Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3959 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New York : Routledge, 2015
341.584 GEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rifdah Lathifah
"Tesis ini disusun menggunakan perspektif feminisme poskolonial untuk menganalisa dokumen Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1325. Penulis melihat bahwa Resolusi 1325 merupakan solusi yang tidak tepat dalam menangani dampak dari konflik bersenjata terhadap perempuan. Resolusi 1325 diadopsi pada tahun 2000 dan dilihat sebagai suatu perangkat yang lebih mengakomodasi Barat dan perempuan kulit putih untuk berpartisipasi dalam pembangunan perdamaian dibandingkan untuk mengikutsertakan semua perempuan dari berbagai macam latar belakang dan identitas dalam pembangunan perdamaian pasca konflik. Terdapat 1,322 kata dalam dokumen ini, namun tidak ada satu katapun yang menggambarkan nuansa ras etnisitas, agama, maupun latar belakang sejarah.
Konflik bersenjata memberikan dampak yang berbeda terhadap perempuan dan laki-laki. Perbedaan dampak ini yang kemudian akan menghasilkan diskriminasi terhadap perempuan. Resolusi 1325 hanya melihat diskiriminasi seksual sebagai bentuk diskriminasi yang paling buruk yang didapatkan perempuan saat konflik. Banyaknya bentuk diskriminasi yang didapatkan perempuan pasca konflik bersenjata menjadikan Resolusi 1325 menjadi alat yang kontraproduktif dalam mendorong perempuan untuk mendapatkan haknya pasca konflik. Hilangnya unsur interseksionalitas dalam Resolusi 1325 ini juga menjadikan Resolusi ini sebagai sesuatu yang hanya bersifat solutif sehingga akan memungkinkan kembali terjadinya konflik dan diskriminasi terhadap perempuan, terutama perempuan negara Dunia Ketiga dimana konflik rentan terjadi.

This Graduate Thesis is developed using a postcolonial feminist perspective to conduct an interpretative document analysis on the United Nations Security Council Resolution UNSCR 1325. The author argues that Resolution 1325 is not an appropriate solution to address the impacts of armed conflicts on women and girls. This Graduate Thesis finds that Resolution 1325 accommodates the Western and white women perspective to participate in peace building table. Therefore, it fails to include all women in peace building. There are 1,322 words contained in this document, not even one of them reflected the nuances of race, ethnicity, religion, and or historical background.
Armed conflicts give different impacts to women and men. These differences result in the discrimination against women. Resolution 1325 acknowledged that sexual discrimination is the worst form of discrimination against women. However, many other forms of discrimination against women are missing from the narrative of Resolution 1325, making it counter productive in achieving women's rights in the aftermath of armed conflicts. The lack of intersectionality renders Resolution 1325 as a solution but not a prevention to armed conflict and discrimination against women, especially women in Third World countries where conflicts are prone to happen.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani Selina Prameswari
"Agenda Women, Peace and Security (WPS) merupakan nilai global tentang perempuan dalam perang yang disebarkan oleh Dewan Keamanan PBB melalui Resolusi UNSC 1325 pada tahun 2000. Agenda ini kemudian menjadi kerangka revolusioner pertama yang berusaha memecahkan masalah tentang dampak spesifik gender dalam perang dan konflik terhadap perempuan dan anak perempuan. Berbagai negara kemudian berbondong-bondong untuk mengadopsi resolusi ini menjadi sebuah National Action Plan (NAP) atau Rencana Aksi Nasional (RAN) sebagai bentuk dari implementasi agenda WPS. Usaha-usaha sudah dilakukan pada tingkat multi sektor, namun pada realitanya, masih sulit untuk dicapai. Salah satu kasus menarik terjadi di Irak, sebagai negara pertama yang mempunyai RAN 1325 di kawasan Arab dan Afrika Utara sejak tahun 2014, dimana implementasi agenda WPS terlihat masih mengalami penyimpangan. Padahal, Irak telah menjadi garda terdepan situasi perang dan konflik hingga kini, namun nasib perempuannya masih dipertanyakan kembali. Dengan demikian, penulis memiliki pertanyaan penelitian yaitu bagaimana implementasi agenda WPS di Irak melalui RAN untuk Resolusi UNSC 1325 pada periode tahun 2014-2018? Melalui kerangka berpikir keamanan feminis, penulis berusaha untuk melihat proses implementasi tersebut serta dampaknya terhadap perempuan di wilayah perang dan konflik di Irak.

With the adoption of UN Security Council Resolution 1325 in 2000, the UN Security Council promoted the worldwide value of women in conflict known as the Women, Peace, and Security (WPS) agenda. This resolution is the first revolutionary framework that seeks to address the problem of gender-specific impacts in war and conflict. Then, as part of the WPS agenda, numerous nations sought to adopt this into a National Action Plan (NAP) or Rencana Aksi Nasional (RAN). Multi-sectoral initiatives have been made, but in practice, still challenging to accomplish. One intriguing instance occurred in Iraq, the first country to have RAN 1325 in the Arab and North African area since 2014, where the WPS agenda seems to still be being implemented inconsistently. The fate of women is still being debated, even though Iraq has historically been at the forefront of war and conflict circumstances. As a result, the author's research topic is how, between 2014 and 2018, the WPS agenda in Iraq is being implemented through the NAP for UN Security Council Resolution 1325. The author attempts to understand the implementation process, the perspectives of women in the war and conflict region in Iraq through the lens of a feminist security."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dam Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Ada konsensus bahwa PBB dewasa ini harus
mencerminkan perubahan-perubahan mendasar dalam
politik dunia dan karena itu Dewan Keamanan PBB
harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
tersebut. Sejalan dengan perubahan itu, muncul
seruan agar Dewan Keamanan PBB memainkan peran
yang lebih aktif dalam mengatasi isu-isu keamanan
internasional. lde reformasi PBB muncul karena latar
belakang tersebut. Artikel ini berpendapat bahwa
semangat reformasi hams memberi inspirasi kepada
PBB untuk memperoieh kembali statusnya sebagai
organisasi antar pemerintah yang legitimate dan yang
secara khusus diberi mandat untuk menjaga
perdamaian dan keamanan internasional.
"
Lengkap +
Jurnal Hukum Internasional: Indonesian Journal of International Law, Vol. 3 No. 1 Oktober 2005 : 48-59, 2005
JHII-3-1-Okt2005-48
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kanetake, Machiko
London: Routledge, 2018
341.232 3 KAN u
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Robert Kolb
"ABSTRAK
This article provides a summary analysis of the topical question of how far the Security Council may derogate from occupation law. The answer is that the Council may not derogate from those provisions of IHL that are of a specifically humanitarian nature or humanitarian ordre public, that derogations from international law or IHL are in any case not to be presumed and that the Council has not derogated in any way from occupation law in the case of the occupation of Iraq since 2003."
Cambridge University Press , 2008
340 IRRC 90:869 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Bilqish
"Skripsi ini membahas mengenai kekuatan mengikat dari Resolusi Dewan Keamanan PBB, kemudian dikaitkan dengan apabila terjadi pelanggaran terhadap Resolusi tersebut. Setelah itu dilihat mengenai tindaklanjut yang dilakukan oleh Dewan Keamanan terkait pelanggaran tersebut, akankah Negara yang melanggar Resolusi Dewan Keamanan tersebut diberikan sanksi atau tidak. Dimulai dengan mempertanyakan teori hukum yang mengatur mengenai kekuatan mengikat Resolusi Dewan Keamanan dan sanksi bagi pelanggaran terhadapnya. Dilanjutkan dengan pembahasan mengenai proses pembuatan Resolusi Dewan Keamanan yang Resolusi yang dihasilkan. Kemudian pembahasan praktek yang telah terjadi mengenai pemberian sanksi oleh Dewan Keamanan terhadap Negara yang melanggar Resolusinya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan teori-teori yang mendukung bahwa Resolusi Dewan Keamanan mengikat secara hUkum kepada anggota-anggota PBB. Oleh sebab itu pelanggaran terhadap Resolusi Dewan Keamanan haruslah dikenakan sanksi sesuai dengan pasal 34, 39, 41, dan 42 Piagam PBB. Akan tetapi pada prakteknya ada Negara-negara yang melanggar Resolusi Dewan Keamanan tanpa diberikan sanksi oleh Dewan Keamanan. Pembedaan perlakuan antara Negara-negara anggota PBB terkait sanksi bagi pelanggar Resolusi Dewan Keamanan ini dipengaruhi faktor dominasi kekuasaan Negara Anggota Tetap Dewan Keamanan dan politik hukum internasional yang ada di Dewan Keamanan.

This thesis discusses the binding force of the UN Security Council resolution, then its associated if there is violation of the resolution. Once it was seen on follow up conducted by the relevant Security Council of the breach, the State would violate UN Security Council sanctions is granted or not. Starting with the question of legal theory governing the binding force and the UN Security Council sanctions for violations against this Resolution. Followed by a discussion about the process of the Security Council Resolution produced. Then the discussion that has occurred regarding the practice of imposing sanctions by the Security Council of the State in violation of resolution. This study is a descriptive qualitative research design.
The results of this study are found to support theories that the UN Security Council are legally binding to members of the United Nations. Therefore, a violation of UN Security Council Resolution shall be sanction in accordance with Article 34, 39, 41, and 42 of the UN Charter. However, in practice there are countries that violate Security Council resolutions without the sanction given by the Security Council. Difference in treatment between UN member states related sanctions for violators of the Security Council Resolution, influence by factor of domination of the Security Council Permanent Member States and international law politic that is exist in the Security Council.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Subuh Rezki
"Skripsi ini membahas tentang kewenangan Dewan Keamanan PBB dalam menjatuhkan sanksi terhadap individu berdasarkan Bab VII Piagam PBB dan prinsip pertanggungjawaban individu yang diakui oleh hukum internasional. Kemudian, dalam perkembangannya, penerapan sanksi tersebut telah berdampak pada hak-hak individu yang dijamin dalam berbagai instrumen hukum internasional mengenai HAM. Sanksi larangan perjalanan dan pembekuan aset yang diterapkan terhadap individu-individu oleh negara-negara anggota PBB berdasarkan mandat Dewan Keamanan PBB dalam Piagam PBB telah menimbulkan kekhawatiran atas ketiadaan jaminan bahwa hak-hak individu yang dimiliki oleh individu yang dijatuhkan sanksi tersebut tidak dilanggar oleh Dewan Keamanan PBB. Contoh kasus adalah sanksi terhadap Qadhafi.

This thesis emphasize the authority of UN Security Council on sanctioning individuals in regards to Chapter VII UN Charter and the individual responsibility principle that was recognized by international law. Hence, the application of individual sanctions has affected to individual rights which is guaranteed by international law instrument regarding human rights. Travel ban and asset freeze that is applied towards individuals by UN members in regards to UN Security Council mandate on the UN Charter has caused the absence of warranties that the individual rights has not been violated by the UN Security Council. Case in point, sanctioning to Qadhafi."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>