Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162514 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Anissa Mariana
"Liberalisasi perdagangan telah meningkatkan interdependensi dan intensitas kerjasama antar negara, namun pada saat yang sama jugs meningkatkan iklim kompetisi secara global. Seiama beberapa dekade terakhir, tren regionalisme semakin meningkat, terutama dalam kerangka kerjasama ekonomi. Integrasi ekonomi regional ASEAN diharapkan dapat meningkatkan kondisi perekonomian kawasan secara menyeluruh.
Tujuan tersebut tampaknya akan sulit tercapai karena hubungan ekonomi intra-ASEAN yang bersifat non-komplementer. Sebagai stabilisator perekonomian nasional maupun regional, sektor UKM akan menghadapi tantangan yang lebih berat, terutama dari kalangan pengusaha asing. Dalam pembahasan tentang UKM, kesuksesan China dalam mengembangkan sektor UKM-nya secara global tidak dapat dikesampingkan. Integrasi ekonomi ASEAN jugs tidak terpisahkan dari faktor China. Di satu sisi, integrasi ekonomi akan meningkatkan iklim kompetisi regional, namun di sisi lain integrasi ekonomi jugs perlu direalisasikan untuk menghadapi pengaruh ekonomi China di kawasan.
Dalam rencana penerapan Pasar Tunggal ASEAN, terdapat empat karakteristik utama, yaitu kebebasan arus barang dan jasa, kebebasan arus tenaga kerja ahli, prinsip non-diskriminasi dalam keprofesian, dan kebebasan arus modal. Penerapan pasar tunggal perlu dipandang sebagai peluang (bertambahnya pangsa pasar) sekaligus ancaman (banjirnya produk asing yang lebih kompetitif) bagi kalangan usaha domestik, terutama sektor UKM. Di kawasan Asia Tenggara, sektor UKM Malaysia dan Thailand sudah dianggap sebagai pemain regional yang kompetitif. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari strategi dan kebijakan pemerintahnya masing-masing dalam pemberdayaan UKM.
Apabila dilihat dari sudut pandang kebijakan, daya saing sektor UKM Indonesia secara regional masih lebih rendah dibandingkan dengan sektor UKM Thailand dan Malaysia. Kesuksesan pengembangan sektor UKM China, tidak terlepas dari peran negara (pemerintah pusat) sebagai pengambil keputusan. Dalam menghadapi kompetisi regional, Indonesia perlu merumuskan cetak biru dan strategi pengembangan UKM yang Iebih selaras dengan prinsip liberalisasi perdagangan. Sementara itu dalam menghadapi China, negara-negara ASEAN perlu segera mewujudkan integrasi ekonomi kawasan dalam komitmen Pasar Tunggal dan Basis Produksi Tunggal.
Untuk dapat bertahan dalam liberalisasi ekonomi kawasan, pemerintah Indonesia perlu Iebih proaktif dan bersikap pragmatis. Dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, pemerintah tidak dapat lagi terlalu mengandalkan peran korporasi besar dan MNC. Paradigma pembangunan nasional perlu difokuskan pada sektor UKM sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat. Dalam menghadapi China, Indonesia dan negara-negara ASEAN juga perlu mengesampingkan friksi-friksi politik yang selama ini masih mewarnai hubungan intra-kawasan.

Trade liberalization has resulted both in increasing interdependence and cooperation among nation-states while at the same time also increasing competition between friends and (or) foes. In the last few decades, there was a significant growing trend towards regionalism, especially those in the state of economic cooperation. ASEAN economic integration initially aimed to increase the region's social welfare in an inclusive scale.
However, some experts doubt the aspired plan since the nature of infra-ASEAN's trade based mostly on non-complementary relations. SMEs (Small and Medium Enterprises) as a 'controller' on social, political, and economic stability both domestically and regionally, lend to face harder challenges, particularly from large-scale and foreign enterprises. In the framework of SMEs, we can no longer under estimate China's SMEs development at the global scale. At the similar point, ASEAN's economic integration, more or less, also related to this China factor. The implementation of ASEAN Single Market will intensively increases economic and trade competition among member states. On the other hand, ASEAN's economic integration will also entirely needed to overcome China's economic power in the region.
There are generally four characteristics in the focal point of ASEAN Single Market free flow of goods and services, free flow of skilled labors, non-discriminatory standard on professional certification. and freer flow of capital among member states, The upcoming Single Markel should be seen - all at once - as both threat (an overflow of more competitive imported goods) and opportunity (growing market) for SMEs practitioners. in the Southeast Asian region, Thai and Malaysian SMEs have been recognized as two of the most competitive regional players. Yet, the achievement must not be seen apart from the goverments' policies and effective strategies in SMEs development.
From the standpoint of general policy environment, Indonesian SMEs' regional competitiveness level is still far left behind Thailand and Malaysia. China's attainment in SMEs development is also an outcome of the state's (government's) continuous role as the primary decision maker. In facing the forthcoming regional competition, Indonesian government needs to redesign its domestic policy towards SMEs as well as to put forward a blueprint for SME development that may possibly pursue the values of trade liberalization. Meanwhile in facing China's economic influence, ASEAN member countries should soon put into action the region's economic integration and the committed agreement to build ASEAN as a single market and single production base.
To be able to survive in the era of regional trade liberalization, Indonesian government is required to be more practical and 'down to business'. To improve the nation's social welfare, we can no longer depend only on large-scale enterprises and MNCs (Multinational Corporations). National development paradigm should be diverted to SMEs development as the backbone of the communities' subsistence. In facing China's economic dominance, ASEAN member countries must also be able to put aside political friction and ideological confrontation in the region."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24412
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Media Amora
"ABSTRAK

Perubahan yang cepat di lingkungan regional dan derasnya arus globalisasi jelas memunculkan tantangan-tantangan baru yang jauh lebih berat bagi ASEAN. Pengalaman di masa lalu dan sekarang menunjukkan bahwa tanpa mekanisme kelembagaan yang memadai, termasuk yang bersifat regional kemajuan tidak mudah diraih. Mekanisme kelembagaan ini akan membantu mengumpulkan sumber daya dengan lebih efektif, seperti biaya bersama dan disribusi perolehan dengan lebih setara. ASEAN memerlukan konsolidasi kerjasama regional dan peningkatan kapasitasnya untuk bertindak dalam lingkup internasional. Ini memerlukan penyesuaian organisasi dan penerapan identitas internasional. ASEAN perlu memajukan integrasi yang lebih besar dan memiliki personalitas hukum. Agar memenuhi tantangan tersebut, ASEAN perlu memastikan bahwa perjanjian-perjanjian ASEAN dilaksanakan secara efektif. Dan perancangan Piagam ASEAN berlaku sebagai langkah penting menuju pemenuhan persyaratan tersebut.

Penandatanganan Piagam ASEAN Desember 2008 menandai babak baru ASEAN dari kerjasama yang bersifat persaudaraan? menjadi organisasi yang berdasarkan suatu komitmen bersama yang mengikat secara hukum. Dengan kejelasan visi, tujuan, perbaikan struktur organisasi, adanya mekanisme pengambilan keputusan dan mekanisme penyelesaian konflik, serta peningkatan peran dan mandat Seketariat ASEAN, diharapkan dapat lebih menjamin implementasi kesepakatan-kesepakatan ASEAN yang telah dicapai. Piagam ASEAN akan memberikan ASEAN dasar yang kokoh bagi kerjasama intra regional dan bagi peran internasional yang lebih efektif.


ABSTRACT

Rapid changes in the scope of regional and swift currents of globalization clearly raises new challenges that much harder for ASEAN. The past and present experience shows that without adequate institutional mechanism, including those that are regionally progress hardly to achieved. ASEAN needs regional cooperation consolidation and increase its capacity to act in international scope. This requires organizational adjustments and application of international identity. ASEAN needs to promote a large integration and have the legal personalities. In order to meet such challenges, ASEAN needs to ensure that the ASEAN agreements implemented effectively. The design of the ASEAN Charter is applicable as important step towards fulfilling these requirements.

The signing of ASEAN Charter in December 2008 marks a new phase of ASEAN from ?brotherhood cooperation? into an organization based on a shared commitment which is legally binding. With clear vision, goals, improvement of organization structures, decision-making mechanism and mechanism of conflict resolution, increasing role and mandate of the ASEAN Secretariat, is expected to a better ensure of the implementation of all agreements that has been achieved. The ASEAN Charter will give ASEAN a well-built foundation for intra-regional cooperation and more effective international role.

"
2010
T27810
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Erwana Firdaous
"Perdagangan regional (RTA) menjadi fenomena umum yang menyebar luas ke seluruh dunia. Gelombang besar inisiatif perdagangan regional terus berlajut sejak awal tahun 1990-an. Banyak negara memilih membuat komitmen di tingkat regional karena lebih mudah dilakukan daripada komitmen bidang yang sama di tingkat multilateral. RTA merupakan bagian dari sistem perdagangan global (multilateral trading sistem), namun dalam kenyataanya persyaratan Pasal XXIV GATT 1994 sering kali diabaikan. Beberapa kelompok regional memiliki persetujuan perdagangan barang, persetujuan perdagangan jasa, persetujuan investasi, dan kerjasama ekonomi, diantaranya adalah ACFTA. Liberalisasi ACFTA akan meningkatkan kinerja perdagangan antara negara anggota, namun karena China jauh lebih siap dengan daya saing lebih tinggi, menyebabkan pertumbuhan kinerja ekspor China akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN. Kementerian Perindustrian pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa liberalisasi ACFTA berdampak buruk terhadap kinerja beberapa industri nasional. Sektor elektronik merupakan salah satu sektor yang mengalami defisit neraca perdagangan paling buruk semenjak liberalisasi ACFTA. Penelitian ini mempergunakan kajian hukum normatif untuk memahami penerapan norma-norma hukum pengaturan RTA dalam kerangka WTO, sedangkan dalam kegiatan menggali dan mengkualifikasi fakta-fakta sebagai dipergunakan kajian empiris. Hasil penelitian ini adalah bahwa Pasal XXIV GATT 1994 memperbolehkan anggota WTO untuk perdagangan bebas dengan lebih cepat diantara anggota-anggota tertentu yang membentuk suatu kelompok. ACFTA bukan merupakan sistem terpisah, namun merupakan bagian dari sistem perdagangan global WTO, keduanya mengejar tujuan yang sama yaitu liberalisasi perdagangan secara substansial yang tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian-perjanjian WTO. Ketidakberhasilan Indonesia memanfaatkan liberalisasi ACFTA untuk meningkatkan kinerja perdagangan, khususnya sektor elektronik, mengakibatkan China akan memperoleh manfaat lebih besar dari liberalisasi ACFTA sebagai akibat daya saing industri mereka yang lebih tinggi. Dengan demikian, industri elektonik di Indonesia harus melakukan serangkaian perbaikan berupa investasi tenaga kerja, fisik dan teknologi untuk meningkatkan daya saing mereka dalam menghadapi produk dari China.

Regional Trade Agreement (RTA) to be a common phenomenon that widespread throughout the world. A surge of regional trade initiatives has continued since the early 1990s. Many countries have chosen to make a commitment at the regional level because it is easier to do than the same field commitments at the multilateral level. RTA is part of the multilateral trading system, but in fact the requirements of Article XXIV of GATT 1994 is often times overlooked. Some regional groups have consent of trade in goods, trade in services agreements, investment agreements, and economic cooperation, including the ACFTA. ACFTA liberalization will improve the performance of trade between member states, but because China is much better prepared with higher competitiveness, led to the growth of China's export performance will be much higher than the ASEAN countries. Ministry of Industry in 2010 revealed that the liberalization ACFTA adversely affect the performance of some of the national industry. The electronics sector is one sector that suffered the worst trade deficit since the liberalization of the ACFTA. The study used a normative legal studies to understand the application of legal norms within the framework of the WTO RTA arrangements, whereas in digging activities and qualify the facts as used empirical study. The result of this is that Article XXIV of GATT 1994 allows WTO members to trade freely with faster among certain members that form a group. ACFTA is not a separate system, but is part of the multilateral trading system the WTO, both pursuing the same goal of trade liberalization substantially subject to the provisions of the WTO agreements. The failure to take advantage of the liberalization of Indonesia in ACFTA to improve trading performance, particularly the electronics sector, China will result in a greater benefit from the liberalization of the ACFTA as a result of their industrial competitiveness higher. Thus, the electronic industry in Indonesia must make a series of improvements in the form of investment of manpower, physical and technology to improve their competitiveness in the face of the product from China.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rozinul Aqli
"Mengapa pemerintah Indonesia di bawah Presiden Megawati menandatangani ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) pada tahun 2002? Penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan melihat relasi kuasa yang terjadi antara bisnis dan negara dalam proses formulasi ACFTA. Untuk melakukan hal tersebut, penelitian ini menggunakan kerangka teoretis yang dikembangkan oleh Storm C. Thacker yang memperhitungkan kerentanan, kepentingan dan institusi, serta inisiatif negara sebagaimana leverage, strategi, dan komposisi internal bisnis. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun di satu sisi ACFTA menguntungkan bisnis besar yang mengekspor komoditas mereka ke China, kebijakan ini membahayakan industri kecil dan menengah yang bersaing secara langsung dengan komoditas yang diimpor dari China. Distribusi pendapatan yang tidak merata ini menyebabkan bisnis terbelah menjadi dua kelompok: mereka yang mendukung dan mereka yang menolak ACFTA. Sementara itu, di sisi negara, pembelahan secara praktis tidak terjadi, karena dua kepentingan yang ada di dalam negara, kelompok teknokrat dan kepentingan bisnis, mempunyai agenda yang sama di dalam ACFTA. Adalah simpulan utama dari penelitian ini bahwa koalisi antara bisnis besar dan negara lah yang secara efektif telah menentukan sikap resmi Indonesia terhadap ACFTA.

Why did Indonesian government under Megawati’s presidency sign the ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) in 2002? This research attempts to anwer that question by looking at the underlying power relations between the state and businesses during ACFTA formulation process. In doing so, this research employs a theoretical framework developed by Storm C. Thacker which takes into account vulnerabilities, institutions and interests, and initiatives of the state as well as businesses’ leverages, strategies, and their internal makeup. The research finds that while ACFTA benefited Indonesian big businesses which exported their commodities to China, it harmed small and medium businesses who competed directly with commodities imported from China. This uneven income distribution consequently splited businesses into two divisions; those who supported and those who opposed ACFTA. Meanwhile, on the state’s side, the division was virtually nonexistent as the two main interests within the state, the technocrats and the business interest, had a converging agenda in ACFTA. It is the main conclusion of this research that this powerful state-big businesses coalition that had effectively determined Indonesia’s formal stance toward ACFTA."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S53499
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kawasan Asia Timur dewasa ini merupakan kawasan yang di tandai dengan berbagai kontradiksi. Di satu sisi ,dapat dikatakan bahwa perkembangan strategis di kawasan Asia Timur selama sepuluh tahun terakhir cukuup kondusif, kawasan ini termasuk kawasan yang cukup stabil dan dinamis, sehingga negara-negara di kawasan dapat lebih memusatkan perhatiannya baik pada upaya pemulihan ekonomi(dalam kasus Korea Selatan dan beberapa negara ASEAN) maupun dalam mempercepat pertumbuhsn ekonomi (khususnya dalam kasus China dan India)
."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Maulana
"Association of South-East Asian Nation ASEAN merupakan organisasi regional Asia Tenggara yang berhasil membentuk area perdagangan bebas AFTA. Meskipun AFTA telah berhasi menurunkan tarif internal untuk anggotanya, hambatan perdagangan lain berupa hambatan non-tariff NTB di kawasan tersebut terus meningkat. Disisi lain, ASEAN memiliki tingkat demokrasi yang beragam antar negara anggotanya, yang berimplikasi pada perbedaan motif politik antar negara ASEAN dalam menetapkan kebijakan perdagangan dan pada akhirnya memengaruhi pola perdagangannya. Studi bertujuan untuk mencari tahu dampak dari tingkat demokrasi negara ASEAN terhadap pola impornya dengan negara ASEAN lainnya maupun negara non-ASEAN.
Dengan menggunankan data panel perdagangan dari tahun 2005-2014 dan Polity Score sebagai representasi demokrasi dan melakukan analisis inferensial menggunakan model yang didasari oleh Gravity Model of Trade, ditemukan bahwa demokrasi memiliki dampak yang berbeda terhadap perdagangan intra-ASEAN dengan perdagangan extra-ASEAN, dimana demokrasi berpengaruh negatif pada perdagangan intra-ASEAN namun berdampak negatif bagi perdagangan ekstra-ASEAN. Dari hasil ini, ditemukan bahwa demokrasi negara ASEAN menyebabkan terjadinya trade diversion dari negara ASEAN menuju negara non-ASEAN yang berimplikasi pada berkurangnya integrasi ASEAN.

Association of South East Asian Nation ASEAN is a regional organization that have successfully form a free trade agreement AFTA. Despite of AFTA rsquo s success on decreasing internal tariff between it member countries, other form of trade barrier, which is non tariff barrier NTB has increased over time. On the other side, ASEAN member country have a diversed level of democracy which imply a difference of political motives on trade policy determination, which in turn affect its trade pattern. This study attempt to explore the effect of ASEAN member countries democracy on ASEAN trade with other ASEAN country and non ASEAN country.
By utilizing data panel of trade form 2005 2014 and Polity Score as the proxy for democracy and conducting a inferential analysis based on Gravity Model of Trade, it was found that democracy have different effect on intra ASEAN trade and extra ASEAN trade, where democracy have negative effect on ASEAN intra regional trade yet have positive effect on ASEAN extra regional trade. From these two results, it was found that democratization of ASEAN country caused a trade diversion from ASEAN country to non ASEAN country, which in turn imply a decrease on regional economic integration.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>