Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188304 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Teguh Rahayu
"ABSTRAK
Tamoksifen merupakan obat pilihan utama pengobatan kanker payudara pada wanita dengan reseptor estrogen positif ER , namun pada penggunaan jangka panjang selama 5-10 tahun berisiko menyebabkan secondary cancer berupa kanker endometrium. Penelitian ini bertujuan mendapatkan metode analisis yang sensitif, spesifik dan selektif yang mampu mengukur konsentrasi tamoksifen dan 4-hidroksitamoksifen di dalam plasma sebagai upaya memprediksi terjadinya secondary cancer dan mengetahui pengaruh pemberian fraksi aktif terhadap konsentrasi tamoksifen dan 4-hidroksitamoksifen menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Ultra Tinggi-tandem Spektrometri Massa sesuai kriteria EMEA. Myrmecodia erinacea Becc. diekstraksi secara maserasi dengan etanol 80 untuk memperoleh ekstrak etanol 80 lalu difraksinasi dengan n-heksana, etil asetat dan butanol untuk mendapatkan fraksi aktif dan dilakukan identifikasi senyawa kimia. Dilakukan uji sitotoksik dan toksisitas akut terhadap fraksi aktif, lalu uji aktivitas kemopreventif menggunakan 30 tikus betina yang terbagi menjadi 6 kelompok perlakuan, yaitu diberikan tamoksifen 20 mg/kb bb KP , aqua destilata KKN , minyak jagung KN dan kelompok uji yang diberikan fraksi uji yang setara dengan kuersetin dosis 100, 200 dan 400 mg/kb bb. Tamoksifen 20 mg/kg bb diberikan pada seluruh kelompok kecuali KN dan KKN , setelah 30 menit diberikan fraksi uji pada kelompok perlakuan, selama 20 hari. Metode analisis yang dikembangkan sensitif, spesifik dan selektif pada LLOQ 2,0 ng/mL, rentang kurva kalibrasi 2,0-200,0 ng/mL,volume injek 1 L dengan waktu retensi tamoksifen, 4-hidroksitamoksifen dan propranolol HCl pada 1,59; 1,14; dan 1,09 menit. Fraksi aktif terpilih adalah etilasetat memiliki rendamen 45,86 dengan kadar total fenol dan flavonoid 0,34 dan 0,02 dan mengandung apigenin, kaemferol, kuersetin dan rutin dengan kadar kuersetin 5,75 . Fraksi aktif memiliki IC50 802,42 ppm dan LD50 > 5000 mg/kb bb sehingga aman digunakan. Semua dosis fraksi aktif dapat menurunkan konsentrasi tamoksifen dan 4-hidroksitamoksifen dalam plasma. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi tandem Spektrometri Masa dapat mengukur konsentrasi tamoksifen dan 4-hidroksitamoksifen dalam plasma, penurunan itu diduga karena fraksi aktif yang diberikan menghambat proses metabolisme tamoksifen dengan demikian maka fraksi aktif berpotensi sebagai sebagai kemopreventif.

ABSTRACT
Tamoxyfen is the first choice of drug treatment for breast cancer in women with estrogen receptor positive ER , however in the long term use of 5 10 years they are exposed to risk of secondary cancer in the form of endometrial cancer. A sensitive, specific and selective analysis method is required to measure the concentrations of tamoxyfen and 4 hydroksitamoxyfen in plasma as an attempt to predict the occurrence of secondary cancer and its effect after administration of active fraction against concentrations of tamoksifen and 4 hidroksitamoksifen using Liquid chromatography tandem mass spectrometry was developed in accordance with EMEA criteria. Myrmecodia erinacea Becc. was extracted in 80 ethanol by maceration to obtain 80 ethanol extracts and then fractination was perfomed with n heksan, ethyl acetate and butanol to obtain the active fraction afterward the chemical compounds were identified. Acute toxicity and cytotoxic test were performed against active fraction, then activity as chemoprevention of ant nest plant M. erinacea Becc. was performed on 30 female rats, divided into 6 treatments, which were given tamoxyfen 20 mg kb bb Positive control , aqua distillata Normal Control , and corn oil Negative Control . The test group was given a test fraction equivalent to 100, 200 and 400 mg kb bb doses of quercetin. Tamoxyfen 20 mg kg bw was administered in the whole group except negative control and normal control , then 30 minutes later the test fraction was given to the treatment group according to the dose, and was carried out for 20 days. Sensitive, specific and selective analysis method was developed on the calibration curve range 2.0 ndash 200.0 ng mL. The chosen active fraction was etilasetat with yield of 45.867 , which had the highest value of total phenol and its flavonoida of 0.34 and 0.02 thus containing apigenin, quercetin, kaemferol and rutine with levels of quercetin 5.75 . Active fraction containing IC50 was 802.84 ppm and LD50 5000 mg kg bw so it is safe to be used. All doses of the active fraction could lower concentrations of tamoxyfen and 4 hydroxytamoxifen in plasma. Liquid chromatography tandem Mass Spectrometry can measure concentrations of tamoxifen and 4 hydroxytamoxifen in plasma. The decline was allegedly because the active fraction inhibited metabolism of tamoxiifen, therefore active fraction had potential as as chemopreventive."
2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Dwi Haryanto
"Latar belakang: Kondisi penumpukan zat besi di tubuh sering terjadi pada pasien talasemia yang bergantung pada transfusi darah. Kelebihan zat besi dapat memicu terbentuknya reactive oxygen species (ROS) sehingga terjadi disfungsi organ. Limpa adalah salah satu organ yang terdampak dan dapat terjadi splenomegali yang dapat berujung pada splenektomi. Terapi kelasi besi diperlukan untuk mengurangi akumulasi zat besi. Mangiferin memiliki properti antioksidan sehingga dianggap dapat menjadi obat alternatif terapi kelasi. Namun, rendahnya bioavailibilitas mangiferin menghambat pengembangan dan aplikasi klinisnya. Penghantaran obat menggunakan nano-carrier menjadi salah satu pilihan untuk memperbaiki bioavailibilitas mangiferin. Penelitian ini menganalisis kadar mangiferin biasa dibandingkan mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat pada limpa tikus Sprague-Dawley. Metode: Penelitian menggunakan data dari tiga kelompok homogenat organ limpa tikus Sprague-Dawley tersimpan yang diinduksi kelebihan besi. Kelompok dibagi menjadi limpa yang diberi mangiferin konvensional dosis 50 mg/kgBB, mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB, serta mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat dosis 25 mg/kgBB. Kadar mangiferin pada limpa diukur menggunakan HPLC. Hasil: Kadar rata-rata mangiferin pada organ limpa tikus Sprague-Dawley (ng/g jaringan) pada kelompok M50K (686,1±168,55), kelompok M50NP (924,6±253,63), dan kelompok M25NP (683,75±240,52). Tidak ada perbedaan yang signifikan pada ketiga kelomok tersebut. Kesimpulan: Pemberian mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat tidak meningkatkan kadar mangiferin pada limpa tikus Sprague-Dawley dibandingkan dengan pemberian mangiferin konvensional dan tidak ada perbedaan bermakna antara kadar mangiferin pada pemberian mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB dibanding dosis 25 mg/kgBB.

Introduction: Iron overload in the body often occur in transfusion-dependent thalassemia patients. This condition can trigger the formation of reactive oxygen species (ROS) resulting in organ dysfunction. Spleen is one of the organs affected and it can lead to splenomegaly which leads to splenectomy. Iron chelation therapy is required to reduce iron accumulation. Mangiferin has antioxidant properties, therefore, it is considered as an alternative medicine for iron chelation therapy. However, the low bioavailability restricts the development and clinical application of mangiferin. Drug delivery using nano-carriers is an option to increase the bioavailability of mangiferin. This study analyzed the levels of conventional mangiferin compared to mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles in the spleen of Sprague-Dawley rats. Method: This study used data from three groups of spleen organ homogenate storage of Sprague-Dawley rats induced by iron overload. The groups were divided into spleens which were given conventional mangiferin 50 mg/kgBW, mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles 50 mg/kgBW, and mangifeirn in chitosan-alginate nanoparticles 25 mg/kgBW. Spleen mangiferin levels were measured using HPLC. Result: The mean level of mangiferin in the spleen organs of Sprague-Dawley rats (ng/g tissue) in the M50K group (686,1±168,55), M50NP group (924,6±253,63), and M25NP group (683,75±240,52). There was no significant difference in the three groups. Conclusion: Administration of mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles did not increase the spleen mangiferin levels in Sprague-Dawley rats compared to conventional mangiferin and there was no significant difference between mangiferin levels in spleen after the administration of mangiferin chitosan-alginate nanoparticles between doses of 50 mg/kgBW and 25 mg/kgBW."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Chalisya Ilyas
"Latar belakang: Iron overload adalah kondisi dimana terjadi penumpukan besi berlebih dalam tubuh dan sering terjadi pada pasien yang menjalani transfusi berulang seperti pasien talasemia beta mayor. Iron overload ini merusak banyak organ dan salah satunya yang terberat adalah kerusakan organ jantung berupa kardiomiopati yang merupakan penyebab utama kematian pasien talasemia beta mayor. Tatalaksana yang diberikan untuk mencegah iron overload adalah obat pengkelat besi yang saat ini harganya mahal dan banyak efek samping. Mangiferin adalah senyawa polifenol yang dapat dijadikan kandidat potensial obat pengkelat besi. Sayangnya bioavailabilitasnya rendah, sehingga dipikirkan pembuatan formulasi mangiferin dalam nanopartikel kitosan alginate akan dapat meningkatkan bioavailabilitas dan distribusinya ke organ. Pada penelitian ini mangiferin akan diukur kadarnya dalam organ jantung tikus Sprague- Dawley yang diberi besi berlebih. Metode: Data penelitian ini diperoleh dari homogenat organ jantung tersimpan tikus Sprague- Dawley yang diperoleh dari penelitian sebelumnya sebanyak 17 sampel dan diukur kadar Mangiferin dalam jantung menggunakan alat HPLC. Tikus dibagi ke dalam tiga kelompok dan diinduksi besi berlebih sambil diberikan Mangiferin yang berbeda setiap harinya yaitu Mangiferin konvensional 50 mg/ kgBB (MK50), Mangiferin kitosan alginat 50 mg/ kgBB (MN50), dan Mangiferin kitosan alginat 25 mg/ kgBB (MN25). Hasil: Nilai rerata kadar MK50, MN50 dan MN25 yang diukur dalam organ jantung tikus dalam satuan (ng/g) berturut-turut sebesar 4365,80, 4453,65 dan 4171,97 dengan nilai p = 0, 974. Simpulan: Kadar mangiferin di jantung tikus Sprague-Dawley yang diinduksi besi berlebih setelah pemberian mangiferin kitosan alginate nanopartikel tidak berbeda dengan pemberian mangiferin konvensional.

Background : Iron overload is an accumulation of excess iron in the body and often occurs in repeated transfusion patients such as beta thalassemia major. Iron overload damages multi-organs and the worst impact is cardiomyopathy which is the main cause of death in beta thalassemia major patients. The preventive treatment for iron overload is iron chelating drugs, which are expensive and have many adverse effects. Mangiferin is a polyphenol that have potential to be a candidate for iron chelator. Unfortunately, its bioavailability is low. Therefore, new formulation is considered to increase the bioavailability of Mangiferin with chitosan alginate nanoparticles technology which was measured in the heart organ of iron overload Sprague-Dawley rats. Method : The data of this study were obtained from the stored heart organ homogenate of Sprague-Dawley rats which were obtained from a previous study of 17 samples and the levels of mangiferin in the heart were measured using an HPLC device. Rats were divided into three groups and induced by excess iron while given different Mangiferin every day, namely conventional Mangiferin 50 mg/kgBW (MK50), Mangiferin chitosan alginate 50 mg/kgBW (MN50), and Mangiferin chitosan alginate 25 mg/kgBW (MN25). Results: The mean values of MK50, MN50 and MN25 levels measured in the rat heart in units (ng/g) were 4365.80, 4453.65 and 4171.97 with p = 0.974, respectively. Conclusion: There was no significant difference between Conventional Mangiferin and Mangiferin Nanoparticles in the heart of Sprague-Dawley rats induced by excess iron."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainun Mardhiyah
"Mangiferin berpotensi menjadi agen pengkelat besi. Namun, rendahnya bioavailabilitas mangiferin membatasi kemampuan mangiferin sebagai agen pengkelat. Sistem penghantaran obat nanopartikel yang terenkapsulasi dalam kitosan-alginat diketahui mampu meningkatkan bioavailabilitas obat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan kadar mangiferin konvensional dan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat pada organ ginjal. Data penelitian diperoleh dari homogenat organ ginjal tersimpan tikus Sprague-Dawley yang diinduksi besi berlebih. Tikus dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan, yaitu diberikan mangiferin konvensional 50 mg/kgBB (MK50), mangiferin nanopartikel kitosan-alginat 50 mg/kgBB (MN50), dan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat 25 mg/kgBB (MN25).
Pengukuran kadar mangiferin dilakukan dengan menganalisis plasma menggunakan alat HPLC dan mengacu pada metode Estuningtyas. Berdasarkan pengukuran, rata-rata kadar mangiferin di organ ginjal (ng/g) antara lain sebesar 5368.5±1407,52 ng/g (MK50), 4757.78±1420,32 ng/g pada (MN50), dan 4448.06±1938,95 ng/g (MN25). Akan tetapi, tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok perlakuan. Pemberian mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB maupun 25 mg/kgBB tidak meningkatkan kadar mangiferin di ginjal tikus dibandingkan dengan pemberian mangiferin konvensional dosis 50 mg/kgBB. Selain itu, kadar mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 25 mg/kgBB tidak lebih tinggi dibandingkan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB di ginjal.

Mangiferin has potential to be an iron chelating agent. However, the low bioavailability of mangiferin limits its ability as a chelating agent. The nanoparticle drug delivery system encapsulated in chitosan-alginate is known as an option to increase drug bioavailability. Therefore, this study aimed to analyze the levels of conventional mangiferin and mangiferin chitosan-alginate nanoparticle in the kidney. Data were obtained from stored kidney homogenates of iron overload Sprague-Dawley rat model. Rats were divided into three treatment groups, namely conventional mangiferin 50 mg/kgBW (MK50), mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 50 mg/kgBW (MN50), and mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 25 mg/kgBW (MN25).
The measurement of mangiferin levels was carried out by plasma analysis using HPLC tool and referring to the Estuningtyas method. The average levels of mangiferin in kidneys (ng/g) are 5368.5±1407,52 (MK50 group), 4757.78±1420,32 (MN50 group), and 4448.06±1938,95 (MN25 group). However, there was no significant difference between the treatment groups. The administration of mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 50 mg/kgBW or 25 mg/kgBW did not increase mangiferin levels in the rat kidney compared to conventional mangiferin 50 mg/kgBW. In addition, the levels of mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 25 mg/kgBW were not higher than mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 50 mg/kgBW.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denddy Sinatria
"Latar belakang: Kanker payudara adalah penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di seluruh dunia. Pengobatan kanker payudara saat ini sangat ditentukan reseptor hormon atau variabel klinikopatologis. Marker terkait invasi dan metastasis masih sangat dibutuhkan untuk mengembangkan biomarker baru dan strategi terapi untuk menangani kanker payudara. Diperlukan pembuktian zat bioaktif baru seperti lunasin untuk strategi yang menguntungkan terapi dan prognosis pasien kanker payudara. β-catenin adalah perantara jalur pensinyalan penting yang dapat menjadi penanda dari kanker payudara. Belum terdapat penelitian terhadap pengaruh pemberian lunasin pada ekspresi β-cateninpada kanker payudara. Metode: Penelitian ini berupa eksperimental in vivo yang dilakukan pada tikus Sprague-Dawley (SD). Terdapat 5 kelompok berbeda, semua tikus diberikan DMBA (20mg/kgBB) untuk menginduksi kanker payudara kecuali kelompok normal. (1) Kelompok (DMBA) hanya diberikan DMBA; (2) Kelompok (TAM) diberikan tamoksifen (10 mg/kgBB); (3) kelompok (ET Lun), diberikan ekstrak lunasin (500 mg/kgBB); dan (4) adjuvan, diberikan tamoksifen (10 mg/kgBB) dan ekstrak lunasin (500 mg/kgBB); (5) kelompok (NOR) tanpa DMBA dan perlakuan. Setelah terminasi, preparat histopatologi jaringan payudara sampel diberikan pewarnaan HE dan IHK. Histoscore digunakan untuk menilai tingkat ekspresi β-catenin. Setelah itu dilanjutkan dengan analisis data. Hasil: Hasil ekspresi β-catenin kelompok normal (NOR) = 138.52±8,78 ; (DMBA) = 187,30±9,70 ; Tamoxifen (TAM) = 166,14±5,60 ; Ekstrak Lunasin (ET-Lun) = 174,42±4,01 ; dan adjuvan (ADJ) = 150,65±6,44. Analisis data menunjukkan perbedaan bermakna antar kelompok kecuali antara kelompok (TAM) dengan kelo(ET Lun). Kesimpulan: Pemberian ekstrak lunasin dari kedelai dapat menurunkan ekspresi β-catenin pada jaringan kanker payudara tikus SD yang diinduksi DMBA.

Introduction: Breast cancer is the leading cause of cancer death in women worldwide. Current breast cancer treatment is largely determined by hormonal receptors or by clinicopathological variables. Markers related to invasion and metastasis are still urgently needed to develop new biomarkers and therapeutic strategies to treat breast cancer. Verification of new biomarkers such as lunasin is needed to create strategies that will benefit therapy and prognosis of breast cancer patients. β-catenin is an important intermediate in several important signalling pathways which can be a marker for breast cancer. To date, there is no studies about the effect of lunasin on β-catenin expression in rats with breast cancer. Method: This study is an in vivo experiment conducted on Sprague-Dawley (SD) rats. There are 5 different groups where all were given DMBA (20mg/kgBW) for breast cancer induction except for the normal group. Group (1) DMBA was given only DMBA; (2) Tamoxifen (TAM) were given DMBA and tamoxifen (10 mg/kgBW); (3) Extract Lunasin (ET-Lun), administration of lunasin extract (500 mg/kgBW); and (4) Adjuvant, were given tamoxifen (10 mg/kgBW) and lunasin extract (500 mg/kgBW). Group (5) the normal group who was not given DMBA and treatment. After termination, histopathological preparations of breast tissue were then stained with HE and IHK. The histoscore was used to assess the expression level of β-catenin. Data analysis was continued afterwards. Result: The expression of normal group -catenin (NOR) = 138.52±8.78 ; (DMBA) = 187.30±9.70 ; Tamoxifen (TAM) = 166.14±5.60 ; Ekstrak Lunasin (ET-Lun) = 174.42±4.01 ; and adjuvants (ADJ) = 150.65±6.44. Data analysis showed significant differences in all between groups except between the positive control group and the curative group. Conclusion Administration of a targeted extract of lunasin from soybeans can reduce the expression of β-catenin in breast cancer tissue of SD rats induced by DMBA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baiq Yuhaniz
"[ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui kadar kreatinin plasma tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague-Dawley setelah pemberian infusa daun sukun (Artocarpus altilis). Sebanyak 30 ekor tikus dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu 2 kelompok kontrol dan 4 kelompok perlakuan yang diinduksi CCl4 kemudian diberikan infusa daun sukun dengan dosis 1,35; 2,7; 5,4; dan 10,8 g/kg BB. Uji kualitatif pada infusa daun sukun menunjukkan bahwa infusa daun sukun memiliki aktivitas antioksidan serta mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid. Infusa diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu 12 jam. Pengambilan darah dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu sebelum perlakuan, 12 jam setelah induksi CCl4, dan satu jam setelah pemberian infusa terakhir. Analisis sampel darah dilakukan menggunakan metode kolorimetri. Induksi CCl4 berhasil meningkatkan kadar kreatinin plasma tikus di atas batas normal. Rerata kadar kreatinin plasma tikus setelah pemberian infusa terakhir yaitu KK1 (0,80 0,11); KK2 (1,44 0,21); KP1 (1,12 0,42); KP2 (0,76 0,40); KP3 (0,56 0,06); dan KP4 (0,76 0,17). Uji LSD (P<0,05) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara KK2 dengan KK1, KP2, KP3, dan KP4. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian infusa daun sukun dengan dosis 2,7; 5,4; dan 10,8 g/kg BB berpengaruh terhadap kadar kreatinin plasma tikus.
ABSTRACT
The present study was aim to assess plasma creatinine levels of male albino Sprague-Dawley rats (Rattus norvegicus L.) after breadfruit leaf (Artocarpus altilis) infusion intake. Thirty male rats were devided into six groups, consisting of two control group and four treatment groups CCl4-induced and were given breadfruit leaves infusion at concentration dose of 1,35; 2,7; 5,4; and 10,8 g/kg body weight, respectively. Qualitative test of breadfruit leaves infusion showed that it has antioxidant activity and positively contains alkaloid and flavonoid. Breadfruit leaves infusion were given orally and administered four times, with an interval of twelve hours. Plasma creatinine levels were measured three times, before treatment; 12 hours after CCl4-induced; and 1 hour after the last breadfruit infusion intake using colorimetric method. Plasma creatinine levels was elevated above the upper limits of normal after CCl4-induced. Mean of plasma kreatinine levels of the last analysis: KK1 (0,80 0,11); KK2 (1,44 0,21); KP1 (1,12 0,42); KP2 (0,76 0,40); KP3 (0,56 0,06); and KP4 (0,76 0,17) mg/dl. Least significant diffrence (LSD) test (P<0,05) showed a significant effect of breadfruit leaves infusion at dose of 2,7; 5,4; and 10,8 g/kg bw on plasma creatinine levels of rats.
, The present study was aim to assess plasma creatinine levels of male albino Sprague-Dawley rats (Rattus norvegicus L.) after breadfruit leaf (Artocarpus altilis) infusion intake. Thirty male rats were devided into six groups, consisting of two control group and four treatment groups CCl4-induced and were given breadfruit leaves infusion at concentration dose of 1,35; 2,7; 5,4; and 10,8 g/kg body weight, respectively. Qualitative test of breadfruit leaves infusion showed that it has antioxidant activity and positively contains alkaloid and flavonoid. Breadfruit leaves infusion were given orally and administered four times, with an interval of twelve hours. Plasma creatinine levels were measured three times, before treatment; 12 hours after CCl4-induced; and 1 hour after the last breadfruit infusion intake using colorimetric method. Plasma creatinine levels was elevated above the upper limits of normal after CCl4-induced. Mean of plasma kreatinine levels of the last analysis: KK1 (0,80 0,11); KK2 (1,44 0,21); KP1 (1,12 0,42); KP2 (0,76 0,40); KP3 (0,56 0,06); and KP4 (0,76 0,17) mg/dl. Least significant diffrence (LSD) test (P<0,05) showed a significant effect of breadfruit leaves infusion at dose of 2,7; 5,4; and 10,8 g/kg bw on plasma creatinine levels of rats.
]"
Universitas Indonesia, 2015
S62391
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Ridho Nur Hidayah
"ABSTRAK
Pendahuluan: Terbentuknya jaringan fibrosis pada saraf perifer masih menjadi suatu tantangan di bidang orthopaedi terutama dengan eksplorasi saraf. Penggunaan metylprednisolon telah banyak digunakan untuk mengurangi risiko edema jaringan lunak pasca operasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian irigasi metylprednisolon asetate terhadap pencegahan perlengketan saraf pada jaringan sekitarnya dan pembentukan jaringan parut epineuralMetode: Dua puluh tikus putih Sprague Dawley jantan yang memenuhi kriteria sampel dibagi ke dalam dua kelompok. Pada seluruh sampel dilakukan perangsangan pembentukan jaringan parut pada saraf skiatika paha kanan menggunakan nylon brush. Kelompok perlakuan diberikan irigasi metylprednisolon asetat 0.1cc; Depomedrol , dan sisanya kontrol. Setelah 4 minggu, tikus dikorbankan, dilakukan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis untuk melakukan perhitungan luas area fibrosis dengan software ImageJ intensifier dan angka Index Fibrotik dengan alat pengukur mikrometer setelah sebelumnya dilakukan pembuatan sedian histologi dengan pewarnaan Haematoksilin Eosin dan Masson rsquo;s Trichrome.Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kontrol pada skor Petersen p.

ABSTRACT
Introduction The formation of fibrotic tissue in peripheral nerves is remains a challenge. Methylprednisolone was believed to inhibit fibrotic formation, although its still controversial. This research is intended to prove that the irrigation of methylprednisolone acetate can prevent nerve adhesion on surrounding tissues and the formation of epineural scar.Methods Twenty male Sprague Dawley rats were divided into two groups. Treatment group was irrigated intralesionally with methylprednisolone 0.1cc Depomedrol , and the rest as control. In all samples we performed abrasion injury to stimulate fibrotic formation using nylon brush. The samples were sacrificed after 4 weeks, Peterson score was used to assess macroscopically, and area of fibrotic was measured microscopically. Area of fibrosis was calculated using ImageJ intensifier and fibrotic index number with the micrometer measurement tool after histologic preparation with Haematoxylin Eosin and Masson 39 s Trichrome.Result There was a significant difference between treatment and control group on Petersen score p "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nurul Qomaruzzaman
"ABSTRAK
Fluoroquinolon memiliki efek terhadap mekanisme penyembuhan ruptur tendon Achilles. Penelitian ini dilakukan untuk menilai efek siprofloksasin terhadap proses penyembuhan tendon in vivo. Efek obat diperiksa terhadap biomekanik dan histopatologik tendon Achilles tikus. Uji eksperimental ini menggunakan siprofloksasin selama 2 kali/hari selama 15 dan 35 hari berturut-turut. Asesmen pada tendon Achilles mencakup pengukuran ultimate tensile force (UTF) dan skor histopatologik Bonar. Rerata UTF dan skor proliferasi tenosit pada grup kontrol signifikan dibandingkan grup perlakuan pada protokol 15 hari p<0.004 dan p<0,002. Tidak ada perbedaan bermakna pada skor kolagen, ground substance, dan vaskularisasi. Berdasarkan penelitian ini, siprofloksasin terbukti menurunkan kekuatan biomekanik, metabolisme tenosit, kolagen, dan matriks selama proses penyembuhan tendon Achilles model tikus.

ABSTRACT
Fluoroquinolon has a side effect on the healing process of Achilles tendon rupture. The purpose of this experimental research is to evaluate ciprofloxacin towards tendon healing (in vivo) in respect to biomechanic and histopathologic of Achilles tendon. Ciprofloxacin is administered 2 times per day within 15 and 35 days follow-up. After that, Achilles tendon is measured for ultimate tensile force (UTF) and Bonar histopathologic score. According to this research, the mean of UTF and tenocyte proliferation score is significant in control group compared to intervention group on day-15 (p<0.004 and p<0.002 consecutively). The statistical significance is narrow in collagen score, ground substance, and vascularization. Based on those foundings, ciprofloxacin has been proven to reduce biomechanical force, tenocyte metabolism, collagen, and matrix during the healing process of Achilles tendon in rat model."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Callen
"Pendahuluan: Usia harapan hidup di Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan melebihi angka 70 tahun. Walaupun demikian, peningkatan jumlah lanjut usia tanpa disertai perbaikan kualitas hidup berimplikasi pada munculnya berbagai penyakit neurodegeneratif. Penuaan merupakan proses multifaktorial yang melibatkan stres oksidatif. Meskipun demikian, hal ini dapat diantisipasi dengan keberadaan substansi brain-derived neurotrophic factor (BDNF). Secara fungsional, faktor neurotropik ini mampu menunjang vitalitas, perkembangan, dan plastisitas neuron yang berperan dalam pemeliharaan fungsi kognitif.
Objektif: Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi efek tanaman herbal Acalypha indica L. terhadap kadar BDNF dan fungsi kognitif, khususnya memori jangka pendek.
Metode: Penelitian berlangsung selama 28 hari menggunakan tikus Sprague-Dawley tua (20-24 bulan) yang terbagi ke dalam tiga kelompok uji: kontrol negatif, kontrol positif (vitamin E 6 IU), dan Acalypha indica L. 250 mg/kg BB, beserta satu kelompok tikus muda berusia 8-12 minggu. Data diperoleh melalui pengukuran kadar BDNF otak dengan BDNF ELISA kit pada hari ke-29 serta uji kognisi Y-maze dengan menghitung jumlah benar pada hari ke-7 dan 28 perlakuan.
Hasil: Konsentrasi BDNF pada kelompok Acalypha indica L. mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tiga kelompok lainnya (nilai p=0,6545). Sementara, uji Y-maze memperlihatkan hasil adanya peningkatan jumlah benar pada hari ke-28 dibandingkan dengan hari ke-7 pada kelompok Acalypha indica L. (nilai p>0,999).
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Acalypha indica L. tidak memiliki pengaruh terhadap kadar BDNF otak dan kemampuan kognitif pada tikus Sprague-Dawley tua. Maka dari itu, dibutuhkan penelitian lanjutan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik serta dapat diaplikasikan pada subjek manusia.

Background: In 2020, life expectancy in Indonesia is estimated to be greater than 70 years. Nevertheless, the increasing number of elderlies with the poor quality of life implied in the occurrence of many neurodegenerative diseases. Aging is a process that involves oxidative stress; however, it can be anticipated by the presence of brain-derived neurotrophic factor (BDNF). This neurotrophic factor could optimize the vitality, growth, and plasticity of neuronal cells; consequently, cognitive function got maintained.
Objective: The aim of this study is to investigate the effect of Acalypha indica L. as a notable medicinal plant to BDNF level and cognitive function, specifically short-term memory.
Methods: This experimental study was conducted in 28 days using old Sprague-Dawley rats (20-24 months of age rats) which were grouped into three groups: negative control, positive control (vitamin E 6 IU), treatment (Acalypha indica L. 250 mg/kg BW), and one young group (8-12 weeks of age rats). Data are collected by examining BDNF level of the brain tissues using BDNF ELISA kit and undergoing a Y-maze test on day 7 and 28 of treatment.
Results: Level of BDNF in the treatment group increased when compared to the other groups (p-value=0.6545). Meanwhile, the Y-maze test revealed that the number of correct choices tended to increase on day 28 when compared to day 7 (p-value>0.9999).
Conclusion: It concluded that Acalypha indica L. provides no effect to BDNF level and cognitive function in old Sprague-Dawley rats. Therefore, continuing researches to obtain more significant and applicable results are suggested.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindya Permata Bunda Surya Utami
"ABSTRAK
Latar Belakang : PBB menyatakan bahwa Indonesia memiliki kecenderungan peningkatan harapan hidup sebesar 71,7 di kisaran tahun 2010-2015 yang diperkirakan akan meningkat menjadi 77,6 pada 2045-2050. Hal ini dapat meningkatkan beban penanganan penyakit tidak menular. Oleh karena itu, penelitian dilakukan dengan tujuan mencari ekstrak tanaman herbal yang dapat memperlambat proses penuaan pada tikus tua dengan meninjau parameter histopatologis. Ekstrak Centella asiatica (CA) diketahui berpotensi dalam mengurangi tingkat penuaan di cerebrum. Metode : Penelitian dilakukan menggunakan 4 kelompok : kontrol negatif, perlakuan (CA 300 mg/kgBB), kontrol positif (Vitamin E 6 IU) dan tikus muda yang diberi perlakuan selama 28 hari. Setiap kelompok memiliki jumlah sampel minimal 4. Setelah 28 hari, tikus diterminasi dan diambil sediaan otaknya untuk dibuat preparat histopatologis pada bagian hipokampus. Sediaan kemudian diidentifikasi 4 variabel yaitu densitas sel normal, densitas sel abnormal, densitas sel piramidal, densitas sel piknotik dan densitas sel total pada 2 bagian hipokampus yaitu girus dentatus dan CA3. Analisis dilakukan secara komparatif pada 2 jenis sampel tersebut. Hasil : Pada akhir perlakuan, kelompok kontrol positif tidak dianalisis karena tidak memenuhi jumlah sampel minimal. Pada sampel girus dentatus, hasil analisis one-way anova menunjukkan hasil bermakna pada variabel densitas sel normal dan densitas sel abnormal, tetapi analisis post-hoc Bonferroni menunjukkan hasil yang tidak bermakna pada kelompok CA dibandingkan dengan kontrol negatif dan tikus muda. Sedangkan sediaan sampel CA3 tidak memiliki hasil yang bermakna pada analisis komparatif kategorik. Diskusi : CA diketahui memiliki efek antioksidan yang baik namun memerlukan durasi perlakuan yang lebih panjang untuk mendapat efek anti-penuaan.

ABSTRACT
Background: United Nations states that Indonesia has tendency to increase life expectancy in 2010-2015 by 71.7, and expected to increase to 77.6 in 2045-2050. This can increase the burden of handling non-communicable diseases. Therefore, research was conducted aiming to find herbal extracts that can slow down aging process in old mice by reviewing histopathological parameters. Centella asiatica (CA) is known to be potential in reducing the rate of aging in cerebrum. Method: The study was conducted using 4 groups: negative control, treatment (CA 300 mg/kgBW), positive control (Vitamine E 6 IU) and young mice days with each minimum sample size of 4. After 28 days of treatment, rats were terminated and brain preparations were taken to make histopathological preparations in 2 parts of hippocampus section : dentate gyrus and CA3. The preparations then identified 4 variables : normal cell density, abnormal cell density, pyramidal cell density, picnotic cell density and total cell density. The analysis was carried out comparatively. Results: At the end of the treatment, the positive control group was not analyzed due to low number of samples. In dentate gyrus, the results of One-way Anova analysis showed significant results on normal cell density and abnormal cell density variables, but Bonferroni's post-hoc analysis showed no significant results in the CA group compared to negative controls and young mice. CA3 preparations did not have significant results in categorical comparative analysis. Discussion: CA is known to have good antioxidant effects but requires a longer duration of treatment to show anti-aging effect."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>