Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110218 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Etheldreda Tikatama Ayutiar
"ABSTRAK
Dewasa ini jasa kecantikan bedah plastik kosmetik sangat populer dan mengalami perkembangan pesat karena digemari oleh masyarakat dan merupakan bisnis yang menjanjikan sehingga banyak pihak ikut mengambil peluang dari bisnis tersebut. Mulai dari dokter sampai oknum non dokter yang tidak mempunyai kompetensi ikut melakukannya sehingga mengakibatkan korban. Hal tersebut dikarenakan belum jelasnya pengaturan pihak yang berwenang untuk melakukan bedah plastik kosmetik. Permasalahan dalam skripsi ini adalah pengaturan mengenai bedah plastik kosmetik di Indonesia, pihak yang berwenang melakukan bedah plastik kosmetik, dan analisa Putusan No. 944/Pid.Sus./2015/Jkt.Sel. berdasarkan hukum kesehatan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Data yang digunakan adalah data sekunder dari buku-buku, jurnal, kamus, peraturan perundang-undangan dan tulisan-tulisan lain yang mendukung penelitian ini. Penelitian lapangan juga dilakukan dengan mewawancarai dokter yang terkait dengan objek penelitian. Kesimpulan yang dicapai yaitu pengaturan bedah plastik kosmetik belum diatur secara jelas dan lengkap dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, bedah plastik kosmetik harus dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan dan kompetensi serta memiliki izin praktik untuk melakukan tindakan tersebut, dan permasalahan hukum dalam analisa Putusan No. 944/Pid.Sus./2015/Jkt.Sel. yaitu pihak yang seharusnya berwenang melakukan bedah plastik kosmetik yang dilakukan oleh JS, sarana yang digunakan JS tidak memenuhi standar kesehatan, tanggung jawab hukum supplier obat, putusan hakim, dan kesalahan penulisan dalam putusan. Adapun saran yang disampaikan yaitu perlu adanya peraturan pelaksana yang mengatur secara jelas dan lengkap mengenai bedah plastik kosmetik dan adanya sosialisasi dan penyuluhan dari pemerintah untuk meningkatkan kesadaran dan campur tangan masyarakat dalam memilih jasa kecantikan bedah plastik kosmetik yang aman.

ABSTRACT
Nowadays, cosmetic surgery popularity seems to be rapidly growing in society and one of a promising business so that many people want to take the opportunity from it. Cosmetic plastic surgery must be performed by competent doctors who have the competence to do so, but in reality those treatments are performed by Doctors and non doctors without the relevant and required competence join in the act, resulting in a number of casualties. The issues discussed in this thesis are the regulation of cosmetic plastic surgery in Indonesia, the authorized party to do so and the extent of its authority. And also an analysis of District court decision Number 944 Pid,Sus. 2015 PN.Jkt.Sel. from health law perspective. The research method used in this thesis is literature review. The datas used are secondary data from journals, dictionary, legislations and other relsted literatures. Furthermore, the datas also conducted by interviewing the related beauty physicians. The conclusion of this research is that the regulation itself does not explicitly and completely express about the cosmetic plastic surgery. Nevertheless the cosmetic plastic surgery must be performed by competent and licensed doctors. In addition, the issues in the analysis of district court decision Number 944 Pid,Sus. 2015 PN.Jkt.Sel. is namely the party who should have the authority to perform cosmetic surgery conducted by JS, the tools used by JS does not meet the health standard, the legal responsibility of the medical supplier, judges rsquo decision, and the judge 39 s legal error. The recommendation is that there should be a complete and clearer regulation of cosmetic surgery and also for the government, socialization and counseling are needed to raise awareness so that people will choose cosmetic surgery wisely."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Havrian
"ABSTRACT
Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan di Indonesia yang memiliki kewenangan melakukan tindakan keperawatan. Praktiknya, masih ada perawat yang melampaui kewenangannya dan melakukan tindakan pembedahan. Salah satu kasusnya ada pada Putusan Putusan Pengadilan Negeri Gresik dengan Nomor 204/Pid.B/2008/PN.Gs. Pada putusan tersebut seorang perawat dipidana karena melakukan tindakan pembedahan berupa sirkumsisi kepada seorang anak yang berujung pada kecacatan anak tersebut. Metode penelitian ini berupa deskriptif analitis yang bertujuan untuk memberikan suatu gambaran umum dan terperinci tentang kewenangan perawat dalam melakukan tindakan pembedahan berupa sirkumsisi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perawat tidak boleh melakukan tindakan pembedahan kecuali ada pelimpahan kewenangan dari dokter kepada perawat. Akan lebih baik apabila ada pendidikan khusus dan juga aturan yang mengatur bagi perawat untuk melakukan tindakan pembedahan.

ABSTRACT
Abstract Nurse is one of the health workers in Indonesia who have the authority to perform nursing actions. In practice, there are nurses who go beyond their authority and perform surgery. One of the cases is on Decision of Gresik District Court Number 204 Pid.B 2008 PN.Gs. In that decision a nurse is convicted crime because of performing surgery in the form of circumcision to a child who leads to the child 39 s disability. This research method is analytical descriptive which aims to give a general description and detail about the authority of nurses in performing surgery in the form of circumcision. The results of this study indicate that the nurse should not perform surgery unless there is a delegation of authority from the doctor to the nurse. It would be better if there is a special education and also rules that regulate for nurses to perform surgery. "
2017
S69577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Faadhilah
"Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana hukum medis dan etika kedokteran itu berlaku di Indonesia mengatur operasi plastik, rekonstruksi wajah total dan hukum tanggung jawab dokter dan rumah sakit yang melakukan operasi rekonstruksi wajah, dengan menganalisis praktik total rekonstruksi wajah Pasien X yang dilakukan di RSUP dr Rumah Sakit Universitas Airlangga. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif penelitian yuridis dengan penelitian deskriptif. Secara hukum, operasi rekonstruksi wajah diatur dalam beberapa pasal yang tercantum dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Dilihat dari kode etik kesehatan yang berlaku di Indonesia, praktik facial Rekonstruksi termasuk dalam pelayanan kesehatan kuratif, yaitu kegiatan dan / atau a
serangkaian kegiatan medis yang bertujuan menyembuhkan penyakit. Dalam praktiknya total wajah rekonstruksi Pasien X, unsur kerusakan yang diderita pasien bukanlah a akibat kelalaian dokter karena dokter telah melaksanakan kewajibannya untuk berjuang untuk mengubah bentuk dan meningkatkan fungsi wajah Pasien X, sehingga menjadi dokter tidak bisa dimintai pertanggungjawaban dalam hukum perdata. Teori sentral paling tepat tanggung jawab digunakan dalam menentukan tanggung jawab rumah sakit atas tindakan rekonstruksi dokter dalam praktek rekonstruksi wajah, karena di operasi rekonstruktif, terutama kasus-kasus sulit memerlukan banyak ahli dari berbagai bidang disiplin ilmu, dan rumah sakit dapat menggunakan konselor dan dokter yang tidak terus berlatih di rumah sakit. Diperlukan peraturan yang memadai untuk mengatur rekonstruksi wajah sebagai diuraikan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Kesehatan.

This study aims to analyze how the medical law and medical ethics apply in Indonesia regulating plastic surgery, total facial reconstruction and the legal responsibilities of doctors and hospitals that perform facial reconstruction surgery, by analyzing the total practice of facial reconstruction in Patient X which is carried out in RSUP from Hospital Airlangga University. The form of research used in this study is juridical normative research with descriptive research. Legally, facial reconstruction operations are regulated in several articles listed in Law No. 36 of 2009 concerning Health. Judging from the health code of ethics that applies in Indonesia, the practice of facial Reconstruction is included in curative health services, namely activities and / or a a series of medical activities aimed at curing diseases. In practice the total facial reconstruction of Patient X, the element of damage suffered by the patient is not due to the negligence of the doctor because the doctor has carried out his obligation to struggle to change the shape and improve the facial function of Patient X, so that becoming a doctor cannot be held accountable in civil law. The most appropriate central theory of responsibility is used in determining the hospital's responsibility for physician reconstruction actions in the practice of facial reconstruction, because in reconstructive surgery, especially difficult cases require many experts from various disciplines, and hospitals can use counselors and doctors who do not continue to practice in the hospital. Adequate regulations are needed to regulate facial reconstruction as described in Government Regulations and Minister of Health Regulations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fandy Mulyawan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana suatu tanggung jawab hukum klinik kecantikan dalam peredaran sediaan kosmetik yang tidak memiliki izin edar lalu perlu diketahui pula mengenai pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan yang mana lembaga ini berperan sebagai pengawas dan penegak hukum dalam hal peredaran sediaan kosmetik. Terlebih lagi dikarenakan adanya kasus yang terjadi di dalam Putusan Nomor 2008 K/Pid.Sus/2018. Penelitian ini berbentuk Yuridis Normatif yang mana dilakukan dengan pendekatan berdasarkan bahan hukum, kepustakaan, serta perundang-undangan yang berlaku terkait topik penelitian ini. Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, suatu keadaan, atau gejala lainya dan dalam hal ini adalah mengenai tanggung jawab hukum klinik kecantikan serta pengawasan dan penegakan hukum dalam kasus kosmetik yang tidak memiliki izin edar. Dari penelitian ini menunjukan bahwa tanggung jawab hukum klinik kecantikan berada pada pihak yang mendirikan klinik kecantikan tersebut, pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah dengan upaya non pro justitia dan pro justitia. penulis menyarankan kepada Pemerintah Indonesia untuk membuat suatu peraturan yang khusus terkait klinik kecantikan yakni Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klinik Kecantikan agar konsumen yang menggunakan jasa klinik kecantikan ini dapat terlindungi hak-haknya.

ABSTRACT
This research aims to find out about legal responsibilites of a beauty clinic in regards of cosmetic product distribution that do not have a distribution authorization. Furthermore, it rsquo s also necessary to find out about supervision and law enforcement which conducted by Badan Pengawas Obat dan Makan in this matter. Particularly because of the case that happened in Case Decision Number 2008 K Pid.Sus 2018, it is important to know how Mahkamah Agung conducts examinations in such cases where a beauty clinic is involved in the distribution of cosmetic products that do not have a disribution authorization. This research is in the form of yuridis normatif which is done with approach based on legal material, bibliography, and applicable legislation related to this research topic. The type of this research is descriptive research, which aims to provide as much data as possible about humans, a condition, or other symptoms which in this case is about the legal responsibilities of beauty clinics as well as supervision and law enforcement in cases of cosmetics that do not have distribution authorization. From this research, it shows that the legal responsibility of beauty clinic is possesed by the party who establish the beauty clinic itself, supervision and law enforcement by Badan Pengawas Obat dan Makan is done by doing non pro justitia effort and pro justitia effort. Although it can be inferred from some existing legislation, the authors suggest to the Government of Indonesia to make a regulation specifically related to beauty clinics such as Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klinik Kecantikan so that consumers who use the services of this beauty clinic can be more protected. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trisha Ayuma Putri
"Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban hukum bagi dokter dan klinik kecantikan yang menyediakan layanan stem cell untuk perawatan estetika beserta analisis penulis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 563/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Sel. Fokus dari penelitian ini adalah mengenai legalitas penggunaan stem cell di Indonesia baik untuk tujuan pelayanan kesehatan maupun untuk digunakan dalam perawatan estetika. Bentuk penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif dengan tipe deskriptif dan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan stem cell di Indonesia untuk tujuan penyembuhan penyakit maupun perawatan estetika diperbolehkan secara terbatas pada fasilitas pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan izin dari kementerian kesehatan. Putusan Nomor 563/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Sel merupakan putusan yang menjatuhkan hukuman pidana terhadap seorang dokter yang menggunakan stem cell untuk perawatan estetika pada pasiennya. Hasil penelitian ini menyarankan agar pemerintah terutama kementerian beserta organisasi kedokteran yang berwenang untuk segera mengeluarkan pengaturan terkait kompetensi dokter yang diperbolehkan menggunakan stem cell baik untuk pelayanan kesehatan maupun untuk perawatan estetika sehingga kepastian hukum bagi dokter yang melakukan praktik stem cell dapat terwujud.

This study discusses legal accountability for doctors and beauty clinics that provide stem cell for aesthetic treatment along with the author's analysis of the South Jakarta District Court Verdict Number 563 / Pid.Sus / 2020 / PN.Jkt.Sel. The focus of this research is on the legality of using stem cells in Indonesia both for health care purposes and for use in aesthetic treatments. The form of this thesis research is normative juridical with descriptive type and qualitative methods. The results of this study conclude that the use of stem cells in Indonesia for the purpose of curing diseases and aesthetic treatments is limited to health care facilities that have obtained permission from the ministry of health. Verdict Number 563 / Pid.Sus / 2020 / PN.Jkt.Sel is a verdict that imposes a criminal sentence on a doctor who uses stem cell for aesthetic treatment of his patient. The results of this study suggest that the government, especially the ministry of health and medical organizations that are authorized to immediately issue regulations regarding the competence of doctors who are allowed to use stem cells for both health services and for aesthetic treatment, so that legal certainty for doctors who uses stem cell in their practicecan be realized."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Rahadian Saputra
"Skripsi ini membahas tanggung jawab rumah sakit terhadap tindakan malpraktik medis yang dilakukan oleh dokter kandungan, dilihat dari segi hukum perikatan dan hukum kesehatan. Penilitian ini bersifat deskripstif untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi, serta juga memuat pandangan hukum terhadap peristiwa tersebut.
Hasil penelitian menyarankan baik kepada rumah sakit maupun dokternya agar meningkatkan kualitas dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, sehingga tidak merugikan pasien yang nantinya akan berujung pada timbulnya sengketa hukum, seperti tagline 'lebih baik mencegah daripada mengobati' yang selalu diucapkan oleh dokter kepada pasien.

These undergraduate thesis is discusses about hospital liability for medical malpractice action conducted by obstetricians, in contract law and medical law point of view. This research is descriptive to describe the event that happened and contained legal point of view on that event.
The result is to suggest the hospital and doctor to improve the quality of medical services, in order to not harm the patient which potentially can triger legal dispute, like the word 'prevention is better than restoration' that doctor oftenly said to patient.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63788
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merry
"Skripsi ini membahas mengenai inspanningverbineinis dan contributory negligence dalam tindakan medik. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pembahasan dalam skripsi ini mencakup penerapan inspanningverbintenis dalam tindakan medik ditinjau berdasarkan hukum kesehatan, penerapan contributory negligence di dalam tindakan medik, dan penerapan mengenai inspanningverbintenis dan contributory negligence dalam Putusan Pengadilan Negeri Bandung No.514/PDT.G/2013/PN.Bdg. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa salah satu hal yang diatur di dalam hukum kesehatan ialah hubungan antara dokter dan pasien. Hubungan yang didasarkan atas perjanjian berbentuk inspanningverbintenis, membuat dokter di dalam memberikan suatu tindakan medik harus didasarkan pada suatu upaya maksimal dan sesuai dengan standar profesi. Saat terjadi contributory negligence di dalam perjanjian tersebut, pengaruh yang ditimbulkan yaitu dokter hanya bertanggungjawab sesuai dengan proporsi kelalaiannya. Dalam kasus ini, tindakan para dokter yang digugat telah sesuai dengan standar profesi medik dan dengan suatu upaya maksimal. Tindakan pasien yang memenuhi unsur-unsur contributory negligence, membuatnya tidak menerima ganti rugi sama sekali. Hasil penelitian ini menyarankan agar dokter di dalam menjalankan profesinya, dapat menekankan bahwa hubungannya merupakan suatu upaya maksimal dan pasien juga diharuskan untuk menaati saran dari dokter.

This thesis discusses about inspanningverbintenis and contributory negligence in medical action. This research is a juridical normative research using qualitative approach. Discussion in this thesis involves the application of inspanningverbintenis in medical action under health law, the application of contributory negligence in medical action, and the application of inspanningverbintenis and contributory negligence in Bandung District Court Ruling No. 514 PDT.G 2013 PN.Bdg. The results of this study suggest that one of the things regulated in health law is the relationship between doctors and patients. Relationships based on agreements in the form of inspanningverbintenis, resulted in the obligations of doctors to provide medical action that is based on maximal effort and in accordance with professional standards. In the event of a contributory negligence in the agreement, the doctors might only be held liable in accordance with the proportion of his her negligence. In this case, the doctors who are sued have acted in accordance with the standards of the medical profession and with a maximum effort. Moreover the patient's actions that has fulfilled the elements of contributory negligence. Therefore, the patients do not have the right to receive any compensation. This research result recommend doctor in carrying out his profession, can emphasize that the relationship between doctor and patients is a maximum effort and patients are also required to obey the advice of the doctor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inaz Zakia
"Skripsi ini membahas pengaturan beban kerja dokter di rumah sakit serta membandingkannya dengan ketentuan negara Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pembahasan dalam skripsi ini mencakup pembahasan mengenai pengaturan beban kerja dokter di Indonesia serta membandingkannya dengan Amerika Serikat. Hasil penelitian dalam skripsi ini ialah bahwa beban kerja dokter di rumah sakit belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara khusus baik di Indonesia maupun Amerika Serikat. Namun, Amerika Serikat telah memiliki pengaturan waktu kerja bagi dokter yaitu selama 40 jam per minggu. Selain itu, skripsi ini juga membahas mengenai implikasi terkait ketiadaannya pengaturan khusus mengenai beban kerja dokter di rumah sakit terhadap waktu kerja dan beban kerja dokter di rumah sakit. Hasil penelitian ini menyarankan agar pemerintah dapat membuat pengaturan khusus mengenai waktu dan beban kerja bagi dokter di rumah sakit.

This thesis discusses the regulation of the workload of doctors at the hospital as well as comparing it with the provisions of the United States of America. The research method used in this research is in the form of normative juridical research with descriptive research type. The discussion in this thesis involves discussion on regulating the workload of doctors in Indonesia and comparing it with the United States. The results of the research in this thesis is that the workload of doctors in hospitals has not been regulated in legislation specifically in both Indonesia and the United States. However, the United States has had better settings related to working time for doctors which is 40 hours per week. In addition, this thesis also discusses the implications related to the absence of specific regulations concerning the workload of doctors in the hospital towards working time and the workload of doctors at the hospital. The results of this study suggest that the government can make specific regulations regarding the time and workload for doctors in the hospital.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldo Maulana Randa
"Hukum persaingan usaha adalah salah satu instrumen yang wajib ada di dunia global ini. Keberadaan hukum persaingan usaha mengharuskan adanya lembaga yang menjalankan fungsi penegakan hukum persaingan usaha tersebut. Kewenangan yang dimiliki oleh institusi penegak hukum persaingan usaha berdampak besar terhadap efektifitas penegakan hukum persaingan usaha. UU No. 5 Tahun 1999 mengamanatkan penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia untuk dilaksanakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Amerika Serikat adalah Negara yang sudah sejak dulu menegakkan hukum persaingan usaha, Federal Trade Commission Act melahirkan Federal Trade Commission (FTC), yaitu institusi penegak hukum persaingan usaha di Amerika Serikat. Kewenangan yang dimiliki FTC sangat besar. Perbandingan kewenangan antara FTC dan KPPU akan melihat celah perbedaan antar kewenangan yang dimiliki masing-masing lembaga.

Competition is a compulsory instrument of the global world. The existence of competition law requires an institution for the enforcement of the law. Authority of competition law enforcer has a big effect to the effectiveness of the enforcement of competition law. Law No. 5 Year 1999 mandated KPPU to enforce competition law in Indonesia. United States of America has been enforcing antitrust law from very long ago. Federal Trade Commission Act create a competition law enforcement agency named The Federal Trade Commission. Federal Trade Commission has a very broad scope of enforcement authority. By comparing KPPU's and FTC's law enforcement authority, the difference from each agency can be revealed. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Abednego Imanuel Soaloon
"Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban hukum dokter dan pemilik klinik kecantikan ditinjau berdasarkan hukum kesehatan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menekankan pada penggunaan data sekunder. Penyelenggaraan Klinik Kulit dan Kecantikan merupakan bagian dari kegiatan pelayanan publik di bidang kesehatan yang berada dalam ranah hukum Kesehatan yang sangat terkait dengan aspek etika dan disiplin medis. Pemberlakuan hukum kesehatan ini sangatlah penting untuk memberikan kerangka pertangggungjawaban hukum dokter dan pemilik klinik kecantikan dalam rangka untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum, baik terhadap pemberi maupun penerima jasa pelayanan kesehatan. Mengacu pada analisis putusan pengadilan, telah menunjukkan atas lemahnya implementasi atau penegakan hukum kesehatan. Kelemahan tersebut diindikasikan oleh adanya disparitas antara ancaman hukuman yang diatur dalam hukum kesehatan dengan vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim terhadap pelaku dan penyelesaian pertanggungjawaban hukum pelaku yang masih sangat parsial. Penegakan hukum kesehatan seharusnya dilakukan secara komprehensif dan tegas terhadap seluruh pihak yang terlibat, terutama dokter dan pemilik klinik kecantikan.

This thesis discusses on the legal responsibilities of doctor and the owner of aesthetic clinic based on health law. This study applies a normative legal study that emphasizes the use of secondary data. The operational of the Aesthetic Clinic is part of public service activities in the Health Sector which is very related to ethical aspects and medical disciplines. The implementation of this health law is very important to provide a framework of legal responsibility of doctor and the aesthetic clinic owner in order to give protection and legal certainty, both for the health service providers and recipients. Based on the analysis of the court decision, it has been shown the weakness of the implementation or the enforcement of the health law. The weakness is indicated by the disparity between the threat of punishment regulated in the health law with the verdict imposed by the judges to the perpetrator and the settlement of the legal responsibilities of the perpetrator which is very partial. The Health Law enforcement should be done comprehensively and firmly to all parties involved, especially to the doctor and the owner of the aesthetic clinic."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>