dan nilai p=0,047. Sementara variabel yang bermaknaterhadap konversi irama jangka panjang yaitu bedah reduksi atrium kiri denganOR 0,51 IK 95 0,28 ndash; 0,94 dan nilai p=0,031, penggunaan penyekat betadengan OR 0,53 IK 95 0,28 ndash; 0,98 dan nilai p=0,042, dan indeks volumeatrium kiri prabedah le;146 ml/m2 dengan OR 0,47 IK 95 0,26 ndash; 0,87 dan nilaip=0,017.
Kesimpulan : Bedah reduksi atrium kiri memiliki pengaruh terhadap konversiirama jangka pendek maupun jangka panjang pada pasien fibrilasi atrium denganpenyakit katup mitral rematik yang menjalani pembedahan.

Background : Valvular heart disease, especially rheumatic mitral valve diseaseoften coexists with atrial fibrillation AF. Mitral stenosis MS and mitralregurgitation MR with atrial fibrosis because of rheumatic process, resulting instructural remodeling and electrical remodeling of left atrium which contribute foroccurence of AF. Left atrial reduction surgery with mitral valve correction issimple procedure, takes relatively short operation time, and quite inexpensive asan alternative treatment for AF in rheumatic mitral valve disease.
Objective : Assessing the effect of left atrial reduction for short term and longterm rhythm conversion of AF in rheumatic mitral valve disease.
Method : We conducted a retrospective cohort study in atrial fibrillation patientswith rheumatic mitral valve disease who underwent mitral valve surgery duringthe period of May 2012 until May 2016 in the National Cardiovascular Center Harapan Kita. Left atrial reduction surgery became an independent variable whichexpected to have an influence on the rhythm conversion. The dependent variablewas the conversion of rhythm which was assessed through the observation in ashort term and long term.
Result : There were 257 subjects in this study, consisting of 131 subjects in theleft atrial reduction group and 126 subjects in the non left atrial reduction group.In left atrial reduction group, there were 42 subjects 32,1 with sinus rhythm inshort term observation and 37 subjects 28,2 with sinus rhythm during longterm observation. From multivariat analysis, the significant variable for the shortterm rhythm conversion were left atrial reduction with OR 0,56 CI 95 0,31 ndash 0,98 and p 0,044 and also beta blocker therapy with OR 0,56 CI 95 0,31 ndash 0,99 and p 0,047. While the significant variable for rhythm conversion in longterm were left atrial reduction with OR 0,51 CI 95 0,28 ndash 0,94 and p 0,031,beta blocker therapy with OR 0,53 CI 95 0,28 ndash 0,98 and p 0,042, and alsopre operation left atrial volume index le 146 ml m2 with OR 0,47 CI 95 0,26 ndash 0,87 and p 0,017.
Conclusion : Left atrial reduction has an effect for short term and long termrhythm conversion of AF in rheumatic mitral valve disease.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55635
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Wendy Marmalata
"Latar Belakang: Pasien yang menjalani bedah katup mitral cenderung mengalami penurunan fungsi ventrikel kanan Vka pasca pembedahan katup. Disfungsi Vka pasca pembedahan katup dapat menetap ataupun mengalami perbaikan di kemudian hari. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perbaikan fungsi Vka pasca operasi. Namun, belum ada studi yang menilai faktor-faktor yang dapat menjadi prediktor perbaikan fungsi Vka pasca operasi katup mitral dalam suatu studi multivariat.
Tujuan: Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang dapat menjadi prediktor perbaikan fungsi Vka pada pasien dengan penyakit katup mitral yang mengalami disfungsi Vka segera setelah pembedahan katup mitral.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif yang dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita RSJPDHK . Subjek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi katup mitral di RSJPDHK sejak Januari 2016 sampai dengan Februari 2017. Data yang diambil yakni karakteristik dasar, data operasi, data obat-obatan pasca operasi, pemeriksaan ekokardiografi sebelum, segera sebelum lepas rawat, dan enam bulan pasca operasi.
Hasil penelitian: Sebanyak 100 subjek yang dinilai pada penelitian ini. Terdapat 68 68 subjek yang mengalami kenaikan fungsi Vka, dan 32 subjek 32 yang tidak. Median TAPSE sebelum lepas rawat meningkat secara signifikan enam bulan pasca operasi dari 1,1 0,6-1,5 menjadi 1,4 0,7-2,8 dengan nilai p

Background In patients undergoing mitral valve surgery, right ventricular function may decline immediately after the surgical procedure. This condition may sometimes remain, but may also improve later on. Many factors have been proposed to account for this phenomenon. As of yet, there are no studies using multivariate analysis to investigate factors that may be predictors of right ventricular function improvement after mitral surgery.
Objective This study aims to identify factors that may be predictors of right ventricular function improvement in patients with right ventricular dysfunction following mitral valve surgery.
Methods This is a retrospective cohort study, taking place at National Cardiovascular Center Harapan Kita NCCHK , Jakarta, Indonesia. Subjects are patients who underwent mitral valve surgery between January 2016 until February 2017. Data taken include basic characteristics, surgical data, drugs prescribed after surgery, and echocardiography data before surgery, predischarge, and six months after surgery.
Results There are 100 subjects who fulfilled the criteria to participate in this study. There are 68 68 cases of right ventricular function improvement and 32 32 cases without improvement. The median of predischarge TAPSE increases significantly six months after surgery, from 1,1 0,6 1,5 to 1,4 0,7 2,8 with p value.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irfiansyah Lesmana
"ABSTRAK
Pendahuluan
Keputusan untuk melakukan tindakan operasi reparasi dan replace katup mitral pada stenosis mitral masih diperdebatkan. Tujuan penelitian ini adalah mencari hubungan
antara Wilkin?s score dengan keputusan operasi reparasi dan replace katup mitral
pada stenosis mitral, serta mencari titik potong nilai Wilkins? score pada operasi
reparasi dan replace katup mitral
Metode
Penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional secara
retrospektif mencakup seluruh pasien dari RS Harapan Kita Jakarta yang dilakukan
operasi stenosis mitral pada Januari 2010 ? September 2015 oleh satu orang dokter
bedah Jantung. Hubungan Wilkins? score dengan keputusan operasi serta nilai titik
potong Wilkins? score pada operasi reparasi dan replace menjadi luaran yang akan
diteliti.
Hasil
Seratus dua puluh lima subjek dengan usia rata-rata kelompok reparasi 36,78 ± 9,37
tahun dan replace 44,49 ± 9,29 tahun. Didapatkan nilai mean Wilkins? score pada
kelompok reparasi 6,5 (4-12) dan kelompok replace 8 (4-14) dengan nilai signifikansi
p<0,001. Dengan area under curve 0,786 dan p<0,001, dapat dinilai titik potong
Wilkins? score berada pada nilai 7. Dengan memerhatikan variabel lain yang
menunjukkan adanya hubungan signifikan pada analisis bivariat yaitu usia,
regurgitasi mitral dan Euro score, dilakukan analisis multivariate dengan uji regresi
logistic didapatkan area under curve 0,946 dan p<0,001, dapat dinilai titik potong
Wilkins? score berada pada 5. Kesimpulan
Wilkins? score berhubungan dalam pengambilan keputusan tindakan operasi reparasi
dan replace katup pada subjek dengan stenosis mitral, dengan titik poin pada putusan
operasi reparasi dan replace yaitu Wilkins? score 7. Jika Wilkins? score
mempertimbangkan faktor usia, regurgitasi mitral dan Euro score titik poin pada
putusan operasi reparasi dan replace yaitu Wilkins? score 5.

ABSTRACT
Introduction
Decision on the repair and replacement of mitral valve surgery in mitral stenosis
patients is still being debated. The aim for this research is to find the relationship
between Wilkins? score and the decision between repair and replacing mitral valve in
mitral stenosis cases, and to find the cut off point for Wilkins?score in the mitral
valve repair and replacement procedure
Methods
The research is an analytic descriptive study with restrospective cross sectional
design. This research covered all patients of Harapan Kita Hospital for Heart and
Blood vessels that had mitral stenosis operations from January of 2010 until
September 2015 that is conducted by one of the surgeon in that hospital. The
relationship between Wilkin?s score and the decision to operate and the cut of point
of the Wilkins? score on the repair and replacement decision is the outcome that we
are going to study in this research.
Results
One hundred and twenty five subjects with the mean age of repair 36,78 ± 9,37 years
old and replacement age of 44,49 ± 9,29 years old. We found that the mean of
Wilkins? score in the reparation group is 6,5 (4-12) and in the replacement group is 8
(4-14) with the significance value is p <0,001. With area under the curve of 0,786 and
p<0,001 we can see that the the cut off point for Wilkins? score is 7. By seeing other
variables to show the significance between all bivariates variable such as age, mitral
regurgitation and Euro score, we conducted multivariate analysis of regression test
we found area under the curve 0,946 with p<0,001. We can assess that the cut off
point of Wilkins? score is 5 Conclusion
Wilkins score is related with decision making of valve repair and replacment
procedure in patients with mitral stenosis with poin between decision is 7. If Wilkins
score consider other factors such as age, the presence of mitral regurgitation and Euro
Score the point that determine the decision to repair and replace mitral valve is
Wilkins? score 5."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>