Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135450 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kevin Jonathan Adhimulia
"ABSTRAK
Leukemia limfoblastik akut LLA merupakan penyakit keganasan yang banyak terjadi pada anak-anak. Walaupun demikian, LLA memiliki prognosis yang baik jika ditangani dengan dini dan sesuai protokol yang ada. Cytarabine merupakan salah satu obat yang dipakai di dalam menangani LLA risiko tinggi pada fase reinduksi. Salah satu efek samping cytarabine adalah terjadinya kerusakan jaringan hati yang akan menghambat terapi LLA. Hingga saat ini, belum ada penyesuaian dosis pemberian cytarabine kepada anak dengan usia yang lebih muda dimana kerusakan jaringan hati lebih rentan kepada anak dengan usia muda. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai enzim transaminase pada kelompok usia yang berbeda. Metode: Desain penelitian adalah potong lintang dengan consecutive sampling pada 58 pasien yang sesuai kriteria. Data didapatkan dari rekam medis RS Cipto Mangunkusumo dan Laboratorium Departemen Patologi Klinik RSCM. Hasil: Data ALT dan AST pada kelompok usia yang berbeda menunjukan persebaran yang tidak normal dengan nilai median AST 46.5?/L dan ALT 48.5?/L. Perbandingan median dua kelompok dilakukan dengan uji Mann Whitney menunjukan hasil yang tidak signifikan AST p=0.374; ALT p=0.773 . Pada kelompok usia 1-12 tahun, jumlah subjek dengan peningkatan ALT dan AST diatas dua kali batas atas normal lebih banyak dibandingkan dengan kelompok usia 13-18 tahun. Kesimpulan: Perbedaan median antara kelompok usia 1-12 tahun dan 13-18 tahun pada pengukuran ALT dan AST tidak menunjukan kebermaknaan secara statistik maupun secara klinis. Kata kunci: Cytarabine, LLA, Kelompok usia, nilai ALT, nilai AST

ABSTRACT
Acute lymphoblastic leukemia ALL in a malignant disease which often occurs in children. Different from the other malignancy, ALL has a good prognosis if treated properly. Cytarabine is one of the medication that is recommended for treating high risk ALL in the reinduction phase. Despite the effectiveness of the drug, the adverse effect of cytarabine can cause liver damage that will disrupt the therapy protocol. Until now, there are no protocol that apply dose reduction in cytarabine treatment for young childrent despite the higher risk of developing liver disease. Objective This study aims to establish the difference of aminotransferase level in different pediatric age group. Method The design of the study is cross sectional with consecutive sampling in 58 patient that match the criteria. Data is obtained from Cipto Mangunkusumo national hospital medical record and laboratory results from Cipto Mangunkusumo department of clinical pathology. Results The AST and ALT level from both groups shows an uneven distribution with median of 46.5 and 48.5. Comparison of median from those groups is using Mann Whitney test that shows non significant results. The pediatric group of 1 12 years old has more subject with AST and ALT level rise more than two times upper normal limit. Conclusion The median between pediatric group aged 1 12 and 13 18 does no have a significant difference both stylistically and clinically. Keywords Cytarabine, ALL, pediatric age group, AST level, ALT level"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stevanus Samudra
"ABSTRAK
Leukemia Limfoblastik Akut LLA merupakan penyakit keganasan sel darah yang ditandai dengan akumulasi sellimfoblas dan sering terjadi pada anak-anak.. Pemberian cytarabine dapat secara klinis mengeradikasi sisa-sisa selkeganasan, namun memiliki efek samping salah satunya dapat merusak jaringan ginjal. Sampai saat ini, protokolbelum memiliki pedoman tentang penyesuaian dosis rejimen cytarabine kepada berbagai kelompok usia anak.Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan nilai kreatinin darah di kelompok usia yang berbeda. Desainpenelitian adalah potong lintang dengan consecutive sampling pada 50 pasien yang sesuai dengan kriteria. Datadidapatkan dari Laboratorium Departemen Patologi Klinik RSCM berdasarkan rekam medis yang didapatkan dariRS Ciptomangun Kusumo. Data nilai kreatinin pada kelompok usia yang berbeda memperlihatkan persebaranyang tidak normal dengan nilai median kreatinin darah 0.4mg/dL p=0.00 . Perbandingan median kedua kelompokdilakukan dengan uji Mann ndash; Whitney dan menunjukkan hasil signifikan dengan nilai median kelompok usia 1-12 tahun sebesar 0.3mg/dL dan kelompok usia 13-18 tahun sebesar 0.5mg/dL dengan selisih nilai median0.2mg/dL p=0.001 . Terjadi peningkatan nilai kreatinin lebih banyak pada subjek kelompok usia 13-18 tahun 23.5 dibandingkan dengan kelompok usia 1-12 tahun 6.1 . Perbedaan median nilai kreatinin darah antarakelompok usia 1-12 tahun dan 13-18 tahun tidak menunjukan peningkatan melebihi batas ambang, namunbermakna secara statistik.

ABSTRACT
Acute Lymphoblastic Leukemia ALL is a blood neoplastic disease which characterized by accumulation oflymphoblastic cells and occurs frequently in children. The medication protocol has many regiments withCytarabine among all of the drugs which being used for the reinduction phase therapy. It has some adverse effectslike damaging kidneys by certain mechanisms. This study aims to see the difference of the level of serum creatininein different pediatric age groups. This study is using cross sectional as the design of the study with 50 samplesaccording to the criteria using consecutive sampling technique. Datas gathered from Laboratory of ClinicalPathology Department according to medical record from Cipto Mangunkusumo National Hospital. The serumcreatinine level from both pediatric age groups shows an uneven distribution with 0.4mg dL p 0.00 as the medianof the serum creatinine level from both groups. The comparison of both median tested by Mann Whitney methodand shows a significant result with 0.3mg dL as the median of pediatric aged 1 12 group and 0.5mg dL as themedian of pediatric aged 13 18 group with 0.2mg dL as the difference between both median p 0.001 . Pediatricaged 13 18 group shows more subject with increased serum creatinine level 23.5 than the pediatric aged 1 12group 6.1 . The median difference of serum creatinine level between pediatric group aged 1 12 and 13 18 showsan increasing serum creatinine value below the cut off but statistically significant."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Natalia
"Latar Belakang & Tujuan: Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah jenis kanker yang sering ditemukan pada pasien anak. Selama terapi, pasien akan menerima fase maintenance untuk mencegah remisi dengan diberikan obat utama 6-merkaptopurin. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi berjalannya fase maintenance, diantaranya kejadan anemia. Studi ini bertujuan untuk memperoleh prevalensi, karakteristik, dan faktor risiko dari pasien yang mengalami anemia selama fase maintenance diperlukan untuk membantu mengantisipasi dan mencegah diberhentikannya fase maintenance yang dapat berakibat pada kejadian relaps.
Metode: Penelitian ini menggunakan studi observational cross sectional. Sebanyak 101 rekam medis pasien anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang memenuhi kriteria inklusi digunakan sebagai sampel.
Hasil: Usia (p = 0.0025) dan jenis kelamin (p=0.004) memiliki hubungan yang signifikan dengan terjadinya anemia selama fase maintenance terapi ALL dengan 6-merkaptopurin. IMT (p = 0.052), kelompok risiko (p = 0.067), dan kadar serum albumin (p = 0.21) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.
Kesimpulan: Prevalensi kejadian anemia pada pasien LLA yang menjalankan fase maintenance terapi adalah 79.2% dengan karakteristik dimana pasien didominasi oleh pasien laki-laki, median usia 4 tahun, median BMI 16.10 kg/m2, mayoritas tergolong pasien LLA risiko standard, dan median kadar albumin dalam serum 4.50 g/dL. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia selama fase maintenance terapi LLA mencakup usia dan jenis kelamin.

Background & Aim: Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is the most common form of malignancies among children. During the therapy, ALL patients undergo maintenance phase therapy at the end of the protocol with 6-mercaptopurine as the main drug to prevent relapse. However, maintenance phase therapy may be interrupted in several conditions (i.e. anemia) increasing the risk of relapse. This study is done to obtain the prevalence, characteristics and contributing factors to anemia to prevent treatment interruptions and lower the risk of relapse.
Method: This research utilizes observational cross-sectional study. A total of 101 medical records of children patients in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) that fulfil the inclusion criteria were used as samples.
Result: Age (p = 0.0025) and gender (p = 0.004) have significant relationship with the occurrence of anemia during the maintenance phase of ALL treatment with 6-mercaptopurine. BMI (p = 0.052), risk groups (p = 0.067), and serum albumin level (p = 0.21) do not show significant relationship to anemia in this population.
Conclusion: The prevalence of anemia in ALL patients that underwent maintenance phase therapy is 79.2%, with the several characteristics, including domination by male children patients, median age of 4 years old, median BMI of 16.10 kg/m2, categorized as standard risk group, and median serum albumin level of 4.50 g/dL. The contributing factors to anemia during maintenance phase therapy include age and gender.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Arie Komariah
"ABSTRAK
Latar belakang: Peningkatan enzim transaminase sering ditemukan pada anak dengan leukemia limfoblastik akut LLA dalam kemoterapi fase pemeliharaan. Belum ada penelitian terkait pemberian vitamin E pada anak LLA dengan kondisi tersebut di Indonesia. Tujuan: Mengetahui prevalens, karakteristik, dan pengaruh pemberian vitamin E terhadap perbaikan kadar enzim transaminase pada anak LLA dalam kemoterapi fase pemeliharaan. Metode: Uji klinis acak tersamar tunggal, membandingkan vitamin E dosis antioksidan dengan plasebo pada anak LLA yang mengalami peningkatan enzim transaminase bulan Agustus-Desember 2017 di Poliklinik Hematologi dan Onkologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Enzim transaminase dievaluasi setelah 3 dan 5 minggu intervensi dan perbaikan didefinisikan bila menurun ge;20 . Hasil: Terdapat 33 kejadian peningkatan enzim transaminase, 17 vitamin E dan 16 plasebo. Prevalens 41,2 , karakteristik pasien predominan laki-laki, usia 2,5-5x. Vitamin E dibandingkan plasebo setelah 3 minggu P=0,601; RR=0,93; IK 95 0,73-1,16 dan 5 minggu P= 0,103; RR= 0,81; IK 95 0,64-1,03 . Kesimpulan: Pemberian Vitamin E dibandingkan plasebo pada anak LLA dalam kemoterapi fase pemeliharaan setelah 3 dan 5 minggu tidak berbeda bermakna, namun kelompok vitamin E terdapat kecenderungan perbaikan kadar enzim transaminase.

ABSTRACT
Background Aminotransferase enzyme rsquo s elevation is a common complication associated maintenance chemotherapy in pediatric acute lymphoblastic leukemia ALL . Vitamin E is used as therapy but none research has been done on this issue in Indonesia. Objectives To identify the prevalence, characteristics of patients and the effect of vitamin E on aminotransferase enzyme rsquo s improvement in pediatric ALL during maintenance chemotherapy. Methods A randomized single blind controlled trial of antioxidant dose vitamin E versus placebo in pediatric ALL during maintenance chemotherapy with aminotransferase enzyme rsquo s elevation was conducted on August December 2017 at Hematology and Oncology clinic Cipto Mangunkusumo hospital. Aminotransferase enzymes were evaluated after intervention for 3 and 5 weeks. Improvement was defined as a decrease ge 20 of baseline. Results There were 33 events, 17 vitamin E and 16 placebo. Prevalence was 41,2 , characteristics were predominated boys, 2,5 5x. There were no statistical difference in aminotranferase enzyme rsquo s improvement after 3 weeks intervention P 0,601 RR 0,93 CI 95 0,73 1,16 and 5 weeks intervention P 0,103 RR 0,81 CI 95 0,64 1,03 . Conclusion Antioxidant dose of vitamin E tends to decrease aminotransferase enzyme but not statistically significant. "
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Selvina Rosdiana
"Hematotoksisitas pada leukemia limfoblastik akut (LLA) anak selama terapi fase pemeliharaan, merupakan hal penting, karena dapat menyebabkan kondisi mengancam jiwa dan penghentian dini terapi, yang dapat meningkatkan risiko relaps. Untuk menghindari hematotoksisitas, American Society for Clinical Pharmacology and Therapeutics merekomendasikan penyesuaian dosis awal merkaptopurin (6MP) berdasarkan genotip enzim pemetabolisme 6MP yaitu thiopurine S-methyl transferase (TPMT), berdasarkan studi-studi sebelumnya polimorfisme enzim tersebut memengaruhi kadar metabolit aktif 6MP dan hematotoksisitas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi hematotoksisitas dan melihat hubungannya dengan genotip TPMT, fenotip TPMT, dan karakteristik pada pasien LLA anak di Indonesia. Studi potong lintang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo dan RS Kanker Dharmais pada bulan Juni 2017–Oktober 2018 terhadap 106 pasien LLA anak yang sedang mendapatkan 6MP minimal 1 bulan pada terapi fase pemeliharaan.
Prevalensi hematotoksisitas pada fase pemeliharaan pasien LLA anak di Indonesia 71,7%, dengan neutropenia 51,9%, anemia 44,3%, dan trombositopenia 6,6%. Neutropenia tingkat 3–4 sebesar 9,4%. Alel mutan yang ditemukan hanya TPMT*3C dengan frekuensi 0,95%. Kadar 6TGN, 6MeMP dan rasio kadar 6MeMP/6TGN sangat bervariasi, yaitu 6–234,04 pmol/8x108 eritrosit, 3,5–3167,01 pmol/8x108 eritrosit, dan 0,06–100,64 pmol/8x108 eritrosit, secara berurutan. Sebesar 76,4% pasien berusia antara 1–10 tahun dan > 95% pasien memiliki status gizi dan kadar albumin normal. Proporsi pasien berdasarkan stratifikasi risiko dan dosis harian 6MP sebanding. Tidak terdapat hubungan antara hematotoksisitas dengan genotip TPMT, usia, status gizi, kadar albumin, stratifikasi risiko, cara pemberian dosis harian 6MP, dan pemberian bersama kotrimoksazol. Faktor yang berhubungan dengan hematotoksisitas adalah fenotip TPMT: kadar 6MeMP (p = 0,004) dan rasio kadar 6MeMP/6TGN (p = 0,010). IMT ≤ 16,6 kg/m2 berhubungan dengan anemia dan kadar albumin serum ≤ 4,2 g/dL berhubungan dengan trombositopenia. Tidak terdapat hubungan antara genotip dengan fenotip TPMT pada pasien LLA anak di Indonesia.
Kesimpulan: Hematotoksisitas tidak berhubungan dengan genotip TPMT dan karakteristik pasien. Fenotip TPMT berhubungan dengan hematotoksisitas, namun kurang kuat untuk memprediksi hematotoksisitas.

Hematotoxicity in acute lymphoblastic leukemia (ALL) children during maintenance phase therapy is important, because it can cause life-threatening conditions and it is the major cause of drug discontinuation, which can increase the risk of relapse. To reduce hematotoxicity, American Society for Clinical Pharmacology and Therapeutics recommended to adjust starting dose of mercaptopurine (6MP) based on patient's genotype of thiopurine S-methyl transferase (TPMT), that affected 6MP active metabolite levels and hematotoxicity.
The aim of the study was to determine the prevalence of hematotoxicity and factors that affecting hematotoxicity, focus on genotype and phenotype of TPMT. A cross-sectional study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital and Dharmais Cancer Hospital in June 2017–October 2018 for 106 LLA patients who were receiving at least 1 month of 6MP during maintenance therapy.
The prevalence of neutropenia, anemia, and thrombocytopenia were 51.9%, 44.3%, and 6.6%, respectively. We found only TPMT *3C with a frequency of 0.95%. Erythrocyte levels of 6TGN, 6MeMP, and ratio of 6MeMP/6TGN levels vary greatly, 6–234,04 pmol/8x108 RBC, 3,5–3167,01 pmol/8x108 RBC, and 0,06–100,64 pmol/8x108 RBC. About 76.4% of patients aged 1–10 years, and > 95% of patients had normal nutritional status and serum albumin levels. The proportion of patients based on risk stratification and daily dose of 6MP were comparable. There was no association between hematotoxicity and genotype TPMT, age, nutritional status, serum albumin levels, risk stratification, daily dose of 6MP, and co-administration of cotrimoxazole. The factor associated with hematotoxicity was the TPMT phenotype: 6MeMP levels (p = 0.004) and the ratio of 6MeMP/6TGN levels (p = 0.010). BMI ≤ 16.6 kg/m2 was associated with anemia and serum albumin level ≤ 4.2 g/dL was associated with thrombocytopenia. There was no relationship between genotype and the TPMT phenotype in pediatric LLA patients in Indonesia.
Conclusion: Hematotoxicity is not associated with TPMT genotype and patient characteristics. The TPMT phenotype is associated with hematotoxicity but is not strong enough at predicting hematotoxicity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dina Maritha
"Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan yang paling sering terjadi pada anak-anak. Angka kesembuhan yang besar terjadi akibat terapi kanker saat ini, namun respon toksik yang terkait dan pembentukan radikal bebas meningkatkan angka kematian akibat pengobatan daripada kematian akibat penyakitnya itu sendiri. Komplikasi kemoterapi meningkatkan rasa ingin tahu dokter untuk mempelajari penggunaan antioksidan sebagai pengobatan tambahan pada kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran N-asetilsistein ​​(NAS) sebagai terapi antioksidan pada anak-anak dengan LLA SR (standard risk) selama fase induksi kemoterapi, dan kemungkinan peran mereka dalam pencegahan dan pengendalian komplikasi hati terkait dengan penggunaan agen kemoterapi. Sebuah uji klinis acak tersamar tunggal NAS dibandingkan dengan plasebo yang dilakukan pada pasien anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Hematologi dan Onkologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada 11 pasien anak-anak usia mereka berkisar antara 2 dan 10 tahun dengan LLA SR yang menjalani kemoterapi fase induksi dan memenuhi kriteria inklusi. Pasien secara acak dialokasikan ke dalam dua kelompok, NAS atau kelompok plasebo. Mereka dievaluasi secara klinis untuk terjadinya komplikasi dan sampel darah dikumpulkan sebagai parameter laboratorium (plasma malondialdehid (MDA), enzim transaminase, dan bilirubin). Sebanyak 11 subjek dilakukan analisis yang terdiri dari 6 pada kelompok n-asetilsistein dan 5 pada kelompok plasebo. Karakteristik subjek didominasi oleh anak laki-laki dengan status gizi kurang. Kadar rerata MDA cenderung mengalami penurunan, sebanyak tiga subjek dari enam subjek pada kelompok perlakuan dan tiga subjek dari lima subjek pada kelompok plasebo. Insidens peningkatan kadar enzim transaminase sebesar 25%. Tidak terjadi kejadian kolestasis pada subjek penelitian. Pengobatan NAS ​​berdasarkan dosis antioksidan cenderung menurunkan kadar MDA, dan mencegah peningkatan enzim transaminase, dan bilirubin.

Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is the most commonly malignancy in children. Cancer therapies have experienced great success nowadays, yet the associated toxic response and free radicals formation have resulted in significant number of treatment-induced deaths rather than disease-induced fatalities. Complications of chemotherapy increases physicians curiosity to study antioxidant use as adjunctive treatment in cancer. This study aims to evaluate the role of N-acetylcysteine (NAC) as antioxidant therapy in children with ALL during the induction phases of chemotherapy, and their possible role in prevention and control of hepatic complications associated with the use of chemotherapic agents. A randomized single-blind clinical trial of NAC in comparison with placebo conducted in hematology and oncology pediatric patient of Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. The study was performed in 11 pediatric patients with ALL with their ages ranging between 2 and 10 years, undergoing induction phase chemotherapy that fulfilled the inclusion criteria consecutively. Patient were randomly allocated into of two groups, NAC or placebo group. They were evaluated clinically for the occurance of complications and blood samples were collected as the laboratory parameters (plasma malondyaldehide (MDA), transaminase enzyme, and bilirubin). A total 11 participants were included in analysis consisted of 6 in n-acetylcysteine group and 5 in placebo group. Characteristics of subject were predominated by boys and moderate malnourished. Mean MDA levels tended to decrease, as many as three subjects from six subjects in the NAC group and three subjects from five subjects in the placebo group. Incidence of increased levels of the transaminase enzyme by 25%. There was no cholestasis events in the study subjects. NAS treatment based on antioxidant doses tends to reduce MDA levels, and prevent the increase in the transaminase enzyme and bilirubin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T57623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrye Fernandes
"Kemoterapi memiliki dampak terjadinya kelelahan pada anak yang menderita leukemia limfoblastik akut. Kelelahan pada anak dapat diperberat oleh masalah tidur yang dialami anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan masalah tidur dengan kelelahan pada anak dengan leukemia limfoblastik akut yang menjalani satu siklus kemoterapi fase induksi. Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pengukuran berulang masalah tidur dan kelelahan pada anak berumur 7-18 tahun (n=62). Pengambilan data dilakukan selama 7 hari yaitu, satu hari sebelum, lima hari selama, dan satu hari setelah kemoterapi.
Hasil analisis data menggunakan uji korelasi Pearson dengan tingkat kemaknaan 95% menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0,001) antara masalah tidur dengan kelelahan. Kesimpulannya masalah tidur menjadi penyebab beratnya kelelahan pada anak sehingga penting untuk dilakukan pengkajian dan memberikan intervensi mengatasi masalah tidur untuk mengurangi kelelahan pada anak. Pelatihan manajemen masalah tidur dan kelelahan menjadi penting untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan perawat dalam mengatasi kelelahan pada anak leukemia limfoblastik akut yang menjalani kemoterapi fase induksi.

Chemotherapy had an impact of disruption in sleep patterns and fatigue in children who suffer from acute lymphoblastic leukemia. Fatigue in children can be exacerbated by sleep problems experienced by children. This study aimed to analyze the relationship of sleep problems with fatigue in children with acute lymphoblastic leukemia who underwent a cycle of induction phase chemotherapy. The design of this research used descriptive analytic with repeated measurements of sleep problems and fatigue in children aged 7-18 years (n = 62). The data were taken for 7 days, consist of one day before, five days during, and one day after chemotherapy.
The result of data analysis using Pearson correlation test with significance level 95% showed significant relationship (p <0.001) between sleep problems with fatigue. The conclusion were sleep problems cause severe fatigue in children so it is important to do the assessment and provide intervention to overcome sleep problems to reduce fatigue in children. Training on sleep problems and fatigue management becomes important to improve knowledge and abilities of nurses in overcoming fatigue in children with acute lymphoblastic leukemia undergoing chemotherapy on induction phase.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Yulianti
"Kemoterapi fase induksi merupakan fase pertama tahap pengobatan pada anak dengan LLA dan dilakukan hampir segera setelah diagnosis ditegakkan, dimulai dan berlansung selama 4-6 minggu (28-42 hari). Hasil yang dicapai pada fase ini akan menentukan prognosis dan fase kemoterapi selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan lama rawat kemoterapi fase induksi pada anak penderita LLA. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain cross sectional, dengan jumlah sampel 94 melalui consecutive sampling.
Analisis yang digunakan dengan uji Spearman. Hasil menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat neutropenia (p value = 0,003) dan riwayat infeksi (p value = 0,000) dengan lama rawat kemoterapi fase induksi. Perawatan atau intervensi yang tepat selama kemoterapi fase induksi perlu menjadi perhatian untuk mencegah atau menurunkan kejadian neutropenia dan infeksi pada anak dengan LLA.

Induction chemotherapy phase is the first stage of the treatment in children with ALL and carried out immediately after been diagnosed, started and occurred at 4 to 6 weeks (28-42 days). The results achieved in this phase will determine the prognostic and the next chemotherapy phase. This study aimed to identified factors related to the length of stay of induction chemotherapy phase in children with ALL. The design used in this study is a cross-sectional design, with 94 samples got through consecutive sampling.
The Spearman test is used for analysis. Result showed a significant relationship between a history of neutropenia (p value = 0.003) and infection history (p value = 0.000) with the length of stay of induction chemotherapy phase. Appropriate treatment or intervention during the induction phase of chemotherapy needs to be concern to prevent or decrease the incidence of neutropenia and infection in children with ALL.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S64997
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Holong Mangasah
"ABSTRAK
Nama : Holong MangasahProgram Studi : Pendidikan KedokteranJudul Tugas Akhir : Perbandingan Kadar Trigliserida Plasma pada Penggunaan Deksametason dan Prednison sebagai Terapi Induksi Leukemia Limfoblastik Akut pada Anak-anak Latar Belakang: Leukemia limfoblastik akut LLA merupakan penyakit keganasan pada sel-sel prekursor limfoid yang sering terjadi anak-anak. Pengobatan terhadap LLA terdiri dari tiga fase, fase induksi, konsolidasi, dan pemeliharaan. Terapi fase induksi merupakan tahap pemusnahan sel-sel kanker dan fase ini bertujuan untuk mencapai remisi. Obat yang digunakan dalam fase ini adalah obat kortikosteroid karena sifat sitotoksiknya. Obat kortikosteroid memiliki efek samping peningkatan lipogenesis yang dapat meningkatkan trigliserida plasma. Deksametason dan prednison saat ini sering dipakai dalam pengobatan fase induksi sebagai obat kortikosteroid pilihan.. Hingga saat ini, belum ada penelitian mengenai tingkat efek samping kedua obat diukur dari kadar trigliserida. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat peningkatan kadar trigliserida dari kedua obat. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang. Sampel yang diambil sebanyak 21 sampel dari rekam medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling. Hasil: Persebaran data dari kadar trigliserida yang diperoleh tidak normal. Perbandingan kadar trigliserida dari deksametason dan prednison disajikan dalam bentuk median yaitu 108 mg/dL untuk deksametason dan 146 mg/dL untuk prednison. Analisis dilakukan menggunakan Uji Mann-Whitney dan menunjukkan hasil yang tidak bermakna Kesimpulan: Nilai median pada kadar trigliserida dari penggunaan deksametason dan prednison tidak menunjukkan hasil yang bermakna.

ABSTRACT
ABSTRACT Name Holong MangasahStudy program MedicineTitle of Paper Comparison of Plasma Triglycerides Level in Dexamethasone and Prednisone Usage as Induction Therapy of Acute Lymphoblastic Leukemia in Children Background Acute lymphoblastic leukemia ALL is a malignant disease that affect lymphoid precursors cell and often happen in children. Therapy for ALL consists of three phases, induction phase, consolidation phase, and maintenance phase. During induction phase, malignant cells are destroyed and therefore, this phase is important to achieve remission. Corticosteroid drug is used in induction therapy because of its cytotoxic effect. Meanwhile, one of corticosteroids adverse effect is increasing lipogenesis which may elevate plasma triglycerides level. Dexamethasone and prednisone currently served as the drug of choice for induction phase. There has been no research comparing dexamethasone and prednisone in elevating plasma triglycerides level in ALL patients. Objective The purpose of this study is to know the level of elevated triglycerides after dexamethasone and prednisone usage in ALL patients Method The design of this study is cross sectional. This study uses 21 samples which are obtained from medical records in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo by consecutive sampling. Results The obtained data of triglycerides level shows an uneven distribution. Dexamethasone group has a median of 106 mg dL and prednisone group has a median of 146 mg dL. Comparison between both groups shows an insignificant result. Conclusion The difference in median value of dexamethasone group and prednisone group is not significant. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Dwi Darmayanti
"Leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah jenis kanker yang paling umum pada anak-anak. Nyeri dan kelelahan berhubungan dengan faktor-faktor kanker dan perawatannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan hubungan antara kualitas nyeri dan kelelahan pada anak-anak dengan ALL 1-3 hari setelah kemoterapi. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan menggunakan teknik consequtive sampling. Total sampel adalah 44 anak-anak dengan ALL (7-18 tahun) di Jakarta. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner Simple Pain Inventory (BPI) untuk mengukur kualitas nyeri dan Kelelahan Onkologi Anak-Allen (FOA-A) untuk mengukur kelelahan. Nilai rata-rata kualitas nyeri adalah 1,63932 dan nilai rata-rata kelelahan adalah 9,25.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kualitas nyeri dan kelelahan (p = 0,006), status kambuh dan kelelahan (p = 0,058), dan antara seseorang yang menemani anak-anak dan kelelahan (p = 0,016). Hasil penelitian ini merekomendasikan pentingnya penilaian nyeri lebih lanjut dan pengobatan kombinasi antara farmakologi dan nyeri non-farmakologi setelah kemoterapi untuk mengurangi kelelahan pada anak-anak dengan kanker.

Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is the most common type of cancer in children. Pain and fatigue are related to cancer factors and their treatments. The aim of this study was to find an association between pain quality and fatigue in children with ALL 1-3 days after chemotherapy. This research uses cross sectional design and uses consequtive sampling technique. The total sample was 44 children with ALL (7-18 years) in Jakarta. The measuring instrument used in this study was a Simple Pain Inventory (BPI) questionnaire to measure the quality of pain and Fatigue Oncology of Children-Allen (FOA-A) to measure fatigue. The average value of pain quality is 1.63932 and the average value of fatigue is 9.25.
The results of this study indicate that there is a significant relationship between quality of pain and fatigue (p = 0.006), relapse and fatigue status (p = 0.058), and between someone who accompanies children and fatigue (p = 0.016). The results of this study recommend the importance of further pain assessment and combination treatment between pharmacology and non-pharmacological pain after chemotherapy to reduce fatigue in children with cancer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>