Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78881 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daniel Boentoro Hadiwidjaja
"ABSTRAK
Mekanisme pertahanan tubuh diperankan oleh empat sistem besar, setelah melewati perlindungan kulit dan selaput lendir. Keempat sistem itu ialah sistem fagositosis, kamplemen, humoral dan seluler. Perlindungan kulit dan selaput lendir dengan gerak cilia yang aktip, bersama beberapa faktor, merupakan pertahanan nonspesifik. Peranan sistem humoral dan seluler edalah pertahanan yang spesifik. Sedangkan sistem fagositosis dan kamplemen merupakan pertahanan yang nonspesifik, yang mempunyai hubungan dengan pertahanan spesifik.
Tujuan akhir dari mekanisme pertahanan ini, adalah melindungi tubuh dari organisme penyebab infeksi atau penyakit. organisme tersebut dapat berupa virus,bakteri,jamur,protozoa atau Benda lainnya. Kekurangan pada jumlah maupun fungsi, salah satu atau lebih dari ke 4 sistem pertahanan tersebut menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, atau infeksi berulang pada penderita. Keadaan itu, disebut "defisiensi imun".
Defisiensi imun primer terdapat pada satu diantara 2.500 penduduk umum, sedangkan pada penderita yang dirawat di rumah sakit, didapatkan prevalensi kurang lebih 1% . Dua pertiga dari penderita defisiensi imun berusia dibawah 15 tahun, 80% daripadanya adalah pria.
Defisiensi imun dapat terjadi sekunder, karena keganasan, malnutrisi, pemakaian chat sitostatik, penyakit metabolik, bermacam macam keadaan patolcgik dan infeksi sendiri dengan penyebab bermacarn macam. Sebagian besar penduduk dunia sedang dilanda penyakit infeksi,infestasi parasit dan malnutrisi. Diperkirakan prevalensi defisiensi imun sekunder beberapa kali lebih banyak dari yang primer. Kemajuan pengetahuan tentang defisiensi imun primer memungkinkan diterapkannya pola diagnostik yang sama pada defisiensi imun sekunder.
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis defisiensi imun, pada ummnya canggih dan tidak dapat dilakukan di semua rumah sakit. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan penyaring yang dapat dikerjakan di semua rumah sakit dan dapat dilakukan oleh seorang dengan latihan yang minimal, serta efektif dari segi keamanan dan biaya. Pemeriksaan penyaring yang dianjurkan, dapat menyaring kemungkinan diagnosis 75-98% kasus defisiensi imun.
Diabetes melitus adalah penyakit yang menyerang 1% dari penduduk dunia (6). Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan angka prevalensi sebesar 1.53-2.30%. Penyakit ini merupakan salah satu dari 20 penyakit terbesar, yang dirawat di bangsal penyakit dalam RSQ4. Salah satu tujuan pengontrolan penyakit ini adalah mencegah penyulit. Penyulit tersebut akan menjadi beban bagi penderita sendiri maupun petugas kesehatan yang menanganinya. Salah satu penyulit yang menambah beratnya penyakit dan paling banyak menyebabkan kematian penderita adalah infeksi. Infeksi merupakan salah satu faktor terjadi nya gangren diabetis pada kaki, yang memerlukan biaya yang tinggi dan waktu perawatan yang lama.
Hasil penelitian dari Daydade dkk, menyatakan bahwa fungsi fagositosis granulosit menurun pada diabetes tidak terkontrol, dan fungsi itu akan menbaik bila penyakit dapat dikontrol. "Pusat Diabetes Joslin" menganjurkan kriteria dan tujuan jangka pendek serta jangka panjang untuk pengontrolan penyakit diabetes. Salah satu diantaranya adalah mencegah penurunan fungsi fagositosis."
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taniawati Supali
"ABSTRAK
Salah satu jenis kanker yang banyak ditemukan di Indonesia adalah kanker serviks. Berdasarkan urutan frekuensi penderita, kanker serviks menduduki tempat teratas dibandingkan kanker ginekologi lainnya pada wanita.
Di dalam tubuh, sel kanker akan ditolak oleh reaksi imunitas selular, yang dilakukan oleh limfosit T. Reaksi imunitas selular dapat diuji secara in vitro berdasarkan kemampuan limfosit bertransformasi akibat adanya "phytohemagglutinin". Pada penderita kanker kemampuan limfosit untuk bertransformasi menurun.
Dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan reaksi imunitas selular dari 30 orang wanita penderita kanker serviks yang akan berobat di Sub-bagian Radioterapi RSCM dan 30 orang wanita yang tidak menderita kanker serviks, maupun kanker lainnya, dengan cara mengkultur darah kemudian dihitung indeks stimulasinya. Selain itu juga diperiksa jumlah limfosit dan jumlah leukosit.
Dengan uji t, diperoleh kesimpulan adanya penurunan reaksi imunitas seluler (indeks stimulasi) dan jumlah limfosit pada wanita penderita kanker serviks (a = 0,01). Sedangkan jumlah leukosit tidak menurun jika dibandingkan dengan wanita yang tidak menderita kanker serviks maupun kanker lainnya (a = 0,01)"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan proses difusi teknologi dan pemanfaatan sediaan radiofarmasi Teknesium-99m
Metoksi Isobutil Isonitril (99mTc-MIBI) untuk deteksi penyakit jantung koroner (PJK) pada beberapa
penderita kencing manis (Diabetes Mellitus, DM). Sediaan MIBI disiapkan dalam bentuk kit cair, terdiri
dari dua formula terpisah dan disiapkan sebagai sediaan yang memenuhi persyaratan farmasetika.
Evaluasi biologis dilakukan pada tikus putih untuk melihat rasio distribusi penimbunan sediaan di jantung
terhadap organ sekitarnya, sedangkan uji tapis PJK pada beberapa penderita DM dilakukan dengan
elektrokardiografi (EKG), dan sidik perfusi miokard (SPM) menggunakan Single Photon Emission
Computed Tomography (SPECT) dengan 99mTc-MIBI. Dari 24 subjek penelitian, 17 orang (71%) data
SPM mengindikasikan kelainan miokard dan 7 orang dalam kondisi normal, sedangkan dari data EKG
hanya 2 orang (8%) yang kemungkinan terindikasi PJK, 21 orang normal, dan 1 orang meragukan (equivocal).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa SPM memberikan prospek sebagai moda uji tapis yang
dapat diunggulkan untuk memperbaiki penatalaksanaan PJK, dan bisa dijadikan modalitas pendeteksi
lebih dini, khususnya pada penderita DM."
615 JSTFI 1:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hana DK Horasio
"Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit yang banyak diderita penduduk dunia dari segala tingkatan sosial. Di Indonesia prevalensi DM cukup tinggi yaitu berkisar antara 1,37%.-2,3%. Dengan menurunnya insiden penyakit infeksi diIndonesia, DM sebagai penyakit degeneratif kronis cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan akan merupakan masalah kesehatan di kemudian hari. Banyak penyulit yang akan dialami oleh penderita DM antara lain nefropati diabetik, yang proses perjalanannya progresif menuju stadia akhir berupa gagal ginjal dan akan menyebabkan kematian. Gejala dini penyakit ini dapat dikenai dengan peningkatan ekskresi albumin urin yang lebih besar .dari pada normal, tetapi belum dapat dideteksi dengan Cara konvensional. Keadaan ini disebut mikroalbuminuria atau secara klinis disebut nefropati diabetik insipien. Pada stadium ini kelainan masih bersifat reversibel dan bila dilakukan penatalaksanaan yang baik maka proses nefropati diabetik (ND) yang akan berlangsung dapat dicegah. Dengan demikian, dapat diperpanjang harapan hidup penderita DM.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan data kadar albumin urin kelompok kontrol sehat dan penderita NIDDM, membuktikan bahwa ekskresi albumin pada penderita NIDDM lebih besar dari pada kantrol sehat, serta ada korelasi antara lamanya DM dan peningkatan ekskresi albumin urin.
Penelitian dilakukan terhadap 25 orang kontrol sehat dan 100 penderita DM yang dibagi menjadi 4 kelompok, tiap kelompok 25 orang, menurut lamanya penderita diabetes yaitu kelompok DM I (<2 tahun), kelompok DM II (2-5tahun), kelompok DM III (5-10 tahun) dan kelompok DM IV (> l0 tahun). Urin kumpulan 12 jam (semalam) diperiksa terhadap albumin (makroalbumin) dengan carik celup Combur-9, kadar albumin kuantitatif dengan Cara RIA dan juga dihitung kecepatan ekskresinya. Sebelumnya dilakukan pemeriksaan penyaring untuk menyingkirkan faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan peningkatan proteinuria.
Pada kelompok kontrol sehat didapatkan rata-rata kadar albumin urin (KAU) adalah 3,45 ug/ml (SD3,65 ug/ml; rentang nilai 2,02 - 4,90 ug/ml) dan rata-rata kecepatan ekskresi albumin urin (KEAU) 2,74 ug/menit {5D=2,60 ug/menit, rentang nilai 1,72-3,76 ug/menit), sedangkan pada kelompok DM didapatkan nilai rata-rata yang lebih besar dari pada kelompok kontrol sehat dan secara statistik ada perbedaan bermakna (p<0,05). Dari 100 penderita NIIDM yang diperiksa dengan carik celup Combur-9 didapatkan 91 penderita memberikan basil negatif dan 9 penderita positif. Dan dari 91 penderita ini bila diperiksa dengan RIA ternyata ada 10 penderita (11%) berdasarkan KAU dan 21 penderita (23,1%) berdasarkan KEAU telah menunjukkan mikroalbuminuria. Dari keseluruhan 100 penderita NIIDM berdasarkan KAU didapatkan 617. normaalbuminuria, 14% mikroalbuminuria dan 5x makroalbuminuria. Sedangkan berdasarkan KEAU didapatkan 70% normoalbuminuria, 26% mikroalbuminuria dan 4% makroalbuminuria.
Hasil pemeriksaan KAU dan KEAU pada penderita DM sangat bervariasi, namun dapat dilihat bahwa rata-rata KAU dan KEAU makin meningkat dengan bertambah lamanya menderita DM dan pada perhitunaan statistik ada korelasi antara lamanya DM dan meningkatnya eksxresi albumin urin (r=0,36). Juga didapatkan bahwa dengan bertambah lamanya DM, prevalensi mikroalbuminuria makin meningkat. Antara lamanya DM dan tingginya kadar glukosa darah tidak ada korelasi (r=0,04), sedangkan antara tingginya kadar glukosa darah dengan KAU dan KEAU didapatkan adanya korelasi yang cukup bail: yaitu r=0,47 an 0,56).
Prevalensi mikroalbuminuria didapatkan lebih tinggi bila dinyatakan dengan KEAU dari pada KAU, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan berdasarkan KEAU Iebih sensitif dari pada KAU. Oleh karena itu dianjurkan memeriksa KEAU untuk menentukan adanya mikroalbuminuria?"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T2252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Arus Victor
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Utami Dewi
"Latar belakang dan tujuan: Diabetes mellitus dapat meningkatkan risiko infeksi, kematian dan kegagalan terapi pada kasus TB paru. Gambaran radiografi toraks penderita TB dengan komorbid DM telah dilaporkan dengan hasil yang bervariasi. Adanya perbedaan hasil tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor kontrol glikemik penderita DM. Nilai Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR) diketahui berkaitan dengan kontrol glikemik dan infeksi tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran radiografi toraks penderita TB DM berdasarkan kontrol glikemik  yang dikaji dengan Neutrophil Lymphocyte Ratio dibandingkan dengan gambaran radiografi toraks kelompok TB non DM.
Metode: Uji komparasi dengan pendekatan potong lintang yang membandingkan proporsi karakteristik lesi foto toraks pada kelompok TB DM (DM terkontrol 25 orang dan DM tidak terkontrol 62 orang) dengan radiografi toraks kelompok TB non DM (87 orang). Analisis data kemudian dilakukan dengan uji chi square dan uji mutlak Fisher.
Hasil: Temuan lesi yang terbanyak dari kelompok TB DM terkontrol, TB DM tidak terkontrol dan TB non DM berupa fibroinfiltrat (68% vs 75,8% vs 67%). Lokasi lesi opasitas yang tersering ditemukan untuk ketiga kelompok adalah di lapangan atas paru kanan. Lesi opasitas yang melibatkan lapangan bawah paru kanan lebih sering ditemukan pada penderita TB DM tidak terkontrol dengan NLR ≥ 4 (40%), dengan nilai p <0,05. Terdapat kecenderungan luas lesi opasitas sangat lanjut pada kelompok TB non DM sedangkan luas lesi minimal lebih banyak ditemukan pada kelompok TB DM terkontrol dengan NLR < 4, namun tidak berbeda bermakna secara statistik. Terdapat kecenderungan lokasi kavitas yang lebih sering di lapangan atas kanan pada kelompok TB non DM (13,8%), namun tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada perbandingan diameter kavitas dan lokasi kavitas pada ketiga kelompok.
Simpulan: Lesi opasitas atipikal yang melibatkan lapangan bawah paru kanan lebih sering ditemukan pada radiografi toraks penderita TB DM tidak terkontrol dengan NLR ≥ 4.

Background and purpose: Diabetes mellitus can increase the risk of infection, death and therapeutic failure of lung tuberculosis. Chest radiograph images of TBDM patient have been reported with varying results. These differencescan be influenced by glycemic control of these patients. The value of Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR) is known to be associated with glycemic control and tuberculosis infection. This study aims to determine the chest radiographs of TB DM patients based on glycemic control studied by Neutrophil Lymphocyte Ratio compared to chest radiograph of TB non-DM group.
Methods: Comparative test with a cross-sectional approach comparing the characteristics proportion of chest radiograph lesions between TB DM group (25 people of controlled DM and 62 people of uncontrolled DM) andTB non-DM group (87 people). Data analysis was then carried out by the chi square and fisher exact test.
Results: Fibroinfiltrates are the most common lesions found from TB with controlled DM group, TB with uncontrolled DMgroup and TB non-DM group. (68% vs 75.8% vs 67%). The most common location for opacity lesions of the three groups is in the upper right lung. Opacity lesions involving the lower right lung are more often found in TB patients with uncontrolled DM with value of NLR ≥ 4 (40%), withpvalue<0.05. There is a tendency of far advanced opacity lesions in the TB non-DM group while the minimal lesions are more common in TB with controlled DM group with NLR < 4, but there is no significant difference statistically. There is also tendency for cavity locations in TB non-DM group to be more frequent in the upper right lung(13.8%), but there is no significant difference in comparison of cavity diameter and cavity location in the three groups statistically.
Conclusion: Atypical opacities lesions involving the lower right lung are more often found on chest radiographs of TBpatient with uncontrolled DM with value of NLR ≥ 4."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ledya Octaviani
"Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah akibat kelainan pada sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya. Tingginya kadar glukosa darah pada penderita diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan pada beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, jantung, saraf, dan pembuluh darah. Kadar glukosa darah pada penderita diabetes dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti asupan, aktivitas fisik, dan lainlain.
Skripsi ini bertujuan untuk melihat perbedaan proporsi kadar glukosa darah pada penderita diabetes berdasarkan aktivitas fisik dan faktor lainnya. Penelitian ini dilakukan pada penderita diabetes di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu pada bulan April 2018. Desain penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan jumlah sampel 110 orang. Kadar glukosa darah diketahui melalui catatan medik responden, aktivitas fisik dan asupan diketahui melalui kuesioner aktivitas fisik GPAQ dan Semi-quantitative Food Frequency Questionnaire SFFQ.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 57,3 penderita diabetes memiliki kadar glukosa darah terkontrol. Uji chi-square menyatakan bahwa variabel aktivitas fisik, kepatuhan minum obat, asupan serat, durasi penyakit, dan stres memiliki perbedaan bermakna dengan kadar glukosa darah. Untuk meningkatkan angka kadar glukosa darah terkontrol pada penderita diabetes, disarankan untuk diberikan edukasi mengenai aktivitas fisik, kepatuhan minum obat, asupan serat, dan manajemen terhadap stres apabila diperlukan kepada penderita diabetes.

Diabetes mellitus is a metabolic disorder characterized by high blood glucose levels due to abnormalities in insulin secretion, insulin action, or both. High blood levels in diabetics are associated with long term damage, dysfunction, and failure of some organs, especially the eyes, kidneys, heart, nerves, and blood vessels. Blood glucose levels of diabetics can be influenced by various factors such as intake, physical activity, and others.
This study aims to see the differences proportion of blood glucose levels in diabetics based on physical activity and other factors. The study was conducted on diabetics at Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu on April 2018. The design of this study is cross sectional with a total sample of 110 people. Blood glucose levels are known through the medical records of respondents, physical activity and intake are known through physical activity questionnaires GPAQ and Semi quantitative Food Frequency Questionnaire SFFQ.
The results showed that 57.3 of diabetics had controlled blood glucose levels. Chisquare test showed that physical activity, medication adherence, fiber intake, duration of disease, and stress have significant differences with blood glucose levels. To increase the rate of controlled blood glucose in diabetics, it is recommended to be educated about physical activity, fiber intake, and management of stress if necessary in diabetics.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S Nugroho Hadisumarto
"Telah dilakukan penelitian Rancangan Analitik dengan Studi
Kros-seksional tentang Penilaian aktivitas koagulasi darah
pada pender ita APTS.
Penelitian dilakukan di RS Jantung Harapan Kita selama
periode 1 Februari 1993 sampai dengan 1 Agustus 1993 .
Didapatkan 46 penderita APTS yang memenuhi kriteria penelitian,
terdiri dari 37 kasus laki-laki (80,4%) dan 9 kasus wanita
(19,6%) dengan umur rata-rata 57,37 ± 11,73 tahun.
Sebagai kelompok kontrol didapat 25 APS penderita yang terdiri
dari 20 kasus laki-laki (80%) dan 5 kasus wanita (20%) dengan
umur rata-rata 57,88 ± 7,33 tahun.
Pada analisa bivariat dengan uji T tidak terdapat perbedaan
yang bermakna yaitu nilai PT dan APTT pada kelompok APTS
dengan APS. Sedang nilai MR pada kelompok APTS dan kontrol
terdapat
dibanding
perbedaan yang bermakna yaitu 75,39 ± 17,54 detik
106,48 ± 23,47 detik (p<0,05), nilai MR pender ita
APTS terlihat jelas memendek dimana hal ini menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas koagulasi (hiperkoagulasi).
Pemendekan nilai MR didapat pada 43 kasus APTS (93,4%)
dibanding 3 kasus APS (12%). Dengan uji Kai Kwadrat terdapat
perbedaan yang sangat bermakna antara kedua kelompok ini (p <
0,01). Hal ini menunjukkan bahwa penderita APTS mempunyai
peluang untuk memdapatkan hasil pemendekan MR 7,8 kali lebih
besar dibanding penderita APS. Dari segi diagnostik adanya peningkatan aktivitas koagulasi pada penderita APTS dengan pemeriksaan MR mepunyai sensitivitas dan spesifitas yang tinggi yaitu 93,4% dan 88X sehingga
cukup baik sebagai pemeriksaan penunjang.
Akhirnya dengan analisis statistik regresi logistik ganda
didapatkan faktor risiko merokok mempunyai peranan bermakna
terhadap peningkatan aktivitas koagulasi. Sedangkan hipertensi, hiperkolesterolemia dan diabetes melitus pada keadaan iskemik akut tidak terlihat mempunyai peranan yang bermakna terhadap peningkatan aktivitas koagulasi."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelique Valentia Wijaya
"Penyakit Ginjal Diabetes (PGD) merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular dari penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) yang cenderung tidak terdeteksi secara dini sehingga diperlukan biomarker yang lebih efektif untuk mendeteksi penyakit ini. Tingginya HbA1c diketahui berpengaruh pada progresivitas PGD karena berkaitan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (eGFR) dan peningkatan rasio albumin kreatinin urin (UACR). Penelitian ini merupakan studi metabolomik tidak tertarget dan bertujuan untuk membandingkan metabolit urin pasien DMT2 risiko PGD rendah dengan HbA1c terkontrol dan tidak terkontrol pada pasien yang mengonsumsi terapi metformin-glimepirid. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dengan teknik pengambilan sampel non-probabilitas di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu. Sebanyak 32 sampel dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok HbA1c terkontrol (n=16) dan kelompok HbA1c tidak terkontrol (n=16). Sampel darah diambil untuk pengukuran HbA1c dan eGFR sedangkan sampel urin diambil untuk pengukuran UACR dan dianalisis metabolitnya. Analisis metabolit dilakukan menggunakan LC/MS-QTOF dan diolah datanya menggunakan MetaboAnalyst 6.0 serta berbagai database. Signifikansi metabolit antarkelompok diseleksi dengan parameter VIP>1, log2(FC)>1,2, dan p-value<0,05. Tiga metabolit yang berpotensi menjadi biomarker (AUC>0,65), yaitu oxaloacetate, 5'-phosphoribosyl-N-formylglycinamidine, dan (S)-dihydroorotate. Berdasarkan ketiga metabolit tersebut, jalur metabolisme yang terlibat meliputi (1) alanin, aspartat, dan glutamat, (2) asam sitrat (siklus Krebs), (3) glukoneogenesis, (4) piruvat, (5) pirimidin, dan (6) purin.

Diabetic Kidney Disease (DKD) is one of the microvascular complications of Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) which tended not to be detected early, necessitating more effective biomarkers for its detection. Uncontrolled HbA1c was significantly associated with the progression of DKD because it is associated with a decrease in glomerular filtration rate (eGFR) and an increase in the urine albumin creatinine ratio (UACR). This study was an untargeted metabolomics study and aimed to compare urine metabolites in low-risk DKD T2DM patients with controlled and uncontrolled HbA1c undergoing metformin-glimepiride therapy. Conducted with a cross-sectional design and non-probability sampling at Pasar Minggu District Health Center, 32 samples were split into controlled (n=16) and uncontrolled HbA1c groups (n=16). Blood samples were taken for measurement of HbA1c and eGFR, while urine samples were taken for measurement of UACR and analyzed for metabolites. Metabolite analysis was carried out using LC/MS-QTOF and the data were processed using MetaboAnalyst 6.0 and various databases. Significant metabolites were identified with VIP>1, log2(FC)>1.2, and p-value<0.05. Three metabolites, namely oxaloacetate, 5'-phosphoribosyl-N-formylglycinamidine, and (S)-dihydroorotate, emerged as potential biomarkers (AUC>0.65). The involved metabolic pathways included (1) alanine, aspartate, and glutamate, (2) citric acid (Krebs cycle), (3) gluconeogenesis, (4) pyruvate, (5) pyrimidine, and (6) purine."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chorina Mega Noviana
"Indonesia merupakan salah satu negara yang paling parah terdampak pandemi COVID-19 dengan lebih dari 3,9 juta kasus terkonfirmasi dan lebih dari 127 ribu kematian. Pasien COVID-19 dengan Diabetes Melitus memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan komplikasi hingga mortalitas. Infeksi yang diakibatkan COVID-19 memiliki tendensi untuk menginduksi kegawatdaruratan diabetes, salah satunya Ketoasidosis Diabetikum (KAD). Rentang mortalitas pada pasien COVID-19 dengan KAD terbilang tinggi, namun dapat dicegah dengan identifikasi dan tatalaksana dini yang tepat. Laporan kasus ini memberikan gambaran mengenai proses asuhan keperawatan pada COVID-19 derajat berat dengan KAD di tatanan gawat darurat pada pasien laki-laki berusia 58 tahun dengan Diabetes Melitus tidak terkontrol. Intervensi yang diberikan terdiri atas terapi oksigen, manajemen hipovolemia, manajemen hiperglikemia, serta pengontrolan infeksi. Pasien secara bertahap menunjukkan perbaikan pada status klinis dan parameter laboratorium hingga akhirnya dipindahkan ke High Care Unit untuk perawatan dan pemantauan lebih lanjut. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan holistik memiliki peran yang krusial pada prognosis pasien COVID-19 dengan KAD.

Indonesia is one of the countries worst affected by the COVID-19 pandemic, with more than 3.9 million confirmed cases and more than 127,000 deaths. COVID-19 patients with Diabetes Mellitus have a higher risk of developing complications and mortality. Infections caused by COVID-19 have a tendency to induce diabetic emergencies, one of which is Diabetic Ketoacidosis (DKA). The mortality rate in COVID-19 patients with DKA is high, but it can be prevented with proper early identification and treatment. This case report provides an overview of the nursing care process for severe COVID-19 with DKA in the emergency department in a 58-year-old male patient with uncontrolled Diabetes Mellitus. The intervention provided consisted of oxygen therapy, management of hypovolemia, management of hyperglycemia, and infection control. The patient gradually showed improvement in his clinical status and laboratory parameters until finally transferred to the High Care Unit for further treatment and monitoring. Nurses' role in providing holistic nursing care is crucial for the prognosis of COVID-19 patients with DKA."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>