Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80253 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dindadari Arum Jati
"ABSTRAK
Penelitian ini berkaitan dengan tuturan yang dihasilkan penderita skizofrenia tipe hebefren di Indonesia, khususnya di kota Yogyakarta. Tuturan tersebut akan dianalisis dengan prinsip kerja sama dari Grice 1975 yang terdiri atas empat maksim, yaitu maksim kualitas, kuantitas, relevansi, dan cara, serta jenis pelanggaran prinsip kerja samanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pelanggaran maksim dan mengklasifikasi jenis pelanggaran prinsip kerja sama yang mendominasi tuturan penderita skizofrenia tipe hebefren. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara berbentuk tanya jawab yang dilakukan peneliti kepada 6 informan, 3 fase akut dan 3 fase tenang . Data rekaman audio yang telah didapat akan ditranskrip dan dianalisis dengan teori prinsip kerja sama Grice 1975 . Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penderita skizofrenia fase akut lebih banyak melakukan pelanggaran maksim dari pada fase tenang dan maksim yang paling banyak dilanggar adalah maksim relevansi yang mencapai 57 kali kemunculan pada fase akut dan 23 kali kemunculan pada fase tenang. Selain itu, jenis pelanggaran prinsip kerja sama yang mendominasi tuturan penderita skizofrenia tipe hebefren adalah jenis infringing dengan total temuan 70 kali kemunculan. Rincian dari temuan adalah fase akut melakukan 47 dan fase tenang melakukan 23 pelanggaran jenis infringing.

ABSTRACT
This research observes how hebephrenic schizophrenia patients conduct a communication toward others. This research uses the theory from Grice 1975 , cooperative principles which consist of four maxims, they are the maxim of quality, quantity, relation, and manner. More over, this research also observes the type of the violation of cooperative principles. The data collection technique of this research is interviewing the six hebephrenic skizofrenia patients three acute phase patients and three quiet phase patients . The audio recorded which is obtained will be transcribed and analized based on the coopreative principles theory from Grice. The findings of this research shows that acute phase hebephrenic skizophrenia patients commited more violation toward cooperative principles than quiet phase hebephrenic skizophrenia patients. Furthermore, maxim which is usually violated is maxim of relation which reach up to 57 times occurance in acute phase and 23 times occurance in quiet phase. Then the findings of the type which is usually violated is infringing type with 47 times occurance for the acute phase and 23 times occurance for the quiet phase."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ellah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran family functioning dan kualitas hidup pada anggota keluarga yang merawat penderita skizofrenia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengukuran family functioning menggunakan Family Assessment Device (FAD) dan pengukuran kualitas hidup menggunakan alat ukur WHOQOL-BREF.
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum family functioning anggota keluarga yang merawat penderita skizofrenia tidak mengalami masalah pada semua dimensi yang diukur dan kualitas hidup anggota keluarga yang merawat penderita skizofrenia berada pada tingkatan sedang.

This study was conducted to examine family functioning and quality of life of family member who take care for people with schizophrenia. This study used quantitative method. Family functioning was measured by Family Assessment Device (FAD) and quality of life was measured by WHOQOL-BREF.
The result of this study showed that generally family member who take care for people with schizophrenia don't have any problem on each dimension of family functioning and the result showed that they had moderate quality of life.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46525
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Nadya Widyanti
"Sales (2003) mengatakan merawat anggota keluarga yang menderita penyakit kronis, misalnya skizofrenia, dapat menimbulkan perasaan terbebani dan ketegangan sehingga mengurangi kualitas hidup caregiver. Stanley dan Shwetha (2006) menjelaskan skizofrenia mengakibatkan stres tidak hanya bagi penderitanya tetapi juga bagi anggota keluarganya. Secara umum, hal ini dikenal sebagai beban caregiver yang terbagi dua, yaitu beban obyektif dan beban subyektif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemberian intervensi psikologis pada caregiver penderita skizofrenia. Intervensi psikologis yang diberikan berdasarkan manual intervensi yang dibuat oleh National Institute of Mental Health and Neuroscience Bangalore (Varghese, Shah, Kumar, Murali, & Paul, 2002).
Penyampaian materi dan tujuan yang tertuang dalam modul tersebut akan dilakukan dengan pendekatan konseling. Penelitian ini bertujuan untuk melihat penurunan beban caregiving yang dialami oleh caregiver penderita skizofrenia. Penelitian melibatkan dua orang partisipan yang menjalani rangkaian intervensi sebanyak lima kali pertemuan. Penurunan beban caregiving dilihat berdasarkan perbedaan skor pada alat ukur Zarit Burden Interview (ZBI) yang terdiri dari 22 item dan wawancara secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi yang dijalankan dapat menurunkan beban pada caregiver penderita skizofrenia,yang dilihat dari penurunan skor pada alat ukur ZBI dan perubahan positif yang dirasakan caregiver.

Sales (2003) said that caring for a family member suffering from a chronic disease, such as schizophrenia, can lead to feeling overwhelmed and tension thereby reducing caregiver quality of life. Stanley and Shwetha (2006) describe schizophrenia is stressful not only for the sufferer but also for family members. This is known as caregiver burden which can be divided into objective burden and subjective burden. Therefore, it is necessary to provide psychological intervention on caregiver of people with schizophrenia. Psychological intervention given is based on a manual intervention developed by National Institute of Mental Health and Neuroscience Bangalore (Varghese, Shah, Kumar, Murali, & Paul, 2002).
Delivery of content and objectives contained in the module will be done using counseling approach. This research was conducted to see whether the intervention with the caregiver of people with schizophrenia can ease the caregiver's burden. This research involved two participants who underwent a series of interventions consists of five sessions. The decrease in caregiver burden is seen by differences in scores using Zarit Burden Interview (ZBI), which consists of 22 items, and a qualitative interview. The result showed this psychological intervention have decreased caregiver burden, as seen from ZBI scores and positive changes which caregiver perceived.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haya Serena
"Skizofrenia merupakan gangguan yang menimbulkan gangguan proses kognitif, disintegrasi kepribadian, gangguan afek, dan munculnya perilaku menarik diri dari lingkungan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kekambuhan adalah dengan memberikan pelatihan asertif. Keasertifan merupakan kunci dari keterampilan sosial yang jika dapat dikuasai oleh penderita skizofrenia, maka kecemasan sosial mereka akan menurun sehingga kemungkinan kambuh juga semakin kecil. Asertif merupakan kemampuan untuk mengekspresikan perasaan dan kemampuan untuk membela hak pribadi dengan tetap menghormati perasaan serta hak dari orang lain.
Peneliti kemudian memberikan pelatihan asertif kepada tiga penderita skizofrenia paranoid yang dirawat di RSMM yang sudah melewati fase akut. Pelatihan diberikan dalam bentuk terapi kelompok yang diharapkan dapat mempersingkat waktu dan biaya serta memfasilitasi partisipan untuk dapat berlatih berinteraksi dengan orang lain. Pelatihan ini dilakukan dengan menggunakan teknik behavioral dan restrukturisasi kognitif untuk menunjang teknik behavioral yang dilakukan. Pelatihan diberikan melalui edukasi dengan metode ceramah, diskusi, role play, dan menonton film. Pelatihan ini berhasil menurunkan kecemasan sosial pada ketiga penderita, dilihat dari penurunan skor pada Social Interaction Anxiety Scale.

Schizophrenia is a group of disorder characterized by severely impaired cognitive processes, personality disintergration, affective disturbances, and social withdrawal. Assertiveness training is one of the intervention that can be given to the patient to prevent relaps. Assertiveness is a key ability to be mastered in order to reduce social anxiety. Thus, their possibility to relaps will also decreased. Assertiveness is the ability to express one?s feeling and assert one?s rights while respecting the feelings and rights of others.
The researcher conducted an assertiveness training for three non acute schizophrenic paranoid patients in RSMM. The training was running in a group therapy form in order to cut time and cost, and also to facilitate the participants to be able to interact with each other. The researcher is using behavioral techniques and also cognitive restructurization to support the behavioral techniques. The subjects is given through education by lectures, group discussion, role play, and movie watching. This training is succeed to reduce social anxiety of all three participants, proven by the decrease of Social Interaction Anxiety Scale."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T35734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfonsus Edward Saun
"Pendahuluan: Skizofrenia berdampak besar terhadap pasien dan keluarganya. Awitannya sering pada masa remaja akhir sampai dengan dewasa awal, dengan perjalanan penyakit yang cenderung berlangsung seumur hidup. Potensi kekambuhan dan perburukan gejala semakin memperburuk prognosis gangguan ini. Berdasarkan teori diskonektivitas otak dan gangguan perkembangan saraf (struktur otak dan gangguan konektivitas), diduga patofisiologi yang terjadi adalah akibat efektivitas modulasi sinaptik yang terganggu. Mengenai perubahan konektivitas ini, terdapat perbedaan signifikan ambang motorik antara pasien skizofrenia dan kontrol yang normal, dengan alat TMS. Hal ini menunjukkan potensi besar ambang motorik sebagai penanda biologis neurofisiologi pada skizofrenia. Walau begitu, saat ini belum banyak diketahui faktor yang berpengaruh pada ambang motorik. Dikatakan terdapat perbedaan struktural otak, model perkembangan saraf, serta anisotropi fraksional, terkait awitan dan durasi perjalanan penyakit pasien dengan skizofrenia. Oleh karena itu, akan diteliti lebih lanjut hubungan antara umur saat awitan gejala psikotik dan durasi perjalanan penyakit skizofrenia dengan ambang motorik.
Metode: Penelitian dengan desain studi potong lintang, dilakukan di Unit Rawat Jalan Psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada April 2018 sampai dengan Desember 2018 (N= 40, usia 18 hingga 59 tahun), dengan sampling konsekutif. Subjek penelitian adalah pasien dengan skizofrenia resisten pengobatan, yang mengikuti terapi TMS. Setelah diberikan penjelasan rinci dan memberikan persetujuan, data demografi dan klinis dikumpulkan, kemudian dilakukan penilaian ambang motorik oleh tenaga ahli terlatih. Subjek diberikan penutup kepala kain untuk mengukur dan menandai titik yang akan dinilai. Diberikan stimulasi dengan alat TMS, dari intensitas paling kecil yang dinaikkan bertahap sampai didapatkan nilai ambang motorik (respons gerakan/kontraksi otot ibu jari tangan kanan, 50% dari stimulasi). Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data.
Hasil: Rerata hasil pengukuran ambang motorik yang didapatkan adalah 60,2% ± 8,841. Nilai tengah umur saat awitan gejala psikotik sebesar 19,5 ± 6,0, dan nilai tengah durasi perjalanan penyakit skizofrenia sebesar 13,0 ± 14,5 tahun. Pada uji korelasi antara variabel umur saat awitan gejala psikotik dengan ambang motorik didapatkan hasil tidak signifikan, dengan p= 0,063. Demikian pula, hasilnya tidak signifikan pada uji korelasi antara variabel durasi perjalanan penyakit skizofrenia dengan ambang motorik, p= 0,068. Tidak ada perbedaan bermakna rerata ambang motorik, terkait kelompok usia, jenis kelamin, antipsikotik, atau obat lainnya (antikolinergik, penstabil mood, benzodiazepin).
Diskusi: Terdapat kesulitan pada pengambilan sampel, tidak semua pasien yang datang bersedia untuk ikut dalam penelitian, karena ragu dan takut akan keamanannya dan waktu yang dihabiskan, sekalipun telah dijelaskan dengan rinci. Tidak ada terjadi efek samping seperti nyeri atau kejang yang dilaporkan. Pengawasan dan penilaian pada penelitian ini dilakukan oleh pakar terlatih. Kekuatan penelitian relatif terbatas. Banyak subjek, terutama yang sudah lebih tua dan tidak ada keluarga, tidak ingat secara pasti mengenai umur saat pertama kali muncul gejala psikotik.

Introduction: Schizophrenia has a major impact on patients and their families, with late adolescence to early adulthood onset, and tends to last a lifetime. There is also a great potential for recurrence and symptoms worsening. Based on the theory of brain disconnectivity and neurodevelopmental disorders, it is suspected that the pathophysiology occurs due to the disrupted effectiveness of synaptic modulation. Regarding changes in connectivity, significant motor threshold differences between schizophrenic patients and normal controls are found using TMS. This shows a great potential of motor threshold to be used as a neurophysiological biological marker in schizophrenia. Nevertheless, currently not many motor threshold influencing factors are known. It is said that brain structural differences, neural development, and fractional anisotropy are related to the onset and duration of the disease in patients with schizophrenia. Therefore, further study will be carried out to see the relationship between onset age of psychotic symptoms or duration of schizophrenia and motor threshold.
Method: A cross-sectional study design was carried out in the Psychiatric Outpatient Unit of Cipto Mangunkusumo Hospital in April 2018 to December 2018 (N = 40, ages 18 to 59 years), with consecutive sampling. The research subjects were treatment-resistant schizophrenia patients who underwent TMS. Demographic and clinical data were collected after detailed explanations and subjects gave informed consent. Motor threshold measurements were then carried out by trained experts. The subjects are given a cloth head cover to measure and mark the assessment point, and stimulations are casted from the smallest intensity, gradually increased, with TMS until the motor threshold value is obtained, based on movement / contraction responses of right thumb muscle as much as 50% of the stimulation. After all data is collected, data processing is carried out.
Result: The mean result of motor threshold measurements was 60.2% ± 8.841. The median of age at the onset of psychotic symptoms is 19.5 ± 6.0, and the median of duration of illness of schizophrenia is 13.0 ± 14.5 years. The correlation test result between the age at the onset of psychotic symptoms and motor threshold was not significant, with p = 0.063. Similarly, the correlation test result between the duration of illness of schizophrenia and motor threshold was also not significant, with p = 0.068. There were no significant differences in motor thresholds mean, related to age group, gender, antipsychotics, or other drugs, such as anticholinergics, mood stabilizers, or benzodiazepines.
Discussion: There were difficulties in sampling, which not all patients who had come were willing to participate in the study, because of their doubts and safety concerns, also worry about have to spend a lot of time, even though it has been explained in detail. There were no side effects that were reported. Monitoring and assessment in this study was carried out by trained experts. The power of the study is relatively limited. There are many research subjects, especially those who are older and have no other family, dont remember for certain about their psychotic symptoms onset."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Sri Nurtantri
"Latar belakang: Penelitian ini merupakan penelitian penentuan validitas dan realibilitas instrumen Family Questionnaire (FQ) agar dapat digunakan dalam menilai kualitas dan kuantitas ekspresi emosi pada keluarga penderita skizofrenia di Indonesia.
Tujuan: Untuk mendapatkan instrumen Family Questionnaire (FQ) dalam bahasa Indonesia yang sahib dan mengetahui apakah FQ tersebut stabil dan terpercaya untuk digunakan dalam penilaian ekspresi emosi yang dialami oleh keluarga yang merawat penderita skizofrenia di Indonesia.
Metode: Pengambilan sampel keluarga yang merawat penderita skizofrenia sejumlah 97 orang (N = 97) dan sampel pada keluarga yang merawat penderita reumatoid artritis sebagai kontrol sejumlah 94 orang (N = 94). Memenuhi kriteria inklusi dengan metode consecutive yang dilaksanakan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Pengisian kuesioner dilakukan secara self report. Hasil pengisian kuesioner dianalisis secara statistik dengan alat bantu SPSS versi 13, untuk mendapatkan validitas diskriminan, validitas konstruksi, reliabilitas test retest, reliabilitas interobserver, dan reliabilitas konsistensi internal dari instrumen FQ.
Hasil: Hasil analisis diskriminan menunjukkan kemampuan diskriminasi yang baik dari instrumen FQ. Dari pengujian didapatkan sensitivitas (95,5%), spesifisitas (93,8%) dan akurasi FQ (94,3%). Pada pengujian analisis faktor didapatkan koefisien korelasi antara butir dalam domain yang sama menunjukkan angka yang iebih tinggi dibanding domain yang berbeda. Hasil dari analisis faktor menunjukkan 2 underlying construct yaitu Emotional Over Involvement (EO1} dan komponen Critical Comments (CC). Hasil pengujian reliabilitas memperlihatkan skor Cronbach alpha sebesar 0,896, tidak terdapat perbedaan bermakna pada sebagian besar reliabilitas test-retest (p >0,05) dan reliabilitas interobserver (p >0,05).
Kesimpulan: Pada penelitian ini terbukti bahwa instrumen FQ versi bahasa Indonesia memiliki validitas dan reliabilitas yang baik dan dapat digunakan untuk menilai ekspresi emosi yang dialami oleh keluarga penderita skizofrenia, namun ada beberapa pertanyaan yang perlu diperbaiki, terutama pada tatabahasa agar mudah dipahami.

Background: This study is a research of validity and realibility of the Family Questionnaire (FQ) for evaluating quality and quantity of emotional expression of schizophrenia caregivers.
Objective: To obtain the Family Questionnaire (FQ) in Bahasa and to explore the stability and reliability of the FQ in Bahasa for evaluating emotional expression experienced by family members and relatives as caregivers of schizophrenia patients.
Method: Participants were caregiver of the schizophrenia patients (N = 97) and caregiver of arthritis rheumatoid patients (N = 94) and were recruited consecutively from Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. The data was analyzed systematically with the SPSS 13 version instrument, to obtain discriminant validity, construct validity, test retest reliability, inter-observer reliability and internal consistency reliability of the family questionnaire.
Result: The FQ has good validity. The sensitivity is 95.5%, specificity is 93.8% and accuracy of the FQ is 94.3%. In the test of the analysis factor it was obtained correlation coefficient between items in the similar domain showed higher figures compared to the dfferent domain. The result of the analysis factor showed 2 underlying construct, (1) emotional over involvement (EOI) and (2) critical commence (CC). The reliability test produced score of the Cronbach 's alpha 0.896, there was no significant difference in most of the test retest reliability (p >0.05) and inter-observer (p >0.05).
Conclusion: The Family Questionnaire in Bahasa has good validity and reliability and can be used to evaluate emotional expression experienced by the relatives/Family members of schizophrenia patients, there are several items have to be reviewed to make the questions more comprehensible for Indonesians.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawan Sejahtera
"S03tu studi cross - sectional terhadap gangguan skizofrenia dengan simptom negatif telah dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Jakarta, Indonesia. Telah dilakukan pemeriksaan terhadap 50 pasien yang menderita gangguan skizofrenia dengan simptom negatif, terdiri atas 34 pasien laki - laki dan 16 pasien perempuan, yang meliputi wawancara psikiatri, pengisian kuesioner-kuesioner yang berhubungan dengan fungsi kognitif ( Mini Mental State Examination ), indeks komposit PANSS ( Positive and NegatzJ Symptom Scale) dan derajat disabilitas so sial (Disability Assesment Scale I DAS). Basil pcnclitian mcnWljukkan bahwa tcrdapat korclasi yang bermakna secara statistik antara variabel pcndidikan dan fungsi kognitif dengan derajat disabilitas so sial yang berhubWlgan dengan overall behaviour, social role performance, ward behaviour and nurse's opinion. Dengan uji regresl temyata hanya fungsi kognitif yang merupakan prediktor yang kuat. Hubungan antara fungsi kognitif dengan DAS dalam hal overall behaviour ( p = 0,00081 ), social role performance ( p = 0,01012), ward behaviour ( p = 0,00004 ), dan nurse's opinion (p = 0,02895)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T59017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subhan Rio Pamungkas
"Skizofrenia anak merupakan salah satu gangguan jiwa berat yang membutuhkan rawat inap. Pemeriksaan gejala skizofrenia anak secara objektif diperlukan untuk melihat perbaikan yang dicapai. Positive and Negative Syndrome Scale PANSS dan Clinical Global Impression-Severity CGI-S merupakan instrumen yang dapat dipergunakan untuk memeriksa gejala skizofrenia. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan skor PANSS dan CGI-S pada skizofrenia anak saat masuk dan keluar rawat inap.
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan mengukur nilai PANSS dan CGI-S pasien skizofrenia anak 10-18 tahun saat masuk dan keluar rawat inap. Hasil yang didapat menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara skor total PANSS saat masuk 106,71 21,74 dan saat keluar 46,12 14,38 . Pada skor CGI-S saat masuk 5,33 1,05 dan saat keluar 2,52 1,096 juga terdapat perbedaan bermakna. Penggunaan PANSS dan CGI-S dapat disarankan sebagai instrumen untuk mengevaluasi rutin perkembangan gejala skizofrenia anak.
Child schizophrenia is one of the major mental disorders that often require hospitalization. Examination of schizophrenia symptoms in children is objectively required to observe the improvement achieved. Positive and Negative Syndrome Scale PANSS and Clinical Global Impression-Severity CGI-S are instruments that can be used to examine the symptoms of schizophrenia. The objectives of the study was to find out the differences between PANSS as well as CGI-S scores on child schizophrenia at admission and discharge from the hospital.
This study used a cross-sectional study to measure PANSS and CGI-S score in schizophrenic children 10-18 years at admission and discharge. The results showed that there was a significant difference between the total PANSS score at admission 106.71 21.74 and discharge 46.12 14.38 . There is also a significant difference on the CGI-S score at admission 5.33 1.05 and discharge 2.52 1.096 . The use of PANSS and CGI-S can be suggested as an instrument for the routine evaluation of childhood schizophrenia symptoms."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kereh, Maria Ruth
"ABSTRAK
Fungsi eksekutif merupakan fungsi kognitif yang melibatkan pikiran dan perilaku yang kompleks. Defisit fungsi eksekutif menyebabkan terganggunya kemampuan untuk merencanakan, melakukan serta mengontrol tindakan. Wisconsin Card Sorting Test WCST merupakan tes neuropsikologi yang memiliki sejarah yang panjang sebagai pemeriksaan fungsi eksekutif. Penelitian ini bertujuan mendapatkan instrumen untuk menilai fungsi eksekutif yaitu WCST versi Bahasa Indonesia dan melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen tersebut. Penelitian dilakukan di Unit Rawat Jalan Psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tanggal 27 Maret sampai 5 April 2018 terhadap 31 orang pasien skizofrenia dan 30 orang sehat, berusia 18 sampai 59 tahun dengan pendidikan minimum SMP, dengan sampling konsekutif setelah melalui tahap seleksi menggunakan Structured Clinical Inrterview and Diagnosis DSM IV SCID , tes Ishihara, tes Rosenbaum, uji pendengaran 5 kata, Wechsler Test of Adult Reading WTAR , PANSS Remisi, melakukan penerjemahan yang disesuaikan dengan Bahasa Indonesia, penerjemahan balik, uji validitas konstruksi, reliabilitas inter-rater dan reliabilitas internal instrumen WCST versi Bahasa Indonesia. Uji validitas konstruksi menggunakan analisis faktor mendapati adanya kesamaan hasil dengan uji validitas yang dilakukan oleh Bell dkk 1997 dan Sullivan dkk 1993 dengan meneliti 14 variabel dari WCST. Uji reliabilitas inter-rater menggunakan Interclass Correlation Coefficient ICC pada variabel respons perseveratif, kesalahan perseveratif, dan kesalahan nonperseveratif didapatkan nilai kesepakatan masing-masing 0.989, 0.984, 0.973; dan nilai konsistensi masing-masing 0.995, 0.993, 0.990 yang berarti hasil nilai ICC yang sangat baik. Uji reliabilitas konsistensi internal menunjukkan hasil Cronbach rsquo;s Alpha sebesar 0,730 pada kelompok pasien dan 0,819 pada kelompok sehat. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel dalam penilaian WCST memiliki reliabilitas yang baik. Instrumen WCST versi Bahasa Indonesia terbukti sahih dan andal. Pada studi selanjutnya sebaiknya dikumpulkan juga data mengenai usia pertama kali mendapatkan pengobatan psikofarmaka yang digunakan sehingga dalam analisis dapat diperoleh data yang lebih komprehensif.
ABSTRACT
The executive function is a part of cognitive function involving complex thoughts and behaviors. The deficit of executive function leads to disruption of the ability to plan, perform, and control actions. Wisconsin Card Sorting Test WCST is a neuropsychological test that has a long history in the examination of executive function. This study aims to test the validity and reliability of WCST Indonesian version as an instrument to assess the executive function. The study was conducted at the Cipto Mangunkusumo National Hospital in Psychiatric Outpatient Unit from March to April 2018 on 31 schizophrenic and 30 healthy sample, age 18 to 59-year-old with a minimum of junior high school education, by means of consecutive sampling after using Structured Clinical Interview and Diagnosis DSM-IV Disorder SCID , Ishihara test, Rosenbaum test, 5-word hearing test, Wechsler Test of Adult Reading WTAR , PANSS Remission. The WCST Indonesian version has undergone translation and back-translation as well as construction validity test, inter-rater reliability test, and and internal reliability test. Test of construction validity by using factor analysis found a similar result to test conducted by Bell et al 1997 and Sullivan et al 1993 by examining 14 variables from WCST. Inter-rater reliability with Interclass Correlation Coefficient ICC on perseveration response, perseveration mistake, and nonperseveration mistake variables were 0.989, 0.984, and 0.973 consecutively; and consistency value was 0.995, 0.993 and 0.990 consecutively, which means the ICC was very good. The internal consistency reliability test showed Cronbach 39;s Alpha results of 0.730 in the patient group and 0.819 in the healthy group. This shows that the variables in the WCST assessment have good reliability. The Indonesian version of WCST Instrument is valid and reliable in measuring executive functions both in healthy groups and in schizophrenic patients. On following studies, it is recommended to include all data about the age at first treatment and the medication status so in analysis can obtain more comprehensive data. "
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aurora
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami gambaran penghayatan cinta pada pasangan penderita skizofrenia, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pasangan untuk mempertahankan pernikahannya. Hal ini menarik untuk diketahui karena tingkat perceraian pada pasangan yang salah satunya mengalami gangguan mental lebih tinggi tiga sampai empat kali dibandingkan dengan rata-rata. Jumlah penderita skizofrenia mengalami peningkatan sekaligus stigma buruk dari masyarakat.
Penelitian ini dilakukan pada dua orang suami dan seorang istri dari penderita skizofrenia yang masih dalam status pernikahan dan bertemu secara intensif dengan pasangannya. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif yang menggunakan teknik wawancara mendalam.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa subyek mengalami passionate love sebelum menikah dan sejalan dengan usia pernikahan mengalami companionate love. Gejala-gejala yang merupakan beban berat bagi subyek antara lain: mutism, ketidak mampuan bekerja dan merawat kebersihan tubuh, kekacauan bicara dan perilaku, halusinasi, ketidakmampuan mengurus rumah tangga. Perubahan dalam keintiman yang dialami subyek antara lain: menurunnya hasrat seksual, keterbukaan, dukungan emosional maupun perilaku. Seorang subyek masih mengalami keintiman kognitif, emosional dan perilaku, namun mengalami beban kekuatiran akan janin yang dikandung istri ketika sedang kambuh dan harus minum obat. Semua subyek menyebutkan faktor keyakinan agama mempengaruhi untuk mempertahankan pernikahan. Selain itu, dua subyek masih merasa bahagia dan menjalani hubungan suami istri sehingga mempertahankan pernikahan.
Penelitian selanjutnya perlu melibatkan penderita yang sudah mengalami remisi untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai dampak gangguan terhadap keintiman dalam pernikahan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>