Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139428 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Chaezienul Ulum
"buku ini membahas tentang suatu reaksi multi level yang dilakukan dalam ranah kebijakan terkait lingkungan."
Malang: UB Press, 2017
363.7 CHA e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nasichatun Asca
"Kebijakan hukum di bidang lingkungan hidup dalam pengelolaan B3 harus direncanakan dengan cermat karena merupakan bagian dari proses pembangunan industrialisasi. UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). Dalam UUPLH, mengenai pengelolaan Limbah B3 diatur dalam pasal 17 dan pasal 21.
Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai pengelolaan B3, antara lain PP No.19/1994 tentang Pengelolaan Limbah B3. PP No.19/1994 merupakan jawaban pertama Pemerintah dalam upaya untuk memberikan pedoman peraturan yang dapat diterapkan oleh para pelaku usaha atau dunia industri yang berhubungan langsung dengan lingkungan terutama dengan limbah B3 lain. PP No. 19 Tahun 1994 dengan perangkat hukum yang dimaksudkan untuk mendorong industri penghasil limbah B3 agar meminimalisasi jumlah limbah B3, PP ini kemudian digantikan dengan PP No. 12 Th 1995 tentang Pengelolaan Limbah B3, diganti lagi dengan PP No. 18 Th 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, kemudian dirubah dengan PP No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, diganti dengan PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3. Ada banyak perubahan yang dalam PP yang baru ini, antara lain mengenai istilah, tidak lagi dengan istilah limbah tetapi langsung dengan penyebutan Bahan Berbahaya dan Beracun dan diijinkan kegiatan ekspor dan impor B3.
Peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan lalu lintas batas limbah, dengan dasar ratifikasi Konvensi Basel, yang bertujuan mengatur ekspor dan impor serta pembuangan limbah B3 secara tidak sah, antara lain: Keputusan Presiden RI No. 61/1993 tentang Pengesahan Convention on The Control of Trans-boundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal, Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 349/Kp/X/f92 tentang Pelarangan Limbah B3 dan Plastik, Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 155/Kp/VII/95 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Import dan Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 156/Kp/VII/95 tentang Prosedur Impor Limbah.
Penegakan hukum dalam masalah B3, berkaitan erat dengan kemampuan aparat dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Hal ini merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan (atau ancaman) sarana administrasi, kepidanaan dan keperdataan. Aparat penegak hukum lingkungan adalah: Polisi; Jaksa; Hakim; dan Pejabat/Instansi yang berwenang memberi izin; serta Penasihat Hukum. Penegakan hukum lingkungan dapat dilakukan secara preventif dan represif, sesuai dengan sifat dan efektivitasnya. Penegakan yang bersifat preventif berarti bahwa pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan kepada peraturan tanpa kejadian langsung. Instrumen bagi
penegakan hukum preventif adalah penyuluhan, pemantauan dan penggunaan kewenangan yang sifatnya pengawasan. Penegakan hukum yang bersifat represif dilakukan dalam hal perbuatan yang melanggar peraturan. Penegakan hukum secara pidana umulnnya selalu mengikuti pelanggaran peraturan dan biasanya tidak dapat meniadakan akibat pelanggaran tersebut. Penegakan hukum lingkungan keperdataan hendaklah dibedakan dari upaya penyelesaian sengketa dengan cara gugatan lingkungan. Untuk memperoleh ganti kerugian bagi korban pencemaran akibat perbuatan melawan hukum oleh pencemar, karena sifatnya individual. Gugatan perdata yang dimaksud dalam penegakan hukum lingkungan dilakukan oleh penguasa apabila sarana penegakan hukum administratif kurang memadai.
Sarana yang dipergunakan dalam upaya penegakan hukum lingkungan meliputi: sarana administrasi; pidana dan Perdata. Sarana administrasi bersifat preventif dan tujuannya sebagai penegakan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan. Dalam sarana administrasi ini dapat diterapkan konsep "Pollution Prevention Pays" terhadap perusahaan dalam proses produksinya. Sanksi administrasi memiliki fungsi instrumental, yaitu untuk mengendalikan perbuatan terlarang, juga sebagai perlindungan kepentingan yang dijaga dengan ketentuan tersebut. Bentuk administrasi ini antara lain: Paksaan Pemerintah atau tindakan paksa, Uang paksa, Penutupan tempat usaha, Penghentian kegiatan mesin perusahaan, Pencabutan izin melalui proses, teguran, paksaan pemerintah, penutupan dan uang paksa. Sarana Kepidanaan, dalam delik lingkungan diatur dalam Pasal 41 s.d 48 UUPLH yang menyangkut penyiapan alat-alat bukti serta penentuan hubungan kausal antara pencemar dan yang tercemar. Tata caranya dalam beberapa pasal tersebut tunduk terhadap UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sarana Keperdataan, dalam hal ini yang dimaksud adalah penerapan hukum perdata untuk memaksakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-¬undangan lingkungan, terdapat kemungkinan beracara singkat bagi pihak ketiga yang berkepentingan untuk menggugat kepatuhan terhadap undang-undang dan permohonan agar terhadap larangan atau keharusan dikaitkan dengan uang paksa ("injuction"). Gugatan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan atas dasar Pasal 34 UUPLH jo. Pasal 35 PP No. 74 Tahun 2001, dapat dilakukan baik melalui cara berperkara di pengadilan atau melalui media penyelesaian sengketa lingkungan.
Mengenai hak masyarakat untuk berperan serta dalam pengelolaan B3. Hak masyarakat untuk berperan serta dalam pengelolaan B3 meliputi: Hak masyarakat atas hidup yang baik dan sehat dan hak untuk berperan serta dalam pengelolaan B3. Hak masyarakat atas hidup yang baik dan sehat perlu dimengerti secara yuridis dan diwujudkan melalui saluran sarana hukum, sebagai upaya perlindungan hukum bagi warga masyarakat di bidang lingkungan hidup. Dalam UUPLH No. 23 Tahun 1997 Pasal 5 ayat (1) disebutkan: "Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat." Peran serta masyarakat dalam pengelolaan limbah B3 lebih diutamakan dalam hal prosedur penerapan peraturan. Peran serta
masyarakat dalam pengelolaan B3 tersebut selain memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, juga dapat mereduksi kemungkinan terjadinya konflik. Peran serta masyarakat dapat efektif dan berdaya guna, apabila kepastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya, adanya Informasi lintas batas dan informasi tepat waktu. Pasal 35 PP No. 74 Tabun 2001 tentang Pengelolaan B3, menyebutkan bahwa masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang upaya pengendalian dampak lingkungan hidup akibat kegiatan pengelolaan B3 ini sedangkan dalam Pasal 36 PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3, disebutkan setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan B3 sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T19184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herliana Dewi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang desain penerapan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) berbasis standar ISO 14001 pada sektor jasa laboratorium. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat SUCOFINDO yang akan menerapkan SML. Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah bersifat kualitatif dengan menggunakan metode survei, studi literatur dan observasi lapangan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih minimnya sektor jasa laboratorium dalam menerapkan dan mendapatkan sertifikat SML ISO 14001. Oleh karena itu perlu desain yang tepat untuk membangun SML di laboratorium. Desain SML yang akan dibangun di Laboratorium Pusat SUCOFINDO yaitu mempertimbangkan masukan dari hasil analisis kendala penerapan dan pemahaman tenaga kerja terkait manfaat sertifikasi SML. Hasil keluaran dari penelitian ini adalah desain integrasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang telah diterapkan terlebih dahulu dengan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) yang akan direncanakan di Laboratorium Pusat SUCOFINDO, desain tersebut dinamakan Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (SMK3L). Keluaran lainnya dari penelitian ini adalah desain program monitoring dan rencana strategi aplikasi desain SMK3L berbasis SML ISO 14001.
Berdasarkan survei dari karyawan Laboratorium Pusat SUCOFINDO kendala utama penerapan SML adalah 1) kurangnya pengetahuan dan pengalaman di dalam penanganan lingkungan sebesar 59%, 2) belum adanya pelatihan berkaitan dengan SML sebesar 69%, 3) kendala penetapan tugas dan tanggung jawab terhadap setiap personil sebesar 64%. Pemahaman karyawan terkait manfaat utama sertifikasi SML diperoleh 81% menyatakan setuju bahwa penerapan sertifikasi SML mempunyai banyak manfaat. Pemahaman karyawan terhadap manfaat sertifikasi yang paling utama adalah 1) meningkatkan tingkat jaminan terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja terkait dampak lingkungan sebesar 93%, 2) memperbaiki proses mutu internal terkait pengelolaan lingkungan sebesar 91%, 3) manfaat yang paling utama adalah sertifikasi SML dapat meningkatkan citra perusahaan sebesar 95%.

ABSTRACT
This thesis discusses about the design implementation of Environmental Management System (EMS) based on ISO 14001 for laboratory services sector . This research was conducted at the SUCOFINDO Central Laboratory which will apply EMS. The research approach is qualitative, conducted using survey methods, literature studies and field observations. This research is motivated by the lack of laboratory services sector in applying and getting the certificate of ISO 14001 EMS. Therefore it is necessary to establish proper design EMS in the laboratory. The design of EMS to be built in the SUCOFINDO Central Laboratory is considering input from the analysis constraints of application and employees understanding related benefits of EMS certification. The output of this research is the integration of design Ocuupational Safety and Health Management System (OHSMS) which has been applied first follow by the Environmental Management System (EMS) which will be planned in SUCOFINDO Central Laboratory, the design called Occupational, Safety, Health and Environment Management System (OHSEMS) . Another output from this research is the design of the monitoring program and strategic plan design application SMK3L based on ISO 14001 EMS.
Based on a survey employees of the SUCOFINDO Central Laboratory, the main obstacle of application EMS are 1) 59% due to lack of knowledge and experience in the handling of the environment, 2) 69% due to lack of training related to the EMS, 3) 64% due to problem in setting tasks and responsibilities of each employees. The employee understanding due to main benefits of EMS certification obtained 81 % agree that the implementation of EMS certification has many benefits. The employee understanding for the main benefits of the certification are 1) increasing level of assurance to the health and safety of workers related to environmental impacts by 93 %, 2) improve the internal quality processes related to environmental management by 91 %, 3) the most important benefits of EMS certification may enhance the image of the company by 95 %."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T39199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clarita Adriana Degrantino
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T36583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Yoana Kartika
"Penelitian ini menganalisis hubungan kinerja lingkungan hidup, pengungkapan lingkungan hidup, dan sistem manajemen lingkungan dan kinerja lingkungan ekonomi terhadap 55 perusahaan yang terdaftar di BEI yang merupakan industri ekstraktif dan industri dasar dan kimia yang mengikuti PROPER 2009-2010 serta menerbitkan laporan tahunan atau laporan keberlanjutan pada tahun tersebut. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik biner dan regresi linear berganda terhadap model leadlag.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara kinerja lingkungan hidup pada masa lampau dengan kinerja ekonomi perusahaan tahun dasar, tidak terdapat hubungan antara kinerja keuangan pada masa lampau dengan kinerja keuangan tahun dasar, antara kinerja lingkungan hidup dan sistem manajemen lingkungan hidup berdasarkan sertifikasi ISO 14001 dengan pengungkapan lingkungan hidup.

This study analyzes the relationship of environmental performance, environmental disclosure, environmental management systems and economi performance of 55 companies listed on the Indonesian Stock Exchange in extractive industry and industry base and chemical, rated by PROPER 2009-2010 and publish annual reports or sustainability reports for the year of study. Testing was conducted using binary logistic regression analysis and multiple linear regression of the lead-lag models.
The results of this study indicate that there is a significant positive relationship between environmental performance in the past with the economic performance of companies in the base year, there is no relationship between financial performance in the past with the financial performance in the base year, environmental performance and environmental management system with environmental disclosure.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Soerjani
Jakarta: Yayasan Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan, 2007
333.7 MOH l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Barrow, Christopher J.
"Exploring the nature and role of environmental management, covering key principles, practices, tools, strategies and policies, this work focuses on sustainable development. It covers topics such as key resources under stress, environmental management tools, climate change and urban environmental management."
London: Routledge, 2006
363.705 BAR e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1987
TA3905
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Wenas
"Paksaan pemerintah merupakan sanksi administratif dalam kasus lingkungan yang paling banyak digunakan di Indonesia. Terlepas banyaknya perubahan pengaturan lingkungan melalui UU Cipta Kerja, paksaan pemerintah ternyata masih berlaku di Indonesia. Tetapi bila pengaturan dan konsepnya dari awal sudah tidak tepat, hal ini berarti pemerintah layaknya menggunakan pisau yang tumpul untuk menyelesaikan pelanggaran lingkungan hidup. Penelitian ini berusaha untuk mengungkap konsep dan pengaturan, pelaksanaan hingga memberikan solusi permasalahan dari paksaan pemerintah di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan penelitian yuridis-normatif dan analisis kualitatif terhadap berbagai jenis data. Data penelitian yang diperoleh berasal dari data sekunder, seperti peraturan maupun literatur jurnal atau buku. Selain itu, penelitian ini juga diperkuat dengan data lapangan melalui putusan maupun surat keputusan, serta wawancara dengan pihak KLHK. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pemerintah selama ini keliru mengerti dan menerapkan paksaan pemerintah. Konsep yang ada tidak tepat, seperti tindakan hukum belaka yang diperintahkan kepada pihak pelanggar. Pengaturannya juga tidak jelas dan tidak konsisten, seperti kapan paksaan pemerintah dapat diterapkan. Penerapan oleh pemerintah pusat juga bisa berbeda dengan pemerintah daerah. Belum lagi pemerintah keliru mengerti denda keterlambatan, uang paksa maupun eskalasi sanksi paksaan pemerintah. Terhadap berbagai permasalahan ini, pemerintah secara konseptual harus menggunakan tindakan nyata maupun mengubah payung hukum dan instrumen yang ada. Penyamarataan dan penegasan penerapan paksaan pemerintah antara pemerintah pusat dan daerah juga penting untuk memperbaiki dan memperkuat penegakan hukum lingkungan hidup kedepannya di Indonesia.

In Indonesia, administrative coercion is the first choice by governments when dealing with environmental offences. Despite huge amendments of environmental regulations through the Job Creation Act (UU Cipta Kerja) in 2020, administrative coercion itself remained unchanged. However, if the concepts and regulations are already flawed to begin with, that means the government is metaphorically sending someone on a fool’s errand to solve environmental enforcement. This research will try to provide answers to the real concepts and regulations, implementations and solutions for the problems facing administrative coercion in Indonesia. This will be done though normative-legal research and qualitative analysis on a variety of data. The data will be secondary sources derived from current regulations, journal and texts. Additionally, this research will also be adding interview with the officials as well as rulings and administrative decision to strengthen the results. This research found that the government misunderstood and implemented an incorrect form of administrative coercion. The concepts were false, such as mere orders given to offenders assumed as concrete actions. The regulations were also faulty as it is unclear and inconsistent such as parameters of when administrative coercions should be implemented. Implementation between regional and central government varies, and there are misconceptions regarding ‘daily fine’ and other related instruments. The government conceptually, need to implement concrete actions and amend the current rules and regulations. Moreover, equal and bold implementation between the central and regional government will be the key in improving and strengthening future enforcement for a better environmental management in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabikhism Noorfajr
"Penulisan ini berupaya untuk menganalisis bagaimana pemerintah menanggapi permasalahan mengenai isu lingkungan hidup yang sudah hadir pada tahun 1960-an. Sejak meningkatnya kebutuhan infrastruktur serta teknologi di Indonesia menyebabkan perkembangan yang meningkat begitu pesat. Infrastruktur yang dibangun diantaranya seperti industri, gedung-gedung perkantoran, hingga pemukiman warga. Akan tetapi, dengan adanya pembangunan-pembangunan tersebut memberikan dampak terhadap lingkungan. Pemerintah pada masa Orde Baru menanggapi permasalahan tersebut dengan menerapkan berbagai kebijakan, seperti dibentuknya Kementerian Lingkungan Hidup serta memberikan mandat kepada Emil Salim sebagai Menterinya guna mengatasi masalah lingkungan Hidup yang semakin mengakar. Salah satu langkah awal yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup adalah dengan menetapkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, Pemerintah juga membuat kebijakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam upaya mengontrol dan mengawasi industri-industri yang berpotensi besar dapat merusak lingkungan hidup. Karya penulisan ini berbeda dengan karya- karya sebelumnya karena dari hasil yang didapat dalam penelitian-penelitian mengenai permasalahan lingkungan hanya ditulis secara umum dalam aspek lingkungan ataupun hukum tanpa menggunakan penulisan sejarah, sedangkan penulisan ini ditulis dengan pendekatan penulisan sejarah lingkungan. Dari hasil penulisan ini dapat dijelaskan bahwa penerapan kebijakan AMDAL pada masa ini terbukti belum dapat diimplementasikan dengan sesuai karena sejak kebijakan tersebut diterapkan masih banyak penyelewengan-penyelewengan yang terjadi.

This study aims to define how the government responds to problems regarding environmental issues that present in the early 1960s. Since the increase of infrastructure development as well as technology in Indonesia, the country’s development is increasing rapidly. Several infrastructures that were built are such as industry, office buildings, to residential areas. However, with those infrastructures being built, it gave bad impacts to the environment. In the new order era, the government responded to that problem by applying a series of policies, such as the formation of the Ministry of Environment and giving Emil Salim a mandate as the minister to resolve problems regarding the living environment which was getting bigger. One of the initial steps done by the Ministry of Environment was establishing Law No. 4 of 1982 regarding basic provisions of environmental management. Besides that, the government also established Analysis Regarding Environmental Impact (AMDAL) in an attempt to control and to supervise industries which have big potential to harm the environment. This study is different from the previous studies because the results of the previous ones regarding environmental problems were only written generally in the aspects of environment and law but not in the aspect of history, while this study is written with an approach of environmental history. From this study, it can be explained that the practice of AMDAL policy in this era is proven cannot be implemented yet accordingly, because since the establishment of that policy there are still many frauds and deceptions that happen."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>