Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69786 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Rahim
"Lembaga Pemasyarakatan Lapas akhir-akhir ini sering menjadi sorotan karenamasalah-masalah yang terjadi didalamnya, mulai dari masalah pembakaran Lapassampai masalah terpidana mati narkotika yang mendapatkan fasilitas istimewa.Persoalan utama di Lapas adalah potensi penyimpangan yang terjadi seperti adanyapungli pungutan liar . Contoh lain adalah warga binaan yang melebihi kapasitasLapas. Banyaknya jumlah narapidana dan tahanan di sebuah Lapas tanpa diimbangiSumber Daya Manusia dan sarana prasarana memadai rentan untuk menimbulkanpelanggaran. Jumlah petugas yang sedikit menyebabkan rendahnya tingkatpengamanan/pengawasan. Dengan penerapan sistem pengamanan fisik yang idealharapannya segala gangguan keamanan dan tindak pidana dapat diatasi, sertadengan pembenahan sistem pengamanan fisik sebuah lembaga pemasyarakatandapat memenuhi fungsinya, yaitu sebagai tempat yang ditujukan untuk menghukumorang-orang yang telah melakukan suatu tindak pidana yang telah mempunyaikekuatan hukum tetap, akan tetapi juga mempunyai fungsi pemasyarakatan, yaitulembaga pemasyarakatan tidak semata-mata untuk menghukum atau memenjarakanorang, namun lebih diutamakan kepada upaya pemasyarakatan narapidana artinyanarapidana sungguh-sungguh dipersiapkan dengan baik agar kelak dikemudian harisetelah masa hukumannya selesai akan kembali ke masyarakat dan dapat berperanaktif dalam pembangunan serta hidup secara wajar sebagaimana warga Negarayang baik dan bertanggungjawab pasal 1 ayat 1dan 2 Undang-undang Nomor 12Tahun 1995 tentang pemasyarakatan . Metode penelitian yang di gunakan olehpeneliti adalah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis manajerial dan metodepenulisan menggunakan diskriptif analisis. Lapas Klas 1 Cipinang memilikiberbagai SOP pengamanan tetapi tidak didukung oleh sarana prasarana yangmemadai. Demikian juga dengan penerapan sistem pengamanan fisik Lapas Klas 1Cipinang belum optimal. Petugas KPLP belum sepenuhnya menjalankan tugas dantanggungjawabnya, sehingga gangguan keamanan dan ketertiban baik berupakejahatan maupun pelanggaran yang dilakukan oleh orang dalam maupun orangluar masih terjadi. Faktor - faktor yang mempengaruhi penerapan sistempengamanan Lapas Klas 1 Cipinang belum optimal adalah Sarana dan Prasaranayang masih kurang lengkap, Kualitas dan kuantitas petugas KPLP yang masihdibawah standar, kurangnya dukungan anggaran dan tidak adanya hubungankerjasama pengamanan resmi dengan pihak Kepolisian.

Correctional facility or prison is recently highlighted by the society due to itsexisting problems. It is started from the burning of prison to the special facility forthe inmates of narcotics who are sentenced to death. The first problem in the facilityinitially comes from the potential of diversion, such as illegal charges. Anotherexample is the overload number of inmates. The number of inmates and convicts incertain prison which are not handled by adequate human resources and facilities isprone to the increasing number of violation. Small number of workers causing thelow level of security monitoring in the facility. The application of physical securitysystem can solve the problem of security as well as the criminal inside of the prison,and it can maximize the natural function of prison as the place to punish people whoconducted criminal actions with permanent legal force. In addition, prison will alsobe able to maximize its function as a correctional facility, not only as a mere placeof punishment. It means that inmates are prepared to become a better person afterthey are released from the jail to the society. Later, they are able to activelycontribute to the development of the country. They can also become good andresponsible citizens Article 1 Section 1 and 2 Law Number 12 Year 1995 regardingcorrectional facility . This research used qualitative method with juridicalmanagerial approach. It also used descriptive analysis writing method. Class 1Correctional Facility of Cipinang has some SOP of security. However, it is notsupported by adequate facilities. Moreover, the application of physical securitysystem in the prison has not been optimum. Furthermore, the officers of Head ofSecurity of the Correctional Facility have not executed its task and responsibilitycompletely, that the disturbance of security and order, like crimes and violationsstill happen. The influencing factors to the application of security system in Class1 Correctional Facility of Cipinang are the inadequate and below standard qualityand quantity of infrastructure and facility of the officers of Head of Security of theCorrectional Facility KPLP, minimum budgeting supports, and the absent ofcooperative relation between security officers and police officers."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T49173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ania
"Penelitian ini berjudul "Implementasi Aspek Keselamatan Standart Minimum Rules (SMR) Di Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Cipinang". Latar belakang pemilihan judul ini didasarkan pada kajian empiris dan teoritis. Dalam Aspek keselamatan terdapat beberapa standar yakni tentang klasifikasi/pemisahan, disiplin, penggunaan kekerasan, penggunaan alat pembatas gerak dan pengaduan. Alasan kenapa penulis memilih aspek tersebut adalah karena keselamatan dan Hak Asasi Manusia berhubungan erat, keselamatan di Lapas merupakan kebutuhan utama baik untuk petugas maupun narapidana. Lokasi penelitian dilakukan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Cipinang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan implementasi aspek keselamatan Standart Minimum Rules (SMR) pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Cipinang dipengaruhi oleh pertama overkapasitas pada Lapas, dikarenakan meningkatnya jumlah narapidana/tahanan kasus narkoba, sehingga pemisahan kategori narapidana atau klasifikasi pada Lapas overkapasitas terbentur dengan masalah terbatasnya sarana dan prasarana yang terdapat didalam Lapas. Kedua disiplin dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan tergantung pada kepatuhan narapidana tersebut dan pengelolaannya dilakukan oleh pemuka atau tamping bukan oleh petugas. Ketiga Komunikasi keluar ataupun pengaduan yang akan dilakukan narapidana akan disensor terlebih dahulu atau atas seijin Kalapas.
Upaya-upaya yang dilakukan mengatasi hambatan implementasi aspek keselamatan SMR pada Lapas Narkotika Cipinang dengan menambah sarana blok hunian narapidana atau membangun gedung Lapas baru untuk hunian narapidana, dan membuat kebijakan Lapas tentang peraturan disiplin, kebijakan peran dan tanggung jawab masing-masing tamping dan pemuka di semua bidang, kebijakan mengenai mekanisme pengaduan.

The study is titled "Safety Aspect Implementation of the Standard Minimum Rules (SMR) at Class IIA Cipinang Narcotic Correctional Institution". The background of the title selection is based on empirical and theoretical studies. In the safety aspect that there are some standards on the classification / separation, discipline, use of force, the use of a limiting motion and complaint. The reason why the author chose this aspect is due to the safety and human rights are closely linked, safety in prisons is a major requirement for officers and inmates. Location of research done at Classs IIA Cipinang Narcotics Correctional Institution. The research method used in this research is using qualitative approach.
The results shows that safety aspect implementation of the standard minimum rules (SMR) in the Cipinang Narcotics Correctional Institution first affected by overcapacity, due to the increasing number of inmates / detainees drug case, so the separation of category or classification of inmates in Correctional Institution overcapacity collided with the problem of limited means and infrastructure that may be in Correctional Institution. Both discipline and order in the Correctional Institution inmates are dependent on compliance and managed by leaders or tamping not by officers. Third Communication complaints out or to be carried prisoners to be censored or for permission first from Kalapas.
Efforts were made to overcome barriers to the implementation of the safety aspects of SMR at Narcotics Prison Cipinang by adding residential block inmates or means of building new Correctional Institution for housing inmates, and make policy on Correctional Institution disciplinary rules, policies, roles and responsibilities of each tamping and leaders in all areas, the policy on complaints mechanism.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Rahmat Gumilar
"Salah satu upaya pemerintah dalam menindak lanjuti aspirasi ini adalah dengan mewujudkan reformasi birokrasi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean gaverment) serta kepemerintahan yang baik (good governance) dengan melakukan transparansi atau keterbukaan kepada masyamkat, untuk mengontrol hal tersebut perlu adanya kehumasan, maka Kementerian Hukum dan dalam hal ini Direktorat Jenderal pemasyarakatan pada tanggal 17 Desember tahun 2009 Ielah membuat kesepakatan bersarna dengan Persatuan Wartawan Indonesia yang salah satu Hngkupnya adalah pemberian akses bagi wartawan untuk meliput dan mendapatkan informasi di lingkungan pemasyarakatan (Lembaga Pemasyarakatan). Sejauh mana kesepakatan bersama antara Direktorat Jenderal Pemasayarakatan dan Persatuan wartawan Indonesia dalam pemberian akses bagi wartawan untuk meiiput dan mendapatkan informasi di Lapas dan akan dapat diimplementasikan dengan tetap mengindahkan hak hak dan tranparansi pelayanan Lapas disisi lain, serta terciptanya pemberitaan yang seimbang dan objektif. Oleh karenanya; pene1itian ini bertujuan dalam penelitian: ini adaJah untuk menganalisis Kesepakatan Bersama antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Persatuan Wartawan Indonesia dimana salah satu lingkupnya adalah mengacu pada transparansi kepada publik, dan disisi lain kesepakatan tersebut tidak mengganggu atau tetap rnemperhatikan hak-hak narapidana secara pribad. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan daftar dokumen.

One of the government's purpose in following up this aspiration is to achieve reform of government bureaucracy to create a clean and free of corruption (Clean Government) as well as good governance by taking the transparency or openness to the public, the role public relations is needed to control public open, so the Ministry of Justice and Human Rights in this regard Directorate General of the Corrections on December 17year 2009 has made a coHective agreement with the Indonesian Journalists Association which one of scope is the provision of access for journalists to cover and get lnformation on the correctional environment (Correctional Institution}. The extent of the agreement between the Directorate General of Corrections and Indonesian Journalists Association in the provision of access for journalists is to cover and get the information in prisons and will be implemented with due attention to the privacy rights of inmates in one side and the transparency of prison sen·ices on the other side, and the creation of a balanced and objective news. Therefore, this research has aim to analyze the Mutual Agreement between the Directorate General of Corrections and the Indonesian Journalists Association where one scope is based on transparency to the public, and on the other hand the agreement does not interfere with or due regard to the rights of prisoners in private. The method used in this research is descriptive research method with qualitative approaches. Data collected through interviews, observation and document lists."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T21050
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ajub Suratman
"Indonesia sebagai Negara Hukum sangat menghormati penegakkan hak azasi manusia yang kini telah menjadi isu global. Upaya penegakkan hak azasi tersebut jugs dapat dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan. Satu di antara Hak-hak Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan adalah hak untuk menerima kunjungan dari keluarganya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang tercantum pada pasal 14 yang berbunyi: Warga Binaan Pemasyarakatan (Narapidana) mempunyai hak untuk menerima kunjungan keluarga. Pelaksanaan hak narapidana tetap mengauu kepada peraturan dan ketentuan-ketetuan yang mengatur tentang hak tersebut. Namun, yang terpenting adalah bagaimana memberikan pelayanan yang memuaskan kepada keluarga yang akan mengunjungi narapidana sehingga hak narapidana dapat terpenuhi. Selama ini penulis melihat bahwa pelayanan kunjungan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan belum memuaskan. Oleh karena itu, penulis termotivasi untuk mengetahui kualitas pelayanan kunjungan narapidana pada Lembaga Pemayarakatan yang ada di Karawang Jawa barat. Untuk mengukur kualitas layanan tersebut penulis menggunakan metode pengumpulan data melalui observasi, kuesioner dan saranikomentar kepada 125 orang pengunjung dengan teknik sampling aksidental serta studi kepustakaan. Kuesioner ditujukan untuk mengukur tingkat kepuasan pengunjung yaitu dengan membandingkan persepsi pengunjung dengan harapan pengunjung, dengan indikator 5 (lima) dimensi pengukuran kualitas pelayanan yang terdiri dari : Tampilan fisik (Tangible), Daya Tanggap (Responsiveness), Kehandalan (Reliability), Jaminan (Assurance) dan Empati (Emphaty). Model pengukurannaya dengan menggunakan Konsep Gaps Model of sevice Quality yang dikembangkan oleh Valarie A Zeithaml, Parausaman A. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas data dengan mengkorelasikan skor butir pernyataan pada setiap variabel indikator tangible, responsiveness, reliability, assurance dan empathy. Hasil uji validitas instrumen persepsi dan harapan pengunjung semuanya valid dengan koefisien korelasi diatas 0,3 dan basil uji reliabilitas semuanya dinyatakan reliabel dengan koefisien korelasi diatas 0,176. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepuasan pengunjung menurut dimensi Tangible sebesar 73 %, Responsiveness, 73 %, Reliability sebesar 66 %, Assurance sebesar 71 % dan Empathy sebesar 59 %.
Dari skor-skor tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasan tertinggi terdapat pada dimensi Tangible dan Responsiveness sebesar 73 % dan terendah terdapat pada dimensi Empathy sebesar 59 %. Secara keseluruhan diperoleh tingkat kepuasan pengunjung (pelanggan) atas pelayanan kunjungan narapidana sebesar 68 % dari harapan pengunjung. Dari hasil analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Karawang Jawa barat dalam memberikan layanan kepada pengunjung mencapai level cukup memuaskan. Kategori cukup memuaskan ini merupakan kualitas pelayanan yang dinilai oleh pengunjung. Sedangkan harapan pengujung menghendaki layanan sebesar 100 %. Untuk mencapai kualitas layanan sesuai harapan pengunjung, maka Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Karawang Jawa Sarat perlu melakukan upaya-upaya seperti menyediakan ruang khusus kunjungan dengan fasilitas yang memadai, ruang tunggu pengunjung, peningkatan kebersihan fasilitas umum dan Para petugas perlu diberikan pendidikan dan pelatihan pelayanan kunjungan narapidana. Sedangkan yang menyangkut mekanisme dan prosedur kunjungan perlu lebih disederhanakan dengan tetap memperhatikan tingkat keamanan. Ada baiknya jika dibentuk suatu tim khusus yang melaksanakan pelayanan kunjungan narapidana sehinga lebih mudah dilakukannya evaluasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diharapkan.

Indonesia as a law biding nation always value the importance of human rights, an issue that has been in a center stage of global politics.
Effort has been carried on by the correctional institutions to uphold the principle of human rights at the correctional facility, one of the rights granted to the inmates is the right for a family visit, this is an accordance with law no.12 tahun 1995 regarding the correctional institutions as stated in article 14 ; all inmates posses the right to a family visit. The procedure on how to implement the human rights of the inmates has to be in accordance with the regulation and rules that regulate the implementation of those rights. Most important is how to deliver to a satisfactory service to the visiting family. The writer noticed that visitor service at correctional institution still unsatisfactory. Therefore, the writer was motivated to conduct research at the quality if service as correctional institution in karawang Jabar. To measure quality of service the writer used a collective method and through collection observation, questions and comment/suggestion from 125 visitor with technique sampling accidential and also library research. The purpose of the question is to measure the satisfactory level of visitor by comparing what kind of service received by the visitor, their expectation through 5 indicator, dimension of measure quality service are including : Tangible, responsiveness, reliability, insurance, emphatic the modal of measure with using a concept Gaps model quality service developed by Valarie A. Zeithaml, Parausaman A. After collecting the data next is validity test and data realibility test. Correlating score point statement of every tangible indicator variable, responsiveness, realibility, assurance and emphaty. Form the result of the validity instrumental test the visitor perceprion and expectation are all valid with correlation cooefisien above 0,3 and the result of all realibility test concluded to be realiable with correlation and coefficient above 0.176. The research showed the satisfactory level of the visitor according to the tangible dimension approximately 73 %, responsiveness, realibility 69 %, assurance 68 %, and emphaty 59 %, from the scores we can conclude the satisfactory level is countable dimension and responsiveness as by 73 % are the lowest is emphaty 59 % generally the satisfactory level of the visitor is 68 % from the expectation of the people.
From analysis of result we can concluded that correctional institution class IIA Karawang est Java, to give a satisfactory service to visitor. This category for satisfied level is constituted quality of service which is evaluate by visitor. While the visitor hope to get a good service 100%. In order to get what the visitor wished, so correctional institutional class IIA karawang west Java need to make serious effort as provided special room for visitor with a good facility, waiting room for visitors. To upgrade cleaned public facility and offices education and training about service visitor in jail. While, including mechanism procedures of visitor we need to simplified the procedure without have to push a side the high standard of our security. It's better to form special team who can do visitor service so that easier to conduct evaluation on the increase the expected quality of service .
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elviera Agustin
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem kemitraan kegiatan kerja antara Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang dengan PT. Ikezaki Tekindo Tama dalam bidang aerosol dan non aerosol tahun 2004-2006. Untuk membahas hal tersebut, pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan desain deskriptif yaitu menggambarkan kemitraan ditinjau dari teori sistem. Data diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap 10 informan yang terlibat dalam kegiatan kemitraan. Dari analisis terhadap basil wawancara disimpulkan bahwa : 1) Lingkungan kurang mendukung kemitraan, 2) Input kurang sesuai ketentuan, 3) Proses tidak optimal, 4) Output tidak sesuai target, 5) Impact kurang optimal, 6) Feedback, perlu adanya evaluasi terhadap input dan proses. Hasil penelitian menyarankan perk' adanya komitmen kalapas dalam pelaksanaan kemitraan dan model yang dapat dijadikan acuan pelaksanaan kemitraan di lembaga pemasyarakatan.

The purposes of this research is to analysis the partnership system between First Class Tangerang Correctional Institution with PT. Ikezaki Tekindo Tama in the prisoners autonomous program. Related with that case the research use qualitative descriptive interpretive to describe about the partnership that is observed by system theory. The number of informan are ten people consist of stakeholder that involve in the partnership program, aerosol and non aerosol production in 2004-2006. This research is qualitative descriptive interpretive. The data was collected by means of deep interview through 10 informans that involve in the partnership. The following are the research : I) Environment is not support enough, 2) Input is not sufficient to support the partnership, 3) Process is not optimal, 4) Output is not comfort with the target, 5) Impact is not optimal, 6) Feedback that clarify have to evaluate input and process. These research suggest that have to commitment of Chief to support the partnership and provide partnerships model which can help in partnership implementation."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20753
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Sunaryo
"Setiap bangsa dan negara, termasuk bangsa Indonesia, mempunyai cita-cita untuk mencapai tujuan nasionalnya. Upaya untuk mencapai tujuan nasional itu selalu terkait dengan aspek kesejahteraan dan keamanan. Di Indonesia, upaya untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945, dilaksanakan melalui pembangunan nasional secara terus menerus, menyeluruh, terarah dan terpadu, bertahap serta berencana.
Disadari bahwa pembangunan nasional, disamping telah menghasilkan kemajuan di berbagai sektor kehidupan masyarakat, juga membawa dampak ikutan antara lain semakin kompleks dan beragamnya masalah dan bentuk kejahatan, yang pada gilirannya apabila tidak ditangani secara baik akan menghambat pembangunan itu sendiri, dan melemahkan ketahanan nasional.
Sebagai negara berdasarkan hukum (rechtsstaat), salah satu upaya yang dilakukan oleh negara untuk mencegah dan menanggulangi kriminalitas, lebih jauh untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, adalah membina para pelanggar hokum yang oleh pengadilan dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman pidana penjara, di Lembaga Pemasyarakatan.
Sistem pemasyarakatan narapidana yang berlaku dewasa ini, secara konsepsual dan historis sangatlah berbeda dengan apa yang berlaku dalam sistem kepenjaraan dimasa lampau yang tujuannya adalah penjeraan atau pembalasan terhadap para pelaku tindak pidana.
Dalam sistem pemasyarakatan, penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan. Tujuan itu telah berkembang menjadi perlindungan hukum, baik kepada masyarakat (pihak yang dirugikan) maupun kepada pelaku tindak pidana (pihak yang merugikan), agar keduanya tidak melakukan tindakan hukum sendiri-sendiri. Berangkat dari upaya perlindungan hukum, maka pelaku tindak pidana dalam menjalani pidananya, juga mendapat perlakuan yang manusiawi, mendapat jaminan hukum yang memadai."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sadi
"Lembaga pemasyarakatan (lapas) sebagai tempat pembinaan para narapidana tidak akan berjalan efektif apabila para narapidana tersebut menderita sakit. Salah satu penyakit tersebut adalah tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit yang menular melalui percikan dahak diudara. Dalam tiga tahun terakhir, angka kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta masih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan menganalisis implementasi program dengan teori implementasi program Mary Ann Scheirer serta faktor-faktor yang menjadi kendala program penanggulangan tuberkulosis di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan dokumentasi yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan program penanggulangan tuberkulosis di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta.
Hasil penelitian menunjukan bahwa program penanggulangan tuberkulosis di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta telah dilaksanakan sesuai Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dan Rencana Aksi Nasional Program TB di Lapas, Rutan dan Bapas Tahun 2012-2014 meskipun belum seluruhnya efektif karena dalam proses implementasi program terdapat komponen, proses dan variabel yang belum terpenuhi. Selain itu, belum tercapainya getting to zero case tuberculosis, menandakan implementasi program belum efektif. Faktor-faktor yang menjadi kendala internal adalah faktor sumber daya manusia untuk dokter spesialis, perawat khusus, analist, apotecker dan administrator; fasilitas terbatas, seperti ruang isolasi, laboratorium, rontgen, ventilasi dan pembuangan limbah medis, termasuk kesulitan akses keluar lapas; tidak ada dukungan dana, norma kerja yang menghambat, tidak ada perencanaan, pengawasan dan pengorganisasian program yang baik, tidak ada SOP, kelompok beresiko dan perilaku beresiko warga binaan. Faktor eksternal meliputi keterlambatan pengiriman obat, keterbatasan kelompok pendukung, pengawasan yang kurang dari induk organisasi dan kebijakan merujuk pasien keluar Lapas.
Untuk itu direkomendasikan kepada pemerintah menyediakan fasilitas layanan kesehatan yang memadai untuk pengendalian infeksi di Lapas, menyediakan sumber daya manusia dan pelatihan, membuat perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan terhadap program penanggulangan tuberkulosis, menyediakan sumber daya termasuk pendanaan, meningkatkan upaya pencegahan tuberkulosis dan pendeteksian dini, mengendalikan infeksi, meningkatkan peran serta seluruh petugas dan narapidana.

Correctional Center is as place for inmates to develop character building. It will not run effectively if convict gets illness. One of the diseases is tuberculosis, the disease have been transfered by droplet nuklei. At three years ago, in high position of ill and death range in Jakarta Class IIA Narcotic Correctional Center although tuberculosis coping program has held since 2005. This research aims to evaluate and investigate implementation program with implementing program Mary Ann Sheirer?s theory and the factors which relates to the problems of tuberculosis coped program in Jakarta Class IIA Narcotic Correctional Center. The writer does a research using qualitative method and data collection procedures are interview and documentation that relates directly to the implementation of tuberculosis coped program in Jakarta Class IIA Narcotic Correctional Center.
The result of this research is point out that tuberculosis coped program in Jakarta Class IIA Narcotic Correctional Center has been appropriate to Coped Tuberculosis National Directive and National Action Plan on TB Program in Prisons, Detention Centers, and Parole Offices in 2012 ? 2014 though it is not all of the program going effectively yet because the processes of implementing program are not completely in components, processes and variables. Than, not going to the goal getting to zero case tuberculosis, its sign that implementing program going effectively yet. Internal factors problem are humman resources for specialist docters, specialist nurses, analist, apoteker and administrator; inadequate facilities for isolation rooms, laboratory, x-ray, poor ventilations and medist rubbishes banishment, include dificultly acces to hospital facilities, not supported of budgeting, problem of work norms, lack of planning, controlling and organizing good program, no Standard Operational Procedure, risk group and beharvioral risk of inmates. External factors are lated delivery of tuberculosis medicine from government, less of supports group, lack of controlling from central organization and policy of hospitally inmates outside of prisons.
For those reasons, the writer suggest to Government to provide the best health facilities to control the infection in prison, provide the human sources for helping this program and hold training for inmate. The writer also suggest to official correctional center should arrange planning and controlling concern with tuberculosis coped program, provide the budget, give knowledge to prevent of tuberculosis, control the spread of infection, and increase the role of people in prison, the officials and inmates.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awaludin
"Pemeliharaan ketertiban dalam Lembaga Pemasyarakatan ditujukan untuk mengurangi kekerasan, meningkatkan keamanan penghuni dan petugas, dan meningkatkan keberbasilan program pembinaan. Cam terlmik untuk menjaga ketertiban di lapas dituntut adanya kernampuan petugas dalam menggunakan jenis­-jenis kekuasaan terbadap narapidana yang dapat mempengaruhi cara pandang narapidana nntuk mematubi petugas dan peraturan serta tata tertib di dalam lapas. Dengan menggnnakan contoh narapidana pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba studi ini menggali mengapa narapidana bekerja sama dengan petugas dan selanjutnya menunjukan kepatuhannya selama berada dalam Lapas. Temuan menunjukkan bnhwa walaupnn tidak terlalu tinggi, kebanyakau narapidana melihat petugas mempunyai kekuasaan hadiah, kekuasaan syah, kekuasaan pemaksa, kekuasaan nhli, dan kekuasaan rujnkan serta memiliki kepatuhan terbadap petugas baik kepatuhan paksaan, kepatuhan kalkulatif, maupun kepatnhau normatif. Akan tetapi pada saat yang sama, sebagian mnepidana melihat mereka akan bekerjasama apabila dilakukan dengan melalui pemaksaan. Penemuan juga menunjukan bnhwa bagaimanapun kekuasaan petugas apabila digunakan secara bersama-sama dapat mempengaruhi kepatuhan narapidana sebesar 51,55%, akan tetapi apabila diuji secara parsial maka masing-masing variabel memiliki pengaruh yang sangat kecil, pengaruhnya terhadap kepatuban untuk kekuasaan hadiah 4,45%, kekuasaan syah 8,82%. kekuasaan pemaksa 0,0036%, kekuasaan nhli 0,36% dan kekuasaan rujukan 5,42%. Selain itu, pemahaman narapidana dan pandangannya terbadap penggunaan jenis-jenis kekuasaan yang dilakukan petugas: memberikan pemahaman mengenai prediksi tinggi rendahnya kepatuban narapidana. Meskipun penelitian memberikan gambaran awal dalam menjelaskan baguimana sikap-sikap narapidana dapat bekerjasama dengan petugas dan dampaknya terbadap perilaku narapidana yang lebih adaftif, penelitian masa depan diperlukan untuk memperbaiki langkah-langknh, menjelajahi distribusi kekuasaan dan kepatuhan di Lapas, dan baguimana jika sikap­ sikap inl diterjemahkan dalam perilaku tertentu.

Maintaining order in correctional institutions aimed at reducing violence, improving occupant safety and workers, and increase the success of coaching programs. The best way to maintain order in prisons sued the ability of officers in using the kinds of powers to the inmates that could affect how inmates view officers to comply with rules and regulations as well as in prison. By using the example of inmates in Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba, study explores why prisoners cooperate with officers and then show its compliance during their slay in prison. Findings indicate that although not very high. most prisoners view officers have reward power legitimate power, coercive power expert power and referent power. and having a compliance to officer. But at the same time, some inmates seeing them would cooperate if done through coercion. Although partial, each bas a small effect. reward power 4,45%, legitimate power 8 82%, power 0.36%, and referent power 5,42% the findings also indicate that somehow the power of officers when used together can affect the compliance of prisoners in the amount of 51,55%. In addition, understanding of inmates and their view to the bases of power usage by officers provide a high predictive understanding of the compliance of prisoners. Although the study provides preliminary description in explaining how the attitudes of inmates to be working with officers and their impact on inmate behavior more adaptability, future research is needed to repair the steps, explore the distribution of power and obedience in prisoned how, if these attitudes translated into specific behavior."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T21043
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ramelan Suprihadi
"Salah satu tahap dalam pebinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan ialah tahap asimilasi dengan tujuan menyiapkan narapidana untuk kembali ke masyarakat. Untuk tujuan itulah maka narapidana memerlukan bekal berupa keterampilan yang akan mereka gunakan untuk mencapai sumber di masyarakat setelah mereka babas, hal ini dilakukan melalui kegiatan kerja. Pada kenyataannya, yang terjadi ialah masih banyaknya narapidana similasi yang tidak terserap dalam kegiatan kerja sehingga mereka mengisi waktunya hanya dengan bergerombol dan berbincang-bincang atau hanya sekedar membersihkan halaman lapas. Untuk menanggulangi hal ini perlu adanya suatu kegiatan kerja yang terencana secara sistematis. Hal inilah yang masih merupakan perrnasalahan di lembaga pemasyarakatan yaitu tidak adanya perencanaan yang baku tentang kegiatan kerja khususnya untuk narapidana asimilasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode ini digunakan untuk menggambarkan perencanaan kegiatan kerja yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan dan memberikan gambaran mengenai perancanaan yang ideal berdasarkan tahapan sistematis dari sebuah perencanaan kegiatan kerja. Hasil penelitian, menunjukan bahwa perencanaan keg iatan kerja yang dilakukan belum berdasarkan tahapan ideal dari sebuah perencanaan yang mangakomodasi kegiatan dari mulai persiapan hingga evaluasi. Hal ini lah yang mengakibatkan suatu kegiatan kerja dilaksanakan berangkat dari adanya aturan dan pelambagaan yang sudah ada tanpa mempertimbangankan perubahan yang terjadi.

The assimilation is one step of prisoners coaching in correctional institution. it is preparing the prisoners to come back to community. Through the work plan, prisoners get skill to reach the source of earnings if they have freedom and come back to community. In fact, much more the Assimilation prisoners not absorb at work plan. Then they just make a group and chatting or just cleaned the prison. A Systematic work plan need to solve that problem. However, this problem still happened in the prison because no standard assimilation prisoners work plan. To described ideal planning based on systematic of the work plan at coorectional institution, this research was using descriptive research method with approach qualitative. The result of this research has showed that work plan preparing until evaluation in the correctional institution still not based of ideal step. The consequence, without consideration of the change, work plan at the correctional institutions always just based of the roles and institution."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Afrimetty Timoera
"Tesis ini membahas tentang Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Tahap Asimilasi Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Cinere Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan asimilasi terhadap narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan terbuka Cinere Jakarta ini. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengkaji aturan-aturan yang berkaitan dengan judul tesis penulis dan diperkuat dengan wawancara untuk melihat pelaksanaan aturan dimaksud. Hasil penelitian yang didapat terlihat bahwa pelaksanaan pembinaan narapidana dalam tahap asimillasi ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.M.2.PK.04-10 Tahun 2007. Namun dalam pelaksanaannya tetap ada kendala yang dihadapi baik dari aturan yang diberlakukan, juga bagi narapidana sendiri, walaupun bukan kendala yang berat. Hasil wawancara peneliti dengan narapidana yang mendapatkan asimilasi dengan bekerja pada pihak ketiga, mereka sangat senang dengan mendapatkan asimilasi ini, karena mereka merasakan pembauran dengan masyarakat dan bisa menafkahi keluarga mereka. Mereka hanya menghadapi kendala yaitu jarak tempuh yang sangat jauh dari Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Cinere. Selain itu juga, masalah dengan kemacetan di jalanan yang harus mereka hadapi. Hal ini membuat jam kerja mereka tidak sesuai dengan aturan yang ada. Upaya untuk mengatasi masalah ini adalah pihak Lembaga Pemasyarakatan Terbuka mengeluarkan kebijakan intern tentang masalah waktu kerja tersebut, terutama pada waktu saat mereka harus kembali ke Lembaga Pemasyarakatan.

This thesis discusses about the implementation of the rehabilitation of prisoners in the Assimilation Stage in the Cinere Correctional Institution, Jakarta. The purpose of the research is to find out the implementation of the assimilation process of prisoners in the Cinere Correctional Institution, Jakarta. The method used in this thesis is normative study. The review of the regulations relating to the title of the thesis is also used and strengthened with interview to see the implementation of the rules. The results of the research show that the implementation of the rehabilitation of prisoners in assimilation stage is performed in accordance with the Ministry of Justice Regulation Number M.2.PK.04-10, 2007. However, in practice, there are constrains to be faced off, both from the regulation and from the prisoners themselves, even they are not big obstacles. The results of the interviews from the prisoners who get assimilation by working to third parties are they are very pleased with the chance given, because they felt the intermingling with the community and they can also support their family financially. They only have constraint with the distance from the assimilation place with the Cinere Correctional Institution. In addition, the traffic jam gives them problem to be face of with. This problem made their working hours is not fit with the rules. The attempt to overcome this matter is the Cinere Correctional Institution issued the internal policy about working hour, especially when they have to go back to the Correctional Institution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T22851
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>