Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131485 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Rizal Fikri
"Peran Lembaga Keuangan Mikro dalam Membuka Askes Keuangan Pada Masyarakat Pedesaan Muhammad Rizal Fikri-Tesis-Program Pascasarjana FHUI-Ringkas-2017 Abstrak Tesis ini membahas Peranan Lembaga Keuangan Mikro dalam membuka akses keuangan pada masyarakat pedesaan. Lembaga Keuangan Mikro memberikan pengaruh yang besar terhadap keuangan masyarakat pedesaan. Pengaruh tersebut tidak beriringan dengan jumlah Lembaga Keuangan Mikro yang sudah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator. Terdapat pengaturan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro yang mengharuskan Lembaga Keuangan Mikro memperoleh izin sebelum tanggal 8 Januari 2016, namun sampai saat ini masih banyak Lembaga Keuangan Mikro yang belum memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan. Dalam Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro tersebut terdapat pengaturan mengenai sanksi pidana bagi Lembaga Keuangan Mikro yang menjalankan usaha tanpa izin. Oleh sebab itu semangat Lembaga Keuangan Mikro dalam membuka akses pada masyarakat pedesaan masih terbentur dalam hal perizinan usaha sebagai Lembaga Keuangan Mikro. Kata Kunci: Perizinan, Lembaga Keuangan Mikro, Otoritas Jasa Keuangan.

THE ROLE OF MICROFINANCE INSTITUTIONS IN OPENING ACCESS TO FINANCE IN RURAL COMMUNITIES This thesis discusses the role of Microfinance Institutions in opening up financial access to rural communities. Microfinance Institutions have a great influence on the finances of rural communities. The influence is not in tandem with the number of Microfinance Institutions that have received permission from the Financial Services Authority as regulator. There is an arrangement in Law Number 1 Year 2013 on Microfinance Institutions requiring Microfinance Institutions to obtain permission by dateJanuary 8, 2016, but until now there are still many Micro Finance Institutions that have not obtained permission from the Financial Services Authority. In the Act of Microfinance Institutions there are arrangements regarding criminal sanctions for Microfinance Institutions conducting unlicensed business. Therefore, the spirit of Micro Finance Institutions in opening access to rural communities is still constrained in terms of business licensing as a Microfinance Institution. Key Words Licensing, Microfinance Institutions, Financial Services Authority."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T49506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Morrison Hendrik Riwu Kore
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja sosial dan pengaruh kinerja sosial terhadap kinerja keuangan dalam lembaga keuangan mikro (LKM) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan dinamika lingkungan sebagai anteseden, aliansi stratejik dan kapabilitas dinamik sebagai mediasi. Penelitian dilakukan terhadap sampel 235 pimpinan puncak LKM yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Pengumpulan data menggunakan kuesioner survei. Pengujian data menggunakan SPSS versi 25, dan model struktural menggunakan Amos versi 25. Hasil temuan menunjukkan bahwa orientasi kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja sosial LKM di Indonesia. Orientasi kewirausahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan namun harus melalui peningkatan kinerja sosial. Kinerja sosial berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Pentingnya LKM meningkatkan kinerja sosial (kedalaman dan luasnya jangkauan) untuk meningkatkan kinerja keuangan. LKM perlu meningkatkan kontribusi dan tanggung jawab sosial untuk meningkatkan kinerja sosial yang akan berdampak pada kinerja keuangan. Kinerja sosial mencakup kedalaman jangkauan untuk berkontribusi dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat miskin di sekitar lokasi operasional LKM dan tanggung jawab sosial LKM kepada masyarakat melalui pemberian beasiswa, bantuan pengobatan gratis, bantuan sembako, dan pembangunan/renovasi rumah ibadah dan lain-lain.

This study was to examine the influence of entrepreneurial orientation on performance of microfinance institutions (MFIs) in Indonesia. These tests use environment dynamism as antecedents, strategic alliances and dynamic capabilities as mediation. The test was carried out on a sample of 235 CEOs/top leaders of MFIs spread across all provinces in Indonesia. The findings show that entrepreneurial orientation has a significant influence on social performance and entrepreneurial orientation has a significant influence on strategic alliances. Strategic alliances have a significant influence on dynamic capabilities and dynamic capabilities significant influence on social performance. Entrepreneurial orientation does not influence financial performance but must go through social performance mediation. Social performance has a significant effect on financial performance. The importance of MFIs improves social performance (depth and breadth of reach) to improve financial performance. Social performance includes the depth of the reach to contribute to improving the quality of life of people experiencing poverty around the MFI's operations and the social responsibility of MFIs to the community through scholarships, free medical assistance, basic food assistance, and building/renovating houses of worship and others."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ridho Gunawan
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah peran Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) berpengaruh secara nyata atau signifikan terhadap kemiskinan rumah tangga petani. Metode dasar yang digunakan adalah metode deskriptif analitis dengan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah sampel 52 dengan dibagi dalam tiga musim tanam (MT I, MT II, dan MT III). Metode analisis yang digunakan adalah metode logit atau regresi logistik dengan variabel of interest yaitu akses debitur LKM-A dan 10 variabel kontrol lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 4 dari 11 variabel berpengaruh secara negatif (koefisien di bawah 1) yang artinya memiliki hubungan untuk menurunkan resiko kemungkinan untuk miskin, yaitu variabel akses debitur LKMA; akes debitur Bank; interaksi lama bersekolah dan luas area lahan, dan status pernikahan. Peluang yang tinggi dalam menekan resiko kemungkinan kemiskinan ini menunjukkan LKM-A dan Bank dapat menjadi jawaban bagi petani demi meningkatkan inklusivitas keuangan.

This study aims to determine whether the role of the Agribusiness Microfinance Institution (LKM-A) has a real or significant effect on the poverty of farmer households. The basic method used is descriptive analytical method with a sample using purposive sampling method with a total sample of 52 divided into three growing seasons (MT I, MT II, and MT III). The analytical method used is the logit or logistic regression method with the variable of interest, namely access to the LKM-A debtor and 9 other control variables. The results of the study show that 4 out of 11 variables have a negative effect (coefficient below 1), which means that they have a relationship to reduce the risk of being poor, namely the variable access to LKMA debtors; Bank debtor access; interaction of school and land area, and marital status. This high opportunity in reducing the risk of possible poverty shows that LKM-A and Bank can be the answer for farmers to increase financial inclusion."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Wira Immanuel
"Lembaga Keuangan Mikro (LKM) atau Micro Finance Institution (MFI) sebagai bahagian dari Lembaga Keuangan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian negara, khususnya perekonomian masyarakat kecil dan menengah yang secara umum berada di wilayah pedesaan. Lembaga Keuangan Mikro melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan kepada pelaku usaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dengan memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman ataupun pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, dan pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata–mata mencari keuntungan. Oleh sebab itu Lembaga Keuangan Mikro haruslah dikelola dengan baik berdasarkan prinsip kehati-hatian dan Good Coorporate Governance. Dengan demikian diperlukan Lembaga Pengawas, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang mengeluarkan pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan memiliki tanggung jawab untuk memastikan pengelolaan dan kegiatan usaha LKM, yang mana salah satu bahagiannya adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR), agar berjalan sesuai aturan yang berlaku. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai peran Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi LKM di Indonesia dan implementasi pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan terhadap Lembaga Keuangan Mikro.
Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan tipe deskriptif analitis. Pendekatan masalah yang digunakan adalah normatif-terapan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier, kemudian analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan OJK dalam mengawasi LKM melakukan fungsi pengawasan dengan berkordinasi kepada Kementerian Koperasi dan UMKM dan kepada Kementerian dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro, pembinaan dan pengawasan LKM didelegasikan oleh OJK kepada pemerintah kabupaten/kota dan apabila pemerintah kabupaten/kota belum siap, Otoritas Jasa Keuangan dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan LKM kepada pihak lain yang ditunjuk. Disisi lain terhadap BPR, OJK melakukan penyehatan terhadap BPR bermasalah melalui mekanisme Bail in berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.

Microfinance Institutions (MFI) as part of Financial Institutions have a very important role in the development of the country's economy, especially the economy of small and medium-sized communities who are generally located in rural areas. Microfinance Institutions carry out activities of providing financial services to small and micro business actors as well as low-income communities based on Law Number 1 of 2013 concerning Microfinance Institutions by providing business development services and community empowerment, both through loans and micro-scale financing. business to members. and the community, manage deposits, and provide consulting services for business development that are not solely for profit. Therefore, Microfinance Institutions must be managed properly based on the principles of prudence and Good Corporate Governance. Therefore, a supervisory agency is needed, namely the Financial Services Authority (OJK) which was established based on Law Number 21 of 2011 concerning the Financial Services Authority as the institution that issues regulation and supervision of the financial services sector. The Financial Services Authority has the responsibility to ensure the management and business activities of MFI, The Financial Services Authority has the responsibility to ensure that the management and business activities of MFI, including Rural Bank (BPR), run according to applicable regulations. The formulation of the problem in this study is about the role of OJK in monitoring MFI in Indonesia and implementation of OJK supervision on Microfinance Institutions.
This research is a normative juridical law research with analytical descriptive research type. The problem approach used is normative application. The data used is secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials, then the data analysis is carried out qualitatively.
The results of the study show that OJK in supervising MFI performs a supervisory function in coordination with the Ministry of Cooperatives and MSME and the Ministry of Home Affairs as stipulated in Article 28 of Law Number 1 of 2013 concerning Microfinance Institutions. Meanwhile, based on the provisions of Article 2 paragraph (2) and (3) of the Financial Services Authority Regulation Number 14/POJK.05/2014 concerning the Guidance and Supervision of Microfinance Institutions, the guidance and supervision of MFI is delegated by the OJK to the district/city government and if the district/city government the city is not ready. The Financial Services Authority may delegate the guidance and supervision of MFI to other appointed parties. On the other hand, for BPR, OJK has restructured problematic BPR through the Bail-in mechanism based on the mandate of Law Number 9 of 2016 concerning Prevention and Handling of Financial System Crisis.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Ramadhanty
"Menjangkau masyarakat miskin dan terbelakang serta mandiri finansial merupakan tujuan double bottom line dalam Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang keduanya harus terpenuhi agar dapat mewujudkan inklusi keuangan secara berkelanjutan. Namun, menyeimbangkan kedua tujuan tersebut sulit dicapai karena biaya operasional yang besar. Penelitian ini berkontribusi pada literatur bahwa terdapat hubungan yang terbalik antara kinerja keuangan dan kedalaman penjangkauan dimana fokus kinerja keuangan dalam mencapai kemandirian finansial memperburuk pencapaian misi sosial yang disebut dengan penyimpangan misi. Penelitian ini menggunakan 200 sampel LKM dari 56 negara yang dianalisis menggunakan metode logistik. Dengan perhitungan rasio penyimpangan misi sebagai variabel dependen, penelitian ini menemukan bahwa sumber pendanaan, status hukum, ukuran LKM, suku bunga, produktivitas, serta regional (negara OKI) memengaruhi LKM untuk menyimpang dari misi sosialnya. Secara keseluruhan, penelitian ini sesuai dengan hipotesis utama dalam penyimpangan misi yang menyatakan bahwa meningkatkan motivasi keuntungan yang berlebihan memperburuk pencapaian misi sosial. Implikasi penelitian dapat menjadi masukan untuk para pengambil kebijakan dalam mengembangkan LKM Syariah sebagai alternatif mewujudkan inklusi keuangan bebas bunga dalam upaya mengurangi kemiskinan.

Reaching out to the poor and underdeveloped, as well as financially sustainable are the double bottom line objectives of Microfinance Institutions (MFIs) which must be adhered to achieve sustainable financial inclusion. However, maintaining these two objectives is difficult due to high operational costs. The paper contributes to the literature arguing that found focussing on financial performance to achieve financially sustainable would lower the achievement of MFI’s social mission called mission drift. This study uses a dataset of 200 MFIs from 56 countries and runs a logistic regression. By calculating the mission drift ratio as the dependent variable, this study finds that funding sources, legal status, MFI size, interest rates, productivity, and regional (OIC countries) affect an MFI to move away from its social mission. Overall, this study agrees with the main hypothesis in mission drift stating that excessive profit motivation worsens social mission achievement. The implication of the research can be used by policy makers as a suggestion in developing Islamic MFIs as an alternative to realizing interest-free financial inclusion in poverty reduction effort. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Ramadhanty
"Menjangkau masyarakat miskin dan terbelakang serta mandiri finansial merupakan tujuan double bottom line dalam Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang keduanya harus terpenuhi agar dapat mewujudkan inklusi keuangan secara berkelanjutan. Namun, menyeimbangkan kedua tujuan tersebut sulit dicapai karena biaya operasional yang besar. Penelitian ini berkontribusi pada literatur bahwa terdapat hubungan yang terbalik antara kinerja keuangan dan kedalaman penjangkauan dimana fokus kinerja keuangan dalam mencapai kemandirian finansial memperburuk pencapaian misi sosial yang disebut dengan penyimpangan misi. Penelitian ini menggunakan 200 sampel LKM dari 56 negara yang dianalisis menggunakan metode logistik. Dengan perhitungan rasio penyimpangan misi sebagai variabel dependen, penelitian ini menemukan bahwa sumber pendanaan, status hukum, ukuran LKM, suku bunga, produktivitas, serta regional (negara OKI) memengaruhi LKM untuk menyimpang dari misi sosialnya. Secara keseluruhan, penelitian ini sesuai dengan hipotesis utama dalam penyimpangan misi yang menyatakan bahwa meningkatkan motivasi keuntungan yang berlebihan memperburuk pencapaian misi sosial. Implikasi penelitian dapat menjadi masukan untuk para pengambil kebijakan dalam mengembangkan LKM Syariah sebagai alternatif mewujudkan inklusi keuangan bebas bunga dalam upaya mengurangi kemiskinan.

Reaching out to the poor and underdeveloped, as well as financially sustainable are the double bottom line objectives of Microfinance Institutions (MFIs) which must be adhered to achieve sustainable financial inclusion. However, maintaining these two objectives is difficult due to high operational costs. The paper contributes to the literature arguing that found focussing on financial performance to achieve financially sustainable would lower the achievement of MFI’s social mission called mission drift. This study uses a dataset of 200 MFIs from 56 countries and runs a logistic regression. By calculating the mission drift ratio as the dependent variable, this study finds that funding sources, legal status, MFI size, interest rates, productivity, and regional (OIC countries) affect an MFI to move away from its social mission. Overall, this study agrees with the main hypothesis in mission drift stating that excessive profit motivation worsens social mission achievement. The implication of the research can be used by policy makers as a suggestion in developing Islamic MFIs as an alternative to realizing interest-free financial inclusion in poverty reduction effort.  "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumayyah Khaeriyah
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana peran lembaga keuangan mikro Islam terhadap pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan perempuan pada penelitian ini meliputi tiga dimensi pemberdayaan yaitu Economic Empowerment (ECEM), Socio-Cultural Empowerment (SCEM), dan Familial Empowerment (FLEM). Penelitian ini menggunakan metode studi kasus pada dua lembaga keuangan mikro Islam di Depok dan Tangerang Selatan melalui survei kuesioner terhadap 100 responden yang merupakan nasabah pembiayaan mikro dan anggota program pemberdayaan perempuan yang kemudian diolah menggunakan metode regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pembiayaan dan lama pembiayaan berpengaruh signifikan terhadap Economic Empowerment (ECEM) dan tidak berpengaruh signifikan terhadap Socio-Cultural Empowerment (SCEM) sedangkan pada Familial Empowerment (FLEM) jumlah pembiayaan tidak berpengaruh signifikan dan lama pembiayaan berpengaruh signifikan.

This research aims to see the role of Islamic microfinance institutions on women's empowerment. Women empowerment in this study includes three dimensions of empowerment, namely Economic Empowerment (ECEM), Socio-Cultural Empowerment (SCEM), and Familial Empowerment (FLEM). This research uses a case study method at two Islamic microfinance institutions in Depok and South Tangerang through a questionnaire survey of 100 respondents who are microfinance customers and members of the women's empowerment program which is then processed using multiple linear regression methods. The results showed that the amount of financing and the length of financing had a significant effect on Economic Empowerment (ECEM) and had no significant effect on Socio-Cultural Empowerment (SCEM) while on Familial Empowerment (FLEM) the amount of financing had no significant effect and the length of financing had a significant effect."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panji Lhoro Tegar
"Inklusi keuangan merupakan salah satu tujuan terpenting dari pembuatan kebijakan pembangunan sosial ekonomi. Lembaga keuangan mikro (LKM) telah menjadi pemegang peran utama dalam mempromosikan inklusi keuangan secara luas dan dapat menguntungkan masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, kemajuannya di daerah pedesaan di mana banyak terdapat kemiskinan masih dianggap rendah. Banyak hal yang sering dikaitkan dengan lambatnya pertumbuhan inklusi keuangan di daerah pedesaan seperti karakter peminjamnya, biaya transaksi yang lebih besar, dan risiko default yang lebih tinggi. Hambatan-hambatan tersebut menjadikan adanya anggapan bahwa lembaga keuangan mikro di pedesaan menghadapi tantangan yang lebih sulit untuk mempertahankan sustainability-nya dibandingkan dengan LKM di daerah perkotaan. Di samping itu, beberapa faktor seperti banyaknya nasabah wanita serta status NGO masih sering digunakan dalam mengukur sustainability LKM. Di dalam penelitian ini digunakan data dari 942 LKM dari tahun 2009 hingga 2019 yang melaporkan datanya ke MIX Market dengan 7560 data observasi. Penelitian ini menyelidiki bahwa apakah tingkat persentase ke peminjam pedesaan, persentase nasabah wanita serta status NGO akan berpengaruh keberlangsungan LKM tersebut. Hasil dari penelitian ini justru mengatakan tingkat persentase peminjam pedesaan berpengaruh positif terhadap sustainability LKM. Sementara itu, persentase nasabah wanita serta status NGO secara umum tidak berpengaruh signifikan pada keberlangsungannya LKM. Namun, hasil yang lebih bervariasi muncul saat dilakukan pengujian terpisah berdasarkan kawasan regional operasi. Hal tersebut mengindikasikan agar LKM dapat merambah peminjam-peminjam pedesaan dan wanita serta memerhatikan aspek budaya dan geografis dalam memberikan akses finansial ke orang-orang kurang mampu. Penelitian ini berkontribusi melalui pemeriksaan lebih lanjut terhadap karakteristik unik per masing-masing region mengakibatkan efek yang beragam kepada sustainability.

Financial inclusion is one of the most important objectives of socio-economic development policy maker. Microfinance institutions (MFIs) have become major role in promoting wide range of financial inclusion which benefits low-income societies. However, outreach in rural areas where poverty more widespread is still considered low. Many things are often associated with slower growth of financial inclusion in rural areas such as the character of the borrowers, higher transaction costs, and higher risks. These obstacles lead to assumptions that microfinance institutions in rural areas face more difficult challenges to maintain their sustainability than in urban areas. In addition, several factors such as the number of female borrowers and NGO status are often associated in measuring MFI sustainability. In this study, data collected from 2009 to 2019 of 942 microfinance institutions (MFIs) were used, in which reported their data to Mixmarket with 7560 observational data. This study investigated whether better rural outreach, proportion of female borrowers and NGO status will affect the sustainability of the MFI. The result show better rural outreach has a positive effect on the MFI sustainability. Meanwhile, the percentage of female customers and NGO status in general do not have a negative effect on the sustainability of the MFI. However, varied results appeared when regressions were tested separately by MFI regions. These result indicate that MFIs with various statuses can continue to provide more rural and more women borrowers while paying attention to cultural and geographical aspects in providing financial access to poor people. This study contributes through further examination of the unique characteristics at each region resulting in various effects on sustainability."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Pramedia Nesya
"

Saat ini, pemerintah terutama di Negara berkembang memiliki perhatian pada pengembangan lembaga keuangan mikro, yang diharapkan dapat mencapai keuangan inklusif dan pengentasan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut, lembaga keuangan mikro dianjurkan untuk dapat menghasilkan keuntungan yang stabil dan berkelanjutan secara keuangan, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mempelajari faktor-faktor penentu keberlanjutan secara keuangan lembaga keuangan mikro di Indonesia. Studi penelitian menggunakan data dari MIX Market untuk menganalisa lembaga keuangan mikro di Indonesia dalam kurun waktu 12 tahun. Metode yang digunakan ialah analisis kuantitatif dengan regresi linear berganda data panel tidak lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga keuangan mikro perlu menetapkan tingkat suku bunga yang cukup, menyalurkan pinjaman per nasabah pada tingkat tertentu, serta meningkatkan profitabilitas lembaga untuk mencapai keberlanjutan secara keuangan. Variabel dummy seperti peringkat dari lembaga juga berpengaruh dalam meningkatkan keberlanjutan secara keuangan lembaga keuangan mikro.

 


Nowadays governments pay a great attention to develop Microfinance Institutions (MFIs) with the belief that they able to achieve financial inclusion and poverty alleviation. To achieve those goals, MFIs should become steady profitable and financially sustainable, therefore, the objective of this study is to identify determinant factors which drive financial sustainability of MFIs in Indonesia. Data on Indonesian MFIs was collected from Microfinance Information Exchange database to analyze MFIs during twelve fiscal years. The method used in this study is quantitative analysis with unbalanced panel data regression. The main results suggest that MFIs should apply sufficient interest rate, provide loan per client at a certain level, and increase profit in order to reach financial sustainability. The dummy variables, consist of MFI rating also significantly increase MFIs financial sustainability.

 

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risma Nur Indah
"Kondisi Indonesia sebagai Negara kepulauan mempersulit usaha penyediaan tenaga listrik terutama pada daerah-daerah yang terpencil bila dilakukan dengan cara ekspansi main grid. Energi baru terbarukan, khususnya tenaga surya telah teridentifikasi sebagai solusi dengan potensi yang tinggi untuk mengelektrifikasi area pedesaan. Penyediaan listrik di daerah pedesaan memiliki tantangan tersendiri, beberapa diantaranya adalah kepadatan penduduk yang rendah, dengan pendapatan yang rendah pula.
Beberapa penelitian telah memberikan rekomendasi untuk mengatasi tantangan tersebut. Salah satunya adalah dengan mengaplikasikan skema pendanaan yang inovatif. Keuangan mikro atau microfinance sederhananya merupakan akses finansial untuk masyarakat miskin. Keuangan mikro pada sektor energi masih terbilang cukup baru dibahas, namun terdapat bukti kesuksesan bahwa skema pendanaan ini dapat membantu meningkatkan penjualan SHS pada rumah tangga miskin. Produk keuangan mikro Grameen Shakti dianggap sukses dalam usaha mengelektrifikasi pedesaan masyarakat miskin di Bangladesh. Grameen Shakti berhasil menjual sebanyak lebih dari 740.000 SHS kepada masyarakat miskin dalam kurun waktu 10 tahun.
Penelitian ini mencoba mengadaptasi produk keuangan mikro Grameen Shakti, yang tentunya disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Oleh karena itu, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai kebutuhan listrik, serta kemampuan membayar masyarakat desa yang belum berlistrik di Indonesia.
Hasil analisis menunjukkan bahwa masyarakat desa yang belum berlistrik membutuhkan tenaga listrik sebagai sumber penerangan. Hasil analisis untuk kemampuan membayar menunjukkan, rumah tangga di desa belum berlistrik dapat mengeluarkan biaya sebesar 600 – 900 ribu rupiah untuk membeli bahan bakar genset setiap bulannya. Namun, biaya tersebut dirasa cukup berat bagi mereka. Ada pula beberapa kasus yang menunjukkan beberapa warga desa tidak mampu untuk memiliki genset sehingga menggunakan lampu pelita sebagai sumber penerangannya di malam hari.
Rekomendasi produk keuangan mikro SHS untuk masyarakat desa belum berlistrik dibuat berdasarkan karakteristik masyarakat desa belum berlistrik yang telah dianalisis sebelumnya. SHS berkapasitas 20 Wp, 50 Wp, dan 100 Wp dapat ditawarkan kepada mereka. Skema yang dibuat mengacu pada produk milik Grameen Shakti dan beberapa penelitian yang relevan. Produk keuangan mikro yang direkomendasikan diharapkan dapat meningkatkan keterjangkauan SHS sehingga masyarakat desa yang belum berlistrik dapat beralih ke tenaga surya.

The condition of Indonesia as an archipelagic country complicates efforts to supply electricity to remote areas with the expansion of the main grid. Renewable energy, especially solar energy has been identified as a solution with high potential to electrify rural areas. Electricity supply in rural areas has its own challenges, specifically low-income population with often low income.
Several studies have provided suggestions to overcome these challenges. One of them is with an innovative financing. Microfinance is simply a financial access for the poor. Microfinance in the energy sector is still fairly new, however, there are evidences showing that this scheme has successfully penetrates SHS in poor households. Grameen Shakti's microfinance products are considered successful in the effort to electrify poor rural areas in Bangladesh. Grameen Shakti managed to sell more than 740,000 SHS to the poor in 10 years.
This study attempts to implement the Grameen Shakti microfinance product, which is adapted to the conditions of Indonesia. Therefore, it should be noted in advance about electricity needs, as well as the need to pay rural communities who are not yet electrified in Indonesia.
The results of the analysis showed that the village community who had not been electrified needed electricity as a source of lighting. The results of the analysis for the ability to pay show that unelectrified households can spend 600 - 900 thousand rupiah to buy generator fuel every month. However, this fee is quite expensive for them. There are several cases which show that poor people unable to have generators so that they use kerosene lamp as lighting at night.
SHS microfinance product recommendations made based on the characteristics of the un-electrified household. SHS with a capacity of 20 Wp, 50 Wp and 100 Wp can be offered to them. The schemes created support the Grameen Shakti products and some relevant research. Microfinance products are expected to increase the affordability of SHS, therefore unelectrified household can afford solar power.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>