Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4229 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Carpentier, Jean
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2017
944.04 CAR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Carpentier, Jean
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2011
944.04 CAR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yerry Wirawan
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2013
999.226 4 YER s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Syamtasiyah Ahyat
Tangerang Selatan: SAM (Serat Alam Media), 2014
305.4 ITA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Safri Burhanuddin
Jakarta: Badan Riset Perikanan dan Kelautan, 2004
959.8 Sej
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
C.F.G. Sunaryati Hartono, 1931-
Bandung: Alumni, 1994
340.072 SUN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
C.F.G. Sunaryati Hartono, 1931-
Bandung: Alumni, 2006
340.072 SUN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sobari
"Penelitian mengenai Islam di Depok telah dilakukan di Kota Administratif Depok pada bulan Juli - Okotober 1993. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui keberadaan dan perkembangan Islam dan masyarakatnya di Depok. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara langsung dengan responden sebagai nara sumber. Selain itu penelitian kepustakaan juga dilakukan di beberapa perpustakaan. Dari penelitian ini penulis mengetahui bahwa ummat Islam di Depok, dengan segala keterbatasan dan kekurangannya, terus tumbuh, berkembang dan bergerak mengikuti arus perputaran masa. Ada dua faktor yang melatarbelakangi perkembangan tersebut. Pertama dan bersifat intern adalah terjalinya hubungan dan pendekatan yang baik antara tokoh-tokoh Islam di satu pihak dengan ummat di lain pihak. Selain itu faktor ekstern pun turut memacu perkemban_gan tersebut. Hal ini dapat dimengerti mengingat di Depok terdapat pemukiman non muslim, Nasrani, yang letaknya ditengah-tengah perkampungan masyarakat muslim."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13334
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Bakri
"Penelitian ini merupakan hasil penelitian sejarah yang bertujuan untuk merekonstruksi kemunculan dan tumbuhnya pergerakan di Surakarta pada masa kolonial. Penelitian ini menjawab pertanyaan mengenai dinamika dan pergerakan di Surakarta, yang meliputi: (1) faktor yang melatarbelakangi dinamika dan pergerakan di Surakarta pada masa kolonial, dan (2) bentuk dinamika dan pergerakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Paradigma sejarah yang digunakan adalah John Tosh, yaitu merekonstruksi sejarah dengan memahami latar belakang sosial dan keadaan yang menyebabkan berkembangnya suatu peristiwa, serta arah perubahannya. Sedangkan untuk rekonstruksi masa lalu, penelitian ini menggunakan model lingkaran pusat. Dalam model ini diasumsikan bahwa kejadian di pusat lingkaran akan menimbulkan akibat di sekitarnya. Pada gilirannya, pusat lingkaran dan sekitarnya akan mengarah pada pusat baru disekitarnya yang juga akan menimbulkan gejala baru. Teori yang digunakan adalah teori konflik, gerakan sosial, dan ideologi perlawanan. Penggunaan teori-teori sosial penting agar kajian sejarah dapat meluas dalam ruang (sinkron), di samping tetap berada pada pola dasar dasar sejarah yang meluas dalam waktu (diakronis). Kajian ini menemukan fakta sejarah bahwa dalam penggalan sejarah pergerakan di Indonesia, terdapat berbagai faktor dan bentuk dinamika pergerakan di Surakarta pada masa kolonial. Dinamika dan pergerakan di Surakarta dilatarbelakangi oleh faktor eksternal (tekanan imperialisme Barat) dan faktor internal (meningkatnya perjuangan organisasi pribumi dan media modern). Bentuk dinamika dan pergerakan di Surakarta bersifat melingkar terpusat, kompleks dan saling terkait dalam berbagai bidang yaitu bidang sosial budaya, agraria, ekonomi, politik dan agama. Hasil penelitian ini telah memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan bagi disiplin ilmu sejarah, khususnya dalam pemaparan dan rekonstruksi sebuah penggalan sejarah tentang dinamika dan pergerakan kaum pribumi (masyarakat adat) dalam pemberontakan imperialisme. Selain itu, peran gerakan agama dalam membentuk situasi yang bergerak ditemukan dalam penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi pada disiplin ilmu Sejarah Kebudayaan Islam."
Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2018
297 JPAM 31:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tamon, Max Laurens
"Minahasa adalah salah satu Kabupaten Daerah Tingkat II di Sulawesi Utara. Kultur masyarakat Minahasa telah membentuk sistem kehidupan masyarakatnya. Kata Mina'esa yang akhirnya menjadi Minahasa yang berarti "tanah yang dipersatukan", adalah sebutan lain dari "Musyawarah Para Ukung" (Vergadering der Doopshoofden) atau "Dewan Wali Pakasaan" (Raad der Doopshoofden). Dewan ini merupakan "lembaga" tertinggi dalam masyarakat Minahasa yang bertahan hingga akhir abad ke-19.
Dewan Wali Pakasaan dalam fungsinya, dapat menangani berbagai permasalahan yang muncul, utamanya seperti konflik dalam masyarakat Selain itu, lembaga ini berfungsi sebagai sarana untuk menampung aspirasi yang datangnya dari masyarakat serta yang terpenting lagi, lembaga ini dapat melawan apa yang disebut "musuh bersama" yaitu bajak laut Mindanao.
Adat-istiadat/tradisi, selalu menjadi dasar bertindak lembaga ini, karena setiap musyawarah dan apa yang dihasilkan dalam musyawarah itu, selalu didasarkan atas prinsip kebersamaan, yaitu prinsip Mina'esa.
Idealisme L Wenzel selaku Residen pertama di Keresidenan Manado sejak tahun 1824, yang mengedepankan adaptasi program pemerintahannya dengan tradisi Minahasa, tidak terwujud. Wenzel sebaliknya menerapkan sistem pemerintahannya itu dengan mengacu pada sistem hukum Barat, yang secara nyata bertentangan dengan kultur Minahasa.
Kondisi yang diciptakan Wenzel tambat laun menjadi pemicu bagi masyarakat Minahasa, khususnya bagi mereka yang telah berpendidikan Barat, untuk menuntut kepada pemerintah Hindia Belanda agar memberikan otonomi seluas-luasnya bagi Minahasa. Alasannya, pertama, telah ada undang-undang desentralisasi (decentralisatieweb) 1903 tentang otonomisasi di Hindia Belanda; kedua, kuatnya "dorongan" tradisi Mina'esa bagi masyarakat Minahasa; ketiga, walaupun ada beberapa orang anak Minahasa yang duduk sebagai anggota Volksmad, akan tetapi kepentingan Minahasa tidak terakomodasi dalam lembaga itu. Tiga hal inilah yang telah menjadi faktor penentu, sehingga pada tahun 1919, lahirlah apa yang disebut Minahasa Raad (Dewan Minahasa), yang menggantikan fungsi dari Dewan Wali Pakasaan yang telah diselewengkan oleh J.Wenzel dan para penggantinya sepanjang pemerintahannya di Hindia, khususnya di Minahasa.

From Mina'esa to Minahasa Raad (Minahasa Council) the end of Nineteenth Century to the Early of the Twentieth CenturyMinahasa is one the counties in North Sulawesi. The culture of Minahasan society has formed and built their systems and ways of lives. "Minahasa" another name for Vergadering der Doopshoofden (The Forum of the Llkungs) or Rued der Doopshoofden (The Council of Pakasaan). This council was the highest representative in Minahasan society which last until the end of the nineteenth century.
In its function, the council of Pakasaan could overcome kindsof problems such as conflicts which emerged from the people. Furthermore, this council was the place where the people could convey their voices and the most important thing it could fight against the pirates coming from Mindanao that was known as "the enemy of all the Minahasan people".
The customs and the traditions of the people were always the basic principle for the council in taking any decision for the sake of the people. Thus all the results taken this council always reflected their unity and togetherness. This basic principle known as the philosophy of Mina'esa.
Since 1824, J. Wenzel became the first resident in the residence of Manado. As the resident, Wenzel ran his government by applying the mixing of traditions in Minahasa with his own administration program, but unfortunately it did not work. On the other hand, Wenzel ran his government administration system by putting priority on the western law, which obviously contradicted to the culture of Minahasan people.
The condition created by Wenzel eventually became the major source for the Minahasan people especially for those who had received western education to sue their right for governing their own land, claiming the autonomy from the Dutch government. The Minahasan had three reasons for their claim; first, they had already got the law for decentralization (decentralisatieweb) in 1903 which was about the autonomy in Netherlands Indies; second the strong will to conservate the Mina'esa's tradition for the Monaha_san people; third the lack of ability of the Minahasan people who sat in the representative to fight for the sake of Minahasan people. These three reasons became the basic affect that in 1919 they gave birth to the founding of Minahasa Raad (Minahasan Council) which replaced the Pakasaan Council which had been misled by Wenzel and also those who took over his position during his government in Netherlands Indie especially in Minahasa.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T9484
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>