Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158176 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nathania Sutandi
"ABSTRAK
Resistensi antibiotik telah menjadi ancaman global. Salah satu contoh organisme yang resisten terhadap lebih dari satu antibiotik adalah methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA . Dalam menghadapi permasalahan ini, alternatif yang dapat dipilih adalah dengan menggunakan tanaman herbal, yaitu Samanea saman. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek antibakteri Samanea saman pada MRSA dan non-MRSA.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas antibakteri ekstrak Samanea saman pada MRSA dan non-MRSAMetode: Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental. Untuk memperoleh nilai minimum inhibitory concentration MIC digunakan broth dilution method. Selain itu, dilakukan pula penentuan nilai minimum bactericidal concentration MBC , dan jumlah koloni.Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun Samanea saman terbukti tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap MRSA dan non-MRSA. Bakteri tumbuh di seluruh konsentrasi ekstrak yang digunakan. Nilai MIC dan MBC tidak dapat ditentukan. Selain itu, jumlah koloni bakteri pada setiap plat terhitung melebihi 250 koloni. Aktivitas antibakteri Samanea saman pada MRSA dan non-MRSA tidak dapat dibandingkan.Kesimpulan: Ekstrak metanol daun Samanea saman tidak memiliki efek antibakteri terhadap MRSA dan non-MRSA Kata kunci: MBC; MIC; MRSA; non-MRSA; Samanea saman.

ABSTRACT
Antibacterial resistance has been such a global burden nowadays. The well known example of multi drug resistance organism is the methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA . In response to the antibacterial resistance, the alternative that can be considered is the usage of herbal plant such as Samanea saman. Therefore, a research needs be conducted to investigate the antibacterial effect of Samanea saman on MRSA and non MRSA. Purpose This research aim is to compare the antibacterial activity of Samanea saman extract on MRSA and non MRSAMethods This research is an experimental study. To obtain the value of minimum inhibitory concentration MIC , broth dilution method was used. The value of minimum bactericidal concentration MBC and the number of colonies were also determined.Result This study revealed that methanol extract of Samanea saman leaves has no antimicrobial activity against MRSA and non MRSA. The bacteria grow in all concentration of the extract and therefore the MIC and MBC value could not be obtained. The level of antibacterial activity of Samanea saman in MRSA and non MRSA could not be compared.Conclusion The methanol extract of Samanea saman leaves does not have any antibacterial effect against MRSA and non MRSA. Key words MBC MIC MRSA non MRSA Samanea saman"
2016
S70436
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hiradipta Ardining
"ABSTRAK
Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus MRSA merupakan strain S aureus yang resisten terhadap antibiotik golongan beta-laktam. Antibiotik yang efektif untuk mengobati MRSA adalah vankomisin, yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri. Namun, strain yang resisten terhadap vankomisin mulai bermunculan, sehingga dibutuhkan obat alternatif untuk melawan infeksi MRSA. Pada penelitian ini, diteliti aktivitas antibakteri ekstrak daun Samanea saman KHM dan KBM terhadap MRSA karena tanaman ini sering digunakan untuk pengobatan herbal dan sudah diteliti memiliki aktivitas antimikroba terhadap organisme tertentu. Penelitian ini menggunakan metode makrodilusi, dimana ekstrak daun Samanea saman pada konsentrasi 1280 g/mL, 640 g/mL, 320 g/mL, 160 g/mL, 80 g/mL, 40 g/mL, 20 g/mL, 10 g/mL, 5 g/mL, 2.5 g/mL, 1.25 g/mL, dan 0,625 g/mL, dicampur dengan suspensi MRSA 0,5 McFarland didalam tabung reaksi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun Samanea saman tidak memiliki KHM maupun KBM terhadap MRSA dalam rentang konsentrasi didalam percobaan ini.

ABSTRACT
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA is one of S aureus strain which is resistant to beta lactam antibiotics. The effective antibiotic towards MRSA is vancomycin, which works by inhibiting the synthesis of bacteria rsquo s cell wall. However, vancomycin resistant strain starts to emerge, thus an alternative drug to cure MRSA infection is needed. In this research, the antibacterial activity of Samanea saman rsquo s leaf crude extract was assessed because this plant is usually used for herbal treatment and has antimicrobial activity towards several organisms. This research used macrodilution method, in which Samanea saman rsquo s leaf crude extract with concentration of 1280 g mL, 640 g mL, 320 g mL, 160 g mL, 80 g mL, 40 g mL, 20 g mL, 10 g mL, 5 g mL, 2.5 g mL, 1.25 g mL, and 0,625 g mL, were mixed with 0,5 McFarland MRSA suspension in reaction tubes. From this research, it can be inferred that Samanea saman rsquo s crude leaf extract does not have MHC and MIC toward MRSA in the concentration range of this research."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elian Hudiya
"Dengue merupakan infeksi virus yang sering ditemukan pada daerah tropis seperti Indonesia. Infeksi ini adalah sebuah masalah kesehatan dengan lebih dari 200 juta orang berisiko terinfeksi dan diperkirakan 30 juta orang terinfeksi dengue setiap tahunnya. Dengan case fatality rate 2,5%, 2000 orang di Indonesia meninggal setiap tahunnya karena infeksi dengue. Sampai saat ini, belum ada pengobatan khusus untuk dengue yang dapat mengurangi aktivitas atau jumlah virus seperti antivirus. Perkembangan antivirus dengue terbilang lambat, dibandingkan dengan virus flaviviridae lain, seperti hepatitis C. Untuk mengatasi masalah ini, peneliti mencoba mencari pengobatan yang mungkin untuk menjadi antivirus dengue dengan daun trembesi (Samanea Saman). Percobaan dilakukan menggunakan sel Huh7it-1 yang diinfeksikan virus dengue lalu diberikan konsentrasi ekstrak yang beragam. Keamanan ekstrak yang dilihat dari nilai CC50 didapatkan dengan metode MTT assay. Dihitung juga tingkat inhibisi IC50 yang didapatkan dengan metode Focus Assay. Hasilnya adalah CC50 201,21 dengan IC50 14,6 dan didapatkan Selectivity Index sebesar 13,7. Studi ini memperlihatkan kemampuan inhibisi replikasi dengue pada ekstrak daun trembesi dan dapat menjadi pertimbangan untuk pengembangan antivirus dengue.
Dengue is a virus infection that is usually found in tropical area such as Indonesia. With over 200 million people at risk and 30 million people infected every year, dengue is a health problem. With 2,5% case fatality rate, over 2000 people in Indonesia die everyday because of dengue infection. Until now, there has been no specialized treatment for dengue that can lower the activity or virus titer like antivirus. If compared with other flaviviridae, dengue antivirus development is slower. Because of that, researcher is seeking for antivirus through Raintree leaves extract (Samanea Saman). The experiment is using infected Huh7it-1 cells and the Cells is given varied doses of the extract. Safety of the extract is evaluated in CC50 level through MTT Assay Method. IC50 is evaluated through Focus Assay. The results are CC50 201,21ug/ml and IC50 14,6ug/ml. Therefore; the selectivity index is 13,7. This study shows dengue replication inhibition activity of Samanea Saman leaves extract, thus can be beneficial for dengue antivirus development."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diyah Ayu Rosalinda
"Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Salah satu bakteri penyebab infeksi yang perlu mendapatkan perhatian adalah Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus MRSA karena sifat resistensinya terhadap berbagai antibiotik golongan beta laktam. Hingga saat ini vankomisin masih menjadi antibiotik pilihan untuk infeksi MRSA namun telah berkembang galur MRSA yang mengalami penurunan sensitivitas terhadap vankomisin, sehingga perlu dicari antibiotik alternatif untuk pengobatan infeksi MRSA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun nangka Artocarpus heterophyllus Lam. terhadap bakteri MRSA dengan melihat konsentrasi hambat minimum KHM dan konsentrasi bunuh minimum KBM. Penelitian dilakukan menggunakan uji in-vitro dengan cara makrodilusi tabung. Ekstrak daun nangka digunakan dengan variasi konsentrasi 1280 ?g/mL, 640 ?g/mL, 320 ?g/mL, hingga 0,625 ?g/mL. KHM ekstrak daun nangka terhadap MRSA ditemukan pada konsentrasi 320 ?g/mL ditandai dengan larutan yang bening pada tabung dengan konsentrasi ekstrak sebesar 320 ?g/mL, 640 ?g/mL, dan 1280 ?g/mL. KBM ekstrak daun nangka ditemukan pada konsentrasi 1280 ?g/mL ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan koloni bakteri pada agar Mueller-Hinton. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun nangka berpotensi sebagai antibakteri untuk melawan MRSA.

Infectious diseases are still a public health problem in Indonesia. Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA is one of bacteria causing infections that is a concern because of the nature of resistance to various beta lactam class of antibiotics. Vancomycin is still the drug of choice for MRSA infections but in recent years research shows that it has been found strains of MRSA that decreased sensitivity to vancomycin. Therefore, it is necessary to find an alternative antibiotic for the treatment of MRSA infections. This study aims to determine the antibacterial activity of jackfruit Artocarpus heterophyllus Lam. leaf extract against MRSA by the minimum inhibitory concentration MIC and the minimum bactericidal concentration MBC . The study was conducted using in vitro test with broth macrodilution method. Jackfruit leaf extract were used in various concentration of 1280 g mL, 640 g mL, 320 g mL, until 0,625 g mL. MIC of jackfruit leaf extract against MRSA was found at a concentration of 320 g mL showed by a clear solution in the tube with extract concentration of 320 g mL, 640 g mL, and 1280 g mL. MBC of jackfruit leaf extract against MRSA was found at a concentration of 1280 g mL because there was no growth of MRSA colonies on Mueller Hinton agar. Therefore, it can be concluded that jackfruit leaf extract is potential as antibacteria against MRSA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Lieana
"Latar Belakang: Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan bakteri Staphylococcus aureus yang telah resisten terhadap antibiotik methicillin. Saat ini, MRSA masih merupakan ancaman di seluruh dunia. Infeksi MRSA dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan yang mampu menangani MRSA di masa mendatang. Daun kelor atau Moringa oleifera dikenal memiliki banyak khasiat, salah satunya adalah sebagai antibakteri. Maka dari itu, peneliti mengusulkan untuk melakukan penelitian terkait potensi ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antibakteri terhadap MRSA. Metode: Penelitian dilakukan dengan uji eksperimental melalui metode makrodilusi. Makrodilusi dilakukan baik pada ekstrak etanol daun kelor maupun vankomisin. Makrodilusi pada ekstrak etanol daun kelor dilakukan untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak tersebut terhadap bakteri MRSA. Sedangkan makrodilusi pada vankomisin dilakukan sebagai pembanding. Hasil: Pada penelitian ini tidak ditemukan efek antibakteri ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) terhadap bakteri MRSA. Hal tersebut terbukti dengan tidak ditemukannya konsentrasi hambat minimun (KHM) maupun konsentrasi bunuh minimum (KBM) pada percobaan ini. Pembahasan: Hasil pada penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan. Perbedaan tersebut dapat terjadi akibat beberapa faktor. Peran ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antibakteri terhadap MRSA dapat diteliti lebih lanjut dengan metode yang berbeda ataupun konsentrasi yang lebih tinggi.

Background: Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is a group of bacteria (Staphylococcus aureus) which are found to be resistant against antibiotics called methicillin. Nowadays, MRSA is still becoming a threat across the globe. Infections caused by MRSA may cause various complications. Due to this fact, proper-management is needed to deal with MRSA in the future. Moringa oleifera has been popularly known for its benefits, one of which is the antibacterial effect. Therefore, the author proposed to do a research on the potential of Moringa oleifera ethanol extract as an antibacterial agent against MRSA. Method: The research done is an experimental test using macrodilution method. Macrodilution was done on both the ethanol extract and vancomycin. Macrodilution on the extract was done to discover its antibacterial effect against MRSA, while macrodilution on vancomycin was done as a comparison. Results: In this research, there is no antibacterial effect found from Moringa oleifera extract against MRSA. This result is supported by the absence of minimum inhibitory concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC) in this experiment. Discussion: The result in this research was different from some previous research findings. The difference might be caused by several factors. The role of Moringa oleifera extract as antibacterial agent against should be further studied using different methods or higher concentration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Winston
"ABSTRAK
Dalam era saat ini, terdapat peningkatan jumlah penyakit menular di seluruh dunia, termasuk di Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI . Hal ini terutama disebabkan oleh penyalahgunaan antibiotik dan kurangnya kepatuhan pasien yang akhirnya mengarah pada munculnya mikroba resisten antibiotik. Untuk mengobati pasien dengan infeksi bakteri resisten antibiotik, dibutuhkan antibiotik baru dan khusus. Sementara itu, perawatan bakteri resisten antibiotik cukup mahal dan jumlah pilihan untuk terapi cukup sedikit. Oleh karena itu, salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan tanaman herbal. Salah satu tanaman yang banyak digunakan adalah Kunyit Curcuma Longa . Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menguji aktivitas antimikroba dari tanaman ini terhadap salah satu bakteri yang paling umum yang menyebabkan penyakit infeksi seperti Staphylococcus aureus dan MRSATujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba dari Kunyit Curcuma Longa dari MRSA dan Staphylococcus aureus Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen untuk mengetahui pengaruh dari Kunyit Curcuma longa di dalam kultur in vitro MRSA dan non-MRSA dengan ukuran sampel n yang merupakan 3. Parameter yang diukur adalah Minimum Inhibitory Concentration MIC , Minimum Bactericidal Concentration MBC , dan jumlah koloni bakteri. Dengan menggunakan metode dilusi kaldu, konsentrasi minimum yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dapat ditemukan. Selanjutnya, sampel dari dilusi kaldu akan diinokulasi ke media agar untuk menentukan konsentrasi minimum yang diperlukan untuk menghilangkan mikroba sepenuhnya dan diinokulasi ke Plate Count Agar PCA untuk menentukan jumlah koloni bakteri.Hasil: Kunyit Curcuma Longa tidak terbukti memiliki aktivitas antimikroba terhadap MRSA dan Staphylococcus aureus. Dari penelitian yang telah dilakukan, nilai MIC dan MBC tidak dapat ditentukan karena tidak adanya aktivitas antimikroba dari ekstrak. Diskusi: Beberapa faktor bisa mempengaruhi hasil yang diperoleh dari percobaan. Faktor-faktor tersebut termasuk lokasi pertanian tanaman, jumlah bakteri, jenis ekstrak, jenis pelarut yang digunakan, dan konsistensi ekstrak.Konklusi: Ekstrak Ethanol dari Kunyit Curcuma longa tidak mempunyai efek antimicrobial pada MRSA dan Staphylococcus aureus.

ABSTRACT
In this current era, there is an increase in the total number of infectious diseases worldwide, including in the Republic of Indonesia NKRI . This is mainly caused by a lot of misuse of antibiotics and lack of patient rsquo s compliance which eventually leads to the emergence of antibiotic resistant microbes. To treat patients with antibiotic resistant bacterial infection, we require antibiotics that are new or special antibiotics. Meanwhile, the treatments of antibiotic resistant bacteria are quite expensive and the numbers of options are often small for the therapy. Therefore, one of the alternatives that can be done is by using herbs. One herb that is widely used is Turmeric Curcuma Longa . Therefore, research is needed to test the antimicrobial activity of these plants against one of the most common bacteria that cause infectious diseases such as Staphylococcus aureus and MRSA Purpose This study aimed to investigate the antimicrobial activity of Turmeric Curcuma Longa on MRSA and Staphylococcus aureusMethods This study was conducted using experimental method to determine the effect of Turmeric Curcuma longa on in vitro cultures of MRSA and non MRSA of sample size n which is 3. The parameters being measured are the Minimum Inhibitory Concentration MIC , Minimum Bactericidal Concentration MBC , and total bacterial colonies. By using broth dilution method, the minimum concentration required to inhibit the growth of bacteria can be discovered. Furthermore, the samples from the microdilution trays will be further inoculated to agar media by streaking to determine the minimum concentration required to eliminate the microbe entirely and inoculated to Plate Count Agar PCA to determine bacterial colonies number.Results Turmeric Curcuma Longa is not shown to have any antimicrobial activity against MRSA and Staphylococcus aureus. From the research that has been done, the value of MIC and MBC could not be determined due to the lack of antimicrobial activity of the extract.Discussion Multiple factors could influence the results obtained from the experiment. The factors include location of plant farming, number of bacteria, type of extract, type of solvent used, and consistency of extract.Conclusion Ethanol extract of Turmeric Curcuma longa doesn rsquo t have antimicrobial effect on MRSA and Staphylococcus aureus. Keywords Curcuma Longa, MRSA, Staphylococcus aureus, MBC, MIC
"
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityo Shalahudin Putro
"Infeksi bakteri Methicillin-Resistant Staphylococcus aurues merupakan salahsatu infeksi yang perlu diwaspadai seiring dengan prevalensinya yang semakin meningkat di kawasan Asia termasuk Indonesia. Alternatif antibiotik untuk infeksi Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus perlu dikembangkan lebih lanjut sebagai usaha untuk munculnya resistensi terhadap antibiotik jenis lain. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek antimikrobial yang dimiliki ekstrak Calophyllum flavoramulum terhadap bakteri Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus berdasarkan kosentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM). Penelitian ini menggunakan uji in-vitro metode makro dilusi tabung dengan konsentrasi ekstrak Calophyllum flavoramulum sebesar 1280 μg/mL, 640 μg/mL, 320 μg/mL, 160 μg/mL, 80 μg/mL, 40 μg/mL, 20 μg/mL, 10 μg/mL, 5 μg/mL, dan 2,5 μg/mL. Hasil penelitian tidak ditemukan konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM) Calophyllum flavoramulum terhadap methicillin-resistant Staphylococcus aureus pada konsentrasi 1280 μg/mL, 640 μg/mL, 320 μg/mL, 160 μg/mL, 80 μg/mL, 40 μg/mL, 20 μg/mL, 10 μg/mL, 5 μg/mL, hingga konsentrasi 2,5 μg/mL.

Bacterial infection of Methicllin-Resistant Staphylococcus aureus is one of serious infection as the prevalence is increasing in Asia, including Indonesia. The alternative of antibiotic treatment should be developed to prevent another antibiotic resistance. The aim of this research is to determine antimicrobial activity of Calophyllum flavoramulum extract to Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus by the minimum inhibitory concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC). This research used in-vitro broth macrodilution method with ten different concentrations of Calophyllum flavoramulum extract 1280 μg/mL, 640 μg/mL, 320 μg/mL, 160 μg/mL, 80 μg/mL, 40 μg/mL, 20 μg/mL, 10 μg/mL, 5 μg/mL, dan 2,5 μg/mL. Result showed that Calophyllum flavoramulum extract has no minimum inhibitory concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC) to Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus in ten different concentrations of Calophyllum flavoramulum extract 1280 μg/mL, 640 μg/mL, 320 μg/mL, 160 μg/mL, 80 μg/mL, 40 μg/mL, 20 μg/mL, 10 μg/mL, 5 μg/mL, dan 2,5 μg/mL"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erina Nindya Lestari
"Infeksi bakteri Methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA merupakan salah satu masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi di Asia, khususnya Indonesia dengan kepadatan penduduk yang juga tinggi sehingga berpengaruh terhadap penyebaran penyakit infeksi ini. Hingga saat ini, vankomisin merupakan antibiotik yang dapat digunakan untuk menangani infeksi MRSA. Untuk itu, perlu dikembangkan alternatif antibiotik agar dapat mencegah peningkatan penyakit infeksi akibat MRSA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun kayu ulin Eusideroxylon zwageri terhadap MRSA dengan melihat konsentrasi hambat minimum KHM dan konsentrasi bunuh minimum KBM.
Penelitian menggunakan metode makrodilusi ekstrak daun kayu ulin Eusideroxylon zwageri dan antibiotik vankomisin sebagai pembanding. Konsentrasi bakteri MRSA dalam penelitian ini sesuai dengan Mc Farland 0,5. Hasil penelitian menunjukkan terjadi kekeruhan pada tabung di setiap konsentrasi dan tumbuh koloni bakteri pada agar Mueller Hinton yang menunjukkan adanya bakteri MRSA. Oleh karena itu, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun kayu ulin Eusideroxylon zwageri pada konsentrasi 1280 g/mL hingga 0,625 g/mL tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap MRSA.

Bacterial infection of Methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA is one of the health problem with high prevalence in Asia, especially Indonesia with high population density that influence the spread of this infectious disease. Until now, vancomycin is an antibiotic that can be used to treat MRSA infection. It is necessary to develop alternative antibiotic in order to prevent the increase of infection due to MRSA. This study was conducted to determine the antibacterial activity of ironwood Eusideroxylon zwageri leaf extract against MRSA to see the minimum inhibitory concentration MIC and the minimum bactericidal concentration MBC.
This research used macrodilution method with ironwood Eusideroxylon zwageri leaf extract and vancomycin as a comparison. Concentration of MRSA in this study based on Mc Farland 0,5. The results showed turbidity occured in tubes at each concentrations and bacterial colonies grown on Mueller Hinton Agar that indicate the presence of MRSA. Therefore, from this study we can conclude that the ironwood Eusideroxylon zwageri leaf extract at concentration of 1280 g mL until 0,625 g mL do not have antibacterial activity against MRSA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelcy Theresia Gotama
"Latar Belakang: Penyakit periodontal merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut utama di Indonesia, dengan prevalensi sebesar 74,1% pada tahun 2018. Salah satu penyebab utama dari periodontitis merupakan akumulasi biofilm yang mengalami pematangan menjadi plak di daerah permukaan gigi, khususnya subgingiva yang kaya akan bakteri anaerobik seperti Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola. Maka dari itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Hingga saat ini, agen antiplak gold standard di bidang kedokteran gigi ialah Chlorhexidine 0,2%. Namun, penggunaan Chlorhexidine dalam jangka panjang dapat menyebabkan beberapa efek samping. Oleh karena itu, dicarilah alternatif dari Chlorhexidine sebagai agen antibakteri—salah satunya yaitu kulit semangka. Kulit semangka merupakan bagian buah semangka yang tinggi akan zat fitokimia yang memiliki kemampuan antibakteri, seperti saponin, tanin, alkanoid, flavonoid, dan terpenoid, namun khasiatnya belum banyak diteliti di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui dan menganalisa aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dalam menghambat pertumbuhan serta membunuh bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola, dan membandingkannya dengan kemampuan antibakteri gold standard anti-plaque agent yaitu Chlorhexidine 0,2%.
Metode: aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis (ATCC 33277) dan Treponema denticola (ATCC 35405) diamati melalui uji Kadar Hambat Minimum (KHM) dengan mengukur Optical Density dari sampel menggunakan microplate reader dan uji Kadar Bunuh Minimum (KBM) dengan mengukur secara visual koloni bakteri yang terbentuk setelah dipaparkan ekstrak dengan konsentrasi 30%, 20%, dan 10%. Selanjutnya hasil dioleh secara statistik.
Hasil: Ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dapat menghambat pertumbuhan serta membunuh koloni bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola dengan nilai KHM 10% dan KBM 10%. Uji komparatif secara statistik dengan uji One-Way Anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dengan Chlorhexidine 0,2%.
Kesimpulan: Ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dapat menghambat pertumbuhan serta membunuh koloni bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola sehingga dapat dipertimbangkan sebagai alternatif agen antibakteri untuk mencegah penyakit periodontal.

Background: Periodontal disease is one of the main oral and dental health diseases in Indonesia, with a prevalence of 74,1% in 2018. The etiology of periodontal disease is multifactorial. One of the main causes is the accumulation of dental biofilm which matures, forming plaque on tooth surfaces, particularly the subgingival area that has an abundance of anaerobic bacteria such as Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola. Hence, preventive measures has to be implemented in order to preserve oral and dental health. One way to do so is by regular usage of oral rinses. Chlorhexidine 0,2% is considered to be the gold-standard antiplaque agent in today’s dental field. However, long-term use of Chlorhexidine may lead to several side effects. As a result, researchers have begun looking for alternatives to Chlorhexidine as an antibacterial and antiplaque agent—one of which is watermelon peel. Watermelon peel is rich in phytochemicals which possess antibacterial properties, such as saponin, tannin, alkanoid, flavonoid, and terpenoid; however, its benefits have not been studied much in Indonesia.
Goal: To analyze the antibacterial activity of watermelon (Citrullus lanatus) peel extract in preventing the growth and eliminating bacteria colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola as well as comparing them to the antibacterial activity of Chlorhexidine 0,2% as gold standard.
Method: the antibacterial activity of watermelon peel extract against the bacteria Porphyromonas gingivalis (ATCC 33277) and Treponema denticola (ATCC 35405) is observed through the Minimum Inhibitory Concentration (MIC) test by measuring the Optical Density (OD) of the studied samples through a microplate reader, as well as the Minimum Bactericidal Concentration (MBC) test by visually counting the number of colonies formed after being exposed to the extracts at 30%, 20%, and 10% concentration. Afterwards, the data collected is statistically.
Results: Watermelon peel extract is capable of inhibiting as well as eliminating bacterial colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola with MIC score of 10% and MBC score of 10%. Statistical comparative test reveals that there’s no significant difference between the antibacterial activity of all sample groups of watermelon peel extract and Chlorhexidine 0,2%.
Conclusion: Watermelon peel extract can inhibit the growth as well as eliminate bacterial colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola, which makes it a considerable alternative as antibacterial agent in order to prevent periodontal diseases.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Syafi`
"Latar Belakang: Karies gigi merupakan suatu permasalahan utama mengenai kesehatan gigi dan mulut di Indonesia. Menurut Riskesdas tahun 2018 prevalensi karies di Indonesia mencapai 88,8%. Karies gigi dapat terjadi disebabkan oleh bakteri patogen Streptococcus mutans yang menjadi faktor patogen utama terbentuknya karies gigi. Karies dapat terbentuk karena terdapat peran dari bakteri Streptococcus mutans dan Streptococcus sanguinis. Maka saat ini diperlukan pengembangan dari agen antibakteri, salah satu nya terhadap bakteri penyebab karies gigi. Pengembangan agen antibakteri yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bahan alam sebagai agen antibakteri. Salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai agen antibakteri adalah kulit semangka. Kulit semangka (Citrullus lanatus) memiliki banyak manfaat di bidang medis, salah satu nya sebagai agen antibakteri. Kulit semangka ternyata mengandung bahan fitokimia seperti: flavonoid, terpenoid, tanin, saponin, dan alkanoid yang dapat berperan sebagai antibakteri. Tujuan: Mengetahui dan menganalisis efektivitas ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh koloni bakteri Streptococcus mutans (ATCC 25175) dan Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) serta membandingkan efektivitas ekstrak kulit semangka dengan chlorhexidine (kontrol positif). Metode: Efektivitas ekstrak kulit semangka terdapat bakteri Streptococcus mutans (ATCC 25175) dan Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) dilihat dari uji Kadar Hambat Minimum (KHM) dan uji Kadar Bunuh Minimum (KBM) dengan konsentrasi ekstrak kulit semangka yang digunakan adalah 30%, 20%, dan 10%. Selanjutnya hasil tersebut dianalisis dengan uji statistik One Way Anova. Hasil: Ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh koloni bakteri Streptococcus mutans (ATCC 25175) dan Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) dengan nilai KHM 10% dan KBM 10%. Melalui uji statistik One Way Anova didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada efektivitas ekstrak kulit semangka dengan chlorhexidine (p ³ 0,05). Kesimpulan: Ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dapat menghambat pertumbuhan bakteri serta membunuh koloni bakteri Streptococcus mutans (ATCC 25175) dan Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) sehingga dapat menjadi agen antibakteri terhadap karies gigi.

Background: Dental caries is a major problem regarding dental and oral health in Indonesia. According to Riskesdas in 2018, caries prevalence in Indonesia reached 88.8%. Dental caries can be caused by the pathogenic bacteria Streptococcus mutans which is the main pathogenic factor for the formation of dental caries. Caries can be formed because of the role of the bacteria Streptococcus mutans and Streptococcus sanguinis. So now it is necessary to develop antibacterial agents, one of which is against bacteria that cause dental caries. The development of antibacterial agents can be done is to using natural ingredients as antibacterial agents. One of the natural ingredients that can be used as an antibacterial agent is watermelon peel. Watermelon peel (Citrullus lanatus) has many medical benefits, one of which is as an antibacterial agent. Watermetoln peel turns out to contain phytochemicals such as flavonoids, terpenoids, tannins, saponins, and alkaloids that can act as antibacterial. Objectives: To determine and determine the effectiveness of watermelon peel extract (Citrullus lanatus) in inhibiting the growth and killing bacterial colonies of Streptococcus mutans (ATCC 25175) and Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) and to compare the effectiveness of watermelon peel extract with chlorhexidine (positive control). Methods: The effectiveness of watermelon peel extract contained Streptococcus mutans(ATCC 25175) and Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) seen from the Minimum Inhibitory Concentration (MIC) test and Minimum Killing Concentration (MBC) test with concentrations of watermelon peel extract used were 30%, 20%, and 10%. Furthermore, these results were analyzed by using One Way Anova statistical test. Results: Watermelon peel extract (Citrullus lanatus) could inhibit the growth and kill the bacterial colonies of Streptococcus mutans (ATCC 25175) and Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) with a MIC value of 10% and MBC of 10%. Through the One Way Anova statistical test, the results showed that there was no significant difference in the effectiveness of watermelon peel extract with chlorhexidine (p ³ 0.05). Conclusion: Watermelon peel extract (Citrullus lanatus) can inhibit bacterial growth and kill bacterial colonies of Streptococcus mutans (ATCC 25175) and Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) so that it can be an antibacterial agent against dental caries."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>