Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177748 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puteri Wahyuni
"Latar Belakang: Hipertensi merupakan kasus terbanyak pada pasien hemodialisis HD . Tekanan nadi sentral merupakan prediktor yang kuat terhadap mortalitas dengan penyebab apa pun, banyak faktor yang mempengaruhi tekanan nadi sentral, baik secara langsung maupun tidak langsung, di antaranya adalah interdialytic weight gain IDWG . IDWG dikatakan berhubungan dengan mortalitas akibat penyebab apa pun, namun belum jelas mekanismenya.
Tujuan: Mengetahui tekanan nadi sentral dan korelasinya dengan IDWG pada pasien penyakit ginjal tahap akhir PGTA yang menjalani HD di RSCM.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien PGTA yang menjalani HD di RSCM. Dilakukan pemeriksaan tekanan nadi sentral dengan alat sfigmokor, dan dihitung IDWG dalam satu bulan terakhir, selanjutnya dikorelasikan.
Hasil: Didapatkan 67 subyek yang memenuhi kriteria inklusi. Median usia 53.0 rentang inter-kuartil [RIK] 44.0-62.0 tahun, subyek dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak ditemukan. Lamanya menjalani HD median 51,3 RIK 23,8-88,8 bulan. Median tekanan nadi sentral 45 RIK 32,67-56,67 mmHg. Rerata IDWG adalah 2,71 simpang baku [SB] 1,08 kg atau 5,04 SB 1,88 . Tekanan nadi sentral tidak berkorelasi dengan IDWG dengan r = 0,088 p=0,478.
Simpulan: Tekanan nadi sentral pada pasien PGTA yang menjalani HD di RSCM mediannya sebesar 45 RIK 32,67-56,67 mmHg. Tekanan nadi sentral tidak berkorelasi dengan IDWG.

Background: Hypertension is the most prevalent case in patients undergoing hemodialysis HD . Central pulse pressure is a strong predictor of mortality of any cause. Many factors are related to central pulse pressure, either directly or indirectly, including interdialytic weight gain IDWG. IDWG are said to be associated with mortality of any cause in HD patients, but the mechanism underlying that association remained unclear.
Objective: To find central pulse pressure and its correlation with IDWG in end stage renal disease ESRD patients undergoing HD in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Indonesia.
Methods: Cross sectional study on all ESRD patients undergoing HD in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Central pulse pressure was measured using Sphygmocor. IDWG of patients within the last month were obtained, and then a correlation analysis was conducted on both variables.
Results: This study included 67 subjects that met inclusion criteria. The median range age of participants was 53.0 44.0 62.0 years old, with more female subjects present. The median range of duration of HD was 51.3 23.8 88.8 months. Median range of central pulse pressure was 45 32,67 56,67 mmHg. The mean of IDWG was 2.71 standard deviation SD 1.08 kg or 5.04 SD 1.88. This study found that there were no correlation between central pulse pressure and IDWG, r 0.088 p 0.478.
Conclusions: Median range of central pulse pressure in ESRD patients undergoing HD in CMGH was 45 32,67 56,67 mmHg. Central pulse pressure had no correlation with IDWG.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58955
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Arsana
"Pendahuluan: Hiperhidrasi meningkatkan risiko kematian pada pasien hemodialisis (HD) kronik. Hiperhidrasi berdasarkan brain-type natriuretic peptide(BNP) plasma >356 pg/ml berisiko tinggi kematian pada pasien dengan HD kronik. Pengeluaran akumulasi air berlebih seminggu pada prosedur HD kronik dua kali seminggu lebih sedikit dibandingkan HD kronik tiga kali seminggu sehingga berpotensi lebih mudah mengalami hiperhidrasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui proporsi pasien dengan hiperhidrasi serta hubungan usia, tekanan darah sistolik(TDS)pradialisis, interdialytic weight gain(IDWG), dan ultrafiltrasi(UF) dengan hiperhidrasipada pasien HD kronik dua kali seminggudi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional(RSUPN)Dr. Cipto Mangunkusumo.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang untuk mengetahui proporsi pasien dengan hiperhidrasi,serta hubungan usia, TDS pradialisis, IDWG, dan UF dengan hiperhidrasi pasien HD kronik dua kali seminggu di RSUPNCiptoMangunkusumo. Hiperhidrasi berdasarkan BNP plasma >356 pg/ml. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan usia, TDS pradialisis, IDWG, dan UF dengan hiperhidrasi. Hasil: Sebanyak 129 pasien yang dianalisis. Hiperhidrasi didapatkan sebesar 62%. Pada analisis multivariat menunjukkan bahwa TDS pradialisis berhubungan dengan hiperhidrasi (adjusted OR=3,84; IK 95%: 1,51-9,74; p<0,005) Kesimpulan: Proporsi pasien dengan hiperhidrasi pada HD kronik dua kali seminggu sebesar 62%. Pada analisis multivariat didapatkan hanya TDS pradialisis berhubungan dengan hiperhidrasi.

Introduction: Hyperhydration is an independent higher mortality risk factor in maintenance hemodialysis (MHD) patients. In Indonesia, twice-weekly HD is the most common of MHD. Twice-weekly HD patients may have higher risk of interdialytic water accumulation lead hyperhydration than thrice-weekly HD patients.The aim of study was identifying the proportion of patients with hyperhydration, and relationship of age, predialytic systolic blood pressure (SBP), interdialytic weight gain (IDWG), and ultrafiltration (UF) to hyperhydration in twice-weekly HD patients at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. Methods: A cross sectional study in twice-weekly HD patients at Dialysis Unit-Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. Hyperhydration was based on plasma brain-type natriuretic peptide (BNP) >356 pg/ml. Bivariate and multivariate analysis was done to analyze relationship of age, predialytic SBP, IDWG, and UF with hyperhydration. Results:One hundred twenty-nine patients were analyzed, proportion of patients with hyperhydration in twice--weekly HD patients was 62%. In multivariate analysis, predialytic SBP was related to hyperhydration (adjusted OR= 3.84; 95% CI, 1.51-9.74; p=0.005).
Conclusion: The proportion of patients with hyperhydration in twice-weekly HD patients was 62%. In multivariate analysis the predialytic SBP was related to hyperhydration in twice-weekly HD patients at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Hidayati
"Konseling analisis transaktional merupakan bentuk konseling yang dapat diterapkan untuk mengatasi kenaikan interdialytic weight gain pada pasien chronic kidney disease. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas konseling analisis transaktional tentang pembatasan cairan terhadap penurunan interdialytic weight gain pada pasien chronic kidney disease yang menjalani hemodialisa. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment dengan pendekatan pretest-posttest control group. Responden penelitian ini sebanyak 24 responden. Analisis bivariat dan univariat menggunakan uji statistik t-test dan annova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konseling analisis transaktional berpengaruh terhadap penurunan interdialytic weight gain dengan nilai p=0,0003. Perawat disarankan menerapkan konseling analisis transaktional ini guna mengantisipasi peningkatan interdialytic weight gain yang berlebihan.

Transactional analysis counseling is a tipe of counseling that can be applied to addres of interdialytic weight gain in patients with chronic kidney disease. The goal of this research was to determine the effectiveness of transactional analysis counseling on a fluid restriction interdialytic weight gain in patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis. This study used a quasi experiment design approach to pretest-posttest control group. The respondents of this study were 24 patients. Univariate and bivariate analyzes were using the statistical of test t-test and ANNOVA. The study conclude that transactional analysis counseling effects the in reducting of interdialytic weight gain with p = 0.0003. Therefore, nurses are advised to apply transactional analysis counseling to anticipate interdialytic weight gain.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T32526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Sumaharianta Radin
"Angka kejadian gagal ginjal kronik (GGK) terus meningkat, tercatat pada data internasional society of nefrology di tahun 2020 ada 850 juta jiwa kasus gagal ginjal kronik di dunia. Hemodialisis merupakan terapi ginjal yang paling banyak dijalani pasien GGK, pasien yang menjalani terapi hemodialisis harus mematuhi diet cairan. Sulitnya pasien untuk meningkatkan kepatuhan diet cairan, sehingga peneliti melakukan penelitian berupa Audio Recording Hypnosis yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan diet cairan pasien dan menurunkan Interdialytic Weight Gain (IDWG) pasien. Peneliti menggunakan desain quasi eksperimen dengan pre-test dan post-test. Sebanyak 70 responden dibagi menjadi 35 kelompok kontrol dan 35 kelompok perrlakuan. Responden perlakuan didengarkan sugesti sedangkan pada kelompok kontrol didengarkan motivasi, pasien mendengarkannya kurang lebih 10-15 menit saat melangsungkan hemodialisis di jam ke 3. Hasil penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kepatuhan sebelum diberikan audio recording hypnosis dan setelah diberikan sugesti (0.00 < 0.05)c, tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (0.22 > 0.05). Pada IDWG tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah diberikan sugesti (0.50 > 0.05), kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan (0.31 > 0.05). Hasil penelitian ini menjadi rekomendasi pada asuhan keperawatan untuk mengedukasi pasien dalam meningkatkan kepatuhan diet cairan dan menurunkan IDWG dengan memberikan sugesti yang tepat pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis.

The incidence of chronic kidney failure continues to increase, according to data from the International Society of Nephrology, in 2020 there were 850 million cases of chronic kidney failure in the world. Hemodialysis is the most common kidney therapy for CKD patients. Patients undergoing hemodialysis therapy must adhere to a fluid diet. It is difficult for patients to increase fluid diet compliance, so researchers conducted research in the form of Audio Recording Hypnosis which aims to increase patient fluid diet compliance and reduce patient Interdialytic Weight Gain (IDWG). Researchers used a quasi-experimental design with pre-test and post-test. A total of 70 respondents were divided into 35 control groups and 35 intervention groups. The results of this study showed a significant difference in the level of compliance before being given audio recording hypnosis and after being given suggestions (0.00 < 0.05), but there was no significant difference between the control group and the intervention group (0.22 > 0.05). In the IDWG there was no significant difference between before and after suggestions were given (0.50 > 0.05), the control group and the intervention group did not have a significant difference (0.31 > 0.05). The results of this study provide recommendations for nursing care to educate patients in increasing fluid diet compliance and reducing IDWG by providing appropriate suggestions to CKD patients undergoing hemodialysis"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan
"Latar belakang: Pasien dengan Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA) yang menjalani hemodialisis dilaporkan adanya penurunan pendengaran. Beberapa studi mengatakan adanya hubungan antara hemodialisis dengan penurunan pendengaran. Penurunan pendengaran yang terjadi juga diduga adanya faktor risiko lain seperti usia, hipertensi, diabetes melitus dan riwayat/lamanya dilakukan hemodialisis. Beberapa penelitian, dikatakan masih kontroversi sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
Metode: Penelitian potong lintang pre dan post ini melibatkan 50 subyek penelitian yang sesuai kriteria inklusi dan ekslusi. Pemeriksaan dilakukan dengan menilai pemeriksaan otoskopi, dilanjutkan dengan pemeriksaan timpanometri, audiometri nada murni dan DPOAE (Disortion Product Otoacoustic Emissions). Pemeriksaan fungsi pendengaran dilakukan secara pre post hemodialisis. Pengolahan data dilakukan dengan uji t berpasangan dan Wilcoxon Signed Ranks Test, P-value.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan adanya hubungan bermakna (p<0,001) antara perubahan rerata ambang dengar dan SNR (Signal to Noise Ratio) dengan terapi hemodialisis pada pasien PGTA.
Kesimpulan: Hemodialisis dapat menurunkan ambang dengar dan perubahan SNR terutama pada frekuensi tinggi. Pada penelitian ini perubahan ambang dengar dan SNR bersifat reversibel, diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui perubahan ambang dengar dan SNR yang bersifat irreversibel.

Introduction: Patients with End Stage Renal Disease (ESRD) undergoing hemodialysis reported hearing loss. Several studies suggest a relation between hemodialysis and hearing loss. The decrease in hearing that occurs is also suspected to be due to other risk factors such as age, hypertension, diabetes mellitus and history/length of hemodialysis. Some research is said to be still controversial so further research is needed.
Methods: This cross-sectional pre and post study involved 50 research subjects who met the inclusion and exclusion criteria. The examination is carried out by assessing the otoscopic examination, followed by tympanometry, pure tone audiometry and DPOAE (Disortion Product Otoacoustic Emissions) examinations. Hearing function examination is carried out pre-post hemodialysis. Data processing was carried out using the paired t test and Wilcoxon Signed Ranks Test, P-value.
Results: In this study, it was found that there was a significant relationship (p<0.001) between changes in the average hearing threshold and SNR (Signal to Noise Ratio) with hemodialysis therapy in ESRD patients.
Conclusion: Hemodialysis can reduce hearing thresholds and changes in SNR, especially at high frequencies. In this study, changes in hearing threshold and SNR are reversible, further research is needed to determine whether changes in hearing threshold and SNR are irreversible.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Welas Riyanto
"Penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisis (interdialysis weight gain = IDWG) melebihi standart 1,5 kg dapat berdampak terhadap kualitas hidup pasien CKD. Efek negatif terhadap keadaan pasien, diantaranya hipotensi, kram otot, hipertensi, sesak nafas, mual, muntah, edema perifer, ascites.
Tujuan dari penelitian ini mengetahui hubungan antara penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisis (interdialysis weight gain = IDWG) dan kualitas hidup pasien , baik domain kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.
Metode penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 76 pasien.
Hasil analisis menggunakan one way analysis of variance menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisa dengan kualitas hidup pada semua domain (p = 0,000, ά 0,05). Domain kesehatan fisik 21,62 (SD 5,18) domain psikologis 18,45 (SD 18,45) domain hubungan sosial 9,24 (SD 9,24) dan domain lingkungan 25,67 (SD 25,67). Variabel confounding tidak mempunyai kontribusi terhadap kualitas hidup (p>0,05).
Rekomendasi hasil penelitian lebih lanjut adalah meneliti hubungannya karakteristik adat istiadat, budaya, stress dan kecemasan terhadap kualitas hidup.

Weight gain between the two time of hemodialysis (Interdialysis Weight Gain = IDWG) in excess of 1.5 kg standard can implicate on quality of life to Chronic Kidney Disease (CKD) patient. The negative effect of IDWG on patient conditions, are hypotension, muscle cramps, hypertension, shortness of breath, nausea, vomiting, peripheral edema, ascites.
The objectives of this study is to ascertain the relationship between IDWG and patients quality of life (QoL) in term of physical health domain, psychological, social relationships and environment.
This research method used descriptive correlation with cross sectional approach. Sample of 76 patients.
Analysis outcome used one way analysis of variance indicated that there were any significant relationship between weight gain in between two time hemodialysis with quality of life (QoL) on all domains (p = 0.000, ά 0.05). Physical health domain 21.62 (SD 5.18), Psychological domain 18.45 (SD 18.45) Social relations domain 9.24 (SD 9.24) and Environment domain 25.67 (SD 25.67). The confounding variables did not contribute to the quality of life (p> 0.05).
The Recommendation of the following of this study outcome are to investigate the relationship of patient life in many characteristics of custom, cultural, stress and anxiety with quality of life."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Imelda
"Pendahuluan. Berbagai panduan menganjurkan hemodialisis HD tiga kali seminggu. Di Indonesia pasien dengan hemodialisis dua kali seminggu lebih banyak ditemukan. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran klinis dan kualitas hidup pada pasien yang menjalani hemodialisis dua kali seminggu dibandingkan tiga kali seminggu.
Metode. Merupakan studi potong lintang pada pasien yang menjalani HD dua dan tiga kali seminggu di RS Cipto Mangunkusumo dan beberapa RS swasta. Dilakukan pemeriksaan laboratorium dan penilaian kualitas hidup dengan menggunakan Kidney Disease Quality of Life KDQOL-SF 36.
Hasil. Didapatkan 80 subjek dengan kelompok usia >50 tahun lebih banyak ditemukan. Secara bermakna lebih tinggi pada kelompok HD dua kali yaitu Interdialytic Weight Gain IDWG 4,91 SB 1,52 dan 3,82 SB 1,28 p=0,002. albumin 4,05 SB 0,26 dan 3,86 SB 0,48 p=0,027, saturasi transferin 25,5 12,0-274,0 dan 21,95 5,8-84,2 p=0,004, kadar fosfat 5,82 SB 1,68 dan 5,82 SB 1,68 p=0,026. Kadar TIBC 235,20 SB 55,72 dan 273,73 SB 58,29 p=0,004 pada kelompok tiga kali HD secara bermakna lebih tinggi. Pada kelompok HD dua kali seminggu 68 mencapai Kt/V>1,8, 93,3 yang HD tiga kali seminggu mencapai Kt/V>1,2. Kualitas hidup antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna baik pada Physical Componet Score PCS p=0,227, Mental Component Score MCS p=0,247 dan Kidney Disease Component Score KDCS p=0,889.
Simpulan. Didapatkan secara bermakna lebih tinggi pada kelompok HD dua kali seminggu pada pemeriksaan IDWG, albumin, saturasi transferin, fosfat, sedangkan TIBC lebih tinggi pada kelompok HD tiga kali seminggu. Kualitas hidup kedua kelompok tidak berbeda bermakna.

Introduction. Many guidelines recommend hemodialysis HD three times a week. In Indonesia there are more patients undergoing hemodialysis twice a week. It is necessary to investigate the clinical features and the quality of life in patients undergoing hemodialysis twice a week.
Method. A cross sectional study in patients undergoing HD two and three times weekly at Cipto Mangunkusumo Hospital and some private hospitals. Laboratory examination and assessment of quality of life by using Kidney Disease Quality of Life KDQOL SF 36.
Results. There were 80 subjects with age group 50 years is more common. Significantly higher in group HD twice a week were Interdialytic Weight Gain IDWG 4.91 SB 1.52 and 3.82 SB 1.28 p 0.002. 4,05 albumin SB 0.26 and 3.86 SB 0.48 p 0.027, transferrin saturation 25.5 12.0 to 274.0 and 21.95 5.8 to 84.2 p 0.004, the phosphate level 5.82 SB 1.68 and 5.82 SB 1.68 p 0.026. The TIBC level 235.20 55.72 SB and 273.73 58.29 SB p 0.004 was significantly higher in group HD thrice a week. In twice a week HD group 68 reached Kt V 1.8, 93.3 of HD thrice a week achieved Kt V 1.2. Quality of life between the two groups was not significant either on Physical Componet Score PCS p 0.227, Mental Component Score MCS p 0.247 and Kidney Disease Component Score KDCS p 0.889.
Conclusion. There were significantly higher in group HD twice a week on examination IDWG, albumin, transferrin saturation and phosphate levels, whereas the TIBC was higher in group HD three times a week. Quality of life of the two groups was not significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretta Limawan
"Terdapat 200 anak dengan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) di Indonesia. Hampir 99% menjalani hemodialisis. Pasien dengan catheter double lumen (CDL) sering mengalami infeksi pada akses hemodialisis yang digunakan. Penelitian ini bertujuan melihat karakteristik pasien yang menjalani hemodialisis menggunakan CDL baik tunnelled (TCDL) maupun non-tunnelled (NTCDL), insidensi infeksi, faktor risiko yang memengaruhi terjadinya infeksi, dan angka kesintasan CDL. Penelitian ini adalah kohort retrospektif menggunakan data rekam medik pasien anak yang dipasang akses vaskular hemodialis oleh Divisi Bedah Vaskular RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) mulai Januari 2016 hingga Juli 2022. Sebanyak 154 pasien PGTA anak menjalani hemodialisis di RSCM. Didominasi oleh laki-laki, dengan median usia 14,0 tahun (range: 2,0–18,0). Terdapat 277 prosedur pemasangan akses vaskular, terdiri dari 164 NTCDL dan 113 TCDL. Komplikasi infeksi keseluruhan mencapai 220 kasus (79,4%), infeksi exit site 179 kasus (64,6%), dan catheter-related blood infection 41 kasus (14,8%). Faktor yang berhubungan dengan infeksi adalah leukositosis/leukopenia, hipoalbuminemia, dan lama pemakaian (p<0,05). Median survival NTCDL: 45,0 hari (IK95%: 39,2 – 50,8) vs. TCDL: 213,0 hari (IK95%: 149,6 – 276,4); Log-rank p <0,001. Tidak terdapat perbedaan karakteristik demografi, antara kelompok NTCDL dengan TCDL. Terdapat perbedaan angka median kesintasan (median survival) CDL sejak insersi hingga terjadi infeksi antara NTCDL dengan TCDL.

There were 200 children with end-stage renal disease (ESRD) in Indonesia. Nearly 99% undergo hemodialysis. Pediatric ESRD with catheters double lumen (CDL) often experienced hemodialysis access infections. This study aimed to find the characteristics of patients between tunnelled CDL (TCDL) and non-tunnelled (NTCDL), the incidence, risk factors, and survival of infection. This study was a retrospective cohort using medical record who had hemodialysis vascular access placement by the Division of Vascular and Endovascular Surgery RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH) from January 2016 to July 2022. A total of 154 pediatric ESRD underwent hemodialysis at CMH, dominated by males, with median age 14.0 years (range: 2.0–18.0).  There were 277 procedures for placing vascular access, 164 NTCDL and 113 TCDL. Overall infection occured in 220 cases (79.4%), exit site infection in 179 cases (64.6%), and catheter-related blood infection in 41 cases (14.8%). Factors associated with infection were leukocytosis/leukopenia, hypoalbuminemia, and duration of catheter use (p<0.05). NTCDL median survival: 45.0 days (95%CI: 39.2 – 50.8) vs. TCDL: 213.0 days (95%CI: 149.6 – 276.4); Log-rank p<0.001. There were no demographic characteristic differences between the NTCDL and TCDL groups. There was a median catheter survival difference between NTCDL and TCDL from insertion to infection episode."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Halimah Sakdiah
"Pasien hemodialisis dapat mengalami perubahan yang bisa menjadi suatu stresor pada dirinya. Penelitan ini untuk melihat gambaran psikopatologi pada pasien hemodialisis, merupakan penelitian deskriptif analitik menggunakan rancangan penelitian potong lintang dilakukan terhadap pasien di unit hemodialisis RSCM pada bulan Juli-November 2014 menggunakan kuesioner Symptom Check List 90 (SCL-90). Sebagian besar subyek penelitian menunjukkan adanya gambaran psikopatologi (50.5%) dengan gejala terbanyak adalah depresi, gangguan obsesif kompulsif, fobia, ansietas dan gejala tambahan. Terdapat hubungan antara variabel usia (p 0.028), pendidikan (p 0.008) dan pendapatan (p 0.031) dengan munculnya gejala psikopatologi.

Hemodialysis patients can undergo changes that could be a stressor in itself. The study is conducted to see the psychopathology features in patients on hemodialysis. The design of the study was a cross-sectional analytic descriptive study which was conducted on patients in hemodialysis units in RSCM on July-November 2014 using Symptom Checklist 90 (SCL-90) questionnaire. Most of the study subjects showed psychopathology features (50.5%) with the prominent symptoms being depression, obsessive compulsive disorder, phobias, anxiety and additional symptoms. There is a correlation between age (p 0.028), education (p 0.008) and income (p 0.031) variables with psychopathology symptoms.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Wijaya
"Latar Belakang: Dengan adanya hemodialisis, angka harapan hidup pasien penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) meningkat. Akan tetapi, kualitas hidupnya semakin lama semakin menurun. Kualitas hidup pasien PGK dinilai dengan KDQOL SF-36 yang memiliki 3 komponen, yaitu PCS (fisik), MCS (mental), dan KDCS (berhubungan dengan penyakit ginjalnya). Status nutrisi merupakan salah satu faktor penentu kualitas hidup. Belum jelas apakah massa otot atau massa lemak yang berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup pasien PGTA.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara persentase massa bebas lemak (FFM) dengan kualitas hidup pasien PGTA.
Metode. Studi potong lintang ini dilakukan di Unit Hemodialisis, Divisi Ginjal hipertensi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan Juni-Juli 2018. Sebanyak 102 pasien diteliti pada studi ini. Sampel darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium. Persentase massa bebas lemak dihitung menggunakan Bioimpedance Analysis (BIA). Kualitas hidup dievaluasi menggunakan kuesioner KDQOL SF-36 versi 1.3. Analisis statistik dilakukan menggunakan uji korelasi Pearson. Analisis kualitas hidup berdasarkan klasifikasi persentase lemak dilakukan dengan uji Anova.
Hasil. Pada penelitian ini, rerata skor KDQOL keseluruhan adalah 47,86+6,56, dengan rerata skor PCS 40,97+9,66, median skor MCS 46,6 (22,05-59,95), dan KDCS 55,98+9,02. Persentase FFM subjek 74,21+1% dengan rerata massa 43,06+8,16 kg. Hasil uji korelasi Pearson antara skor keseluruhan KDQOL dan persentase FFM mendapatkan nilai r 0,032 dan p 0,750. Hasil signifikan didapatkan antara subkomponen PCS dengan FFM (r 0,223, p 0,024). Persentase massa otot didapatkan berhubungan dengan KDCS (r 0.23, p 0.041) dengan usia sebagai faktor perancu dalam hubungan persentase massa otot dan KDCS.
Kesimpulan. Terdapat hubungan positif lemah antara FFM (dalam kg) dengan kualitas fisik pasien PGTA. Terdapat hubungan positif lemah antara persentase massa otot dengan komponen KDCS pada pasien PGTA .

Background. Due to the occurrence of hemodialysis, the life expectancy of end stage renal disease (ESRD) patients are lengthening. However, their quality of life (QoL) are decreasing. The QoL of ESRD patients are composed of physical (PCS), mental (MCS), and kidney-related (KDCS) components. Nutritional status is one of the influencing factors of QoL. It is not clear whether free fat mass (FFM) or fat mass that contribute to the increase of QoL of ESRD patients.
Objectives. This study aims to identify the correlation of FFM percentage and quality of life of ESRD patients.
Method. This cross-sectional study was conducted in Hemodialysis Unit, Division of Kidney and Hypertension Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta from June-July 2018. 102 subjects were included in this study. Blood samples were collected for laboratory examination. FFM percentage was measured using bioimpedance analysis (BIA). Meanwhile, QoL was evaluated using KDQOL SF-36 version 1.3. Statistical analysis was done using Pearson correlation test. Analysis of QoL based on fat percentage was done using Anova test.
Result. In this study, the overall KDQOL score was 47,86+6,56 with PCS 40,97+9,66, MCS 46,6 (22,05-59,95), and KDCS 55,98+9,02. FFM percentage was 74,21+1% with mean mass of 43,06+8,16 kg. Statistical analysis showed no correlation between FFM percentage and overall KDQOL score (r 0,032, p 0,750). However, there was a significant correlation between PCS and FFM (r 0,223, p 0,024). Muscle mass percentage also shows a positive correlation with KDCS (r 0.23, p 0.041) with age as confounding factor between this two variables.
Conclusion. There is a weak positive correlation between FFM in kg and physical quality of ESRD patients. There is also a weak positive correlation between muscle mass percentage and KDCS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>