Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169673 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herlina Ika Ratnawati
"Kebutuhan analisa global terhadap variabilitas fresh water budget, evaporasi-presipitasi (E-P) dan salinitas sangat penting untuk memahami sistem iklim bumi secara lebih baik. Namun, sering terkendala oleh ketersediaan data evaporasi, presipitasi dan sea surface salinity (SSS) secara time series. Aquarius merupakan wahana satelit khusus untuk melakukan pengukuran salinitas permukaan laut, SSS. Variabilitas evaporasi-presipitasi (E-P) dan SSS secara spasial dan temporal di lautan Benua Maritim Indonesia (BMI), yaitu di Selat Karimata, Laut Jawa dan Laut Banda dapat diidentifikasi dari data re-analysis ERA INTERIM ECMWF dan satelit Aquarius secara bulanan selama periode 2011-2005 dapat menggambarkan variabilitas.
Hasil estimasi menunjukkan nilai evaporasi di ketiga perairan sekitar sekitar -0,025 hingga -0,059 Sv. Hubungan antara SSS dan E-P terlihat nyata di perairan Indonesia. Variasi E-P dalam menjelaskan SSS hampir mencapai sekitar setengahnya (27-50%), sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya. Variasi SSS dapat dijelaskan oleh E-P dengan pengaruh dominan dari presipitasi. Hal ini terlihat dari tingginya SSS ketika presipitasi menurun di ketiga perairan. Hubungan antara perubahan naiknya gradien E-P dan SSS terhadap naiknya kecepatan angin zonal dan meridional juga terlihat pada ketiga perairan. Untuk mengetahui variabel lain yang mempengaruhi SSS dilakukan analisis regresi linier antara kecepatan angin dengan SSS. Kecepatan angin memberikan pengaruh signifikan pada SSS di lautan BMI. Di Selat Karimata, hasil koefisien determinasi (R2) antara kecepatan angin zonal dan meridional mendominasi sekitar hampir setengahnya (38-49%), sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya. Artinya angin dapat mempengaruhi SSS melalui proses evaporasi, peningkatan kecepatan angin akan menyebabkan meningkatnya evaporasi. Peningkatan evaporasi akan mempengaruhi kadar salinitas di perairan.

Needs of analysis of oceanic fresh water flux evaporation-precipitation, (EP) and salinity variability is very important to better understand the Earth's climate system and global water cycle. The availability of evaporation-precipitation (E-P) and sea surface salinity (SSS) time series data still sparsely observed. Aquarius is the fist special satellites used to measure sea surface salinity (SSS). Variability of evaporation-precipitation (E-P) and SSS can be described spatially and temporally over Indonesian Maritime Continent (IMC) oceans using ECMWF ERA INTERIM re-analysis and Aquarius retrieval data during the period 2011-2005.
Estimation of oceanic evaporation over Karimata Strait, Java Sea and Banda Sea showed approximately of -0.025 to -0.059 Sv. Liner relationship between oceanic fresh water flux (E-P) and SSS significantly different over the Indonesian ocean and expressed in determination coefficient (R2). Variance of E-P explained SSS monthly period over the three ocean waters almost reached 27-53%, the rest of it caused by other variables. From the two primary components of the fresh water flux, precipitation (P) dominates the influence on SSS. The result showed that SSS increased when the precipitation was decreased. On the other hand, the wind speed also influences SSS over Indonesian oceans. This relationship also showed that the increasing of E-P and SSS gradient will be followed by the higher wind speed. Regression analysis also applied to identify the relationship between wind speed and SSS. In Karimata Strait, the wind speed of zonal and meridional dominates approximately 38-49% of SSS, while the rest was explained by other factors. Wind speed dominates the primary component of the fresh water flux through evaporation processing. The wind speed increased the evaporation, consequently the sea surface salinity variation will be changed.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T48130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Henry Pribadi
"Kondisi iklim tropis terutama curah hujan merupakan fenomena iklim yang sangat kompleks, yang dipengaruhi oleh faktor lokal, regional dan global. Penelitian ini mengkaji variabilitas curah hujan dan pergeseran musim di wilayah Banten sehubungan dengan adanya anomali suhu muka laut di Samudera Pasifik, Samudera Hindia dan perairan Indonesia. Variabilitas curah hujan dan pergeseran musim diolah dari data hujan harian dari 15 lokasi pos hujan selama periode tahun 1981-2010, sedangkan suhu muka laut diolah dari data hasil reanalisis JMA melalui analisis komparatif secara spasial dan temporal dengan tehnik overlay peta dan cross tab dihasilkan bahwa pada saat terjadi Elnino, DM+ dan INA- berakibat terhadap berkurangnya curah hujan di wilayah Banten yang mengindikasikan awal musim kemarau terjadi lebih cepat serta lebih panjang dibandingkan normalnya. Sedangkan sebaliknya kondisi Lanina, DM- dan INA+ berakibat terhadap bertambahnya curah hujan yang mengindikasian awal musim hujan terjadi lebih cepat serta lebih panjang dibandingkan normalnya.

The climate tropics system especially rainfall is very complexs climate systems, its affected by local, regional and global factors. This research analyzing of rainfall and seasonal shift variability related with sea surface temperature anomaly over Pasific and Hindian Ocean and also Indonesian sea. Rainfall and seasonal shift analyzed from daily rainfall data derived from 15 location in the years of 1981 to 2010, while sea surface temperature data analyzed from JMA reanalysis through comparative spatial analysis distribution and temporal using map overlay and cross tab tehniques. The results are generally, the impact of Elnino, Dipole Mode Positive and cold is decreasing rainfall in Banten Province. Its indicates dry season occurred earlier and longer than normal condition. While Lanina, Dipole Mode Negative and warm over Indonesian sea indicates to increasing rainfall and the rainy season earlier and longer than normal condition."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T30176
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Hadi Santoso
"Indonesia merupakan benua maritim, terletak antara Samudera Hindia dan Pasifik. Karena itu, interaksi laut dan atmosfer berperan penting dalam pembentukan fenomena cuaca/iklim. Pemahaman yang baik terhadap parameter laut-atmosfer skala intra-musiman menarik diteliti karena mempengaruhi kehidupan masyarakat khususnya sektor perikanan tangkap dan sesuai dengan program WMO Sub-Seasonal to Seasonal Project.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kekuatan hubungan, mengkaji variasi serta mendapatkan siklus/periodisitas untuk Suhu Permukaan Laut SPL , angin meridional dan curah hujan pada periode maksimum seratus hari, di 10 perairan utama Indonesia. Data diperoleh dari satelit NOAA dan TRMM tahun 2002-2015. Data diolah dan dianalisis korelasinya maupun variasinya. Setelah melakukan Fast Fourier Transform, analisis spektral menggunakan Power Spectral Density ditampilkan melalui periodogram.
Hasilnya menunjukkan bahwa Laut Flores, Laut Banda dan Laut Arafura memiliki hubungan yang paling kuat untuk curah hujan dengan SPL dan angin meridional. Ketiga perairan tersebut juga memiliki nilai SPL dan curah hujan terendah dan relatif mudah diprediksi karena nilainya pada hari ke-n tidak jauh berbeda dengan nilai pada hari ke n-1. Laut Halmahera memiliki curah hujan yang tinggi karena mendapatkan pengaruh lebih besar oleh aliran arus laut hangat dari warm pool di utara Papua dari pada pengaruh oleh Monsun Australia. Angin meridional di perairan barat Indonesia dipengaruhi/terkait dengan Madden Julian Oscillation. Kekuatan periodisitas SPL, angin meridional dan curah hujan di perairan barat maupun timur Indonesia tidak selalu sebanding karena terdapat time lag.

Indonesia is a maritime continent, lies between the Indian and Pacific Ocean. Therefore, the interaction of ocean and atmosphere plays an important role in the formation of the phenomenon of the weather climate. A good understanding of ocean atmosphere parameters of intra seasonal scale interesting to study because it affects people 39 s lives, especially fisheries sector and according to the WMO program Sub Seasonal to Seasonal Project.
This study aims to identify the strength of the relationship, review variations and get the cycle periodicity for Sea Surface Temperature SST , meridional wind and rainfall on the maximum period of one hundred days, in 10 major Indonesian waters. Data obtained from NOAA satellites and TRMM years 2002 2015. The data is processed and analyzed the correlation and its variations. After doing a Fast Fourier Transform, spectral analysis using Power Spectral Density displayed through periodogram.
The results show that the Flores Sea, Banda Sea and Arafura Sea has the strongest relationship for rainfall with SPL and meridional wind. These waters also have a lowest value for SST and rainfall and relatively more predictable because of its value in day n is not much different from the value on day n 1. Compared with Australian Monsun, Halmahera Sea has a high rainfall because it is more influenced by the flow of warm sea currents from warm pool in the north of Papua. Meridional wind in the waters of western Indonesia influenced with the Madden Julian Oscillation. The periodicity strength of SST, meridional winds and rainfall in western and eastern waters of Indonesia are not always comparable because there is a time lag.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T47051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Dantie Ladya
"Estuari adalah wilayah sangat dinamis tempat bertemunya air laut yang bersalinitas tinggi dengan air tawar bersalinitas rendah. Salinitas di wilayah estuari berkisar antara 0.5-30?. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui zonasi estuari Ci Mandiri berdasarkan salinitas permukaan perairan; mengetahui hubungan salinitas dengan arus laut, pasang surut, curah hujan dan debit sungai. Nilai salinitas diperoleh melalui citra Landsat 8 tahun 2014 dan 2015 menggunakan algoritma pendugaan salinitas Woutuyzen dkk (2008) yang kemudian divalidasi menggunakan data pengukuran salinitas di lapangan tanggal 9 Juni 2014 dan 25 April 2015.
Citra Landsat 8 yang digunakan adalah citra tahun 2014 pada tanggal 17 Februari, 22 April, 9 Juni, 28 Agustus, 29 September, 31 Oktober, 18 Desember serta citra tahun 2015 tanggal 24 Maret. Nilai salinitas di lapangan diukur menggunakan alat portable salinity refractometer.
Berdasarkan hasil pendugaan salinitas, terdapat 3 zona di Estuari Ci Mandiri berdasarkan salinitasnya yaitu Mexo-mesohaline, Mexo-polyhaline, dan Euryhaline. Salinitas tinggi terjadi saat kecepatan arus yang bergerak secara horizontal tinggi, debit aliran sungai dan curah hujan rendah, serta laut dalam keadaan surut. Salinitas rendah ditemukan saat keadaan pasang dengan kecepatan arus yang bergerak secara horizontal rendah serta debit aliran sungai dan curah hujan tinggi.

Estuary is a very dynamic area where low salinity river water mixed with high salinity sea water which give estuary 0.5-30? salinity. The aim of this research is to know Ci Mandiri Estuary zonation based on sea surface salinity; determine the relationship between salinity, sea surface current, sea tides, precipitation and river discharge. The value of sea surface salinity was getting by interpretation of Landsat 8 satellite image with salinity equation by Wouthuyzen et al (2008) and validated using salinity measurement in research area at June 9th 2014 and April 25th 2015.
Landsat 8 satellite image data used is the image on 2014 February 17th, April 22nd, June 9th, August 28th, September 29th, October 31st, Desember 18th and 2015 March 24th. The value of sea surface salinity in research area was measure by portable salinity refractometer.
Based on this research there was 3 zone of Ci Mandiri estuary based on salinity, Mexo-mesohaline, Mexo-polyhaline and Euryhaline. High salinity when sea surface current high, river discharge and precipitation low, and flow period. Low salinity when sea surface current low, river discharge and precipitation high, and ebb period.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S59675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Elsa Karina
"Kajian ini menganilisis isu pembajakan maritim pasca-terbentuknya ASEAN Maritime
Forum pada tahun 2010. Sejak akhir tahun 1980-an, Asia Tenggara telah menjadi salah
satu lokasi incaran global dalam serangan pembajakan maritim. Untuk menjawab
permasalahan tersebut, AMF dihadirkan sebagai jembatan terbentuknya kerja sama
maritim di antara negara-negara ASEAN. Namun demikian permasalahan pembajakan
maritim nyatanya masih bertahan hingga saat ini, terlebih di sekitar perairan Indonesia.
Kajian terdahulu perihal penanganan pembajakan maritim secara garis besar terbagi
menjadi tiga sudut pandang yaitu, pembajakan maritim, politik luar negeri, dan kerja
sama maritim. Kajian-kajian tersebut sudah menunjukkan adanya upaya dalam
penanggulangan masalah, namun belum mampu menjelaskan kejadian actual di lapangan
yang malah menunjukkan bahwa tingkat pembajakan maritim masih berlangsung
langgeng hingga saat ini. Studi ini menggunakan perspektif liberalisme institusional
sebagai kerangka analisis dan metode penelitian causal-process tracing. Studi ini
kemudian menunjukkan bahwa faktor-faktor dalam mencapai keberhasilan kerja sama di
kawasan seperti mutualitas, bayangan masa depan, jumlah aktor, jangka waktu yang
lama, keteraturan situasi, pertukaran informasi, dan umpan balik yang cepat, belum
mampu menekan peningkatan pembajakan di kawasan Asia Tenggara

This study analyzes the issue of sea piracy after the formation of ASEAN Maritime Forum
in 2010. Since the late 1980s, Southeast Asia has been a global target for sea piracy
attacks. To answer these problems, AMF is presented as a bridge to establish maritime
cooperation between ASEAN countries. However, the problem of sea piracy still persists
today, especially around Indonesian waters. Previous studies regarding the handling of
sea piracy are broadly divided into three perspectives, sea piracy, foreign policy, and
maritime cooperation. These studies have shown that there are efforts in overcoming the
problem, but have not been able to explain the actual events on the ground which
actually show that the level of sea piracy is still ongoing to this day. This study uses the
perspective of institutional liberalism as an analytical framework and causal-process
tracing on research method. Furthermore, this study shows that factors in achieving
successful cooperation in the region such as mutuality, future images, number of actors,
length of time, regularity of situation, exchange of information, and fast feedback, have
not been able to suppress the increase of piracy in the Southeast Asia region
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Media Akselerasi, 2017
551.47 DIN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Silmi Kaffah
"Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu hasil perikanan yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Estuari Cilamaya menjadi salah satu wilayah dengan potensi rajungan yang cukup tinggi di Jawa Barat. Salah satu faktor penting yang dapat memengaruhi kehidupan rajungan adalah salinitas. Rajungan (Portunus pelagicus) dapat hidup pada perairan dengan tingkat salinitas yang bervariasi yaitu 20-30 ppt atau masuk kedalam zona air payau. Dengan mengetahui zonasi perairan di estuari, maka wilayah tangkapan rajungan yang optimal di Estuari Cilamaya dapat digambarkan. Zonasi perairan didapatkan dengan melakukan klasifikasi sebaran salinitas menggunakan Venice System Classification (1958). Untuk nilai sebaran salinitas diperoleh dari citra Sentinel-2A tahun 2018 menggunakan algoritma penduga sebaran salinitas permukaan yaitu Algoritma Cilamaya. Wilayah Tangkapan rajungan dikaji berdasarka musim hujan dan musim kering. Wilayah tangkapan rajungan pada bulan kering semakin mendekati darat jika dibandingkan dengan wilayah tangkapan rajungan pada bulan basah.

Blue swimming crab (Portunus pelagicus) is one of the fishery products that has a high economic value. Cilamaya Estuary is one of the region with a high potential for this habitats in West Java. One of important factor that affect the existence of this habitats is salinity. The blue swimming crab (Portunus pelagicus) can live at varied levels of salinity, in 20-30 ppt or into the brackish water zone. By knowing the zoning of the waters in the estuary, the optimum catching area of this habitats in the Cilamaya Estuary can be described. Aquatic zoning is obtained by classifying the sea surface salinity distribution using the Venice System Classificatio (1958). For the sea surface salinity distribution obtained form Sentinel-2A imagery in 2018 using salinity estimation algorithm, namely Cilamaya Algorithm. The catching area of blue swimming crab study based on wet seasons and dry seasons. The catch area of blue swimming crab in the dry seasons is closer to the land compared in the wet seasons."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dennisa Maghffira Tunjung
"Estuari merupakan wilayah terjadinya pencampuran antara masa air laut dengan air tawar dari daratan sehingga memiliki keunikan tersendiri karena pada estuari terbentuk air payau dengan salinitas yang berfluktuasi. Wilayah estuari sangat dinamis karena selalu terjadi perubahan lingkungan fisik maupun biologis. Penentuan zonasi perairan estuari di lapangan sulit untuk dilakukan sehingga penggunaan data penginderaan jauh lebih efektif. Tujuan penelitian ini ialah menganalisis nilai sebaran salinitas hasil algoritma penduga sebaran salinitas yang paling sesuai di estuari Teluk Ciletuh, menganalisis hubungan antara parameter fisik oseanografi dan salinitas, dan menganalisis batas zonasi estuari Teluk Ciletuh dengan sebaran salinitas permukaan perairan berdasarkan bulan basah dan bulan kering. Metode yang digunakan untuk mengetahui nilai salinitas diperoleh dari pengolahan citra Sentinel-2 di tahun 2019 dan 2020 dengan membandingkan algoritma penduga sebaran salinitas yaitu algoritma Cilamaya dan algoritma Cimandiri. Analisis data yang digunakan ialah analisis statistik dengan melakukan uji korelasi untuk mendapatkan sebaran salinitas berdasarkan perhitungan algoritma yang cocok, analisis spasial untuk mendapatkan batas zonasi estuari berdasarkan bulan basah dan bulan kering, serta analisis statistik deskriptif untuk menganalisis sebaran salinitas berdasarkan faktor fisik oseanografi. Berdasarkan hasil validasi, didapatkan bahwa Algoritma Cilamaya lebih cocok digunakan di perairan Teluk Ciletuh. Pemetaan sebaran salinitas permukaan laut tersebut membentuk batas estuari. Curah hujan yang diklasifikasikan dalam bulan basah dan bulan kering mempengaruhi sebaran salinitas yang juga berpengaruh terhadap zonasi perairan dan batas wilayah estuari.

Estuary is an area where sea water is mixed with fresh water from the mainland so that it is unique because it forms brackish water with fluctuating salinity. The estuary area is very dynamic because there are always changes in the physical and biological environment. It is difficult to determine the zoning of estuary waters in the field so that the use of sensing data is much more effective. The aims of this study was to analyze the salinity distribution of the most suitable salinity distribution estimation algorithm in the estuary of Ciletuh Bay, to analyze the relationship between the physical parameters of oceanography and salinity, and to analyze the boundaries of the Ciletuh Bay area with the distribution of surface salinity based on wet months and dry months. The method used to measure the salinity value obtained from Sentinel-2 image processing in 2019 and 2020 is by comparing the spread of salinity estimation methods, namely the Cilamaya algorithm and the Cimandiri algorithm. The data analysis used is statistical analysis by conducting trials to obtain the distribution of salinity based on the calculation of a suitable algorithm, spatial analysis to obtain estuary zoning boundaries based on wet and dry months, and descriptive statistical analysis to analyze the distribution of salinity based on physical oceanographic factors. Based on valid results, it was found that the Cilamaya Algorithm is more suitable for use in the waters of Ciletuh Bay. Mapping the distribution of sea surface salinity forms the estuary boundary. Rainfall classified into wet months and dry months affects the distribution of salinity which also affects the zoning of waters and the boundaries of the estuary area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simangunsong, Bonar
Jakarta : BPP Teknologi, 1996
341.448 SIM b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Handy Kurniawan
"Penentuan jenis kedaulatan suatu negara atas perairannya sangat penting. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana hak dan kewajiban yang dimiliki serta mekanisme apa yang dapat diterapkan untuk melaksanakan penegakan hukum. Dalam UNCLOS 1982 telah ada konsensus umum tentang jenis dan, kewenangan dalam ruang lingkup zona maritim yurisdiksi negara pantai. Sementara dalam beberapa kasus ruang maritim bersama klaim maritim yang tumpang tindih juga telah menimbulkan perselisihan maritim antara negara-negara pantai. Begitu pula dengan Indonesia masih menyisakan sengketa batas maritim dengan Malaysia di Laut Sulawesi yang sampai saat ini belum terselesaikan terkait delitimasi/penetapan garis batas maritim di Laut Teritorial, ZEE dan Landas Kontinen.

Determination of the type of sovereignty of a country over its waters is very important. This is to find out the extent to which rights and obligations are owned and what mechanisms can be applied to implement law enforcement. In UNCLOS 1982 there was a general consensus on types and, authorities within the scope of the coastal jurisdiction of coastal states. While in some cases the maritime space together with overlapping maritime claims has also led to maritime disputes between coastal countries. Likewise, Indonesia still leaves a maritime boundary dispute with Malaysia in the Sulawesi Sea which has yet to be resolved regarding the determination / determination of maritime boundaries in the Territorial Sea, EEZ and Continental Shelf."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T519233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>