Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163378 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adina Zharifah
"Dalam dunia farmakologi, peningkatan kelarutan obat hidrofob seperti gliklazid sebagai antidibetes diperlukan untuk membantu proses penyerapan obat ke dalam tubuh. Peningkatan kelarutan gliklazid biasanya menggunakan surfaktan sintesis sehingga diperlukan biosurfaktan yang bersumber dari bahan alam agar lebih aman saat dikonsumsi. Pada penelitian ini, dilakukan studi saponin dari daun kumis kucing sebagai biosurfaktan untuk meningkatkan kelarutan dan bioavabilitas gliklazid. Studi solubilisasi dan uji disolusi gliklazid dengan surfaktan saponin daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus (Blume) Miq) yang berperan sebagai drug carrier berhasil dilakukan. Metode yang digunakan antara lain ekstraksi, solubilisasi misel dan disolusi secara in vitro. Fraksi air ekstrak daun kumis kucing digunakan dengan variasi konsentrasi dalam uji tegangan permukaan untuk mengetahui nilai CMC.
Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk melihat kandungan fraksi air yang didapatkan serta menganalisis setiap perubahan absorbansi yang terjadi terhadap jumlah gliklazid yang mampu dilarukan pada konsentrasi tertentu. Bentuk misel diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10/0,25 menunjukkan bahwa konsentrasi saponin daun kumis kucing sebagai surfaktan pada 2 kali CMC atau 1000 ppm merupakan kondisi terbaik untuk diaplikasikan dalam studi ini. Fouried Transform Infra Red (FTIR) digunakan untuk melihat gugus fungsi EDKK yang menunjukan adanya senyawa saponin serta perubahan ketika sudah dicampurkan dengan obat setelah proses solubilisasi selesai.
Uji disolusi digunakan untuk mengidentifikasi media pelepasan gliklazid oleh misel. Hasil uji disolusi menunjukkan misel stabil tidak pecah pada pH1,2 dan kondisi optimum gliklazid released pada pH 7,4 menandakan misel pecah secara bersamaan lepasnya obat.

In pharmacology, increasing solubility of hydrophobic drugs such as gliclazide as antidibetics is a challenging task to help the drug absorbed in the body. Surfactant synthesis becomes a choice for enhanced the solubilization of gliclazide so far, but it gives some drawbacks. In this research, we used surfactant saponin from cat whiskers leaves as biosurfactant to increase the solubility and bioavailability of gliclazide. Solubilization studies of gliclazide and the dissolution test with saponin surfactant cat whiskers (Orthosiphon aristatus (Blume) Miq) leaves, which acts as a drug carrier. Cat whiskers leaf extracts are used in water fraction with varying concentrations for surface tension test to determine the CMC.
UV-Vis spectrophotometer is used to view any changes in absorbance that occurs on the number of gliclazide which soluble at certain concentrations. Micelle shape was observed using a microscope with a magnification of 10 / 0.25 indicates that the concentration of saponin leaves cat whiskers as a surfactant at 2 times the CMC or 1000 ppm is the best condition to be applied in this study. Fouried Transform Infra Red (FTIR) was used to look the cat whiskers water fractions functional groups which showed the presence of saponins and changes when it is mixed with the drug after solubilization process is completed.
The dissolution test used to identify media for gliclazide able to be released by the micelle. In the result, in pH 1.2 micelle was stable and when dissolution study was found at pH 7.4 show the release effect and micelles alteration occurred was investigated.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S67918
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mujuna Abbas
"Gliclazide merupakan obat antidiabetik yang memiliki kelarutan rendah dalam air, sehingga memiliki bioavalaibilitas yang rendah. Pada penelitian ini, digunakan sistem mikroemulsi minyak dalam air o/w untuk meningkatkan kelarutan Gliclazide. Studi solubilisasi dan uji disolusi Gliclazide dalam mikroemulsi menggunakan saponin dari ekstrak daun Kumis Kucing Orthosiphon aristatus Blume Miq sebagai biosurfaktan, telah berhasil dilakukan. Fase minyak yang digunakan adalah Palm Oil. Pembuatan mikroemulsi dilakukan dengan metode titrasi dengan memvariasikan perbandingan surfaktan dan kosurfaktan dan perbandingan minyak terhadap campuran surfaktan-kosurfaktan. Karakterisasi mikroemulsi diamati dengan turbidimeter, mikroskop dan PSA. Solubilisasi dan disolusi Gliclazide diamati dengan UV-Vis dan FTIR. Hasil yang diperoleh yaitu, perbandingan surfaktan terhadap kosurfaktan 8:2 dan perbandingan campuran surfaktan-kosurfaktan 10:1 merupakan kondisi teroptimal. Solubilisasi gliclazide dalam mikroemulsi sebesar 1.6 mg/mL. Uji disolusi dilakukan secara in-vitro, pada pH 1.2 Gliclazide terdisolusi sebanyak 17.49 dalam 2 jam, sedangkan pada media pH 7.4 Gliclazide terdisolusi sebanyak 98.84 dalam waktu 5 jam.

Gliclazide is an antidiabetic drug that has a low solubility in water, so it has low bioavailability. To improve the water solubility of gliclazide, used oil in water microemulsion system. In this study, solubilization of gliclazide in microemulsion that emulsified by saponin based surfactants from Cats Whisker Leaf Extract Orthosiphon aristatus Blume Miq has been investigated. The used oil phase is Palm oil. Preparation of microemulsion was conducted by titration method with various ratio of surfactant and co surfactant, and ratio of oil with surfactant co surfactant mixture. Characterization of microemulsion was observed using turbidimeter, microscope, and particle size analyzer PSA . Solubilization and dissolution of Gliclazide was observed by UV Vis spectrophotometer and FTIR spectroscopy. The optimum condition of microemulsion formation was resulted with ratio of surfactant to co surfactant at 8 2, and ratio of surfactant co surfactant mixture to oil at 10 1. The resultof optimum gliclazide solubility in microemulsion system was obtained as 1.6 mg mL. The dissolution test using in vitro method showed dissolution result 17.49 under condition of pH 1.2 within 2 hours, and 98,84 under condition of pH 7.4 within 5 hours.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68697
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rimania Dwi Haryani
"Beberapa jenis obat memiliki sifat sukar larut dalam air sehingga perlu ditingkatkan kelarutannya menggunakan sistem pembawa obat. Pada penelitian ini digunakan miselbiosurfaktan sebagai pembawa obat carvedilol, obat yang memiliki kelarutan 0.0044 mg/mL dalam air. Biosurfakan saponin didapatkan dari ekstrak daun mengkudu Morinda citrifolia L. yang mudah didapat di Indonesia. Saponin dalam fraksi air diidentifikasi dengan uji fitokimia dan dikarakterisasi dengan FTIR, spektrofotometer UV-Vis, dan mikroskop optik. Nilai CMC saponin didapatkan 500 ppm dalam air, 300 ppm dalam media pH 1.2, dan 600 ppm dalam media pH 7.4. Nilai solubilisasi carvedilol dalam misel dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis. Solubilisasi optimum didapatkan pada konsentrasi saponin 1000 ppm, konsentrasi carvedilol 300 ppm, dan waktu kontak 5 jam. Dalam media pH 7.4, carvedilol dapat terdisolusi lebih baik dibandingkan dalam media pH 1.2 dalam waktu 1 jam.

Some of medicines have the characteristic of insoluble in water so they require a drug carrier system to enhance its solubilization. This research uses a micelle drug carrier system to carry carvedilol, which is a drug with 0.0044 mg mL of water solubility. Bio surfactant saponin got from the extract of noni Morinda citrifolia L. leaves that easily get in Indonesia. The saponin is extracted from the water fraction that has been identified byfito chemical test and has been characterized using FTIR, spectrophotometer UV VIS, and through optical microscope. The CMC value is 500 ppm in water, 300 ppm in pH 1.2, and 600 ppm in pH 7.4. The measurement of micelles rsquo s optimum solubilization for carvedilol is measured by UV Vis spectrofotometry. Result shows that the maximum solubilization of carvedilol in the maximum saponin concentration of 1000 ppm is 300 ppm, and the time required of making contact is 5 hours. The disolution percentage of carvedilol better in pH 7.4 than in pH 1.2 within 1 hour.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S66830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadiarani
"Ibuprofen merupakan obat yang bersifat hidrofobik sehingga memiliki kelarutan yang rendah dalam air. Kelarutan ibuprofen dalam air dapat ditingkatkan dengan menggunakan surfaktan. Pada penelitian ini, surfaktan yang digunakan adalah saponin yang berasal dari ektraksi buah lerak dengan menggunakan teknik maserasi. Senyawa metabolit sekunder dalam fraksi air dan fraksi eter diuji dengan uji fitokimia. Saponin yang berada pada fraksi air dikarakterisasi menggunakan UV-Vis dan FTIR. Nilai Konsentrasi Misel Kritis KMK saponin ditentukan dari kurva antara tegangan permukaan yang diukur dengan Tensiometer Cincin Dounouy terhadap konsentrasi saponin dalam 3 media. Nilai KMK dari saponin dalam media air sebesar 500 ppm, pada pH 7,4 sebesar 600 ppm, dan pada pH 1,2 sebesar 300 ppm. Nilai solubilisasi ibuprofen diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan dikarakterisasi menggunakan mikroskop. Kondisi optimum solubilisasi ibuprofen didapatkan pada konsentrasi 1000 ppm saponin, 0,2 mg/mL ibuprofen, dan pada waktu 6 jam dengan nilai solubilisasi sebesar 0,108 mg/mL. Nilai parameter solubilisasi yang didapatkan yaitu koefesien partisi molar misel-air Km sebesar 2,414 dan energi bebas Gibbs ?G0 sebesar -2,198 kJ/mol. Hasil uji disolusi secara in vitro selama 2 jam sebesar 99 dalam pH 7,4 dan 18 pada pH 1,2.

Ibuprofen is a hydrophobic drug, which has a low solubility in water. Solubility of ibuprofen in water could be improved with the use of surfactant. Surfactant by used in this research was saponin derived from the extraction of lerak fruit by using the maceration technique. Secondary metabolites in water fraction and ether fraction were tested with phytochemical test. Saponin that is presented in the water fraction was characterized by using UV Vis and FTIR. Critical Micelle Concentration CMC of saponin values were determined by curve of the surface tension which measured by using Tensiometer Cincin Dounouy towards the saponin concentration in 3 mediums. CMC values from saponin in the water medium were 500 ppm, 600 ppm in PH condition of 7.4, and 300 ppm in PH condition of 1.2. Solubility value of ibuprofein was measured by using UV Vis spectrofometer and characterized by using microscope. Solubility 39 s optimum condition of ibuprofen obtained in the concentration of saponin of 1000 ppm, 0,2 mg mL ibuprofen, and in 6 hours with the solubility value of 0,108 mg mL. The parameter of solubility that are obtained were 2,414 of molar micel water partition coefficient Km and 2,198 kJ mol of gibbs free energy G0 . The test of In Vitro dissolution result showed 99 under the condition of pH of 7,4, and 18 under the condition of pH of 1,2, both within the duration of 2 hours of work."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S66497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jordan Ricky Tanuwijaya
"Hipertensi merupakan penyakit vaskular dengan jumlah penderita yang banyak di dunia, menurut catatan Badan Kesehatan Dunia WHO tahun 2011 ada satu milyar orang di dunia yang menderita hipertensi dan dua per tiga diantaranya berada di negara berkembang yang berpenghasilan rendah-sedang. Salah satu pilihan obat antihipertensi yang digunakan adalah golongan inhibitor Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Obat golongan penghambat ACE ini juga dapat diperoleh dari produk bahan alam. Salah satunya yang diduga memiliki efek penghambat ACE adalah daun ungu (Graptophyllum pictum Griff.).
Pada penelitian ini, daun ungu diekstraksi dengan etanol 80%, kemudian difraksinasi dengan n-heksana, diklormetan, etil asetat, dan metanol untuk diuji efek penghambatan aktivitas ACE. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui fraksi ekstrak daun ungu dengan efek penghambat aktivitas ACE terbaik dan mengetahui kandungan metabolit sekunder di dalamnya.
Hasil menunjukkan bahwa fraksi metanol dan etil asetat dari ekstrak etanol daun ungu memiliki efek penghambatan aktivitas ACE terbaik dengan IC50 metanol sebesar 0,88 μg/mL dan IC50 etil asetat sebesar 0,92 μg/mL. Adapun kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada fraksi metanol ekstrak etanol daun ungu adalah alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, terpenoid, dan glikosida, sedangkan pada fraksi etil asetat ekstrak etanol daun ungu adalah flavonoid, glikosida, terpenoid, tanin.

Hypertension is a vascular disease with a large number of patients in the world. According to the World Health Organization in 2011 there are a billion people in the world who suffer from hypertension, and two-thirds of which are in low-income developing countries. One of the antihypertension drug that is being used is Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor. The ACE Inhibitor can also be obtained from natural sources. One of the natural sources that is predicted to have the effect of ACE activity inhibition is the leaf of Wungu (Graptophyllum pictum Griff.).
In this study, Wungu leaves is being extracted using 80% ethanol, then fractionated with n-hexane, dichlorormethane, ethyl acetat, and methanol to determine their ACE activity inhibition. The purpose of this study is to find out the extract fraction of Wungu with the best ACE activity inhibition effect and to determine the phytochemical contents in the fraction.
The results showed that the methanol and etyhl acetate fractions from the ethanol extract of the Wungu leaves has the best inhibitory effect of ACE activity with IC50 of methanol at 0,88 μg/mL and IC50 of ethyl acetate at 0,92 μg/mL. As for the chemical compounds contained in methanol fraction from the ethanol extract of the Wungu leaves are alkaloids, flavonoids, tannins, terpenoids, saponins, and glycosides, whereas in ethyl acetate fraction are flavonoids, glycoside, terpenoids, and tannins."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S57081
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Exaudi Ebennezer
"Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terbukti kaya akan kandungan xanton yang memiliki potensi aktivitas antioksidan yang sangat tinggi. Pada penelitian ini digunakan metode peredaman DPPH (2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil) untuk mengetahui IC50 dari ektrak etanol kulit buah manggis dan sediaan serum. Penelitian ini merupakan aplikasi dari ekstrak kulit buah manggis dalam sediaan likuid dengan sedikit pelarut dan banyak komponen bioaktif, yang dalam istilah kosmetik disebut sebagai serum. Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas fisik dan pengaruh dari vitamin C terhadap aktivitas, stabilitas dan daya penetrasi ekstrak etanol kulit buah manggis pada serum antikerut. Selanjutnya ekstrak diformulasikan ke dalam tiga jenis sediaan yang terdapat variasi vitamin C sebagai peningkat penetrasi dan satu sediaan tanpa ekstrak dan vitamin C. Ketiga sediaan diuji daya penetrasinya secara in vitro dengan sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus betina galur Sprague-Dawley. Nilai IC50 ekstrak etanol kulit manggis adalah 15,27 ppm, sedangkan sediaan formula 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 109.347,45; 13.275,86; 2014,18 dan 126,52 ppm. Jumlah kumulatif xanton total yang terpenetrasi dari sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 15,79±0,18; 26,85±1,03 dan 61,05±2,53%. Fluks dari sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 0,15±0,003; 0,37±0,01 dan 0,92±0,03 μg/cm2.jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya vitamin C akan meningkatkan daya penetrasi sediaan serum. Seluruh sediaan menunjukkan kestabilan secara fisik.

Mangosteen pericarp (Garcinia mangostana L.) has been proved to have plenty of xanthone with high antioxidant. This study was done using DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) to determine the IC50 of ethanolic extract of mangosteen pericarp and serum preparations containing extract. This study is an application of mangosteen pericarp extract in liquid preparations with a little solvent and many bioactive components, which in terms of cosmetics called serum. The aims of this study are to test the physical stability and the effect of vitamin C on the activity, stability and penetration ability of ethanolic extract of mangosteen pericarp on antiaging serum. Furthermore, ethanolic extract formulated into three variations in preparation of vitamin C as a penetration enhancer and one preparations without extract and vitamin C. The three preparations were examined their penetration ability by in vitro Franz diffusion cell using rat abdominal skin as diffusion membrane. IC50 values of ethanolic extract of mangosteen pericarp were obtained at 15,27 ppm, whilst the preparations formula 1, 2, 3 and 4 were 109.347,45; 13.275,86; 2014,18 and 126,52 ppm, respectively. Total cumulative penetration of total xanthone from formula 2, 3 and 4 were 15,79±0,18; 26,85±1,03 and 61,05±2,53%, respectively. Flux of total xanthone from formula 2, 3 dan 4 were 0,15±0,003; 0,37±0,01 and 0,92±0,03 μg/cm2.hour, respectively. Based on these results, it can be concluded that the presence of vitamin C will increase the penetration ability of serum preparation. All preparations showed physical stability.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47083
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erdi Nur
"Pengendalian terhadap vektor penyakit demam berdarah sampai saat ini masih menggunakan insektisida dan larvasida sintetis. Penggunaan secara berulang-ulang mengakibatkan timbulnya resistensi vektor, matinya hewan lain yang bukan sasaran, dan pencemaran terhadap lingkungan. Untuk mengurangi berbagai dilema tersebut perlu dicarikan alternatif dengan menggunakan pestisida nabati.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui toksisitas ekstrak daun selasih (Ocimuni sanctum) pada berbagai konsentrasi sehingga dapat diketahui konsentrasi yang efektif untuk membunuh larva Aedes aegypti.
Rancangan penelitian adalah post-test only control design dimana subyek dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan 5 (lima) perlakuan dan 5 (lima) replikasi. Bahan yang digunakan adalah daun selasih (Ocimum sanctum) yang diekstrak dalam etanol 10%, kemudian dilarutkan dalam aquadest dengan konsentrasi 1200 ppm, 1300 ppm, 1 400 ppm, 1500 ppm, dan 1600 ppm. Selanjutnya dimasukkan larva Aedes aegypti sebanyak 40 ekor pada masingmasing kontainer yang berisi larutan ekstrak.
Untuk menentukan LC50 (LC= lethal concentration) digunakan analisis prabit. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pemberian ekstrak daun selasih (Ocimum sanctum) terhadap kematian larva digunakan uji Anova satu faktor. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna setiap perlakuan dilakukan dengan uji Bonferroni.
Dan hasil penelitian diperoleh LC50 sebesar 1293.8 ppm. Hasil uji anova diperoleh p < 0.05, yang berarti ada perbedaan yang bermakna secara signifikan pada taraf 95% antara pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun selasih terhadap kematian larva Aedes aegypti. 5edangkan konsentrasi yang effektif untuk membunuh larva Aedes aegypti sebesar 1523,4 ppm. Penelitian ini merekomendasikan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang zat aktif dalam daun selasih yang berperan sebagai larvasida, menentukan batas keamanan konsentrasi, dan uji lapangan sebelum diterapkan untuk pengendalian larva, serta penelitian kemungkinan dapat dimanfaatkan sebagai repelent dan insektisida.
Daftar bacaan : 38 (1983 - 2000)

Toxicity of Extract from Ocimum Sanctum Leaves Toward Death of Aedes Aegypti LarvaThe controlling for vector of dengue hemorrhagic fever has been using insecticide and synthetic larvicide?s. The use of insecticide repeatedly produces vector resistance, death of another animal that are not target, and environmental pollution. To reduce those dilemmas we have to choice alternatives for instance by using phyto pesticide. This research aimed to know toxicities of extract from Ocirnrnn sanctum leaves in various its concentration, so that we will know what concentration is effective to kill Aedes aegypti larva.
The research design is post-test only design, the subject is divided to two groups-groups for treatment and controlling with five treatments and five replications by using extract from Ocimum sanctum leaves. It is extracted in ethanol solution 10%, and then is dissolved in aquadest with 1200 ppm, 1300 ppm, 1400 ppm, and 1600 ppm. concentration. Finally 40 Aedes aegypti larva are filled in container that has been contained extract ofOc/mum sanctum leaves.
To determine LC50 (lethal concentration) has been used probit analysis and to know differences from providing Ocimum sanctum leaves extract toward larva death has been used one-way ANOVA test. While to know differences of significant test in each of treatment have been used Bonferonni test.
The results of this research described LC5o is I293.7 ppm. The result of ANOVA test is p,al,, < 0.05, it means there are significant differences in 95% confidence level between in providing various extract concentration from Ocimum sanctum leaves toward Aedes aegypti larva death.
The effective concentration to kill Aedes aegypti larva is 1523.4 ppm. Recommendations on this study are important to see about active subtance in Ocimum sanctum leaves that act as larvicide?s on further study, finally it can be use as repellent and insecticide.
References: 38 (1983 - 2000)"
Universitas Indonesia, 2000
T5206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisanti Juwati
"ABSTRAK
Penelitian efek hipoglisemik ramuan ekstrak daun tapak dara dengan biji petai cina ini merupakan penelitian lanjutan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol ramuan daun tapak dara dengan biji petai cina (0,10 g serbuk daun tapak dara + 1,04 g serbuk biji petai cina per kg berat badan) menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan dosis lain.
Pada penelitian ini dilakukan pengulangan dengan menggunakan dosis: T: 0,10 g serbuk daun tapak dara + 1,04 g serbuk biji petai cina (T2P1); II: 0,115 g serbuk daun tapak dara + 1,196 g bubuk giji petai cina (T21P11); dan III: 0,085 g serbuk daun tapak dara + 0,88 g bubuk biji petal Gina (T211P111) masing-masing per kg berat badan. Selain itu dilakukan pula uji standarisasi ekstrak ramuan dengan fraksionasi kolom dan dilanjutkan dengan analisis menggunakan GCMS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak ramuan daun tapak dara dengan biji petai cina memberikan efek hipoglisemik dan dosis yang paling baik diantara 3 dosis yang digunakan dalam percobaan adalah T21P1 I, yaitu 0,115 g serbuk daun tapak dara + 1,196 g bubuk petal cina per kg berat badan. Standarisasi dilakukan dengan menggunakan prosedur ekstraksi etanol; pengasaman dengan HC1; ekstraksi dengan petroleum eter; lapisan air diekstraksi dengan khloroform, selanjutnya, lapisan air bersifat basa diekstraksi ulang dengan khloroform: metanol. Puncak-puncak yang mungkin digunakan pada standarisasi adalah dengan waktu retensi 23,09; 28,57; dan 40,28 menit. "
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Fauziah Fadhly
"Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki flora yang beragam yang memperkaya sumber daya alamnya. Dari beragam jenis flora tersebut, terdapat juga tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengobatan. Salah satu jenis tanaman yang biasa digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat adalah tanaman Amomum cardamomum yang umumnya dikenal sebagai tumbuhan kapulaga. Tanaman ini diyakini memiliki kegunaan dalam bidang medis yang dipercaya dapat berperan dalam pengobatan berbagai jenis penyakit, seperti untuk meredakan gangguan pencernaan, saluran kencing, pernapasan, dan sistem saraf. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan kimia, khususnya fenol dan minyak atsiri, pada benih tanaman Amomum cardamomum yang nantinya dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan manfaat dari ekstrak biji tanaman tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian deskriptif seperti uji ekstrak, kromatografi lapis tipis, dan uji spektrofotometri. Dari berbagai tes tersebut, diperoleh hasil bahwa ekstrak biji Amomum cardamomum mengandung senyawa fenol dan minyak esensial. Dengan hasil ini, dapat disimpulkan bahwa Amomum cardamomum biji mengandung minyak atsiri dan fenol yang dapat digunakan sebagai pengobatan beberapa penyakit.

As a tropical country, Indonesia has diverse floras that enrich the natural resources. Among a variety of flora, there are also plants that can be used as a medicinal plant. One type of plant commonly used by Indonesian society as a medicinal plant is a Amomum cardamomum plant commonly known as cardamom plants. These plants are believed that they are able to cure various diseases, such as to relieve digestive disorders, urinary, repiratory, and even nervous system problem. Therefore, this study was conducted to identify the chemical contents of, particularly phenols and volatile oil, the seeds of Amomum cardamomum plants that later can conduct further research to determine the benefits of this plant seed extract. This research was done by using descriptive study design such as extract test, thin layer chromatography, and spectrophotometry test. These tests obtained results that Amomum cardamomum seed extract contains phenol compounds and essential oils. By these results, it is concluded that the Amomum cardamomum seed contains phenol and volatile oil that can be used as the treatment of some diseases.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Hanani
"ABSTRAK
Anacardium occidentale Linn atau dikenal dengan nama daerah jambu mede merupakan salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional disamping biji yang sering dimanfaatkan sebagai makanan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui salah satu kandungan kimia golongan flavonoid yang terdapat dalam daun jambu mede muda yang terkandung dalam fraksi etilasetat. Pemeriksaan dilakukan dengan mengukur panjang gelombang serapan maksimum senyawa flavonoid dengan penambahan beberapa pereaksi geser.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam daun jambu mede muda terdapat senyawa golongan flavonoid turunan flavonol yang mempunyai gugus hidroksil pada posisi 3,7, 3 dan 4."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>