Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150754 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurieta Rizky Oktavia Eka Putri
"ABSTRAK
Saat ini, konsumsi bahan bakar minyak Indonesia sangat tinggi. Di sisi lain, Indonesia menghasilkan limbah pertanian berupa jerami padi dalam jumlah yang besar. Limbah biomassa ini dapat dikonversi menjadi biometanol untuk dicampurkan dengan bahan bakar minyak fosil berangka oktan rendah Premium sehingga meningkatkan kualitas bahan bakar sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca. Jawa Barat merupakan provinsi dengan konsumsi bahan bakar Premium yang tinggi 5,24 juta kL/tahun sekaligus penghasil padi kedua terbesar di Indonesia. Dengan kondisi tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk merancang pabrik biometanol dari jerami padi pada skala komersil di Jawa Barat dengan gasifikasi teknologi Absorption Enhanced Reforming AER yang cocok untuk konversi biomassa dengan kandungan mineral tinggi. Penelitian ini melingkupi perancangan unit gasifikasi dengan menganalisis aspek mekanika fluida yang terjadi di dalam gasifier dan regenerator secara makroskopik, studi life cycle analysis LCA , serta perhitungan biaya produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara teoritis, skala produksi biometanol dari jerami padi dapat mencapai 208.000 ton biometanol/tahun. Sedangkan, berdasarkan simulasi proses, biometanol hanya dapat dihasilkan sebesar 117.250 ton/tahun. Untuk proses produksi tersebut, dibutuhkan dimensi gasifier 3,2 m diameter 14,4 m tinggi dan combustor/regenerator 3,3 m/4,4 m diameter 12 m/42,9 m tinggi. Fossil energy ratio FER proses produksi tersebut adalah 0,6-1,06 dan masih ada CO2 yang diemisikan sebesar 2,7-3,7 kg CO2/kg biometanol. Biaya produksi biometanol dari jerami padi pada skala tersebut berkisar Rp 11.343-20.123/kg biometanol sehingga harga bahan bakar campuran adalah Rp 6.662-7.010/liter. Kata kunci: Biometanol; Jerami Padi; Gasifikasi; Absorption Enhanced Recovery.

ABSTRACT
Currently, Indonesia consumes oil fuel in large amount. On the other side, Indonesia produces rice straw as agricultural waste in large amount. This biomass waste can be converted into biomethanol for fuel blending with low octane rating fossil fuel Premium , hence enhancing fossil fuel quality and reducing green house gas emission. West Java is a province with high fossil fuel consumption 5,24 million kL year and second largest rice producer in Indonesia. With this condition, this research is intended to design biomethanol plant from rice straw at commercial scale in West Java with gasification technology of Absorption Enhanced Reforming AER which is suitable to convert biomass with high mineral content. This research covers design of gasification unit by analyzing fluid mechanics inside gasifier and regenerator macroscopically, studying of life cycle analysis LCA , and production cost calculation. The research results in theoretically, biomethanol production scale from rice straw can reach 208.000 ton year. Meanwhile, based on process simulation, biomethanol can only be produced as much as 117.250 ton year. For the process production, required dimension of gasifier is 3,2 m diameter 14,4 m height and combustor regenerator is 3,3 m 4,4 m diameter 12 m 42,9 m height. Fossil energy ratio FER of the production is 0,6 1,06 and emitted CO2 of 2,7 3,7 kg CO2 kg biomethanol. Production cost of biomethanol from rice straw at the production scale is approximately Rp 11.343 20.123 kg biomethanol, hence blended fuel price is Rp 6.662 7.010 liter. "
2018
T49064
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Ponco Rachmadi
"Daerah Kalimantan Timur meskipun memiliki sumber gas bumi dalam jumlah yang besar, penggunaan gas bumi dalam sektor kelistrikan belumlah optimal. Dari kapasitas listrik terpasang sebesar 1.000 MW, sebanyak 510 MW atau lebih dari 50% nya dihasilkan dari PLTD. Minimnya jaringan infrastruktur pipa gas merupakan salah satu penyebab utama hal ini. Salah satu opsi untuk distribusi gas adalah dalam bentuk LNG dimana LNG disuplai dari Bontang, dan distribusi LNG dalam jumlah kecil bisa dilakukan dengan LNG Trucking. Tesis ini mengkaji kelayakan LNG Trucking di Kalimantan Timur yang diwakili 3 Cluster: Sangatta dengan jarak pengiriman sampai dengan 90 km, Samarinda dengan jarak pengiriman sampai dengan 130 km dan Balikpapan dengan jarak pengiriman sampai dengan 240 km dengan masing-masing Cluster terdapat 6 titik lokasi pengiriman dengan kebutuhan gas hasil regasifikasi LNG di tiap lokasi pengiriman adalah 0,2 MMSCFD.
Dari perhitungan didapatkan hasil LNG Trucking yang paling optimal adalah dengan menggunakan isotank LNG 20 m3 dengan material insulasi perlite menggunakan metode pengiriman milk and run. Hasil optimal perhitungan IRR, NPV dan PBP LNG Trucking adalah: 81%, USD 3.304.000, dan 2,7 tahun untuk Cluster Sangatta, 74,8%, USD 3.082.000 dan 2,57 tahun untuk Cluster Samarinda dan 57%, USD 2.429.670 dan 3,95 tahun untuk Cluster Balikpapan. Harga ICP minimum dan slope harga LNG terhadap ICP maksimum agar LNG Trucking masih layak adalah: USD 40/bbl dan 12,50% untuk Cluster Sangatta, USD 43/bbl dan 12,40% untuk Cluster Samarinda dan USD 50/bbl dan 12% untuk Cluster Balikpapan.

Although East Borneo has a lot of gas reserves, the domestic utilizations are far from optimum. From the 1000 MW installed electrical capacity, 510 MW or more than 50% are generated from petroleum fuel based power plant. Insufficient gas pipeline infrastructure is one of the main cause. One option to distribute the gas is to transport it in its liquid form (LNG) where the LNG can be supplied from Bontang, and distribution in small volume can be carried with LNG Trucking. This study analyze LNG Trucking feasibility in East Borneo represented by 3 Clusters: Sangatta, with delivery distance up to 90 km, Samarinda with delivery distance up tp 130 km and Balikpapan with delivery distance up to 240 km, each Cluster will have 6 delivery points and each delivery points will require 0,2 MMSCFD of natural gas of regasified LNG.
From the analysis result we can get the most optimum option for LNG Trucking is using LNG isotank 20 m3 capacity using perlite as isotank insulator and using milk and run delivery method. The optimum result of IRR, NPV and PBP of LNG Trucking are: 81%, USD 3.304.000, and 2,7 years for Cluster Sangatta, 74,8%, USD 3.082.000 and 2,57 years for Cluster Samarinda dan 57%, USD 2.429.670 and 3,95 years for Cluster Balikpapan. Minimum ICP value and maximum LNG price slope over ICP are: USD 40/bbl and 12,50% for Cluster Sangatta, USD 43/bbl and 12,40% for Cluster Samarinda and USD 50/bbl and 12% for Cluster Balikpapan.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T50387
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusneldi
"Penggunaan kolom distilasi pada proses pemurnian minyak mentah ( crude oil ) memerlukan sistim kontrol. Produk yang dihasilkan berupa produk langsung yang bisa digunakan dan produk bawah ( bottom product) yang merupakan feed untuk high vacum unit. Untuk produk bawah ini perlu diadakan sistim pengontrolan agar diperoleh hasil yang sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.
Dalam tugas akhir ini dilakukan pengambilan data lapangan di Pertamina Unit Pengolahan II Dumai & Sungai Palming. Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan identifikasi sistim dengan menggunakan metode C.L. Smith. Model yang diperoleh digunakan untuk simulasi dengan perangkat lunak "Cete APAVE NORMANDE". Dengan menganalisa hasil simulasi maka didapatkan rekaman yang lebih baik pada kontrol cascade dibandingkan kontrol PID.
Melihat hasil simulasi pada sistim kontrol MD variabel proses yang terjadi lebih besar dibandingkan dengan variabel proses pada sistim kontrol cascade. Dalam sistim kontrol cascade bila terjadi gangguan proses maka sistim akan melakukan aksi terhadap variabel manipulasi untuk mengatasi gangguan tersebut, sedangkan pada sistim kontrol PID gangguan ini tidak bisa diatasi. Dengan menganalisa kedua sistim kontrol ini, maka didapatkan efisiensi pemakaian kontrol cascade sebesar 5,45 %. Salah satu pemanfaatan teknik kontrol cascade ini, diusulkan pada proses pemanas produk bawah agar diperoleh efisiensi pada pemakaian fuel oil."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boy Kartaatmadja
"Perkembangan permintaan atau kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) selama ini menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Sejalan dengan hal tersebut keseimbangan antara suplai dan permintaaan BBM selalu berubah mengikuti perubahan yang terjadi pada sumber dan permintaan BBM. Metoda riset operasi merupakan salah satu cara yang dpat digunakan untuk merancaang konfigurasi lintasan serta alokasi jumlah dan jenis produk secara optimal pada suatu waktu tertentu.
Konfigurasi lintasan akan mempengaruhi waktu pengadaan produk yang diperlukan. Unsur-unsur lain yang juga mempengaruhi waktu pengadaan produk adalah pengisian (loading) dan pembongkaran produk ked an dari sarana transportasi, waktu perjalanan yaitu waktu yang diperlukan serta waktu penundaan yang merupakan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pesanan dan waktu yang timbul akibat ketidakpastian dari unsur-unsur di dalam waktu yang timbul.
Untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan BBM tersebut di atas diperlukan pengelolaan persediaan yang handal, efektif dan efisien. Unsur yang mempengaruhi tingkat persediaan produk adalah tingkat pelayanan yang dikehendaki . Unsur lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah fleksibilitas system persediaan apabila terjadi kendala fungsi di sumber produk atau di tempat pembelian produk pada system transportasi maupun di lokasi tujuan produk (tujuan suplai).
Analisa yang akurat terhadap karakteristik permintaan produk, penentuan tingkat pelayanan serta pengelolaan waktu pengadaan yang tepat akan menghasilkan pengelolaan persediaan BBM seperti yang dapat diharapkan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Dian Sari
"Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditi yang vital dan mempunyai nilaiĀ  strategis bagi konsumen dan produsen sehingga diperlukan nilai optimal kuantitas BBM dan faktor-faktor yang berpengaruh pada proses distribusi. Penelitian ini mengambil kasus pendistribusian BBM di wilayah Maluku untuk memecahkan masalah distribusi BBM yang bertujuan agar permintaan BBM kepada konsumen tetap terjaga dan dengan tetap meminimumkan biaya distribusi perusahaan. Model Mix Integer Linier Programming (MILP) menjadi solusi yang ditawarkan pada penelitan ini.
Penelitian terdahulu hanya yang meneliti distribusi BBM masih belum ada yang memasukan faktor multi depot, multimoda transportasi, analisis skenario distribusi normal, kebencanaan dan lonjakan permintaan dengan tetap memperhitungkan jarak tempuh dan kondisi geografis. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan nilai optimal kuantitasi distribusi BBM dan factor-factor yang berperan dalam proses distribusi BBM untuk masing-masing skenario yang dianalisis.

Fuel oil (BBM) is a vital commodity and has a strategic value for consumers and producers so that the optimal value of the quantity of fuel and the factors that affect the distribution process are needed. This study takes the case of the distribution of fuel in the Maluku region to solve the problem of fuel distribution which aims to keep the demand for fuel to consumers maintained and by minimizing the company's distribution costs. The Mix Integer Linear Programming (MILP) model is the solution offered in this research.
Previous studies have only examined the distribution of fuel, but none have included multi-depot factors, multimodal transportation, analysis of normal distribution scenarios, disasters and surges in demand while still considering mileage and geographical conditions. The results of the research that has been carried out obtained the optimal value of the distribution of fuel quantity and the factors that play a role in the process of fuel distribution for each scenario that being analyzed.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T55064
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Syahril Ardiyansyah
"Penelitian ini mencoba untuk melihat dampak harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap biaya transportasi di desa-desa di wilayah kepulauan kecil dan wilayah terluar dengan mengambil kasus kebijakan BBM satu harga periode tahun 2017-2019. Kebijakan ini memiliki tujuan untuk memberikan harga jual yang sama terhadap premium dan solar di seluruh Indonesia sehingga masyarakat tidak terbebani dengan biaya transportasi. Menggunakan pendekatan difference-in-differences (DID), penelitian ini menganalisis dampak penerapan kebijakan BBM satu harga terhadap biaya transportasi di 170 desa. Biaya transportasi digambarkan dengan biaya transportasi per kilometer menuju pusat pemerintahan. Hasilnya menunjukkan bahwa kebijakan BBM Satu Harga dapat menurunkan biaya transportasi secara signifikan di wilayah terluar, namun belum dapat menurunkan biaya transportasi di wilayah kepulauan kecil. Setelah kebijakan BBM satu harga, biaya transportasi dari kantor kepala desa/kelurahan menuju ke kantor camat di desa dengan SPBU BBM satu harga di wilayah terluar secara signifikan lebih rendah sebesar Rp10.140 per kilometer jika dibandingkan dengan desa tanpa SPBU BBM satu harga, sementara di wilayah kepulauan kecil tidak secara signifikan lebih rendah sebesar Rp11.980 per kilometer. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan berbasis harga dapat menurunkan biaya transportasi di wilayah terluar, namun perlu mempertimbangkan kondisi geografis wilayah dalam penentuan lokasi penyalur BBM Satu Harga.

This study tries to see the impact of fuel oil (BBM) prices on transportation costs in villages in small islands and outermost regions by taking the case of the one price fuel policy for the 2017-2019 period. This policy aims to provide the same selling price for premium and diesel throughout Indonesia so that people are not burdened with transportation costs. Using the difference-in-differences (DID) approach, this study analyzes the impact of one price fuel policy implementation on transportation costs in 170 villages. Transportation costs are described by transportation costs per kilometer to the center of government. The results show that the one price fuel policy can significantly reduce transportation costs in the outermost regions, but has not been able to reduce transportation costs in small island regions. After the one price fuel policy, the transportation cost from the village head's office to the sub-district head's office in villages with one price fuel gas stations in the outer regions is significantly lower at IDR 10,140 per kilometer compared to villages without one price fuel gas stations, while in the small islands it is not significantly lower at IDR 11,980 per kilometer. The results of this study indicate that price-based policies can reduce transportation costs in the outermost regions, but it is necessary to consider the geographical conditions of the region in determining the location of one price fuel distributors."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ali Ma`sum
"ABSTRAK
Sektor perikanan merupakan salah satu konsumen pengguna dalam kebijakan BBM Subsidi dengan titik serah di Penyalur. Masalah yang muncul pada sektor perikanan adalah harga aktual yang diterima diatas harga ketetapan Pemerintah karena kurangnya Penyalur BBM serta kendala-kendala lain. Selain itu, terdapat banyak lembaga yang terkait dalam kebijakan BBM Subsidi sektor perikanan. Metode Interpretive Structural Modeling digunakan untuk menghasilkan model struktur kelembagaan untuk pengambilan keputusan dalam rangka kebijakan BBM Subsidi sektor perikanan serta menghasilkan kendala yang menjadi faktor utama dalam pelaksanaan kebijakan BBM Subsidi sektor perikanan melalui sejumlah wawancara dan kuesioner dengan melibatkan 5 orang ekspert yang menjadi narasumber. Penelitian ini menghasilkan model struktur kelembagaan dengan 7 lembaga yang menjadi faktor utama dalam penyusunan serta pelaksanaan kebijakan BBM Subsidi sektor perikanan. Terdapat 3 kendala yang menjadi faktor utama dalam pelaksanaan kebijakan BBM Subsidi pada sektor perikanan yaitu Kebijakan satu harga, pengaturan dan perijinan serta Sebaran Penyalur BBM khususnya sektor perikanan.

ABSTRACT
The fisheries sector is one of consumer users in the fuel subsidy policy with custody transfer point in the Fuel Retail Station. The problem that arises in the fisheries sector is the actual price received by fisherman above the price that has been set by the Government due to lack of fuel Retail Station for fishery and other constraints. In addition, there are many institution involved in the fuel subsidy policy of the fisheries sector. Interpretive Structural Modeling method is used to produce a model of the institutional structures for decision-making in the framework of the fuel subsidy policy of the fisheries sector and determine the priority constraints in the implementation of the fuel subsidy policy of the fisheries sector trough structured interview and questionaire with 5 expert. This research resulted in structural model of institutions with 7 institutions is a major factor in the preparation and implementation of fuel subsidy policy for fisheries sector. There are three obstacles that a major factor in the implementation of the policy of fuel subsidies in the fisheries sector, namely one price policy, regulation and licensing and also distribution of fuel retail station, especially for fisheries sector.;"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Geri Yaniardi
"Penulisan thesis ini dilatarbelakangi keadaan di Indonesia dimana permintaan Bahan Bakar Minyak (untuk selanjutnya disebut BBM) subsidi saat ini di Indonesia semakin meningkat, hal ini terlihat dari jumlah subsidi BBM yang dianggarkan dalam APBN setiap tahunnya. Pemerintah mengeluarkan dana untuk subsidi BBM sesuai dengan jumlah subsidi BBM yang digunakan masyarakat dan nilai ini cukup besar apabila dibandingkan dengan komponen pengeluaran APBN yang lain, khususnya setelah krisis financial dan ekonomi pada tahun 1997-1998. Seiring dengan pertumbuhan konsumsi BBM semakin meningkat dan sejalan dengan semakin meningkatnya kendaraan bermotor (KBM) yang menyebabkan alokasi subsidi BBM yang ditetapkan pada APBN semakin membengkak. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam bentuk kebijakan-kebijakan pembatasan subsidi dan penghematan konsumsi BBM, dengan cara ini diharapkan subsidi untuk BBM yang dikeluarkan dapat dibatasi terhadap kelompok tertentu yang tepat daya belinya terhadap BBM subsidi, sehingga angka subsidi BBM di APBN mencerminkan kebutuhan aktual dari objek yang berhak disubsidi. Untuk itu diperlukan sistem monitoring, pengawasan, pencatatan penelusuran dan pengendalian transaksi pembelian BBM Jenis Tertentu untuk tiap jenis kendaraan bermotor (KBM) di lokasi penyaluran per daerah atau wilayah tertentu, yang pada akhirnya akan menciptakan sistem verifikasi dan validasi penyaluran jenis BBM tertentu secara berkesinambungan berbasis Teknologi Informasi Terintegrasi yang terkait dengan kuota BBM bersubsidi di tiap wilayah. Selain itu untuk membangun kerjasama lintas sektoral dari Pemerintah Pusat, BPH MIGAS, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, POLRI, Kepolisian Daerah dan Badan Usaha selaku mandatory pelaksana pendistribusian BBM Subsidi. Sehingga kesalahan pada proses pendistribusian BBM Subsidi terawasi dengan baik oleh semua pihak. Konsep pengawasan dan pengendalian pendistribusian BBM bersubsidi jenis bensin premium dan minyak solar dilakukan melalui metode pencatatan transaksi harian SPBU dan pelacakan transaksi kendaraan bermotor melalui front end device yang nantinya akan dipasang di tiap SPBU dan di dispenser Bensin Premium dan Minyak Solar. Perangkat front end device yang dipasang antara lain peralatan akuisisi data komputer SPBU dan card reader dan / atau alat pindai / EDC (Electronic Data Capture) di dispenser premium dan minyak solar. Sehingga apabila sistem tersebut diterapkan akan membawa dampak positif kepada BPH Migas selaku Badan Pemerintah yang bertugas mengawasi dan mengatur kegiatan Industri Hilir Migas khususnya BBM bersubsidi yang mana akan tersedianya sistem yang dapat menganalisa transaksi pembelian BBM Jenis Tertentu untuk tiap jenis kendaraan bermotor (KBM) di lokasi penyaluran per daerah atau wilayah tertentu, tersedianya sistem pembatasan alokasi jenis BBM tertentu untuk tiap kendaraan bermotor (KBM) dalam rangka menentukan volume penggunaan BBM jenis tertentu jenis premium dan minyak solar. Dengan hasil akhir berupa tersedianya sistem verifikasi dan validasi penyaluran jenis BBM tertentu secara berkesinambungan berbasis Teknologi Informasi yang terkait dengan kuota BBM bersubsidi di tiap wilayah, Volume BBM bersubsidi yang disalurkan oleh Badan Usaha Pelaksana PSO (Public Service Obligation) di tiap wilayah, penerima BBM bersubsidi berikut alokasi kuota per kendaraan di tiap wilayah terutama lokasi dan waktu penyaluran BBM bersubsidi. Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan/analisis terhadap sistem monitoring penggunaan BBM bersubsidi jenis premium dan minyak solar sektor transportasi darat di pulau bintan menggunakan kartu kendali dan barcode diperoleh total hasil penghematan pada tahun 2011 untuk BBM jenis premium 1.393,030 KL dan untuk minyak solar sebesar 32.557,616 KL atau total sebesar 33.950,646 KL. Jika pada APBN subsidi BBM diasumsikan sebesar Rp. 2.000 /liter maka total penghematan yang dilakukan dapat mencapai Rp. 67.901.291.146,- . Apabila hasil penghematan pengawasan dan pengendalian penggunaan BBM bersubsidi tersebut dibandingkan dengan besaran anggaran biaya pengawasan dan pengendalian yang sebesar Rp.23.467.710.200,- maka sistem ini dapat menghemat APBN sebesar Rp.44.433.580.936,- rupiah sehingga sistem pengawasan dan pengendalian BBM subsidi sebaiknya segera diterapkan dengan dasar hukum yang kuat."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T29583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Bilal Nuraziz
"Di Indonesia, energi migas masih menjadi pemasok kebutuhan energi utama dalam negeri. Sebanyak 37,56% Tingkat produksi minyak bumi dalam negeri hanya mencapai angka 746.000 bpd, jauh dibawah kebutuhan energi dalam negeri sebesar 1,8 juta bpd. Sumur produksi minyak di Indonesia telah memasuki usia akhir produksi. Strategi peningkatan pemulihan produksi minyak berupa penerapan teknologi enhanced oil recovery seperti EOR injeksi-CO2, well workover, dan infill drilling telah diajukan. Parameter penelitian difokuskan pada perbandingan peningkatan jumlah produksi lifting produksi minyak bumi terhadap biaya investasi tambahan diperlukan untuk melihat hubungan keekonomian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperlukan total investasi sebesar US$ 30,61 juta untuk menerapkan ketiga teknologi tersebut sehingga mampu menambah total lifting produksi minyak sebesar 143 bbl/d. Analisis keekonomian menggunakan NPV menghasilkan NPV sebesar US$3,7 juta dengan IRR sebesar 25% untuk penerapan teknologi tersebut. Analisis menggunakan Cox, Ross, Rubinstein (CRR) dan Binomial Lattice menghasilkan valuasi proyek peningkatan kualitas sumur sebesar US$ 25,72 juta dibandingkan dengan metode NPV sebesar US$23,68 juta

In Indonesia, oil and gas energy is still the main supplier of domestic energy needs. As much as 37.56% The level of domestic oil production only reached 746,000 bpd, far below the domestic energy demand of 1.8 million bpd. Oil production wells in Indonesia have entered the final age of production. A strategy to increase oil production recovery in the form of the application of enhanced oil recovery technology such as CO2-injection EOR, well workover, and infill drilling has been proposed. The research parameters are focused on the comparison of the increase in the amount of oil production lifting production against the additional investment costs needed to see the economic relationship. The results showed that a total investment of US$ 30.61 million was required to implement the three technologies so as to increase the total lifting of oil production by 143 bbl/d. The economic analysis using NPV resulted in an NPV of US$3.7 million with an IRR of 25% for the application of the technology. Analysis using Cox, Ross, Rubinstein (CRR) and Binomial Lattice resulted in a project valuation of well quality improvement of US$ 25.72 million compared to the NPV method of US$ 23.68 million."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Dwi Anggraeny
"

Latar belakang

Salah satu kegiatan dalam industri pengolahan minyak dan gas adalah transfer minyak bumi, gas
alam, dan/atau hasil bensin melalui pipa. Kegiatan ini memerlukan program manajemen (seperti
perencanaan, pengawasan dan inspeksi, serta pemeliharaan peralatan) karena pipa memiliki
potensi bahaya terhadap lingkungan seperti kebakaran, ledakan atau kontaminasi lingkungan.
Tujuan studi ini meneliti penilaian risiko secara kuantitatif dan kualitatif untuk pipa bawah laut.
Model yang digunakan adalah referensi untuk DNVGL RP F-107 Recommended Practice Risk
Assesment of Pipeline Protection. Bahwa 42,6 % terkait dengan procedure/drawing/plan yang
mana merupakan risk yang paling significan dan 29,6% terkait dengan program-program yang
akan diimplementasikan oleh Perusahaan. Berdasarkan scenario kejatuhan dan tergaruk jangkar,
level kerusakan berada pada level D3 (level damage) tepatnya masih bersifat tolerable jika
ALARP, yang berarti dibutuhkan adanya pengurangan risiko untuk menurunkan residual risk.
Sesuai dengan hasil studi penilaian risiko maka direkomendasikan untuk melakukan pelapisan
pipa dengan lapisan beton dan dilakukan pemendaman.


Background

One of the activities in the processing industry oil and gas is the transfer of petroleum, natural
gas, and/or the result of oil through pipeline. These activities require management programs
(such as planning, supervision and inspection, as well as maintenance equipment) due to the
pipelines have the potential hazard to the environment such as fire, explosion or contamination
the environment. Objective this study examines assessment of the risk of both quantitative and
qualitative to subsea pipeline. The model used is a reference to the DNVGL standard RP F-107
Recommended Practice Risk Assesment of Pipeline Protection. As 42.6% is related to the
procedure/drawing/plan which is the most significan and 29.6% risk related to the programs that
will be implemented by the company. Based on the scenario of dropped & dragged anchor, the
level of damage is at the level D3 (level damage) precisely is still tolerable if ALARP, which
means there is a risk reduction to lower the residual risk . In accordance with the results of the
risk assessment study then it is recommended to perform coating pipe with concrete coating and
carried out the immersion.
Keywords : Quantitative and

"
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>