Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52006 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Kukuh Satrio
"Institusi kejaksaan sebagai salah satu Institusi penegak hukum di Indonesia memiliki permasalahan terhadap profesionalisme khususnya integritas aparatnya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya laporan yang diterima oleh Komisi Kejaksaan Republik Indonesia tentang kinerja dan perilaku Jaksa yang merugikan masyarakat dilima tahun terakhir. Ide utama dari tulisan ini adalah mencoba mengkritisi Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per-014/A/JA./11/2012 tentang Kode Perilaku Kejaksaan sebagai dasar hukum yang mengatur kinerja dan perilaku Jaksa dalam melakukan tugas baik di dalam maupun di luar Lembaga Kejaksaan. Fokus yang diangkat pada tulisan ini adalah menjabarkan kekurangan dari peraturan tersebut khususnya yang mengatur tentang integritas dan profesionalisme Jaksa. Dengan menggunakan pandangan Kriminologi Kritis sebagai acuan analisis dapat menjelaskan asumsi dasar penelitian yaitu peraturan diatur sedemikian rupa sehingga aparatur Kejaksaan dapat terhindar dari sanksi ndash; sanksi sosial dari Perilaku mereka yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini dapat menjelaskan hubungan antara dasar hukum yang dibuat oleh Jaksa dan pelanggaran yang dilakukan oleh Jaksa itu sendiri
Institution of prosecutor as one of law enforcement in Indonesia, have a problem about professionalism in particularly integrity over their apparatuses. It has been proved by several report from Indonesian State Prosecutor Oversight Commission about harmful performance and behavior of prosecutor in the past 5 years. The main idea of this study is trying to criticize the regulation of Indonesian Attorney General number Per 014 A JA. 11 2012 about prosecutor code of conduct as a set of legal basis for prosecutor performance and behaviour in doing assignment. The focus of this study is examining the lack of regulation, especially about prosecutor integrity and professionalism controlling by using critical criminology perspective as a reference of analysis. It can describe the main assumption of this study that regulation is such arranged to avoid social sanctions toward their harm society behaviour. Therefore, this research will explain correlation between legal basis that was arranged by the prosecutor and the fouls which they have done."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Imaduddin
"Dalam perjalannya, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia kerap kali menghasilkan suatu hasil yang menimbulkan respon beragaram di kalangan masyarakat. seperti contohnya kasus nenek minah dan kasus kakek samirin yang dilimpahkan ke tahapan persidangan dan menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat. Kejadian tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah Sistem Peradilan Pidana di Indonesia sangat bersifat punitif atau mengedepankan pembalasan. Apabila kita melihat ke dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) diketahui bahwa Kejaksaan selaku dominus litis memiliki suatu wewenang untuk melakukan penyaringan atau menentukan apakah suatu perkara layak atau tidak untuk dilimpahkan ke tahapan persidangan. Proses ini kemudian dilakukan melalui suatu mekanisme penghentian penuntutan yang diatur di dalam Pasal 140 ayat (2) KUHAP. Meskipun begitu, belum terdapat standar dari layak atau tidaknya suatu perkara untuk dilimpahkan ke tahapan persidangan. Saat ini, telah diterbitkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 (“PERJA 15 Tahun 2020”) yang mengatur mengenai pelaksanaan kewenangan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif. Penelitian ini akan membahas dua permasalahan. Pertama, membahas bagaimana pengaturan Peran dari Penuntut Umum dalam pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif selaku dominus litis dan kedua membahas mengenai bagaimana penerapan keadilan restoratif dalam PERJA 15 Tahun 2020 dan kepastian hukum yang diberikannya terhadap aparat penegak hukum dan para pihak terkait. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif dengan melakukan Analisa terhadap peraturan yang ada dan juga wawancara terhadap beberapa narasumber. Hasil penelitian yang didapatkan adalah bahwa Kejaksaan selaku dominus litis belum diatur lebih jelas mengenai pelaksanaan kewenangan penghentian penuntutan berdasarkan KUHAP, namun melalui PERJA 15 Tahun 2020 pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif telah diatur secara rinci bagaimana pelaksanaan dan persyaratan dalam melakukan kewenangan tersebut. Selain itu juga, diketahui bahwa terhadap aparat penegak hukum PERJA 15 Tahun 2020 telah memberikan kepastian hukum terhadap pelaksaan dari kewenangan tersebut dan terhadap para pihak yang menginginkan perdamaian PERJA 15 Tahun 2020 telah memberikan kepastian hukum tersebut. Meskipun begitu, didapatkan hasil bahwa penerapan konsep dari Keadilan Restoratif dalam PERJA 15 Tahun 2020 masih belum sempurna karena seakan-akan masih mengesampingkan pemulihan terhadap Pelaku dan Pihak lainnya yang terkait dan hanya memfokuskan pemulihan terhadap Korban saja.

In its journey, the criminal justice system in Indonesia often produces a result that raises mixed responses among the public. Such as the case of Minah and the case of Samirin which were transferred to the trial stage and caused negative reactions from the community. This incident raises the question of whether the criminal justice system in Indonesia is very punitive or prioritizes retaliation. If we look into the Indonesian criminal procedure code (KUHAP), it is known that the State Prosecutors as the dominus litis have the authority to filter or determine whether a case is appropriate or not to be transferred to the trial stage. This process is then carried out through a mechanism for stopping prosecution by the state prosecutors as regulated in article 140 paragraph (2) of the Criminal Procedure Code. Even so, there is no standard yet on whether or not a case is appropriate to be transferred to the trial stage. Currently, the Prosecutors Regulation Number 15 of 2020 (PERJA 15 of 2020) has been issued which regulates the implementation of the authority to terminate prosecution based on restorative justice. This research will discuss two problems. First, it discusses how the regulation on the role of the public prosecutor in implementing the termination of prosecution based on restorative justice as dominus litis and secondly discusses how the implementation of the restorative justice concept in PERJA 15 2020 and the legal certainty it provides to law enforcement officers and related parties. The form of research used is normative juridical with descriptive research by analyzing existing regulations and also interviewing several sources. The results of the research obtained are that the State Prosecutors as dominus litis has not been regulated more clearly regarding the implementation of the authority to terminate prosecution under the criminal procedure code, but through the implementation of PERJA 15 2020, the execution of termination of prosecution based on restorative justice has been regulated in details on how the implementation and requirements in exercising this authority. In addition, it is known that PERJA 15 2020 has provided legal certainty for the implementation of this authority by state prosecutors and for those who want to solve their problems with a restorative approach. Even so, It was found that the application of the restorative justice concept was still not perfect because it seemed as if it still ruled out the recovery or the restorative of the perpetrators and other parties involved and only focused on the restorative for the victim."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Sutrisno
"Tesis ini membahas tentang kemandirian Jaksa Penuntut Umum berkaitan dengan adanya kebijakan rencana tuntutan (rentut) yang berlaku secara internal di Kejaksaan. Sebelum Jaksa Penuntut Umum membacakan surat tuntutannya, ia harus mengajukan rencana tuntutan kepada atasannya secara berjenjang. Rentut diberlakukan oleh Kejaksaan dengan berdasarkan SEJA No 009/A/J.A/12/1985 tentang Pedoman Tuntutan Pidana dan diperbaharui dengan SEJA No : 001/JA/4/1995 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Pidana Umum dan Pidana Khusus. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif.
Hasil penelitian menerangkan dengan adanya kebijakan rentut, maka kemandirian Jaksa secara fungsional menjadi tidak bebas dan mandiri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Penuntut Umum, sebaiknya dimasa yang akan datang Jaksa bisa mandiri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, sehingga perlu dilakukan perubahan tentang prosedur dan mekanisme kebijakan rentut serta meningkatkan kualitas maupun integritas dari Jaksa sehingga akan terbentuk pribadi Jaksa yang profesional dan bertanggungjawab.

This thesis discusses the independence of the Public Prosecutor relating to the policy charges of the plan (rentut) applicable internally in the Attorney General. Before the Public Prosecutor charges to read the letter, he must submit a claim to his superiors a plan in stages. Rentut imposed by the Prosecutor based SEJA No : 009/A/J.A/12/1985 Guidelines for Criminal Charges and updated by SEJA No : 001/JA/4/1995 Guidelines for General Crime Criminal Charges and Special Crimes. This study using a normative juridical approach.
The results explain the presence of rentut policy, it is functionally independent Prosecutor is not free and independent in performing its duties and functions as a prosecutor, so it is necessary to change procedures and policy mechanism rentut and to improve the quality and integrity of the prosecution so that it will form personal and profesional attorney who is responsible.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29300
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Fransisco
"Hukum pidana bersyarat merupakan jenis pidana yang dijatuhkan oleh hakim bagi seseorang agar tidak muncul pengaruh buruk yang lebih berbahaya lagi bagi orang tersebut apabila dimasukan dalam lembaga pemasyarakatan, sehingga dalam hal ini hakim mempertimbangkan pengaruh pidana tersebut terhadap masa depan pelaku tindak pidana.
Penegakan hukum di suatu negara dikatakan berhasil bukan hanya karena hakim telah menjatuhkan sanksi pidana yang adil terhadap korban atau pelaku itu sendiri, namun juga menyangkut sanksi yang diterapkan mampu merubah perilaku salah yang dilakukan pelaku tersebut.
Pidana bersyarat sebagai salah satu bentuk pelaksanaan pidana dengan tujuan memperbaiki perilaku pelaku tindak pidana tersebut, maka diperlukan pengawasan terhadapnya, sehingga dalam masa percobaan yang diberikan kepadanya, pelaku tindak pidana tersebut tidak melakukan tindak pidana lain yang dapat membuat pidana penjara awal yang dijatuhkan padanya diterapkan. Keberadaan pidana bersyarat itu sendiri memiliki bentuk lain di masa yang akan datang. Bentuk lain tersebut nampak dalam RKUHP sehubungan dengan diaturnya pengawasan. Pengaturan terhadap pidana tersebut memberi dampak baru terhadapa pidana bersyarat tersebut.
Penelitian ini membahas proses yang dilakukan jaksa dalam melakukan pengawasan tersebut berkaitan dengan tidak adanya aturan khusus yang mewajibkan terpidana melapor secara rutin kepada jaksa serta apabila terjadi perpindahan domisili terpidana. Meneliti perbedaan serta implikasi pengaturan pidana pengawasan sebagai pidana yang terdapat syarat di dalamnya dalam RKUHP dengan pidana yang saat diatur dalam KUHP.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa penjatuhan sanksi pidana penjara terhadap pelaku tindak pidana tidak memberikan jaminan akan terjadi perubahan perilaku terpidanan tersebut di masyarakat. Dalam KUHP tidak terdapat lagi pengaturan mengenai pidana bersyarat, namun untuk pidana yang disertai syarat yaitu diatur sebagai pidana pengawasan yang merupakan salah satu jenis pidana pokok dalam RKUHP tersebut. Pidana pengawasan dalam RKUHP tersebut menjadi penting sebab dalam KUHP yang berlaku saat ini masih terdapat banyak kendala dalam pelaksanaan pidana bersayarat."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"A public prosecutor acting on behalf of state has a monopolistic right to prosecute and wide discretion to make prosecution policy. A public Prosecutor may drop accusation or stop prosecution for the sake of public interest and transaction. the role of a public prosecutor is not only to investigate, but also to be a liaison officer between investigation process and court sessions."
343 JPIH 21 (1999)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
McDonald, William F.
Beverly Hills: Sage, 1979
345.7301 McD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
R. Narendra Jatna
Depok: Universitas Indonesia, 1993
S21961
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soedirjo
Jakarta: Akademika Pressindo, 1985
174.3 SOE j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>