Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150032 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anshorulloh Abd Fath
"ABSTRAK
80 persen infertilitas pria berhubungan dengan gangguan motilitas pada sperma, atau yang disebut juga asthenozoospermia. Stres oksidatif, dan kurangnya pertahanan terhadap keadaan tersebut, dapat menjadi faktor hilangnya motilitas pada sperma. Glutation adalah antioksidan yang penting dalam pertahanan terhadap stres oksidatif di tubuh manusia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara konsentrasi glutation pada seminal plasma dengan kejadian asthenozoospermia. Pada penelitian case-control ini, seminal plasma dari pria dengan parameter sperma normal n=20 dan pasien dengan asthenozoospermia dikumpulkan. Dengan metoda spektrofotometris oleh Ellman, konsentrasi glutation pada sampel-sampel tersebut diukur, dan hasilnya dianalisis secara statistik menggunakan independent t-test. Rerata konsentrasi glutation pada seminal plasma pria dengan normozoospermia adalah 6.03 ?M 2.44, sementara pada pria dengan asthenozoospermia adalah 7.70 ?M 2.96. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua nilai tersebut p=0.081 . Dapat diambil kesimpulan bahwa rerata konsentrasi glutation di seminal plasma dengan pria dengan normozoospermia dan asthenozoospermia tidak berbeda secara signifikan

ABSTRACT
Eighty percent of male infertility is associated with asthenozoospermia, a term coined for a disturbance in sperm motility. Oxidative stress, and the lack of protection against it, is associated with loss of motility in human spermatozoa. Glutathione is a key antioxidant in the defense against oxidative stress in the body. The present study aims to identify the relationship between seminal plasma glutathione concentration and asthenozoospermia. In this case control study, the seminal plasma of males with normal semen parameters n 20 and asthenozoospermic patients n 14 was collected. Using Ellman rsquo s spectrophotometric method, the concentration of glutathione in the samples was measured, and the results were analyzed statistically using independent t test. The mean seminal plasma glutathione levels in normozoospermic and asthenozoospermic males were 6.03 M 2.44 and 7.70 M 2.96, respectively. There was no significant difference between the two values p 0.081 . In conclusion, there was no significant difference in seminal plasma glutathione concentration between normozoospermic and asthenozoospermic males. "
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Nisapratama
"ABSTRAK
Memiliki anak kandung merupakan salah satu tujuan umum dari pernikahan. Untuk menghasilkan anak, organ reproduksi yang sehat sangat diperlukan, dimana sekitar 40 kasus infertilitas berasal dari faktor pria. Analisis semen merupakan pemeriksaan rutin untuk menganalisa status kesehatan sistem reproduksi pria menggunakan referensi dari WHO tahun 1999, salah satu faktor penting yang berpengaruh adalah motilitas sperma. Pria dengan asthenozoospermia memiliki nilai abnormal pada beberapa zat yang berkontribusi membangun motilitas cairan sperma, salah satunya adalah Seng, sebuah mikronutrien vital dalam pertumbuhan sel, motilitas, viabilitas, volume, pH, konsentrasi, dan morfologi sperma. Beberapa penelitian menyatakan bahwa konsentrasi Seng dalam cairan semen terbukti memiliki korelasi dengan motilitas, konsentrasi, dan morfologi sperma. Namun adapula beberapa literatur yang menyatakan bahwa kadar seng tidak berkontribusi terhadap infertilitas pria. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh konsentrasi seng terhadap pria infertil dengan asthenozoospermia. Dengan demikian, prevalensi infertilitas karena jumlah seng yang tidak memadai dapat dicegah sehingga jumlah infertilitas di Indonesia dapat berkurang. Penelitian ini menggunakan metode comparative case-control. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Departemen Biokimia FKUI. Data dan Sampel diambil melalui proses masturbasi dan didapatkan dari RSIA Sayyidah. Adapun jumlah sampel adalah lima belas 15 untuk asthenozoospermia, dan dua puluh 20 sampel untuk normozoospermia. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan Seng pada semen plasma diketahui tidak berhubungan dengan asthenozoospermia pada pria infertil. Hasil dari kedua kategori, asthenozoospermia dan normozoospermia tidak menunjukan perbedaan bermakna yang signifikan.

ABSTRACT
Abstract To reproduce and have children is one of the main objectives of married couple. To breed and produce children, having a healthy reproductive organ is required, where about 40 cases of infertility come from male factors. Seminal plasma analysis is a rouine examination to analyze male reproduction health status using the reference value from WHO 1999, one of the important factor is sperm motility. Males with asthenozoospermia has abormal value of several substances that build sperm motility, one of them is Zinc, a vital micronutrient in cell growth, mobility, viability, volume, pH, concentration, and morphology.Several studies stated that Zinc concentration in seminal fluid is proven to have strong correlation with male infertility. In contrast, there are also some literatures stated that zinc concentration and male infertily has has no correlation. This study aimed to find the correlation between seminal plasma Zinc concentration and asthenozoospermia in infertile males. This research project used comparative case control method. Data an sample were taken from RSIA Sayyidah through masturbation process. Then the data was analysed in Biochemistry Laboratory FKUI. As a result, fifteen asthenozoospermic semen plasma and twenty normozoospermic semen plasma are included in this project. Based on the statistical analysis, zinc was not shown to have any association with asthenozoospermia in infertile men. Both groups, the asthenozoospermic and normozoospermic sampples do not show any significant difference."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debora Roselita Karo Sekali
"Stress oksidatif berpengaruh kepada banyak hal, termasuk infertilitas pria. Semakin tinggi konsentrasi malondialdehida, indikator dari lipid peroxide, pada seminal plasma berpengaruh pada tingkat motilitas sperma. Namun, ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa malondialdehida tidak memiliki hubungan dengan astenozoospermia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan konsentrasi malondialdehida dalam seminal plasma pada normozoospermia dan astenozoospermia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar malondialdehida pada seminal plasma dan motilitas sperma pada pria infertile. Penelitian ini adalah studi analitik observasional yang menggunakan metode kasus-kontrol. Sampel yang digunakan berasal dari 15 pria dengan astenozoospermia dan 20 pria dengan normozoospermia. Metode thiobarbituric acid digunakan untuk mengukur konsentrasi malondialdehida. Tes non-parametrik Mann-Whitney digunakan untuk mencari hubungan antara kadar malondialdehida dan astenozoospermia. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi malondialdehida pada seminal plasma dan astenozoospermia p value = 0.194. Rerata kadar malondialdehida pada seminal plasma pria normozoospermia adalah 1.1 0.5 nmol/mL, sedangkan rerata kadar malondialdehida pada seminal plasma pria astenozoospermia adalah 1.68 1.2 nmol/mL. Rerata konsentrasi malondialdehida pada kelompok astenozoospermia lebih tinggi dari konsentrasi malondialdehida pada kelompok normozoospermia. Namun, tidak ditemukan hubungan antara konsentrasi malondialdehida dengan motilitas sperma. Masih dibutuhkan jumlah sampel yang lebih besar untuk mengkonfirmasi hasil ini.

Oxidative stress plays an important role in male infertility. Higher malondialdehyde concentration, an indicator of lipid peroxide, contributes to lower sperm motility. However, there are some studies show there is no significant correlation between malondialdehyde and asthenozoospermia. This study aimed to compare the seminal fluid malondialdehyde concentration in normozoospermia and asthenozoospermia. This study asessed the correlation between malondialdehyde concentration and sperm motility in infertile males. It was an observational and analytical study conducted using case control design that studied using human seminal plasma, 15 asthenozoospermia and 20 normozoospermia. Thiobarbituric acid assay was done to assess malondialdehyde level. Independent Samples Mann Whitney non parametric test was used to display the significance level. There was no significant relationship between the concentration of malondialdehyde in seminal fluid analysis and asthenozoospermia p value 0.194. The mean standard concentration of MDA in seminal fluid of normozoospermic males was 1.1 0.5 nmol mL. Meanwhile, the mean standard concentration of MDA in seminal fluid of asthenozoospermic males was 1.68 1.2 nmol mL. The average of malondialdehyde concentration in asthenozoospermia is higher than the average of malondialdehyde concentration in normozoospermia. This research concluded that seminal fluid malondialdehyde concentration has no correlation with asthenozoospermia. Higher sample size is required to confirm this finding. Keywords Malondialdehyde concentration, lipid peroxide, asthenozoospermia, normozoospermia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Ayu Aziiza
"Trigliserida memainkan peran utama sebagai sumber energi bagi tubuh manusia. Mereka sangat kaya akan energi. Trigliserida terdiri dari asam lemak dan gliserol. Gliserol mudah dikonversi menjadi glukosa untuk menyediakan energi. Spermatozoa mengandung mitokondria yang berbeda dari organel lain dari sel somatik. Mereka memiliki morfologi yang berbeda dan membutuhkan lebih banyak ATP daripada sel-sel lain. Spermatozoa dapat menggunakan substrat yang berbeda untuk mengaktifkan jalur metabolisme tergantung pada substrat yang tersedia. fleksibilitas ini sangat penting untuk proses pembuahan. Untuk mencapai pembuahan sukses, spermatozoa akan menghabiskan waktu yang lama selama transit di epididimal. Perubahan yang paling penting yang spermatozoa perlu capai adalah pengembangan motilitas progresif ke depan. Hal ini tergantung yang utama pada energi dan itu menjadi sangat penting, dan hanya ketika spermatozoa saat ejakulasi atau ketika mereka berada dalam media yang memberikan mereka lingkungan dan kesempatan untuk bergerak dan menjadi motil. Gerakan spermatozoa diciptakan oleh gerakan pemukulan dari flagella menggunakan energi dalam bentuk intraceluller ATP. Energi ini yang memberikan gerakan flagellar mengarah ke motilitas dan jika ada perubahan dalam gerakan karakteristik atau kehabisan bahan bakar, maka spermatozoa akan kehilangan energi untuk bergerak maju dan tidak bisa membuahi Telur.

Triglyceride play an important role as a source of energy in our body. They are made out of fatty acid and glycerol. Glycerol can be easily converted into glucose to provide energy. Sprematozoa contain mitochondria that is different from other organelle from somatic cell. They have a different morphology that needs a lot more ATP compared to other cells. Spermatozoa can also use other substrate to activate another methabolic pathway depends on which substrate are available. This flexibility is very important for fertilization process. To achieve a successful fertilization, spermatozoa will spend a long time in epididimal for transit. The most important development for the spermatozoa to achieve is progressive motility to the front and it depends a lot on energy. When spermatozoa is ejaculated or in a media or environment that allows them to move and become motile. The movement created by the spermatozoa is created by the beating from the flagella that uses energy I a form of intracellular ATP. This energy allows the spermatozoa to create movement from the flagella and become motile, but if there are different movement characteristic or run out of energy, the spermatozoa will loose its energy to move forward and are unable to fertilize the egg.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Firman Wahyudi
"Latar belakang. Spermatozoa harus mempunyai motilitas yang baik agar dapat tercapainya fertilisasi alami. Gangguan pada kelenjar assesori pria merupakan salah satu penyebab astenozoospermia, namun pemeriksaan pada kelenjar assesori pria jarang dilakukan. Kadar asam sitrat dalam plasma seminalis paling besar bila dibandingkan hasil sekresi kelenjar assesori lainnya, hal ini mendasari peneliti untuk melakukan penelitian terhadap asam sitrat dan produk utama yang dihasilkan kelenjar prostat lainnya yaitu fosfatase asam. Asam sitrat diduga berperan dalam proses viskositas, pH semen sehingga dapat mempengaruhi motilitas sperma, fosfatase asam diduga mempengaruhi pula motilitas sperma serta turut berperan dalam menjaga keseimbangan pH semen.
Metodologi. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada 57 sampel seminal plasma. Didapatkan 30 sampel seminal plasma kelompok motilitas normal dan 27 sampel seminal plasma kelompok astenozoospermia. Pemeriksaan pada analisa semen standar didapatkan viskositas, pH , volume, motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Pemeriksaan kadar asam sitrat pada plasma seminalis dengan metode Flint, dan pemeriksaan aktivitas fosfatase asam pada seminal plasma menggunakan metode spektrofotometri.
Hasil. Hasil perbandingan volume semen, konsentrasi sperma dan kadar asam sitrat pada sampel plasma seminalis dengan astenozoospermia lebih rendah dibandingkan sampel plasma seminalis dengan motilitas normal, sebaliknya hasil pebandingan viskositas dan aktivitas fosfatase asam pada sampel plasma seminalis dengan astenozoospermia lebih tinggi dibandingkan sampel plasma seminalis dengan motilitas normal. Hasil pemeriksaan pH pada kedua kelompok sampel menunjukkan kecenderungan karakteristik yang sama pada kedua kategori. Hasil perbandingan nilai rerata kadar asam sitrat pada semua kategori konsentrasi sperma menunjukkan kadar lebih rendah pada sampel plasma seminalis dengan astenozoospermia dibandingkan dengan kelompok motilitas normal, sebaliknya pada hasil perbandingan nilai rerata aktivitas fosfatase asam pada semua kategori konsentrasi sperma menunjukkan kadar lebih tinggi pada sampel plasma seminalis dengan astenozoospermia dibandingkan dengan kelompok motilitas normal.
Kesimpulan. Kadar asam sitrat, volume dan konsentrasi dalam plasma seminalis pada sampel astenozoospermia lebih rendah dibandingkan sampel dengan motilitas normal, perbedaan ini signifikan secara statistik. Begitupun pada semua tingkat konsentrasi sperma nilai rerata kadar asam sitrat pada sampel astenozoospermia memiliki kecenderungan lebih rendah dibandingkan sampel dengan motilitas normal, perbedaan ini tidak signifikan secara spesifik. Aktivitas fosfatase asam dan viskositas pada sampel plasma seminalis dengan astenozoospermia lebih tinggi dibandingkan sampel dengan motilitas normal, perbedaan ini signifikan secara statistik, pada semua tingkat konsentrasi sperma aktivitas fosfatase asam pada plasma seminalis dengan astenozoospermia memiliki kecenderungan lebih tinggi dibandingkan dengan motilitas normal namun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. Penelitian ini menunjukkan kadar asam sitrat dan aktivitas fosfatase asam tidak mempengaruhi spermatogenesis.

Background. Spermatozoa should have good motility in order to achieve a natural fertilization. Assesori male gland disorders are one of the causes astenozoospermia, but examination of the gland assesori rare Citric acid levels in the seminal plasma of the most substantial when compared to the results of other assesori gland secretions, it is the underlying researchers to conduct research on citric acid and primary products other prostate gland that is acid phosphatase. Citric acid is thought to play a role in the process viscosity, pH cement that can affect sperm motility, acid phosphatase is also thought to affect sperm motility as well as play a role in maintaining the pH balance of the semen.
Methodology. This study used a cross-sectional design of the 57 samples of seminal plasma. Obtained 30 samples of seminal plasma of normal motility group and 27 samples of seminal plasma astenozoospermia group. Examination of the standard semen analysis obtained viscosity, pH, volume, motility and concentration of spermatozoa. Examination of citric acid levels in seminal plasma by the method of Flint, and examination of acid phosphatase activity in seminal plasma using spectrophotometric method.
Result. The results of the comparison semen volume, sperm concentration and citric acid levels in seminal plasma samples with astenozoospermia lower than the seminal plasma samples with normal motility, otherwise Comparing the results of viscosity and acid phosphatase activity in seminal plasma samples with astenozoospermia higher than the seminal plasma samples with normal motility. PH probe results in both sample groups showed a trend similar characteristics in both categories. The results of comparison of the average levels of citric acid in all categories sperm concentration showed lower levels in seminal plasma samples with astenozoospermia compared with normal motility, whereas the mean value of the comparison results of acid phosphatase activity in all categories sperm concentration showed higher levels in seminal plasma samples with astenozoospermia compared with normal motility.
Conclusion. Citric acid content, volume and concentration in seminal plasma on astenozoospermia sample was lower than samples with normal motility, this difference was statistically significant. Likewise at all levels of sperm concentration of citric acid levels mean value in astenozoospermia samples have a lower propensity than samples with normal motility, this difference was not significant specifics. Acid phosphatase activity and viscosity in the seminal plasma samples with astenozoospermia higher than samples with normal motility, these differences are statistically significant, at all levels of sperm concentration of acid phosphatase activity in seminal plasma with astenozoospermia have a higher tendency than normal motility, but this difference was not statistically significant. This study showed levels of citric acid and acid phosphatase activity does not affect spermatogenesis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nurul Kirana
"ABSTRAK
Latar belakang: Kerusakan oksidatif berperan dalam proses penuaan dan juga beberapa penyakit degeneratif. Menjaga status antioksidan tubuh merupakan hal penting dalam mencegah terjadinya kerusakan oksidatif. Selenium adalah mineral yang penting mengingat perannya dalam pembentukan enzim antioksidan (selenoprotein), salah satunya glutation peroksidase untuk perlindungan terhadap radikal bebas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara asupan selenium dan aktivitas glutation peroksidase dengan karbonil plasma pada usia lanjut. Metode Penelitian: Penelitian potong lintang ini dilakukan di 5 Posbindu di Jakarta Selatan. Dilakukan wawancara untuk mengetahui identitas dan riwayat penyakit kronis. Data aktivitas fisik didapat melalui wawancara dengan kuesioner Physical Activity Scale for the Elderly (PASE). Indeks massa tubuh diperoleh dari hasil pemeriksaan antropometri berupa berat badan dan tinggi badan dari konversi tinggi lutut. Data asupan makan subjek diperoleh dari wawancara food recall 24 jam pada satu hari kerja dan satu hari libur serta Semi Quantitative-Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Pemeriksaan laboratorium dilakukan di laboratorium biokimia FKUI untuk mengetahui aktivitas glutation peroksidase, dan karbonil plasma. Hasil: Sebanyak 94 usia lanjut dengan rerata usia 70,34 ± 6,079 tahun mengikuti penelitian ini. Sebanyak 40% subjek mempunyai status gizi normal dengan 69,1% subjek memiliki riwayat penyakit kronis. Sebanyak 75,5% subjek pada penelitian ini belum mencukupi kebutuhan asupan selenium yang direkomendasikan Rerata kadar karbonil plasma 5,83 ± 1,95 nmol/ml dan 69,1% subjek mempunyai aktivitas glutation peroksidase yang rendah.. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat korelasi antara asupan selenium dengan aktivitas glutation peroksidase. Pada analisis multivariat asupan selenium dan tiga variabel perancu yaitu usia, indeks massa tubuh, dan asupan beta karoten hanya mempengaruhi kadar karbonil plasma sebanyak 3,7%. Diskusi: Hasil asupan selenium pada penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. Makanan sumber selenium banyak berasal dari makanan berprotein yang dikonsumsi sehari-hari sehingga data asupan selenium didapat dari gabungan antara food recall 2 x 24 jam dan SQ-FFQ. Pemeriksaan status kognitif subjek juga perlu dilakukan untuk memastikan ada tidaknya gangguan kognitif. Pemeriksaan status antioksidan endogen lain seperti glutation (GSH) juga perlu dilakukan pada penelitian berikutnya untuk mengetahui faktor lain yang mempengaruhi aktivitas glutation peroksidase dalam menekan kerusakan oksidatif pada usia lanjut.

ABSTRACT
Introduction: Oxidative stress contributed in aging process and several degenerative diseases. Maintaining the body's antioxidants status were important to prevent oxidative stress. Selenium was an important trace element due to as a component of antioxidants enzymes (selenoproteins), including glutathione peroxidase for protection against free radical. We aimed to study the association between selenium intake and glutathione peroxidase activity with plasma carbonyl in elderly. Methods: Cross sectional study was held in 5 elderly communities in south Jakarta. Identity and chronic disease history were obtained from interview and Physical activity scale for the elderly (PASE) questionnaire used for assess physical activity. Weight and knee height measurement used to determine body mass index. Dietary intake data obtained from repeated 24 hours recall and Semi Quantitative-Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). laboratory examination held in laboratory of biochemistry FKUI for assess glutathione peroxidase activity and plasma carbonyl level. Results: There were 94 elderly with mean of age 70.34 ± 6.079 years old contributed to this study. 40 % subjects had normal nutritional status and 69.1 % subject had history of chronic disease. There were 75.5 % subject had low intake of selenium. Mean of plasma carbonyl was 5.83 ±1.95 nmol/ml and 69.1% subject had low glutathione peroxidase activity. Statistical analysis results showed there were no significant correlation between selenium intake and glutathione peroxidase. In multivariate analysis selenium intake, age, body mass index, and beta-carotene intake explained 3,7% of the plasma carbonyl. Discussion: The result of selenium intake in current study much lower than previous study. Dietary selenium data obtained from repeated 24 hours recall combine with FFQ-SQ because the selenium food source similar with protein foods that consume daily. Assessment of cognitive function among subject needed for ensure cognitive status related to ability to remember dietary intake. Status of endogen antioxidant including glutathione (GSH) need to be considered for understanding about another factor that influence glutathione peroxidase in preventing oxidative stress."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Nuraini
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Salah satu penyebab infertilitas pada pria adalah rendahnya motilitas sperma (asthenozoospermia). Motilitas yang rendah ini dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain adanya gangguan pada fungsi mitokondria. Porin atau voltage dependent anion channel (VDAC) merupakan kanal ion dengan berat molekul 30-35 kDa yang terdapat di membran luar mitokondria sel eukariota. Sampai saat ini telah berhasil diidentifikasi 3 tipe porin dengan tingkat homologi yang tinggi. Sebagai kanal ion, porin bertanggung jawab atas keluar masuknya metabolit di dalam sel, termasuk ATP. Porin tidak banya memperantarai transport ATP dari dalam mitokondria bahkan juga mengatur proses keluarnya ATP. Hasil penelitian Sampson et al. (2001) dengan teknik knock out mouse yang mendelesikan 4 exon terakhir gen VDAC3 mencit menyebabkan mencit jantan mutan sehat tapi infertil asthenozoospenmia (Jumlah sperma normal tapi motilitas menurun). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis exon 6 gen VDAC3 manusia pada sperma motilitas rendah dari pasien infertilitas asthenozoospermia dibandingkan dengan sperma motilitas lurus dan cepat (normal). Sperma pasien asthenozoospermia diswim-up dan diambil sperma yang gerakannya lemah. Sedangkan sperma yang normal diswim-up dan diambil sperma yang berenang ke atas (gerakannya baik). Setelah itu dilakukan isolasi DNA dan sperma yang didapat. Jumlah sampel sperma asthenozoospermia adalah 30 sampel, sedangkan sperma normal sebanyak 20 sampel. DNA genom yang sudah didapatkan kemudian di amplifikasi dengan primer yang spesifik untuk exon 6 gen VDAC3. Hasil PCR dielektroforesis dengan gel agarose 2%. Setelah dilakukan sekuensing terhadap produk PCR dari sampel yang ada dengan menggunakan Big Dye Terminator Mix menggunakan musin sekuensing the ABI 377A.
Hasil dan Kesimpulan: Dari 30 sampel sperma pasien asthenozoospermia, 28 sampel menunjukkan adanya hasil amplifikasi fragmen exon 6 gen hVDAC3 berukuran + 225 pb dan dari hasil sekuensing ditemukan adanya 4 mutasi substitusi nukleotida yang menyebabkan perubahan asam amino penyusun exon 6 gen bVDAC3 pada 9 sampel, yaitu perubahan asam amino posisi 131 dan isoleusin menjadi leusin sebanyak 8 sampel (26,67%), posisi 174 dari lisin menjadi asam glutamat sebanyak 1 sampel (3,33%), posisi 143 dan valin menjadi glisin sebanyak 1 sampel (3,33%), dan posisi 164 dari leusin menjadi triptofan sebanyak 1 sampel (3,33%). Mutasi ini mungkin dapat menyebabkan gangguan fungsi mitokondria sperma dalam mengeluarkan ATP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Nuraini
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian :
Salah satu penyebab infertilitas pada pria adalah rendahnya motilitas sperma (asthenozoospermia). Motilitas yang rendah ini dapat disebabkan oleh beberapa hal antara Iain adanya gangguan pada fungsi mitokondria. Porin atau voltage dependent anion channel (VDAC) merupakan kanal ion dengan berat molekul 30-35 kDa yang terdapat di membran luar mitokondria sel eukariota. Sampai saat ini telah berhasil diidentifikasi 3 tipe porin dengan tingkat homologi yang tinggi. Sebagai kanal ion, porin bertanggung jawab atas keluar masuknya metabolit di dalam sel, termasuk ATP. Porin tidak hanya memperantarai transport ATP dari dalam mitokondria bahkan juga mengatur proses keluarnya ATP. Hasil penelitian Sampson et al. (2001) dengan teknik knock-out mouse yang mendelesikan 4 exon terakhir gen VDAC3 mencit menyebabkan mencit jantan mutan sehat tapi infertil asthenozoospermia (jumlah sperma normal tapi motilitas menurun).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis exon 6 gen VDAC3 manusia pada sperma motilitas rendah dari pasien infertilitas asthenozoospermia dibandingkan dengan sperma motilitas lurus dan cepat (normal). Sperma pasien asthenozoospermia diswim-up dan diambil sperma yang gerakannya lemah. Sedangkan sperma yang normal diswim-up dan diambil sperma yang berenang ke atas (gerakannya baik). Setelah itu dilakukan isolasi DNA dari sperma yang didapat. Jumlah sampel sperma asthenozoosperrnia adalah 30 sampel, sedangkan sperma normal sebanyak 20 sampel. DNA genom yang sudah didapatkan kemudian di amplifikasi dengan primer yang spesifik untuk exon 6 gen VDAC3. Hasil PCR dielektroforesis dengan gel agarose 2%. Setelah dilakukan sekuensing terhadap produk PCR dari sampel yang ada dengan menggunakan Big Dye Terminator Mix menggunakan mesin sekuensing the ABI 377A.
Hasil dan Kesimpulan:
Dan 30 sampel sperma pasien asthenozoospermia, 28 sampel menunjukkan adanya hasil amplifikasi fragmen exon 6 gen hVDAC3 berukuran + 225 pb dan dan hasil sekuensing ditemukan adanya 4 mutasi substitusi nukleotida yang menyebabkan perubahan asam amino penyusun exon 6 gen hVDAC3 pada 9 sampel, yaitu perubahan asam amino posisi 131 dan isoleusin menjadi leusin sebanyak 8 sampel (26,67%), posisi 174 dari lisin menjadi asam glutamat sebanyak 1 sampel (3,33%), posisi 143 dari valin menjadi glisin sebanyak 1 sampel (3,33%), dan posisi 164 dan leusin menjadi triptofan sebanyak 1 sampel (3,33%). Mutasi ini mungkin dapat menyebabkan gangguan fungsi mitokondria sperma dalam mengeluarkan ATP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Werdhy Lestari
"Astenozoospermia merupakan penyebab umum terjadinya infertilitas pria. Motilitas spermatozoa didukung oleh homeostasis sel dan energi yang dihasilkan dari hidrolisis ATP. Na+,K+-ATPase dan Ca2+-ATPase bekerja pada transpor aktif ion di membran plasma untuk pertahanan homeostasis melalui regulasi proses metabolisme. Motilitas spermatozoa berawal pada proses morfogenesis di testis dan maturasi di epididimis serta memerlukan protein-protein fungsional seperti outer dense fiber (ODF) 1 dan 2. Aktivitas motorik terlaksana oleh protein kompleks dinein dengan ATPase dinein yang membebaskan energi dari ATP.
Dalam penelitian ini dilakukan analisis ekspresi protein Outer Dense Fiber (ODF) 1 dan 2 serta aktivitas enzim Na+,K+-ATPase, Ca2+-ATPase dan dinein ATPase spermatozoa pada pria infertil astenozoospermia. Analisis semen dilakukan secara mikroskopik disertai uji viabilitas dan HOS. Aktivitas enzim diukur berdasarkan kemampuan ATPase melepaskan fosfat anorganik dari ATP dan ditentukan sebagai aktivitas spesifik. Sebagai kontrol digunakan spermatozoa normozoospermia.
Didapati bahwa motilitas spermatozoa astenozoospermia (AG) cenderung lebih rendah dibanding dengan normozoospermia (NG). Hampir seluruh parameter, baik motilitas (VAP, VSL dan VCL), ekpresi dan kekompakan protein ODF1 dan ODF2 serta aktivitas spesifik Na+,K+-ATPase dan dinein ATPase, mengalami kecenderungan penurunan pada AG dibandingkan NG, kecuali aktivitas spesifik Ca2+-ATPase yang mengalami peningkatan secara bermakna pada AG dibandingkan NG. ODF berkorelasi positif dengan motilitas, Na+,K+-ATPase, morfologi, viabilitas dan integritas membran pada kelompok NG.

Asthenozoospermia is a common cause in male infertility. Sperm motility and cell homeostasis are supported by energy generated from the hydrolysis of ATP in the cells, mediated by ATPases such as Na+, K+-ATPase, Ca2+-ATPase and dynein ATPase. In addition, sperm motility is initiated by the process of morphogenesis in the testis and maturation process in the epididymis. The morphogenesis of spermatozoa tail requires proteins such as outer dense fiber proteins (ODF) 1 and 2.
This study aims to evaluate the expression of Outer Dense Fiber (ODF) 1 and 2 protein, as well as the activity of the Na+,K+-ATPase, Ca2+-ATPase and dynein ATPase in asthenozoospermia infertile men. Microscopic semen analysis was carried out by CASA, equipped with the viability and HOS test. ATPase activity was determined based on its ability to release inorganic phosphate (Pi) from ATP and Pi concentration was measured as the intensity of the blue color of phosphomolibdate with a spectrophotometer.
In the AG group, almost all parameters, both motility (VAP, VSL and VCL), expression and density of protein ODF1 and ODF2 and the enzyme specific activities of Na+,K+-ATPase and dynein ATPase, experienced a downward tendency compared to the NG group. However, the specific activity of Ca2+-ATPase exhibited significant increase in the AG compared to the NG group. ODF correlates positively with motility, Na+,K+-ATPase, morphology, viability and membrane integrity in the NG group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Aulia
"Latar Belakang: Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan untuk hamil setelah 1 tahun berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi. Infertilitas merupakan masalah kesehatan reproduksi yang cukup marak terjadi dan sekitar 50 dari kasus infertilitas disebabkan oleh faktor laki-laki saja atau gabungan antara faktor laki-laki dan perempuan. Buruknya vitalitas dan integritas DNA spermatozoa merupakan faktor yang berhubungan dengan infertilitas pada laki-laki.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara vitalitas dengan integritas DNA spermatozoa pada laki-laki infertil di Klinik Yasmin RSCM Kencana.
Metode: Jenis desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Subjek penelitian adalah 96 laki-laki infertil. Data diambil dari rekam medis pasien Klinik Yasmin RSCM Kencana, Jakarta. Pemeriksaan vitalitas spermatozoa menggunakan pewarnaan eosin, sedangkan pemeriksaan integritas DNA spermatozoa menggunakan uji sperm chromatin dispersion SCD . Data variabel vitalitas dan integritas DNA spermatozoa pertama-tama diuji normalitas sebarannya, kemudian dianalisis dengan uji korelasi Spearman.
Hasil: Penelitian menunjukkan terdapat korelasi negatif yang signifikan dengan kekuatan korelasi sedang antara vitalitas spermatozoa dengan indeks fragmentasi DNA spermatozoa p=0,000, r=-0,505.
Kesimpulan: Semakin tinggi vitalitas spermatozoa maka semakin rendah indeks fragmentasi DNA spermatozoa yang artinya semakin baik integritas DNA spermatozoa. Adanya korelasi dengan kekuatan korelasi sedang menunjukkan bahwa vitalitas spermatozoa tidak dapat dipergunakan sebagai prediktor integritas DNA spermatozoa, sehingga diperlukan uji fragmentasi DNA spermatozoa selain uji vitalitas spermatozoa untuk mengevaluasi infertilitas laki-laki.

Background: Infertility is the inability of sexually active couple to conceive after one year of unprotected sexual intercourse in a reasonable frequency. Infertility is a common reproductive health problem and approximately 50 of infertility cases are caused by factors from male only or a combination of male and female. Both poor sperm vitality and DNA integrity are associated with male infertility.
Objective: To analyze the correlation between sperm vitality and DNA integrity in infertile men at Yasmin Clinic RSCM Kencana.
Methods: This study was performed with cross sectional method. The subjects of research were 96 infertile men. Data were obtained from medical record at Yasmin Clinic, Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta. The method used for sperm vitality assessment was eosin staining, while the method used for sperm DNA integrity assessment was sperm chromatin dispersion test SCD. Sperm vitality and DNA integrity data were tested for normality, and then analyzed by Spearman correlation test.
Results: There was statistically significant moderate negative correlation between sperm vitality and DNA fragmentation index p 0,000, r 0,505.
Conclusion: Higher value of sperm vitality correlates with lower value of DNA fragmentation index which means that the better the sperm DNA integrity. This moderate negative correlation indicates that sperm vitality cannot be used as a predictor of sperm DNA integrity, therefore in addition to conventional semen analysis and sperm vitality test, sperm DNA fragmentation is also needed to evaluate male infertility.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>