Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80514 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bianca Marie Louise
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas persidangan sebagai dramaturgi legal yang di dalamnya terjadi kontestasi wacana dan proses konstruksi realitas. Teori yang digunakan adalah teori dramaturgi dari Goffman dan kriminologi konstitutif dari Henry dan Millovanovic. Metode yang digunakan adalah directed content analysis dimana teori menjadi dasar untuk melakukan indentifikasi dan analisis data. Objek penelitian yang diidentifikasi adalah video-video dokumentasi persidangan Jessica Kumala Wongso yang ada di internet. Penelitian ini menemukan adanya kekerasan simbolik dalam kontestasi wacana dan adanya implikasi negatif dari dramaturgi legal.

ABSTRACT
This bachelor thesis is discussing about trial as a legal dramaturgy in which discourse contestation and the construction of reality process take place. The Goffman dramaturgy theory and constitutive criminology theory by Henry and Millovanovic are being used in this research. This research uses directed content analysis method where the theory becomes the basis for identifying and analyzing data. The objects of this research are the documentation videos of Jessica Kumala Wongso 39 s trial on the internet. This study found a symbolic violence in discourse contestation and the negative implications of legal dramaturgy."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nike Maharani
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat praktik dramaturgi yang dilakukan melalui presentasi diri oleh pengguna aplikasi kencan daring Bumble. Studi-studi terdahulu mengatakan bahwa praktik dramaturgi dan presentasi diri pada aplikasi kencan daring merupakan bentuk dari penciptaan kesan yang dilakukan dengan hanya menampilkan sisi terbaik individu sebagai wujud pribadi yang ideal, sehingga pengguna seperti memiliki dua kehidupan yang berbeda. Namun, peneliti melihat bahwa studi-studi terdahulu masih kurang dalam membahas proses dramaturgi melalui presentasi diri yang dilakukan secara dinamis, serta berusaha menyesuaikan diri mereka sebagai pasangan ideal di kalangan pengguna aplikasi kencan daring. Argumen yang dibawakan oleh penelitian ini adalah bahwa praktik dramaturgi sebagai strategi presentasi diri dilakukan secara terus menerus oleh pengguna aplikasi kencan daring untuk mengkonstruksikan dirinya sebagai pasangan ideal dalam masyarakat kontemporer di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian virtual ethnography untuk mengamati secara deskriptif penggunaan dan interaksi yang terjadi dalam aplikasi Bumble. Metode penelitian ini dilakukan dengan teknik pengumpulan data observasi partisipatif dan wawancara mendalam. Informan dalam penelitian ini adalah pengguna aplikasi kencan daring Bumble yang tergolong ke dalam usia 18-29 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktik dramaturgi pada aplikasi Bumble dilakukan melalui foto, deskripsi bio, serta ruang percakapan. Beberapa bentuk kesan yang diciptakan oleh individu adalah sosok yang ramah dan berpendidikan, memiliki gaya hidup sehat, penggunaan foto profil yang cantik, hingga memanipulasi status perkawinan. Terdapat strategi Ingratiation dan Self-Promotion pada praktik dramaturgi yang diterapkan individu untuk mendapatkan pasangan. Kesan tersebut memiliki kesinambungan dengan pandangan pengguna terhadap pandangan pasangan ideal, diantaranya meliputi aspek sikap, fisik, keselarasan hidup, hingga pekerjaan.

This study aims to look at dramaturgical practices carried out through self-presentation by users of the online dating application Bumble. Previous studies say that the practice of dramaturgy and self-presentation on online dating applications is a form of creating an impression that is done by presenting only the best side of the individual as an ideal personal form, so that users seem to have two different lives. However, the researchers saw that previous studies were lacking in discussing dramaturgical processes through dynamic self-presentation, as well as trying to adapt themselves as ideal partners among online dating application users. The argument presented by this study is that the practice of dramaturgy as a self-presentation strategy is carried out continuously by online dating application users to construct themselves as ideal partners in contemporary society in Indonesia. This study uses a qualitative approach to 1 the type of research virtual ethnography to observe descriptively the use and interactions that occur in the Bumble application. This research method was conducted using participatory observation data collection techniques and indepth interviews. The informants in this study were users of the online dating application Bumble who were aged 18- 29 years. The results of this study indicate that dramaturgy practices in the Bumble application are carried out through photos, bio descriptions, and conversation spaces. Some forms of impression created by individuals are those who are friendly and educated, have a healthy lifestyle, use beautiful profile photos, and manipulate marital status. There is a strategy Ingratiation and Self-Promotion on dramaturgical practices applied by individuals to get a partner. This impression has continuity with the user's view of the ideal partner, including aspects of attitude, physique, life harmony, and work."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yopi Adriansyah
"Latar belakang dari penulisan tesis ini bahwa Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengenal adanya peradilan in absentia atau persidangan tanpa kehadiran terdakwa (acara pemeriksaan biasa) sejak dibukanya persidangan pertama oleh majelis hakim melainkan KUHAP menganut asas kehadiran terdakwa yang dihadapkan di muka persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum. Seorang terdakwa yang dihadapkan ke sidang pengadilan harus dalam keadaan bebas dan merdeka artinya tidak dalam keadaan terbelenggu baik jasmani maupun rohaninya. Narnun tidak demikian halnya dalam peradilan tindak pidana korupsi yang sejak awal persidangan dapat saja dilakukan oleh majelis hakim tanpa kehadiran terdakwa dengan alasan yang tidak sah sepeti tidak berada pada alamat atau tempat tinggal yang ada atau tidak dapat diketahui dimana keberadaannya lagi atau melarikan diri. Hal ini sesuai dengan Pasal 38 ayat (1) Undang-undang Nornor 31 Tahun 1999 menyebutkan: dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya. Namun kenyataannya bahwa undang-undang tersebut tidak mengatur ketidakhadiran terdakwa di persidangan dengan alasan yang sah atau dapat dipertanggungjawabkan serta dibenarkan oleh hukum seperti terdakwa diketahui alamatnya namun tidak dapat dihadirkan di persidangan dengan alasan sakit. Jadi secara normative berbeda prinsip yang dianut KUHAP dengan Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut teori pembuktian yang berdasarkan undang-undang secara negatif (negatif wettelijke bewijst theories). Pemidanaan didasarkan kepada pembuktian yang berganda (dubbleen grondsIag) yaitu peraturan undang-undang dan pada keyakinan hakim, dan menurut undang undang, dasar keyakinan hakim itu bersumberkan pada peraturan undang-undang.
Berdasarkan teori ini dan dihubungkan dengan judul tulisan ini maka timbul pertanyaan bagaimanakah hakim mendapatkan keyakinan memutus seseorang bersalah atau tidak tanpa kehadiran tcrdakwa di persidangan (in absentia)?
Pokok bahasan dalam penulisan tesis ini akan membahas Peradilan In Absentia Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Terdakwa Tindak Pidana Korupsi dengan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah penerapan hukum acara dalam pemeriksaan peradilan pidana in absentia terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi, bagaimanakah peranan hakim dalam proses pemeriksaan peradilan pidana in absentia, bagaimanakah hambatan yang dihadapi dalam pemeriksaan peradilan pidana in absentia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Yahya
"Dengan dijatuhkan putusan pailit, maka Debitur Pailit kehilangan hak nya dalam menguasai harta bendanya yang termasuk dalam Boedel Pailit tersebut, dan secara hukum diberikan tugas pemberesan tersebut kepada Kurator. Akan tetapi melakukan tugas pemberesannya, seringkali Kurator menemukan hambatan seperti dengan diletakannya penyitaan pidana terhadap harta pailit tersebut yang berakibat akan terhambatnya upaya pemberesan yang dilakukan serta menimbulkan ketidakpastian bagi Kreditur Pailit dalam mendapatkan pelunasan piutangnya. Dalam skripsi ini akan dijelaskan terkait peran dan kewenangan Kurator dalam mengatasi penyelesaian sengketa harta pailit yang diletakan sita pidana tersebut serta pertimbangan hakim dalam memutus sengketa tersebut. Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan metode kepustakaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwasannya penerapan sita umum kepailitan serta sita pidana memiliki esensi dan tujuannya masing-masing sehingga dalam memutus, hakim tidak dapat mencampur adukan terkait kedudukan penyitaan tersebut melainkan haruslah diputus secara satu per satu. Selain itu dalam mengatasi sengketa harta pailit yang diletakan sita pidana, Kurator berwenang untuk mengajukan Gugatan Lain-Lain kepada Pengadilan Niaga agar hakim memisahkan harta pailit yang benar-benar memiliki keterkaitan dengan tindak pidana untuk dikedepankan penyitaan pidananya dan selanjutnya, terhadap Putusan Pidana tersebut Kurator juga berwenang untuk mengajukan upaya keberatan bilamana Hakim Pengadilan Pidana melakukan perampasan terhadap Harta Pailit tersebut.

With the imposition of bankruptcy judgment, the Insolvent Debtor loses its right to control its property which is included in the Bankruptcy Boedel, and is legally given the task of settlement to the Curator. However, carrying out its settlement duties, often the Curator finds obstacles such as the placement of criminal confiscation of the bankrupt assets which results in hampering the settlement efforts made and creates uncertainty for the Insolvent Creditor in obtaining repayment of its receivables. In this thesis, it will be explained regarding the role and authority of the Curator in overcoming the settlement of bankruptcy property disputes placed by the criminal seizure and the judge's consideration in deciding the dispute. In conducting this research, the author used a form of normative juridical research with literature methods. From the results of the research conducted, it was found that the application of general bankruptcy and criminal confiscation has its own essence and purpose so that in deciding, judges cannot mix complaints related to the position of confiscation but must be decided one by one. In addition, in resolving disputes over bankruptcy assets placed under criminal confiscation, the Curator is authorized to file a Miscellaneous Claim to the Commercial Court so that the judge separates the bankruptcy assets that are truly related to the criminal act to put forward criminal confiscation and furthermore, against the Criminal Judgment the Curator is also authorized to file an objection if the Criminal Court Judge confiscates the Bankruptcy Property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: LBH, 2006
346.05 HAK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ariawan Agustiartono
"Doktrin tanggungjawab atasan merupakan suatu mekanisme untuk menghukum para atasan sebagai akibat pombiaran yang dilakukan atas tindakan ( kejahatan) yang dilakukan bawahannya, dimana atasan tersebut mengetahui atau seharusnya mengetahui kejahatan yang dllakukan bawahannya. Dokrin tanggung jawab atasan lahir dalam dunia kemiliteran akan tetapi berlaku secara mutatis mutandis kepada atasan sipil sepanjang atasan tersebut juga memiliki kontrol sepertl seorang komandan militer. Doktrin tanggungjawab atasan telah diterapkan dalam beberapa praktek pengadilan misalnya dalam Tribunal Tokyo, Tribunal Yugoslavia ( ICTY) dan Tribunal Rwanda ( ICTR) serta Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur.
Dalam tesis ini akan dipaparkan doktrin tanggungjawab atasan yang dihasilkan dalam praktek ICTY. Setidaknya terdapat 3 (tiga) doktrin baru yang dihasilkan dalam praktek ICTY: pertama, mengenai syarat menarik tanggungjawab atasan yang merupakan hasil dari persidangan kasus Celebici Prison Camp. Kedua, komandan territorial bertanggungjawab atas tindakan semua pasukan yang berada diwilayahnya walaupun pasukan tersebut tidak dalam kendali efektifnya. Doktrin kedua ini dihasilkan dari praktek kasus lasva Valley dengan terdakwa Brigadir Jendral Tihomir Balskic. Doktrin ketiga, adalah kewajiban menghukum bawahan melekat kepada komandan baru. Doktrin ini dihasilkan dalam kasus Enver Hazihasanovic ( Komandan Kamp Kubura).
Penelitian ini berjudul "PENERAPAN DOKTRIN TANGGUNGJAWAB ATASAN DI INTERNATIONAL CRIMINAL TRIBUNAL. FOR FORMER YUGOSLAVIA DAN PENGARUHNYA DALAM PENGADILAN HAM AD.HOC TIMOR-TIMUR".
Fokus pembahasan tesis ini pada penerapan doktrin tanggungjawab atasan di ICTY dan doktrin hukum yang dihasilkan dalam praktek ICTY. Disamping itu tesis ini juga memaparkan pembahasan tentang penggunaan doktrin tanggungjawab atasan yang dihasilkan dalam praktek ICTY serta pengaruhnya dalam Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur. Untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan metode penlitian Yuridis Nonnatii dan pendekatan kualitatif dalam melakukan analisa permasalahan. Disamping itu juga dipaparkan tentang penerapan doktrin tanggungjawab atasan yang dihasilkan ICTY dalam Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur serta pengaruhnya. Dalam pembahasan akan dipaparkan tentang kasus-kasus yang ditangani oleh Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur yang menggunakan doktrin tanggungjawab atasan hasil dari ICTY. Doktrin yang paling banyak digunakan adalah doktrin tanggungjawab atasan yang dihasilkan dari kasus Ceiebici Prison Camp. Disamping banyak digunakan putusan kasus Celebici juga memberikan pengaruh yang besar dalam praktek Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Farhan Dzakwan Taufik
"Media massa memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat, media dapat memberikan opini tersendiri terhadap suatu peristiwa terutama kejahatan, Vincent Sacco (1955) menjelaskan bahwa media dapat melakukan kontekstualisasi terhadap suatu peristiwa kejahatan melalui tiga aspek utama diantaranya; Collecting, Sorting, dan Contextualization. Ketiga aspek tersebut berusaha untuk menjelaskan proses kontekstualisasi berupa frame terhadap peristiwa yang ingin diangkat oleh media. Salah satu contoh kasus yang memiliki unsur media framing adalah kasus pembunuhan Mirna Wayan Salihin dengan menggunakan sianida dalam kopi, dengan tertuduh Jessica Kumala Wongso. Beberapa penelitian sebidang menjelaskan bahwa dalam perjalanan kasus ini terdapat framing yang dilakukan oleh media terhadap Jessica. Dalam mengidentifikasi frame-frame tersebut tercipta perangkat analisis frame salah satunya adalah model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Pan dan Kosicki menggunakan perangkat ini untuk mengidentifikasi bagaimana realitas dari suatu isu permasalahan sosial dikonstruksi oleh media. Hasil dari kajian ini ingin memperlihatkan bahwa proses pembuatan berita oleh media (opini media) terhadap suatu peristiwa kejahatan dapat mengonstruksi persepsi masyarakat terhadap kasus tersebut, yang dapat berujung pada munculnya praktik trial by the press

Mass media has a strong influence in society, the media can provide its own opinion on an event especially crime, Vincent Sacco (1955) explained that the media can contextualize a crime through three main aspects including; Collecting, Sorting, and Contextualization. These three aspects attempt to explain the contextualization process in the form of a frame for the events the media wants to raise. One example of a case that has elements of media framing is the murder case of Mirna Wayan Salihin using cyanide in coffee, with the accused Jessica Kumala Wongso. Several studies in one level explained that in the course of this case, there was a framing made by the media against Jessica. In identifying the frames, a frame analysis tool was created, one of which is the Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki model. Pan and Kosicki use this tool to identify how the reality of a social problem issue is constructed by the media. The results of this study want to show that the process of making news by the media (media opinion) on a crime can construct public perceptions of the case, which can lead to the emergence of trial by the press practice"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Selviria
"Satu di antara tujuan sistem peradilan pidana ialah mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan serta menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi, sehingga masyarakat dapat merasa puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana. Berbicara mengenai keadilan, maka akan ada kaitannya pula dengan hak asasi manusia. Dalam perkembangannya, hak asasi manusia memiliki sejarah panjang sebagai perjuangan terhadap kekuasaan yang absolut dan tiran. Perkembangan tersebut juga mempengaruhi beberapa aspek kehidupan, salah satunya ialah penegakan hukum. Dalam Penegakan hukum lalu dikenal asas peradilan terbuka untuk umum. Peradilan terbuka untuk umum merupakan implementasi dari peradilan yang adil atau due process of law. Asas peradilan terbuka untuk umum ini menimbulkan perbenturan terkait tujuan peradilan dan hak asasi manusia baik hak tersangka atau terdakwa maupun hak masyarakat dalam mendapatkan informasi. selain itu, proses persidangan yang yang disiarkan dikhawatirkan menggiring opini publik terhadap suatu kasus yang dapat mempengaruhi independensi pengadilan, sehingga diperlukan pemahaman mengenai hakikat dari asas peradilan terbuka untuk umum; relevansi larangan mempublikasikan hal-hal terkait persidangan denganperkembangan teknologi; serta memahami bagaimanana memaknai batas keterbukaan pada asas peradilan terbuka untuk umum di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Di sisi lain, pesatnya perkembangan teknologi informasi semakin mendorong adanya suatu keterbukaan khususnya dalam penegakan hukum. Siaran langsung sidang peradilan pidana tidak boleh menciderai prinsip peradilan yang adil dan tidak memihak. Salah satu elemen penting dari prinsip ini berdasarkan hak asasi manusia adalah asas praduga tak bersalah. Adanya peradilan terbuka pada dasarnya sebagai sarana mendidik masyarakat tentang sistem pengadilan dengan memungkinkan mereka untuk melihat fungsi pengadilan, serta membuka kesempatan social control yang bertujuan agar masyarakat bisa mengetahui secara langsung proses hukum sehingga dapat memberikan kontrol demi terwujudnya keadilan.

Kata kunci : Keadilan, Hak Asasi Manusia, Peradilan Terbuka untuk Umum, Perkembangan Teknologi Informasi.


One of criminal justice system purpose is prevent people of being crimes victims and resolve crime's cases, in order to satisfied the community that the justice has been enfourced and the guilty being convicted. If we talk about justice, then there will also be a connection with human rights. In its development, human rights have a long history as a struggle againts absolute abd tyrannical power. The development of human rights also influences several aspect of life, which one is law enforcement. in law enforcement, there is principle that court is open to the public. The open court is an implementation of fair trial or due process of law. Open court principles raises clashes related to justice purpose and human rights that both the right to obtain information. in addition, the broadcasting process is feared to lead public opinion on a case that can affect the independence of court. Regarding the nature of open court principle, the relevance of publish prohibition related to the trial with technological developments and the understanding about interpret limit of openness in open court principle in Indonesia. This study uses a descriptive qualitative approach. On the other hand, the rapid development information technology is increasingly encouraging openness, especially in law enforcement. A live broadcast of criminal trial cant violate the fair principles and impartial trial. One of the important element by this principle that based on human rights is the presumption of innocent principle. The exsistence of open court principles is basically for public education about court system by enabling them to see the function of court, as well as to make opportunities for social control that aims in order people can directly know about legal process that can provide control for justice realization.

Keyword : Justice, Human Rights, Open Court, Development of Technology Information

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>