Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Stroud, Jonathan
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2015
813 STR t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Seno Gumira Ajidarma, 1958-
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2011
741.595 98 SEN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kompas, 2000
899.221 DUA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Seno Gumira Ajidarma, 1958-
"ABSTRAK
Kajian komik Indonesia sepanjang sejarahnya terlalu sedikit, maka sebuah kajian yang mendalam layak dilakukan. Kajian ini membandingkan buku komik Panji Tengkorak yang digubah oleh Hans Jaladara sampai tiga kali, yakni tahun 1968, 1985, dan 1996, yang sebagai kesatuan disebut Tiga Panji Tengkorak. Maksud dan tujuan kajian atas Tiga Panji Tengkorak adalah mencari tahu dan mengungkapkan bagaimana kebudayaan berlangsung.
Dengan begitu maka Panji Tengkorak 1968, Panji Tengkorak 1985, dan Panji Tengkorak 1996 dibandingkan sekaligus secara simultan, dari leksia ke leksia secara kronologis, sebagai modifikasi pendekatan Barthes atas Sarrasine dalam S/Z.
Pembacaan kembali Tiga Panji Tengkorak ini menggunakan kacamata teori kornik dan kajian budaya sebagai teori tandem: teori kornik yang mengacu Topffer, Gombrich, Eisner dan McCloud dimanfaatkan untuk membaca aspek visual Tiga Panji Tengkorak, sedangkan teori kajian budaya yang teracu kepada Foucault, Gramsci, Hall, dan Mulhern mempertimbangkan makna yang terungkap dari naratif Tiga Panji Tengkorak; keduanya selalu dalam konteks keterbandingan.
Dalam pembacaan itu terungkapkan suatu perbincangan dalam lima topik. Pertama, bahwa pendekatan gambar yang teracu dalam Tiga Panji Tengkorak adalah gambar realisme dalam wacana kemiripan dan gambar kartun dalam wacana kesepadanan. Dari penemuan ini terbangun konstruksi oposisional antara ideology objektivitas dalam wacana kemiripan yang terdapat dalam Panji Tengkorak 1968 dan Panji Tengkorak 1985; dan ideologi subjektivitas dalam wacana kesepadanan yang terdapat dalam Panji Tengkorak 1996. Namun, kedua, simulasi sejumlah kode, yakni kode serius, kode lucu, dan kode dagang dalam Gugus Kode 1; dan kode artistik, kode silat, ataupun kode kekerasan dalam Gugus Kode 2; memperlihatkan berlangsungnya pertukaran kode antargugus-dan ini berarti konstruksi oposisional yang terbentuk sebelumnya mengalami keretakan. DaIam topik ketiga, disimulasikan Identitas Asal, Identitas Terkehendaki, dan Bukan-Identitas dalam Gugus Identitas Pribadi; ataupun Identitas Faktual dan Identitas Non-Faktual dalam Gugus Identitas Budaya Geogratis-dari sini terlacak terdapatnya politik identitas dan berlangsungnya pergulatan antarwacana. Topik keempat menunjukkan terdapatnya perlawanan terhadap bias konstruksi gender yang termaknakan dalam perbandingan Tiga Panji Tengkorak. Dalam topik kelima terumuskan bahwa dari representasi dalam naratif ataupun makna yang direpresentasikannya terungkapkan berlangsungnya ketidakmapanan sistem dalam pergulatan antarwacana.
Dalam rekapitulasi kemudian terbongkar bahwa objektivitas dan subjektivitas adalah representasi ideologis bagi konstruksi realitas-pembebanan makna atas realitas yang ideologis itu menjadi pergulatan antarwacana yang memberlangsungkan kebudayaan; yang memang akan selalu terhadirkan sebagai metakebudayaan, yakni kebudayaan tentang kebudayaan, karena kebudayaan hanya terhadirkan dalam proses sebuah perbincangan. Ini berarti manusia yang berada di dalam kebudayaan dalam hubungan dibentuk/membentuk kebudayaan hanya akan melihat kebudayaan sebagai suatu jejak. Tiga Panji Tengkorak adalah jejak jejak kebudayaan yang dalam pembongkaran telah memperlihatkan berlangsungnya kebudayaan.

ABSTRACT
A comic study is yet an undeveloped research area in the Indonesian comics, within the framework of the theory of comics and cultural studies. That is why a thorough study about the subject is highly appropriate. This dissertation is a comparison of three different editions of Panji Tengkorak by Hans Jaladara, published consecutively in 1968, 1985, and 1996, which as a whole can be called the Three Panji Tengkorak. The aim of this study is to discover and to reveal how culture operates.
In this study, Panji Tengkorak 1968, Panji Tengkorak 1985, and Panji Tengkorak 1996 are simultaneously compared. The analysis is done through a modification of Roland Barthes method in S/Z. The Three Panji Tengkorak are analyzed by breakings them down into smallest units called lexia and by comparing the lexias in a chronological order. The theory of comics from Topffer, Gombrich, Eisner and McCloud are used to analyze the visual aspect of the Three Panji Tengkorak, and the theories of Cultural Studies, namely the works of Foucault, Gramsci, Hall, and Mulhern are used to consider the meanings revealed from the narrative of the Three Panji Tengkorak.
The analysis covers five topics: First is the overlapping modes of realism which is based on likeness and cartoon which is based on equivalence. From this findings, it can be concluded that although inconsistent, the ideology of objectivity based on likeness is found in Panji Tengkorak 1968 and Panji Tengkorak 1985; and the ideology of subjectivity based on equivalence is found in Panji Tengkorak 1996. Second, the simulation of several codes i.e. the serious, comical and economic codes in Cluster I; the artistic, martial art and violence codes in Cluster 2, shows that there is some code switching inside each - and between - those two groups, and this shows inconsistencies and contradiction. The third topic raises the issue of identity (desired and non-identity, factual and non-factual). Here we see the politics of identity at war within the discourses of the texts. The fourth topic shows contradiction in the gender, ideology of the three texts. The fifth shows that representation is unstable. This dissertation concludes that objectivity and subjectivity are ideological representation of the construction of reality. These ideological contractions are at war within the discourses and this is the way culture operates.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
D550
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rachmayani
"Penelitian ini adalah sebuah analisis diskursus kritis terhadap penggambaran gender di dalam sebuah film Indonesia yang disutradarai dan diproduseri oleh perempuan. Kasus yang diambil dalam penelitian ini adalah Pasir Berbisik. Film adalah sebuah industri yang melibatkan modal besar, karena itu para pekerja film umumnya enggan mengambil resiko dalam pemilihan tema. Mereka cenderung memilih tema yang tunduk pada selera pasar. Namun, Pasir Berbisik telah membuktikan bahwa dalam membuat sebuah film, pasar bukanlah segalanya, idealisme tetap merupakan faktor penting. Karena itulah, penggambaran gender dalam film ini berbeda dari film lain. Dalam banyak film, wajah perempuan dan laki-laki yang ditampilkan merupakan bentuk yang memakai sudut pandang laki-laki. Perempuan cenderung digambarkan sebagai sosok yang pasif, lemah, cengeng dan tertindas, tergantung pada laki-laki, didominasi dan menerima keputusan yang dibuat oleh laki-laki. Sementara laki-laki digambarkan sebagai sosok yang kuat, tegar, mempunyai kekuasaan, mandiri dan melindunti Penggambaran seperti ini lahir disebabkan dominasi lelaki dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk dalam film. Cara pandang lelaki dalam menokohkan perempuan dan laki-laki dalam film, telah mempertahankan susunan masyarakat yang berpihak kepada salah satu gender. Untuk mengetahui penggambaran gender dalam Pasir Berbisik, analisis yang dilakukan adalah critical discourse analysis melalui tahap analisis teks dengan metode framing, tahap discourse practice, serta sosiocultural practice. Berdasarkan analisis teks, diperoleh gambaran bahwa film ini membentuk perempuan sebagai sosok yang mandiri, tegar, dominan. Sementara itu laki-laki digambarkan sebagai sosok yang pasif, lemah dan tergantung pada perempuan. Berdasarkan pembentukan karakter ini, Pasir Berbisik telah merombak stereotipe perempuan dan laki-laki yang selama ini dibentuk dan dikekalkan media. Pembentukan karakter perempuan dalam film ini sarat dengan nilai-nilai ideologi feminisme. Namun dalam penggambaran posisi sosial, nampak masih berlakunya stereotipe. Dimana pekerjaan sebagai pedagang sukses dan tentara masih dipegang oleh laki-laki, dan pekerjaan sebagai penjual jamu dan bidan masih dipegang oleh perempuan. Teks dalam Pasir Berbisik terlahir dari proses produksi yang dijelaskan dalam analisis discourse practice. Dominannya perempuan dalam jajaran decision makers, dan orientasi gender yang mereka miliki, memungkinkan lahimya sebuah teks yang mengandung nilai-nilai feminisme. Sementara itu, analisis pada tingkatan sosiocultural practice menunjukkan bahwa dalam sebuah industri yang melibatkan modal besar, idealisme tidak selalu ditundukkan oleh kepentingan pasar. Kepentingan komersial dan kepentingan idealis dapat sating mendukung. Pasir Berbisik muncul sebagai budaya tandingan bagi film-film yang mensubordinatkan perempuan. Fenomena budaya tandingan ini dapat dimanfaatkan untuk merubah penggambaran gender di media massa yang semula dipengaruhi ideologi patriarki menjadi nilai-nilai yang egaliter, dan tidak bersifat eksploitatif terhadap perempuan maupun laki-laki."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S4158
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ainul Mardhiyah
"Penelitian ini membahas konflik Aceh dalam cerpen “Jaring-Jaring Merah”, “Dua Tengkorak Kepala”, dan “Safrida Askariyah”. Penelitian ini bertujuan menjelaskan situasi konflik Aceh semasa pemberontakan GAM yang digambarkan dalam ketiga cerpen tersebut, serta mengungkapkan perbedaan yang menegaskan sikap dan ideologi para pengarang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif komparatif, sedangkan sumber data penelitian yang digunakan adalah teks cerpen “Jaring-Jaring Merah” karya Helvy Tiana Rosa, cerpen “Dua Tengkorak Kepala” karya Motinggo Busye, dan cerpen “Safrida Askariyah” karya Alimuddin. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini sosiologi sastra. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa meskipun mengangkat tema yang sama, yaitu konflik Aceh, ketiga cerpen tersebut memiliki fokus bahasan yang berbeda. Cerpen “Jaring-jaring Merah” dan “Safrida Askariyah” memfokuskan ceritanya pada kondisi psikologis perempuan korban perkosaan tentara, sedangkan cerpen “Dua Tengkorak Kepala” memfokuskan cerita pada korban-korban yang ditembak mati oleh tentara pada masa konflik Aceh. Dalam cerpen-cerpen mereka, Rosa, Busye, dan Alimuddin mengkritik cara kekerasan yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam memberantas GAM dan menuntut adanya penindakan terhadap masalah tersebut

This research discusses Aceh conflict inside the short story titled “Jaring-Jaring Merah” (Red Net), “Dua Tengkorak Kepala” (Two Head Skull), and “Safrida Askariyah”. The purpose of the research is to explain the situation in Aceh during the rebellion of Free Aceh Movement. Another purpose is to reveal the different attitudes and ideologies of the authors. The research uses descriptive analysis and comparative method using the data source from the short story of “Jaring-Jaring Merah” by Helvy Tiana Rosa, “Dua Tengkorak Kepala” by Motinggo Busye, and “Safrida Askariyah” by Alimuddin. As for the theory, the author uses the sociology of literature. Based on the result, the research concludes that even if the three short stories have the same theme, Aceh conflict, but all the authors have different focus of discussion. “Jaring-Jaring Merah” and “Safrida Askariyah” are focusing their story on the psychological condition of the victim that raped by the soldier. Meanwhile, “Dua Tengkorak Kepala” is focusing its story on the victim that shot by the police during Aceh. The author of the short stories, Rosa, Busye, and Alimuddin, also criticize the violence done by the Indonesian Government in combating the Free Aceh Movement and insist to follow up the problems"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S7011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andi Eka Asdiana Warti
"Latar Belakang : Indonesia merupakan negara yang sering dilanda bencana alam, kecelakaan dan kejahatan menyebabkan korban jiwa sehingga tidak jarang ditemukan jenazah yang hanya menyisakan tulang belulangnya. Observasi sifat anatomis dan morfologis adalah metode paling popular untuk menghubungkan ras terhadap tulang belulang. Tengkorak adalah bagian tubuh yang dipelajari secara luas dan bagian tengkorak hidung serta mulut adalah bagian terbaik untuk identifikasi ras. Tujuan: Mengetahui parameter morfologi dan morfometri pada orokraniofasial untuk menentukan ras. Metode: Sampel terdiri dari 20 tengkorak yang berasal dari pemakaman Sema Wayah di Desa Trunyan, Bali dan 7 tengkorak yang berasal dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Penelitian ini dilakukan pengukuran pada setiap tengkorak berdasarkan parameter morfologi dan morfometri. Analisis data untuk membandingkan antara kelompok Trunyan dan Bukan Trunyan menggunakan uji univariat, bivariat dan multivariat. Hasil: Kemampuan parameter morfologi yakni Inferior Nasal Aperture, Nasal Bone Contour, Inter Orbital Breadth dalam menjelaskan ras sebesar 56,8%. Nilai rata-rata morfometri untuk total probability sebesar 2,0778 dan pada kategori sebesar 8,6296 sebagai ambang batas penentuan identifikasi ras. Apabila hasil perhitungan tersebut bernilai <0,5 artinya Trunyan >0,5 artinya Bukan Trunyan. Secara keseluruhan, model ini mampu mengidentifikasi ras Trunyan dan Bukan Trunyan sebesar 81,48%.

Background: Indonesia is a country that is often hit by natural disasters, accidents and crimes that cause fatalities, so it is not uncommon to find bodies that only leave their bones. Observation of anatomical and morphological properties is the most popular method for relating race to bones. The skull is the most widely studied body part and the nose and mouth parts of the skull are the best parts for racial identification. Objective: To know the morphological and morphometric parameters on orocraniofacial to determine race. Methods: The sample consisted of 20 skulls from the Sema Wayah cemetery in Trunyan Village, Bali and 7 skulls from the Faculty of Dentistry, University of Indonesia. In this study, measurements were made on each skull based on morphological and morphometric parameters. Data analysis to compare between the Trunyan and Non Trunyan groups used univariate, bivariate and multivariate tests. Results: The ability of morphological parameters namely Inferior Nasal Aperture, Nasal Bone Contour, Inter Orbital Breadth in explaining race is 56.8%. The morphometric average value for the total probability is 2.0778 and in the category is 8.6296 as the threshold for determining racial identification. If the result of the calculation is <0.5, it means Trunyan > 0.5, it means Not Trunyan. Overall, this model is able to identify the Trunyan and Non-Trunyan races by 81.48%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Minarma
"[ABSTRAK
Berbagai macam panduan rekonstruksi mandibula telah dikembangkan untuk mengurangi angka komplikasi Golden standard panduan rekonstruksi mandibula saat ini adalah pemeriksaan radiologi 3 dimensi yang memberikan ukuran sesuai dengan ukuran aslinya namun proyeksi submentovertex memiliki kelebihan berupa efektifitas dalam menampilkan keseluruhan struktur kraniomaksilofasial dalam satu film sehingga menjadi lebih singkat pengerjaannya dan ekonomis Tujuan Penelitian ini bertujuan melihat reliabilitas ronsen submentovertex dengan membandingkan hasil pengukuran menggunakan kaliper mitutuyo langsung pada tulang mandibula dengan hasil pengukuran mandibula menggunakan PACS pada ronsen submentovertex Material dan metodePenelitian ini menggunakan 50 tulang mandibula yang dipasangkan dengan tulang kranium dan tulang kalvaria Penanda logam bentuk bulat diameter 1mm dipasang pada titik Pogonion Gonion kiri dan kanan Lateral Procesus Condylaris kiri dan kanan Parameter yang diukur adalah jarak titik Gonion kiri ke Gonion kanan jarak titik Lateral Procesus Condylaris kiri ke Lateral Procesus Condylaris kiri besar sudut yang dibentuk oleh titik Gonion kanan Pogonion Gonion kiri dan besar sudut yang dibentuk oleh titik Lateral Procesus Condylaris kiri Pogonion Lateral Procesus Condylaris kanan Tulang tengkorak kemudian dironsen submentovertex Pengukuran manual dilakukan menggunakan kaliper mitutuyo langsung pada tulang mandibula sedangkan pengukuran ronsen Submentovertex menggunakan program Picture Archiving Computerised System Pengukuran dilakukan tiga kali dengan jarak waktu pengukuran 24 jam oleh satu orang Hasil pengukuran manual dan submentovertex kemudian dibandingkan dengan menggunakan uji statistik t berpasangan dengan tingkat ketelitian 95 p0 05 yang berarti hasil pengukuran manual dan submentovertex berbeda bermakna Kesimpulan Ukuran tulang mandibula hasil pengukuran menggunakan kaliper dengan Submentovertex berbeda bermakna Hasil pengukuran angular dan linear pada submentovertex lebih besar daripada hasil pengukuran manual pada tulang mandibula ABSTRACT IntroductionAblative tumor surgery cause discontinuity of the mandible Various guidances had been introduced in mandible reconstruction to reduce complication rate Three dimensional computed assisted is the golden standard Plain radiology such as submentovertex has some advantages cost efective and low radiation dose Every guidance must be reliable Objective The purpose of this study is to examine the reliabity of submentovertex image compared to golden standard of direct mandible measurement using caliper Material and MethodThe sample of this study were 50 dried human mandibles paired with os calvaria and os cranium 1mm diameter of metal marker were placed in Pogonion left and right Gonion right and left Lateral Procesus Condylaris Linear measurements were left Gonion ndash right Gonion right Lateral Procesus Condylaris ndash left Lateral Procesus Condylaris Angular measurements were right Gonion ndash Pogonion ndash left Gonion and right Lateral Procesus Condylaris ndash Pogonion ndash left Lateral Procesus Condylaris Direct measurement on the mandible was done by using caliper Mitutuyo and Picture Archiving Computerised System for measuring the mandible on submentovertex image One observer measured the mandible three times 24 hours range of time for each measurements The result between direct measurement and submentovertex image were compared and tested using paired t test p0 05 Conclusion There were significant difference on both angular and linear measurement of the mandible between direct caliper measurement and Picture Archiving Computerised System for Submentovertex image ;IntroductionAblative tumor surgery cause discontinuity of the mandible Various guidances had been introduced in mandible reconstruction to reduce complication rate Three dimensional computed assisted is the golden standard Plain radiology such as submentovertex has some advantages cost efective and low radiation dose Every guidance must be reliable Objective The purpose of this study is to examine the reliabity of submentovertex image compared to golden standard of direct mandible measurement using caliper Material and MethodThe sample of this study were 50 dried human mandibles paired with os calvaria and os cranium 1mm diameter of metal marker were placed in Pogonion left and right Gonion right and left Lateral Procesus Condylaris Linear measurements were left Gonion ndash right Gonion right Lateral Procesus Condylaris ndash left Lateral Procesus Condylaris Angular measurements were right Gonion ndash Pogonion ndash left Gonion and right Lateral Procesus Condylaris ndash Pogonion ndash left Lateral Procesus Condylaris Direct measurement on the mandible was done by using caliper Mitutuyo and Picture Archiving Computerised System for measuring the mandible on submentovertex image One observer measured the mandible three times 24 hours range of time for each measurements The result between direct measurement and submentovertex image were compared and tested using paired t test p0 05 Conclusion There were significant difference on both angular and linear measurement of the mandible between direct caliper measurement and Picture Archiving Computerised System for Submentovertex image , IntroductionAblative tumor surgery cause discontinuity of the mandible Various guidances had been introduced in mandible reconstruction to reduce complication rate Three dimensional computed assisted is the golden standard Plain radiology such as submentovertex has some advantages cost efective and low radiation dose Every guidance must be reliable Objective The purpose of this study is to examine the reliabity of submentovertex image compared to golden standard of direct mandible measurement using caliper Material and MethodThe sample of this study were 50 dried human mandibles paired with os calvaria and os cranium 1mm diameter of metal marker were placed in Pogonion left and right Gonion right and left Lateral Procesus Condylaris Linear measurements were left Gonion ndash right Gonion right Lateral Procesus Condylaris ndash left Lateral Procesus Condylaris Angular measurements were right Gonion ndash Pogonion ndash left Gonion and right Lateral Procesus Condylaris ndash Pogonion ndash left Lateral Procesus Condylaris Direct measurement on the mandible was done by using caliper Mitutuyo and Picture Archiving Computerised System for measuring the mandible on submentovertex image One observer measured the mandible three times 24 hours range of time for each measurements The result between direct measurement and submentovertex image were compared and tested using paired t test p0 05 Conclusion There were significant difference on both angular and linear measurement of the mandible between direct caliper measurement and Picture Archiving Computerised System for Submentovertex image ]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>