Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111873 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lisa Kurnia Widiasmoko
"Induksi hipoksia, yaitu rendahnya tingkat O2 dalam tubuh kita, telah diketahui akan memicu produksi ROS reactive oxygen species . ROS dalam jumlah yang berlebih akan membahayakan tubuh kita. ROS akan dilawan oleh antioksidan, baik yang enzimatik maupun non-enzimatik. Paru-paru adalah organ yang berfungsi untuk ventilasi, dimana O2 masuk dan CO2 keluar. Oleh karena itu, paru-paru menjadi organ yang sensitif terhadap penurunan kadar O2, yang disebut dengan hipoksia.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas katalase, salah satu antioksidan enzimatik, setelah keadaan hipoksia, khususnya: hipoksia hipobarik intermiten. Hipoksia intermitent dibuktikan dari percobaan klinis sebelumnya, merupakan suatu langkah preventif untuk melindungi terhadap kerusakan akibat hipoksia seperti yang dilakukan pada bilik pelatihan pilot.
Metode: Sampel paru didapatkan dari tikus Sprague-Dawley jantan, berumur 2 bulan, dengan berat kira-kira 200 gram, dibagi dalam 5 kelompok yaitu normoksia dan kelompok yang sebelumnya telah dipaparkan pada kondisi hipoksia hipobarik, dan hipoksia hipobarik intermitent 1,2, dan 3 kali dengan masing-masing interval 7 hari. Aktivitas katalase dari homogenat paru-paru diukur menggunakan teknik spektrofotometri. Data diuji normalitasnya dengan Shapiro-Wilk.
Hasil: Aktivitas spesifik katalase ternyata tidak menunjukkan perbedaan signifikan diantara kelompok-kelompok perlakuan p>0.05.
Kesimpulan: Paparan hipoksia hipobarik intermitent tidak terbukti dapat mengubah aktivitas katalase sebagai respon adaptasi pada paru-paru tikus.

Introduction Induction of hypoxia, low level of O2 in our body, was known to trigger ROS Reactive Oxygen Species production. Excessive ROS is harmful and is counteracted by antioxidant, the enzymatic and non enzymatic. Lung is an organ functions for ventilation, where O2 comes in and CO2 goes out, hence is a sensitive organ to hypoxia.
This research was conducted to see the activity of catalase, enzymatic antioxidant, after hypoxia, to be specific intermittent hypobaric hypoxia. Intermittent hypoxia was proven from the clinical trial that it would be a protection from the damaging effect of hypoxia such as done in pilot training chamber.
Methods: Lung samples were obtained from male Sprague Dawley rats 2 months old, around 200 grams, divided into 5 groups normoxia and the previous groups that was exposed to hypobaric hypoxia and intermittent hypobaric hypoxia 1, 2, and 3 times with 7 days interval for each. Catalase was measured from lung's homogenate by spectrophotometry technique. Data normality was tested using Shapiro Wilk test.
Results: Specific activity of catalase is insignificantly different between all groups p 0.05.
Conclusion: Exposure of intermittent hypobaric hypoxia was not proved to change the activity of catalase as an adaptation response in rat's lung tissue. Key words catalase hypobaric hypoxia intermittent lung.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Rahmat Hidayat
"Hipoksia hipobarik merupakan kondisi ketika konsentrasi oksigen mengalami penurunan seiring bertambahnya ketinggian. Fenomena ini dapat memicu stres oksidatif melalui peningkatan produksi radikal bebas yang menyerang komponen molekuler. Pemaparan hipoksia hipobarik intermiten (HHI) disinyalir dapat melatih kemampuan adaptasi jaringan sehingga menjadi lebih toleran terhadap kondisi hipoksia. Penelitian eksperimental ini menggunakan 30 tikus Sprague-Dawley jantan yang dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok yang mendapat perlakuan selama 1, 7, 14, 21, dan 28 hari. Pemberian pajanan hipoksia hipobarik setara 10.000 kaki (523 mmHg) dilakukan setiap hari selama satu jam dengan menggunakan hypobaric chamber. Kadar malondialdehid (MDA) setiap sampel kemudian diukur dengan melakukan metode Wills yang dibaca dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Rata-rata kadar MDA secara perlahan mengalami penurunan pada kelompok yang terpajan hipoksia hipobarik intermiten ketika dibandingkan dengan kelompok yang terpajan hipoksia hipobarik akut. Meskipun uji statistik menunjukkan bahwa perubahan ini tidak signifikan, pajanan hipoksia hipobarik intermiten setara 10.000 kaki selama satu jam per hari dapat memengaruhi kadar MDA di jaringan paru tikus Sprague-Dawley.

A condition known as hypobaric hypoxia occurs when the concentration of oxygen falls with increasing altitude. This phenomenon can trigger oxidative stress through increased production of free radicals, which damage molecules. It is believed that exposure to intermittent hypobaric hypoxia (IHH) can train tissue adaptation mechanisms, increasing the tissues' tolerance to hypoxic environments. Thirty male Sprague-Dawley rats were utilized in this experiment as they were split into six groups: the control group and the groups that were exposed to IHH for 1, 7, 14, 21, and 28 days. Using a hypobaric chamber, exposure to hypobaric hypoxia equal to 10,000 feet (523 mmHg) was done once a day for an hour. The malondialdehyde (MDA) levels of each sample were measured using the Wills method which was read using a spectrophotometer at a wavelength of 530 nm. Compared to the acutely exposed to hypobaric hypoxia group, the average MDA level gradually decreased in the group that was exposed to intermittent hypobaric hypoxia. Despite the insignificant result, exposure to intermittent hypobaric hypoxia equivalent to 10,000 feet for one hour per day can affect MDA levels in the lung tissue of Sprague-Dawley rats."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Ayu Anatriera
"Penelitian ini membahas aktivitas spesifik katalase dalam mencegah stres oksidatif pada jaringan yang disebabkan oleh kondisi hipoksia hipobarik. Hipoksia hipobarik akut berulang sering dialami oleh para penerbang, terutama ketika harus menjalani prosedur Hypobaric Chamber training yang rutin diadakan dua tahun sekali. Salah satu jaringan yang rentan terhadap stres oksidatif akibat hipoksia adalah jaringan ginjal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan aktivitas spesifik katalase jaringan ginjal tikus percobaan yang diinduksi hipoksia hipobarik akut yang berulang.
Desain penelitian yang digunakan adalah desain eksperimental. Sampel jaringan ginjal diambil dari total 25 ekor tikus jantan galur Wistar yang dikelompokkan menjadi empat kelompok perlakuan dengan perbedaan frekuensi terhadap perlakuan prosedur Hypobaric chamber dan satu kelompok kontrol. Metode untuk mengukur aktivitas spesifik katalase menggunakan metode Mates et al. (1999) yang telah dimodifikasi oleh Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan bermakna aktivitas spesifik katalase semua kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0.05). Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat perubahan berupa peningkatan yang signifikan aktivitas spesifik katalase di jaringan ginjal tikus percobaan yang diinduksi hipoksia hipobarik akut secara berulang dibandingkan dengan kelompok kontrol.

This research determines about specific activity of catalase in preventing hypoxiainduced oxidative stress. Besides, one of the most common hypoxia condition which occurs in aviators is hypobaric hypoxia. Hypobaric chamber training which has been a fundamental component of aviation training could induce acute intermittent hypobaric hypoxia. Kidney was known as highly-demand organ of oxygen which makes its susceptible to oxidative injury. This research aims to determine changes in specific activity of catalase in rat?s kidney exposed to acute intermittent hypobaric hypoxia.
The research design used was experimental design. Twenty five male Wistar rats were divided into five groups of five animals each. One control group of rats were kept under normobaric oxygen atmosphere. Four experimental group were exposed to acute hypobaric hypoxia in a hypobaric chamber for some intermittent period of time. Specific activity of catalase was determined using Modified Mates method.
The result shows that all experimental groups are significantly different in comparison with control group. This research concludes that there are significant increases in specific activity of catalase in all experimental groups compared to control group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kerenhapukh Dwiputri
"Latar Belakang Hipoksia hipobarik merupakan kondisi hipoksia akibat menurunnya tekanan parsial oksigen dalam darah. Saat keadaan hipoksia, terjadi peningkatan produksi radikal bebas yang menyebabkan peroksidasi lipid dengan hasil akhir malondialdehid (MDA). Hipoksia hipobarik intermiten dapat menginduksi berbagai mekanisme adaptasi untuk melindungi tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas dan dapat diukur salah satunya dengan penurunan kadar MDA. Metode Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan melibatkan 30 ekor tikus yang dibagi ke dalam 6 kelompok, yakni kelompok hipoksia hipobarik akut, hipoksia hipobarik (HH) 7 kali, HH 14 kali, HH 21 kali, HH 28 kali, dan kelompok kontrol. Pajanan hipoksia hipobarik intermiten dilakukan dengan prosedur hypobaric chamber training. Kadar MDA diukur melalui metode Will’s dengan absorbansi dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Hasil Kelompok 1 (HH akut) dan 2 (HH 7 kali) mengalami peningkatan kadar MDA dibandingkan dengan kadar MDA pada kelompok kontrol. Kelompok 3 (HH 14 kali) mengalami penurunan kadar MDA dibandingkan dengan kelompok 2. Peningkatan kadar MDA kembali terjadi pada kelompok 4 (HH 21 kali) dan kadar MDA kelompok 5 (HH 28 kali) sama dengan kelompok 4. Dapat terlihat tren perubahan antar kelompok perlakuan meskipun secara statistik perbedaan tidak signifikan. Kesimpulan Perlakuan hipoksia hipobarik akut dan hipoksia hipobarik 7, 21, dan 28 kali pada ketinggian setara 10.000 kaki meningkatkan kadar MDA. Akan tetapi pemberian hipoksia hipobarik 14 kali menurunkan kadar MDA.

Introduction Hypobaric hypoxia is a hypoxic condition resulting from a decrease in the partial pressure of oxygen in the blood. During hypoxia, there is an increase in the production of free radicals which causes lipid peroxidation with the final result being malondialdehyde (MDA). Intermittent hypobaric hypoxia can induce various adaptation mechanisms to protect the body from damage caused by free radicals and can be measured, one of which is a decrease in MDA levels. Method This study used an experimental design involving 30 rats divided into 6 groups, namely the acute hypobaric hypoxia (1 time), 7 times of hypobaric hypoxia (HH), 14 times of HH, 21 times of HH, 28 times of HH, and the control group. Intermittent hypobaric hypoxia exposure was carried out using the hypobaric chamber training procedure. MDA levels were measured using the Will’s method with absorbance read with a spectrophotometer at a wavelength of 530 nm. Results Groups 1 (acute HH) and 2 (7 times of HH) experienced increased MDA levels compared to MDA levels in the control group. Group 3 (14 times of HH) experienced a decrease in MDA levels compared to group 2. An increase in MDA levels occurred again in group 4 (21 times of HH) and group 5 (28 times of HH) MDA levels were the same as group 4. A trend of change between groups can be seen even though the differences are not statistically significant. Conclusion Acute hypobaric hypoxia treatment and 7, 21, and 28 times of hypobaric hypoxia at an altitude equivalent to 10,000 feet increased MDA levels. However, treatment of 14 times of hypobaric hypoxia reduced MDA levels."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretha Herawati
"Latar Belakang : Penelitian ini menganalisis respons adaptasi jaringan jantung pada paparan hipoksia hipobarik intermiten (HHI) pada tikus. Faktor transkripsi HIF-1α penting untuk mengatasi keadaan hipoksia, terdiri atas 2 subunit yaitu HIF-1α dan HIF-1β yang dalam keadaan hipoksia membentuk heterodimer dan mengatur ekspresi sejumlah gen target untuk mengatasi keadaan hipoksia. Hipoksia akan menyebabkan jantung mengalami beban yang meningkat berupa hipertrofi ventrikel. Jantung akan mengatasi keadaan tersebut melalui pembentukan Mb dan BNP-45.
Metode : 25 ekor tikus jantan Sprague-Dawley dibagi dalam 5 kelompok dan 4 kelompok dipaparkan HHI menggunakan hypobaric chamber di Lakespra Saryanto TNI AU, selama 50 menit dengan variasi ketinggian, interval intermiten 1 minggu, 4 kali perlakuan (hari 1, 8, 15 dan 22). Dilakukan pengukuran protein HIF-1α dan Mb (ELISA), ekspresi relatif mRNA Mb dan BNP-45 (real time RT-PCR satu langkah).
Hasil : Kadar protein HIF-1α meningkat pada paparan hipoksia hipobarik dan terus menurun hingga induksi hipoksia hipobarik intermiten 3 kali (ANOVA, p=0,0437). Ekspresi mRNA dan protein Mb meningkat pada paparan hipoksia hipobarik dan terus menurun hingga induksi hipoksia hipobarik intermiten 3 kali (ANOVA, p=0,0283; 0,0170), dan keduanya berkorelasi kuat (Pearson, r=0,6307). Ekspresi mRNA BNP-45 meningkat pada paparan hipoksia hipobarik intermiten 1 kali dan terus menurun hingga induksi hipoksia hipobarik intermiten 3 kali (ANOVA, p=0,0314). Hasil uji korelasi juga menunjukkan hubungan yang kuat antara protein HIF-1α dengan ekspresi mRNA Mb, namun sangat lemah dengan ekspresi mRNA BNP-45.
Kesimpulan : Terjadi respons adaptasi HIF-1α, Mb dan BNP-45 pada paparan hipoksia hipobarik intermiten pada jantung tikus. Protein HIF-1 meregulasi ekspresi Mb dan BNP-45.

Background: The study analyzed the adaptive responses of heart tissue after induction of intermittent hypobaric hypoxia (IHH) in rat. The transcription factor HIF-1 is important to overcome hypoxia condition, which consist of 2 subunits: HIF-1α and HIF-1β in a state of hypoxia form heterodimers and regulate the expression of a number of target genes to overcome hypoxia. Hypoxia, especially continuous one, may lead the heart to hypertroptive state. The heart will overcome the situation through the establishment of Mb and BNP-45.
Methods: Twenty five male Sprague-Dawley rats were exposed to IHH in a hypobaric chamber in Indonesian Air Force Institute of Aviation Medicine, for 50 minutes at various altitudes, 1 week interval for 4 times (day 1, 8, 15 and 22). HIF-1α and Mb protein were measured with ELISA. mRNA expression of Mb and BNP-45 were measured with one step real time RT-PCR.
Results: HIF-1α protein levels increased after induction of hypobaric hypoxia and continues to decrease after induction of intermittent hypobaric hypoxia 3 times (ANOVA, p=0.0437). mRNA expression and protein of Mb increased after induction of hypobaric hypoxia and continues to decrease after induction of intermittent hypobaric hypoxia 3 times (ANOVA, p=0.0283; 0.0170), and both are strongly correlated (Pearson, r=0.6307). mRNA expression of BNP-45 increased after induction of intermittent hypobaric hypoxia 1 time and continues to decrease after induction of intermittent hypobaric hypoxia 3 times (ANOVA, p=0.0314). Correlation test results also showed a strong relationship between HIF-1α protein with mRNA expression of Mb, but very weak with mRNA expression of BNP-45.
Conclusions: Adaptive response of HIF-1α, Mb and BNP-45 occurs after induction of intermittent hypobaric hypoxia in rat heart. HIF-1 protein regulated the expression of Mb and BNP-45.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenny Augusto
"Pam adalah organ yang berfungsi untuk memfasilitasi
pemlkaran oksigen dari lingkungan ke dalam tubuh. Oksigeo yang digunakan
untuk proses metabolism rentan terhadap reduksi menjadi spesies oksigen reaktif
(SOR) yang dapat merusak makromolekul di dalam sel seperti lipid, protein, dan
DNA. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, diperlukan antioksidan. Katalase
adalah salah satu antioksidan enzimatik yang terdapat di dalam tubuh. Pada
kondisi hipoksia, jumlah oksigen yang dapat digunakan tubuh menurun,
sehingga fentan terbentuk SOR dalam jumlah banyak. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menilai aktivitas spesifik katalase pada kondisi hipoksia yang
berkeianjutan. Metode: Sarnpei paru diambil dan tikus Sprague-Dawley jantan
berusia 6-8 minggu dengan berat badan 150-200 g, yang dibagi menjadi lima
gmp yaitu, kontrol dan perlakuan (10% 02, 90% N z) selama I, 3, 5, dan 7 hari.
Kemudian, aktivitas spesifik kata1ase diukur dan dihitung dari janngan paru
tersebut. Hasil: Hasil analisis data menunjukkan adanya perbedaan bennakna
antara grup kontrol dan grup I han dan 3 han perlakuan hipoksia (p=0.014 dan
p=O.OOl). Namun, perbandingan antara grup 3 han perlakuan hipoksia dengan 7
hari perlakuan hipoksia juga menghasilkan perbedaan hasil yang signifikan
(p=O .028). Kesimpulan: Hipoksia sistemik berkelanjutan menunmkan aktifitas
spesifik di jaringan pam pada tikus diikuti dengan kenaikan mendekati level
normal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70451
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naela Himayati Afifah
"Pada kondisi hipoksia, untuk tetap mencukupi jumlah adenosine trifosfat (ATP), sel akan melakukan adaptasi dengan mengubah metabolisme dari proses aerob menjadi anaerob. Sebagai enzim glikolisis anaerob, jumlah laktat dehidrogenase (LDH) pun akan meningkat di dalam sel. Paru, sebagai organ vital penyedia oksigenasi adekuat bagi tubuh, juga memiliki respon terhadap kondisi hipoksia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran adaptasi metabolisme jaringan paru melalui aktivitas spesifik LDH, pada tikus yang telah diinduksi hipoksia sistemik dibandingkan dengan normoksia (kontrol). Sejumlah tikus ditempatkan pada kandang hipoksia (kandungan O2 10%) selama 1, 3, 7, dan 14 hari. Pada akhir periode, bersama dengan kelompok tikus normoksia, semua tikus percobaan dieuthanasia, dan organ parunya dianalisis untuk pengukuran aktivitas spesifik LDH.
Hasil penelitian menunjukkan aktivitas LDH paru menurun pada kondisi hipoksia dibandingkan dengan normoksia. Penurunan glikolisis anaerob pada sel paru menggambarkan kegagalan mekanisme adaptasi sel yang berujung pada apoptosis. Perhitungan One-Way ANOVA menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok normoksia dan kelompok-kelompok hipoksia (p=0,015). Pada Uji Post-Hoc diketahui bahwa aktivits LDH pada kelompok hipoksia 1 hari, 7 hari, dan 14 hari, berbeda bermakna dibandingkan normoksia.
Disimpulkan bahwa pada jaringan paru tikus hipoksia sistemik terdapat penurunan bermakna aktivitas spesifik LDH dibandingkan kontrol normoksia.

In hypoxia, to maintain adenosine triphosphate (ATP) production, cell conducts an adaptation mechanism by shifting metabolism from aerobic into anaerobic. As an anaerobic glycolytic enzyme, the amount of lactate dehydrogenase (LDH) is increasing intracellularly regarding hypoxia condition. Lung, as a vital organ regulating adequate oxygenation to systemic, has a response to hypoxia.
This research aims to get a display of metabolism adaptation on lung tissue in systemic hypoxia induced rats compared to normoxia. Some amount of rats are divided into groups and placed inside hypoxic cage (O2 10%) in 1, 3, 7, and 14 days. In the end, together with normoxia group, they were euthanized, and the lung organ was analyzed for specific LDH activity.
The result shows a declining on LDH activity in hypoxia compared to normoxia. The decreasing of anaerobic glycolytic process in lung tissue portrays a failure of lung cell adaptation mechanism, and this condicition leads to cell apoptosis. One-way ANOVA test shows significant difference on LDH specific activity between normoxia and hypoxia groups (p=0,015). Post-Hoc test then shows the significant difference is between 1 day, 7 days, and 14 days hypoxia compared to normoxia.
In conclusion, there is significant decreasing of specific LDH activity on hypoxia compared to normoxia in lung tissue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Rafael Satyadharma
"Latar belakang: Tekanan udara rendah pada dataran tinggi berdampak buruk bagi tubuh pendaki gunung dan pilot. Salah satu dampaknya adalah terjadi hipoksia jaringan yang dapat mencetuskan stres oksidatif. Kondisi tersebut dapat merusak struktur penting sel seperti protein, lipid, dan asam nukleat. Di otot, stres oksidatif dapat menyebabkan atrofi dan gangguan kontraktilitas. Di sisi lain, pajanan hipoksia hipobarik berulang diketahui mampu memicu proses adaptasi di berbagai organ. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri pengaruh paparan hipoksia hipobarik intermiten terhadap kadar malondialdehid, yang merupakan marker stres oksidatif, di otot gastrocnemius tikus Sprague-Dawley. Metode: Sebanyak 25 tikus Sprague-Dawley dibagi ke dalam kelompok kontrol dan empat kelompok uji. Kelompok uji mendapat perlakuan berupa dimasukkan ke dalam hypobaric chamber yang mensimulasikan ketinggian 25.000 kaki selama 5 menit. Kelompok uji 1 mendapat 1x perlakuan, kelompok uji 2 mendapat 2x perlakuan, kelompok uji 3 mendapat 3x perlakuan, dan kelompok uji 4 mendapat 4x perlakuan. Pada kelompok uji 2,3, dan 4, terdapat jeda 1 minggu antarperlakuan. Setelah mendapat perlakuan, jaringan otot gastrocnemius diambil dari tikus. Kadar malondialdehid pada otot gastrocnemius selanjutnya diukur menggunakan metode Wills. Hasil: Pada uji one-way ANOVA, rata-rata kadar malondialdehid meningkat secara bermakna (p = 0.008) pada kelompok yang mendapat paparan hipoksia hipobarik satu kali dibandingkan kelompok kontrol. Rata-rata kadar malondialdehid pada kelompok yang mendapat tiga paparan dan empat paparan mengalami penurunan yang bermakna secara statistik (p < 0,05) dibandingkan kelompok yang terpapar satu kali dan dua kali. Kesimpulan: Paparan hipoksia hipobarik sebanyak satu kali meningkatkan kadar malondialdehid pada otot gastrocnemius tikus yang menandakan terjadinya kondisi stres oksidatif. Paparan hipoksia hipobarik yang dilakukan berulang secara intermiten (tiga kali dan empat kali) mampu menciptakan adaptasi jaringan otot gastrocnemius terhadap stres oksidatif sehingga kadar malondialdehid lebih rendah dibandingkan kelompok yang lebih sedikit mendapat perlakuan hipoksia hipobarik

Introduction: Low barometric pressure in high altitude has detrimental effects on hikers and pilots. One of which is inducing tissue hypoxia that can instigate oxidative stress. Oxidative stress can damage important cellular structures such as protein, lipid, and nucleic acid. Oxidative stress can cause muscle atrophy and contractile dysfunction in skeletal muscle. On the other hand, repeated hypobaric hypoxia exposure is known for its effect to induce adaptation in various organs. This study aims to assess intermittent hypobaric hypoxia effects on malondialdehyde level, a marker of oxidative stress, in gastrocnemius muscle of Sprague-Dawley rat. Method: Twenty-five Sprague-Dawley rats were divided to a control group and four experimental group. The experimental group were then exposed to hypobaric environment by being placed on hypobaric chamber that simulated altitude of 25,000 ft for 5 minutes. Experimental group 1 got one exposure, experimental group 2 got two exposures, experimental group 3 got three exposures, and experimental group 4 got four exposures. There was a week interval between each exposure for experimental group that got more than one exposure (experimental group 2, 3, and 4). After getting the treatment, gastrocnemius muscle was taken from each rat as sample. Malondialdehyde level in the tissue was then measured by Wills method. Result: Mean malondialdehyde level in the group of rats subject to one hypobaric hypoxia exposure was significantly higher than that of control group (p = 0.008). Mean malondialdehyde level in the group of rats subject to three and four hypobaric hypoxia exposures were significantly (p < 0,05) lower than that of groups of rats subject to one and two exposures. Conclusion: One-time hypobaric hypoxia exposure increased malondialdehyde level in rat gastrocnemius muscle, implying stress oxidative had occurred. Three and four times of intermittent hypobaric hypoxia exposures induced adaptive response against oxidative stress in gastrocnemius muscle tissue, as seen by lower level of malondialdehyde in those groups compared to the groups exposed to fewer intermittent hypobaric hypoxia."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Garry Soloan
"Latar Belakang: Hipoksia hipobarik intermiten (IHH) merupakan kondisi penurunan tekanan barometric yang juga menurunkan tekanan parsial oksigen, sehingga mengurangi kadar oksigen yang dapat digunakan oleh sel-sel tubuh. Dalam kondisi ini, sel sel tubuh akan mengaktifkan hypoxia-inducible factors (HIFs), sebuah keluarga faktor transkripsi yang diketahui meregulasi respon sel terhadap kondisi hipoksia. Salah satu isoform adalah hypoxia-inducible factor-2α (HIF-2α) yang diketahui teraktivasi dalam kondisi hipoksia, dan merupakan basis molekuler untuk mencetuskan respon fisiologis terhadap hipoksia dan memberikan kemampuan bagi sel-sel untuk beradaptasi. Namun, aktivasi HIF-2α juga diimplikasikan dalam patogenesis kondisi patologik seperti kanker dan perlemakan hati. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola ekspresi HIF-2α pada jaringan hati saat dipaparkan pada kondisi hipoksia hipobarik intermiten. Metode: 25 tikus Wistar dikelompokkan menjadi satu grup kontrol dan empat grup perlakuan yang dipaparkan terhadap hipoksia hipobarik secara episodik. RNA yang diproduksi di jaringan hati kemudian diekstraksi dan dianalisis menggunakan quantitative real time reverse transcriptase polymerase chain reaction (qRT-PCR). Ekspresi relatif HIF-2α dihitung menggunakan Livak method. Hasil: Keempat grup perlakuan menunjukkan peningkatan rata-rata ekspresi relatif HIF- 2α ketika dibandingkan dengan grup kontrol. Terdapat peningkatan ekspresi relatif HIF- 2α pada kelompok tikus yang dipaparkan terhadap 4-episode hipoksia hipobarik. Kesimpulan: Hipoksia hipobarik intermiten adalah stimulus poten dalam ekspresi HIF- 2α. Hasil studi ini menunjukkan bahwa ada peningkatan ekspresi HIF-2α pada semua jaringan hati tikus yang dipaparkan hipoksia hipobarik intermiten. Terdapat peningkatan ekspresi HIF-2α yang signifikan pada jaringan hati tikus yang dipaparkan kepada 4 episode hipoksia hipobarik. Peningkatan ekspresi HIF-2α tersebut memberikan kemampuan bagi sel hepatosit untuk melakukan adaptasi terhadap kondisi hipoksia.

Introduction: Intermittent hypobaric hypoxia (IHH) is the condition where there is low barometric pressure leading to decrease in partial pressure of oxygen to support cellular processes, that alternates with conditions of normoxia. This condition forces the body to activate the hypoxia-inducible factors (HIFs) system, a family of transcription factors which regulates cellular responses towards hypoxic insults. One of the isoforms of HIFs is hypoxia-inducible factor-2α (HIF-2α) is known to be activated under hypoxic conditions and acts as the molecular basis for physiologic response toward hypoxia but is also implicated in certain pathologic process such as tumorigenesis and hepatic steatosis. Therefore, this research aims to investigate the pattern of HIF-2α expression after intermittent hypobaric hypoxia exposures. Methods: 25 Wistar rats are divided into 5 different groups, with one control group and 4 other groups exposed to different frequencies of hypobaric hypoxia episodes. Isolated RNA was then extracted from the liver tissue of rats and analyzed via quantitative real time reverse transcriptase polymerase chain reaction (qRT-PCR). Relative mRNA expression is calculated via the Livak method. Results: In comparison to the control group, all treatment groups showed an increase in mean relative expression of HIF-2α mRNA. there is a statistically significant increase in relative expression of HIF-2α mRNA in rat liver exposed to four episodes of hypobaric hypoxia. Conclusion: Intermittent hypobaric hypoxia is a potent stimulus that triggers the expression of HIF-2α. Results of this research showed that across all treatment groups exposed to hypobaric hypoxia episodes, there is an increase in the relative expression of HIF-2α. There is a statistically significant increase in HIF-2α expression among rats exposed to 4 episodes of hypobaric hypoxia. This increase in HIF-2α expression allow hepatocytes to adapt to the hypoxic insults."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Raditya Danendra
"Latar belakang: Hipoksia hipobarik seringkali terjadi pada orang yang terbiasa berada di tempat berketinggian rendah dan tiba-tiba berpindah ke tempat yang tinggi, seperti penerbang pesawat militer dan pendaki gunung. Kondisi hipoksia menginduksi stress oksidatif. Salah satu molekul yang dapat terdampak oleh stress oksidatif adalah protein, menyebabkan peningkatan kadar karbonil melalui proses karbonilasi protein. Otot rangka adalah jaringan yang sangat rentan mengalami stress oksidatif pada kondisi hipoksia, terutama yang melibatkan karbonilasi protein, mengingat kandungan protein dan kebutuhan oksigen yang tinggi pada jaringan tersebut. Peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh induksi hipoksia hipobarik intermiten terhadap kadar karbonil pada hewan coba tikus.
Metode: Sebuah penelitian eksperimental in vivo dilakukan dengan mengkondisikan empat kelompok tikus pada keadaan hipoksia hipobarik di dalam hypobaric chamber sebanyak satu kali (I), dua kali (II), tiga kali (III), dan empat kali (IV). Satu kelompok berperan sebagai kontrol. Musculus gastrocnemius semua tikus diambil untuk diukur kadar karbonilnya. Karbonil dimodifikasi oleh 2,4-dinitrofenilhidrazin (DNPH) sebelum diukur kadarnya dengan spektrofotometri. One-Way ANOVA digunakan untuk analisis data.
Hasil: Rata-rata kadar karbonil pada kelompok kontrol, I, II, III, dan IV secara berturut-turut adalah 2.801±0.1198, 3.909±0.3172, 5.577±0.3132, 3.823±0.3038, dan 3.731±0.2703 nmol/ml. Rata-rata kadar karbonil masing-masing kelompok I, II, III, dan IV berbeda signifikan (p < 0,05) dengan kelompok kontrol (kelompok yang tidak memperoleh paparan hipoksia hipobarik intermiten).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan kadar karbonil yang signifikan antara musculus gastrocnemius tikus Sprague-Dawley yang diberi perlakuan hipoksia hipobarik intermiten dan yang tidak diberi perlakuan hipoksia hipobarik intermiten.

Introduction: Hypobaric hypoxia often occurs in people who are used to low altitudes and suddenly move to high places, such as military airplane pilots and mountain climbers. Hypoxic conditions induce oxidative stress. Oxidative stress can affect proteins, causing increased carbonyl levels through protein carbonylation. Skeletal muscle is susceptible to oxidative stress under hypoxic conditions, especially those involving protein carbonylation, given the high protein content and oxygen demand. We are interested in examining the effect of intermittent hypobaric hypoxia induction on carbonyl levels in rats.
Method: An in vivo experimental study was carried out by conditioning four groups of rats in a hypobaric hypoxic state in a hypobaric chamber once (I), twice (II), three times (III), and four times (IV). One group acted as control. Carbonyl content of gastrocnemius muscle of all rats was measured. The carbonyl is modified by 2,4-dinitrophenylhydrazine (DNPH) before its concentration is measured by spectrophotometry. One-Way ANOVA was used for data analysis.
Result: The average carbonyl content in the control group, I, II, III, and IV were 2.801±0.1198, 3.909±0.3172, 5.577±0.3132, 3.823±0.3038, and 3.731±0.2703 nmol/ml, respectively. The average carbonyl levels of each group I, II, III, and IV were significantly different (p < 0.05) with the control group (the group that did not receive intermittent hypobaric hypoxia exposure).
Conclusion: There was a significant difference in carbonyl levels between the gastrocnemius muscle of Sprague-Dawley rats treated with intermittent hypobaric hypoxia and those not treated with intermittent hypobaric hypoxia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>