Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan gangguan psikiatri yang paling sering ditemui pada anak-anak dengan gejala-gejala dalam memusatkan perhatian dan/atau aktivitas/ implusivitas berlebih. Hingga saat ini, pasien yang didiagnosis dan mendapat perawatan GPPH lebih banyak pada kelompok usia sekolah dibanding kelompok pra sekolah. Belum ada penelitian di Indonesia tentang penanganan dini GPPH pada kelompok pra sekolah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan kelompok usia diagnostik dengan lama perbaikan klinis GPPH anak. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan mengamati rekam medis pasien GPPH murni dari dua kelompok usia diagnostik, yang datang dan melakukan kontrol di Poliklinik Jiwa Anak-Remaja RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam kurun waktu 1 Januari 2014 – 1 Januari 2018, didapatkan 99 sampel. Angka perbaikan klinis GPPH murni di RSCM secara keseluruhan adalah 47,5% (n = 99), terdiri dari 51,5% kelompok usia pra sekolah (n=33) dan 45,5% kelompok sekolah (n=66). Rata-rata waktu perbaikan klinis secara keseluruhan adalah 4.44 minggu. Dalam penelitian ini, tidak terdapat hubungan bermakna antara kelompok usia diagnostik pra sekolah dan sekolah dengan lama perbaikan klinis GPPH (P = 0,67). Diperlukan penelitian lebih lanjut yang mempertimbangkan kepatuhan minum obat dan latar belakang keluarga pasien.
Attention-Deficit/Hiperactivity Disorder (ADHD) is a psychiatric disorder that is most often encountered in children with symptoms in focusing attention and / or excessive activity / implusivity. Until now, patients were diagnosed and received ADHD treatment more in the school age group than in the pre-school age. There has been no research in Indonesia about early treatment of ADHD in pre-school groups. The aim of this study was to determine the association between diagnostic age groups and the duration of ADHD clinical improvement. This study used a cross-sectional method by observing medical records of pure ADHD patients from two diagnostic age groups, who came and conducted control at Poliklinik Jiwa Anak-Remaja RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) within 1 January 2014 - 1 January 2018, obtained 99 medical records. The overall clinical improvement of ADHD in the RSCM as a whole was 47.5% (n = 99), consisting of 51.5% of the pre-school age group (n = 33) and 45.5% of the school group (n = 66). The average time for overall clinical improvement was 4.44 weeks. In this study, there was no significant relationship between diagnostic age groups (pre-school and school) and the duration of ADHD clinical improvement (P = 0.67). Further research is needed that considers medication adherence and family background in patients.
"Latar belakang: Proses belajar penting bagi seorang anak dalam perkembangannya. Anak dapat belajar dengan baik bila didukung kondisi yang baik pula. Salah satu faktor pendukung tersebut adalah fungsi memori kerja. Penelitian menunjukkan memori kerja merupakan prediktor kapasitas belajar yang lebih bermakna daripada intelligence quotient (IQ). Bila fungsi ini terganggu, anak dapat mengalami kesulitan belajar. Studi melaporkan gangguan memori kerja banyak ditemukan pada gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH). Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mendapatkan data proporsi gangguan memori kerja pada anak GPPH dan perbandingan dengan anak tanpa GPPH. Data ini diharapkan dapat menjadi data dasar bagi pengembangan intervensi selanjutnya.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain potong lintang pada bulan Mei 2017 hingga Mei 2019. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode randomized sampling menggunakan program SPSS. Instrumen Mini International Neuropsychiatry Interview KID (M.I.N.I. KID) digunakan untuk membantu menegakkan 24 diagnosis gangguan jiwa anak dan remaja yang terdapat di DSM-IV dan ICD-10 secara komprehensif dan Working Memory Rating Scale (WMRS) dgunakan untuk menentukan ada tidaknya defisit memori kerja pada anak berusia 5-11 tahun dan telah divalidasi dalam Bahasa Indonesia oleh Wiguna, dkk. (2012).
Hasil: Proporsi gangguan memori kerja pada kelompok anak dengan GPPH berbeda bermakna dibandingkan kelompok anak tanpa GPPH (44% vs 0%, p<0,05). Pada uji analisis, didapatkan prevalence ratio (PR) sebesar 40,4 (95%CI 2,22 - 738,01), artinya anak dengan GPPH berisiko mengalami gangguan memori kerja 40,4 kali lebih besar dibandingkan anak tanpa GPPH. Rerata WMRS juga menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok subjek dengan GPPH dan kelompok subjek tanpa GPPH [50,48 (SB=11,08) vs 30,60 (SB=8,04), p<0,05] namun tidak berbeda bermakna antara kelompok subjek dengan GPPH yang mengkonsumsi metilfenidat hidroklorida dan yang tidak mengkonsumsi metilfenidat hidroklorida [50,93 (SB=10,25) vs 50,09 (SB=11,26), p=0,85].
Simpulan: Gangguan memori kerja lebih banyak ditemukan pada anak dengan GPPH. Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian lainnya. Oleh karena itu, pemeriksaan memori kerja pada anak dengan GPPH sebaiknya dilakukan untuk mengantisipasi kesulitan belajar yang mungkin timbul di kemudian. Intervensi tambahan, seperti game therapy dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki gangguan memori kerja yang ditemukan pada anak-anak dengan GPPH.
Background: Learning process is important in child’s development. Children may learn well if supported by good conditions. One of the supporting factors is working memory. Research shows working memory is more meaningful learning capacity’s predictor than intelligence quotient (IQ). If this function is interrupted, children can experience learning difficulties. Studies reporting working memory impairment often found in attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Therefore, this study tried to obtain data on the proportion of working memory impairment in ADHD children and its comparison with healthy children. Results is expected to be the basic data for the development of further interventions.
Method: This study was conducted in a cross-sectional design in May 2017 to May 2019. Sampling was done by randomized sampling method using the SPSS program. The Mini International Neuropsychiatry KID Interview Instrument (MINI KID) was used to establish 24 diagnoses of child and adolescent mental disorders comprehensively as in the DSM-IV and ICD-10, and the Working Memory Rating Scale (WMRS) was used to determine the presence or absence of working memory deficits in children aged 5-11 years and have been validated in Indonesian by Wiguna et al. (2012).
Results: Proportion of working memory impairments in ADHD group was significantly different compared to group without ADHD (44% vs 0%, p <0.05). Analysis test shows children with ADHD were at risk of experiencing working memory impairment 40.4 times greater than children without ADHD (prevalence ratio 40.4, 95% CI 2.22 - 738.01). The average WMRS scores also showed significant difference between group with ADHD and without ADHD [50.48 (SD = 11.08) vs 30.60 (SD = 8.04), p <0.05]
but not significantly different between who consumed and those who did not consume methylphenidate hydrochloride [50.93 (SD = 10.25) vs 50.09 (SD = 11.26), p = 0.85].
Conclusions: Working memory disorders are more common in children with ADHD. This finding is in accordance with the results of other studies. Therefore, examination of working memory in children with ADHD should be done to anticipate learning difficulties that may arise later. Additional interventions, such as game therapy, can be considered to improve working memory impairment found in children with ADHD.
"