Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127753 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novia Rahayu
"Penelitian ini bertujuan membandingkan luaran tajam penglihatan dan ketebalan makula sentral paska terapi loading dose bevacizumab intravitreal pasien age-related macular degeneration AMD neovaskular antara yang memiliki karakter predominan subretinal dengan intraretinal fluid. Metode yang digunakan adalah Uji klinis pre-post intervensi bevacizumab intravitreal pada dua kelompok AMD yang berbeda. Sampling secara konsekutif membagi 38 subyek penelitian menjadi 2 kelompok AMD dengan hasil OCT predominan subretinal fluid SRF 20 mata dan intraretinal fluid IRF 18 mata . Evaluasi luaran tajam penglihatan, ketebalan makula sentral, dan perubahannya dilakukan sepanjang dan sesudah loading dose selesai. Rerata tajam penglihatan pada baseline berbeda signifikan antara kelompok SRF 56,41 huruf ETDRS dan IRF 43,72 huruf ETDRS . Paska loading dose tidak terdapat perbedaan bermakna dari perubahan tajam penglihatan maupun ketebalan makula sentral antara kedua kelompok, tetapi luaran tajam penglihatan pada kelompok SRF tetap lebih tinggi dan didapati ketebalan makula sentral kelompok SRF lebih rendah secara signifikan. AMD neovaskular baik dengan gambaran SRF maupun IRF saat baseline, mendapat manfaat yang sebanding dari terapi bevacizumab intravitreal meskipun rerata tajam penglihatan dan penurunan ketebalan makula sentral lebih baik jika terdapat SRF.

This study aimed to compare visual acuity VA and central macular thickness CMT outcome of loading dose intravitreal bevacizumab treatment between neovascular age related macular degeneration AMD patients with character of predominant subretinal and intraretinal fluid. This study performed pre post interventional clinical study of two different AMD groups, treated with loading dose intravitreal bevacizumab. Consecutive sampling distributed 38 samples based on OCT into group with predominant subretinal fluid SRF group 20 eyes and intraretinal fluid IRF 18 eyes VA, CMT, and their changes were evaluated during and after loading dose was completed. Mean VA at baseline eventually was significantly different where SRF group 56,41 letters were better than IRF group 43,72 letters . No statistically significant difference of mean VA change or CMT change between group, however VA in SRF group remained higher and CMT in SRF group were lower than IRF group. Neovascular AMD, with both SRF and IRF at baseline, benefits from loading dose intravitreal bevacizumab treatment although mean visual acuity and mean central retinal thickness are better in those with SRF."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alia Nessa Utami
"Latar Belakang: Tata laksana edema makula terus dievaluasi, dengan terapi anti-VEGF sebagai lini pertama. Subthreshold micropulse laser (SML) diajukan sebagai alternatif adjuvan. Studi retrospektif terdahulu menunjukkan efektivitas SML 577-nm sebagai monoterapi pada edema makula dengan ketebalan di bawah 400 μm. Akan tetapi, data prospektif efektivitas SML sebagai adjuvan masih minim.
Tujuan: Menilai pengaruh pemberian kombinasi bevacizumab dan laser SML 577-nm dibanding bevacizumab monoterapi terhadap ketebalan makula sentral dan tajam penglihatan pasien edema makula diabetik ringan-sedang.
Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental lengan ganda. Dilakukan randomisasi acak terhadap pasien edema makula diabetik dengan rentang ketebalan makula 300-600 μm, kelompok kontrol mendapatkan protokol standar. Kelompok studi mendapatkan adjuvan laser SML kuning satu minggu pascainjeksi. Pasien menjalani follow-up penilaian tajam penglihatan dan ketebalan makula sentral pada 28 dan 35 hari pascainjeksi.
Hasil: Terdapat 26 subjek yang terbagi rata pada kelompok studi dan kontrol. Ditemukan signifikansi nilai CMT pada kontrol 28 hari dan 35 hari pascainjeksi baik pada kelompok studi (p=0,011 dan 0,014) maupun kontrol (p=0,006 dan p=0,001). Akan tetapi, tidak ditemukan perbedaan signifikansi selisih nilai CMT antara kedua kelompok pada kontrol 28 hari (p=0,317) dan 35 hari (p=0,84). Tidak ditemukan perbedaan selisih TPDK ETDRS antara kelompok studi dan kontrol pada kelompok 28 hari (p=0,568) dan 35 hari (p=0,128) pascainjeksi.
Kesimpulan: Kombinasi SML dengan bevacizumab intravitreal dapat mengurangi ketebalan makula sentral dan memperbaiki tajam penglihatan namun tidak ditemui perbedaan yang signifikan dengan monoterapi standar.

Background: The management of macular edema is constantly evaluated, with anti-VEGF therapy being the first line. Subthreshold micropulse laser (SML) has been proposed as an alternative adjuvant. A previous retrospective study demonstrated the effectiveness of 577-nm SML as monotherapy in macular edema with CMT below 400 μm. However, prospective data on the effectiveness of SML as an adjuvant are lacking.
Objective: To assess the effect of the combination of bevacizumab and 577-nm SML laser compared to bevacizumab monotherapy on central macular thickness and visual acuity in mild-moderate diabetic macular edema patients.
Methods: This research is a double arm experimental study. A randomized trial was performed on diabetic macular edema patients with macular thickness range of 300-600 μm. The control group received a standard protocol and the study group received a yellow SML laser adjuvant one week after injection. Patients underwent follow-up assessment of visual acuity and central macular thickness at 28 and 35 days postinjection.
Results: There were 26 subjects which were equally divided into study and control groups. Significant decrease in CMT were found in study group (p=0.011 and 0.014) and the control group (p=0.006 and p=0.001). However, there was no significant difference in delta CMT values between the two groups in the 28-day (p=0.317) and 35-day controls (p=0.84). There was no difference in ∆TPDK ETDRS between the study and control groups at 28 days (p=0.568) and 35 days (p=0.128) after injection.
Conclusion: The combination of SML and intravitreal bevacizumab can reduce central macular thickness and improve visual acuity but there was no significant difference with standard monotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Martin Hertanto
"ABSTRAK
Edema makula diabetik EMD adalah salah satu penyebab kebutaan utama pada pasien diabetes. Pemberian terapi injeksi anti VEGF selain dapat mencegah perburukan EMD juga mampu memperbaiki tajam penglihatan. Penelitian ini bertujuan mengamati perubahan ketebalan makula sentral CMT , elektroretinogram ERG makula, dan tajam penglihatan setelah pemberian injeksi Aflibercept intravitreal. Penelitian ini adalah penelitian uji klinis dengan intervensi single arm. Subjek dengan EMD diberikan satu kali injeksi Aflibercept intravitreal. Nilai CMT, ERG makula, dan tajam penglihatan diukur sebelum, satu minggu, dan satu bulan setelah injeksi. Sebanyak 36 dan 35 subjek diamati pada 1 minggu dan 1 bulan pasca injeksi. Rerata usia, lama menderita diabetes, dan kadar HbA1C subjek adalah 56,33 6,39 tahun, 96 12-240 bulan, dan 7,33 1,41 . Perbandingan nilai sebelum, 1 minggu setelah injeksi, dan 1 bulan setelah injeksi dari CMT adalah [408 264 ndash;1025 vs 329,5 208 ndash;629 vs 303 213 ndash;567 , ABSTRACT
Diabetic macular edema DME is a major cause of blindness in diabetic patients. Anti VEGF injections had been shown not only able to slow the worsening of DME, but can also improve visual acuity VA . The aim of this study is to observe changes in central macular thickness CMT , macular electroretinogram ERG and VA after single intravitreal Aflibercept injection IAI . This is a single arm, pre post intervention clinical study. Subjects with DME were given single, unilateral IAI. Changes in CMT , multifocal ERG, and VA were observed one week and one month after IAI was given. We included 36 and 35 eyes in this study for one week and one month follow up. Subjects 39; mean age, duration of diabetes, HbA1C level were 56.33 6.39 years, 96 12-240 months, and 7.33 1.41 respectively. Comparing across follow up periods [pre, one week, one month post IAI] there were statistically significant differences of CMT [408 264 ndash;1025 vs 329.5 208 ndash;629 vs 303 213 ndash;567 , p="
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Brenda Hayatulhaya
"ABSTRAK
Tujuan: Mengevaluasi efek injeksi anti-VEGF intravitreal, bevacizumab, terhadap kadar cystatin C plasma dan VEGF plasma dan meninjau korelasi antara kedua faktor tersebut.
Metodologi: Penelitian ini merupakan studi eksperimental satu kelompok dengan sampel dipilih secara konsekutif dari populasi terjangkau. Pemeriksaan oftalmologi lengkap, tekanan darah, laboratorium darah perifer lengkap, dan pemeriksaan kadar cystatin C plasma dan VEGF plasma dilakukan pada subjek sebelum injeksi dan 14 hari pasca injeksi bevacizumab intravitreal dosis 1,25 mg (0,05 cc).
Hasil: 33 subjek dilibatkan dalam penelitian ini. Dari seluruh subjek, 63,6% adalah perempuan dan 36,4% adalah laki-laki dengan usia rata-rata 66,4 ± 8,3 tahun. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kadar VEGF plasma pre dan pasca injeksi (p=0,339). Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kadar cystatin C plasma pre dan pasca injeksi (p=0,709). Uji korelasi antara perubahan VEGF plasma dengan perubahan cystatin C plasma pre dan pasca injeksi menunjukkan korelasi yang tidak bermakna (p=0,142).
Kesimpulan: Kadar cystatin C plasma tidak berubah secara signifikan pre dan pasca injeksi bevacizumab pada injeksi satu kali. Tidak ditemukan adanya korelasi antara penurunan kadar VEGF plasma dengan peningkatan kadar cystatin C pada pasien AMD neovaskuler pasca injeksi bevacizumab.

ABSTRACT
Objective: To evaluate the effect of intravitreal bevacizumab injection on plasma cystatin C and plasma VEGF levels and the correlation between the two factors.
Methodology: This research was a single arm study with samples selected consecutively from an assigned population. Ophthalmology examinations, blood pressure, complete blood count, and assessments of plasma cystatin C and plasma VEGF levels were carried out on subjects before and 14 days after intravitreal bevacizumab injection of 1.25 mg (0.05 cc).
Results: 33 subjects were included in this study. Of all subjects, 63.6% were women and 36.4% were men with an average age of 66.4±8.3 years. There was no statistically significant difference between pre and post injection plasma VEGF and plasma cystatin C levels (p=0.339 and 0.709 respectively). Correlation test between changes in plasma VEGF with changes in plasma cystatin C pre and post injection showed no significant correlations (p=0.142).
Conclusion: Plasma cystatin C levels did not change significantly before and after injection of bevacizumab on one-time injection. No correlation was found between decreasing plasma VEGF levels and increasing levels of cystatin C in patients with neovascular AMD after bevacizumab injection."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athia Asparini
"Degenerasi makula yang berhubungan dengan penuaan (age-related macular degeneration: AMD) adalah kelainan degeneratif pada makula yang ditandai oleh satu atau lebih dari beberapa gejala berikut, yaitu pembentukan drusen, kelainan epitel pigmen retina yang berupa hipopigmentasi atau hiperpigmentasi, atrofi geografik epitel pigmen retina dan koriokapiler yang melibatkan bagian sentral fovea, makulopati neovaskular (eksudatif). AMD terbagi menjadi 2 tipe, dry AMD dengan angka kejadian mencapai 80-90% kasus AMD, dan sisanya adalah tipe kedua yaitu wet AMD. Pengobatan dry AMD sendiri, hingga saat ini belum menunjukkan hasil efektif dalam mencegah progresifitasnya. Dry AMD sampai saat ini belum memiliki pengobatan standar, disebabkan oleh patofisiologi penyakit yang belum terlalu jelas, oleh karena itu penelitian untuk menemukan terapi untuk dry AMD terus dilakukan. Akupunktur terbukti dapat mengurangi gejala dry AMD, meningkatkan visus sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Elektroakupunktur merupakan intervensi yang menstimulasi titik akupunktur menggunakan aliran listrik. Dibandingkan dengan akupunktur manual, elektroakupunktur memiliki kelebihan seperti stimulasi yang dihasilkan lebih intensif, terukur dan konstan. Penelitian ini menilai efek elektroakupunktur terhadap perubahan gambaran foto fundus makula dan perubahan visus pada pasien dry AMD. Tiga puluh empat pasien dibagi secara acak menjadi dua kelompok, kelompok elektroakupunktur (n = 17) dan kelompok elektroakupunktur sham (n = 17). Kedua kelompok menerima sesi elektroakupunktur yang sama, 2 kali/minggu selama 6 minggu. Penilaian gambaran foto fundus makula dan penilaian visus dilakukan sebelum dan sesudah sesi terapi. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada perubahan foto fundus makula (p=0,001, CI 95%) dan perubahan visus (p=0,001, CI 95%) antara kelompok elektroakupunktur dan kelompok elektroakupunktur sham sebelum dan sesudah sesi terapi. Penemuan ini menunjukkan bahwa terapi elektroakupunktur memberikan efek yang baik terhadap gejala klinis dan visus pasien dry AMD.

Age-related macular degeneration or known as AMD is a macular degeneration that posts certain symptoms such drusens, hypopigmentation or hyperpigmentation on retinal pigment epithelium, geographic atrophy and choroidal capillary that affects fovea centralis, and neovascular maculopathy (exudative). Two types of AMD are dry AMD that covers 80-90% cases of AMD and wet AMD. Until now, dry AMD treatment has not been effective to prevent its progression. Since the pathophysiology has been cleared, the research to cure dry AMD must be conducted. Acupuncture is proven to prevent the symptoms of dry AMD, increase the visual acuity, and patients life quality. Electroacupuncture is a form of intervention that stimulates the point using electric current. Compared to manual acupuncture, electroacupuncture can produce more intensive, measurable and constant. This research assesses the changes in the macular fundus photography and visual acuity on dry AMD patient. Thirty-four patients are divided into two groups; Electroacupuncture group (n=17) and sham group (n=17). Both groups receive the same amount of electroacupuncture session which is twice a week for six weeks. Assessment towards the macular fundus photography and visual acuity will be conducted before and after a session. The result shows differences in macular fundus photography (p=0,001, CI 95%) and visual acuity (p=0,001, CI 95%) between electroacupuncture group and sham group before and after sessions. The findings show that electroacupuncture gives positive results towards symptoms in fundus photography and visual acuity of dry AMD patients."
2019: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vega Casalita
"Latar Belakang: Terapi bevacizumab tunggal kurang efektif dalam mengobati edema makula diabetik (DME) derajat sedang-berat, sehingga berpotensi meningkatkan jumlah reinjeksi dan risiko kehilangan penglihatan permanen akibat edema makula berkepanjangan. Pada kasus tersebut diperlukan terapi adjuvan. Selain vascular endothelial growth factor (VEGF), mediator inflamasi juga berperan penting pada patogenesis DME.
Tujuan: Mengetahui perbedaan nilai ketebalan makula sentral (CMT) dan tajam penglihatan terbaik dengan koreksi (BCVA) sebelum dan sesudah pemberian injeksi intravitreal kombinasi bevacizumab dan deksametason sodium fosfat (DSP) pada DME sedang-berat.
Metodologi: Pada studi eksperimental one group lengan tunggal ini, dilakukan injeksi kombinasi bevacizumab 1,25 mg dan DSP 0,5 mg intravitreal pada 18 mata DME dengan CMT >400 μm. Dilakukan evaluasi BCVA dan CMT pada 1 bulan pasca injeksi, serta peningkatan tekanan intraokular (TIO) dan efek samping.
Hasil: Pada 1 bulan didapatkan penurunan CMT yang signifikan dari 572,8±119,3 μm menjadi 376,3±132,3 μm. Terdapat perbaikan BCVA yang signifikan dari 0,76(0,26-1,80) logMAR menjadi 0.56 (0.12-1.02) logMAR (p<0.001). Tidak terdapat peningkatan TIO dan derajat katarak yang bermakna pada semua subjek.
Kesimpulan: Terapi kombinasi bevacizumab dan DSP pada pasien DME derajat sedang-berat berpotensi meningkatkan efektivitas anatomis pada follow up 1 bulan. Terapi kombinasi bermanfaat dalam menurunkan edema segera serta meningkatkan dan stabilisasi tajam penglihatan.

Backgrounds: Bevacizumab monotherapy is less effective in treating moderate to severe diabetic macular edema (DME), thus potentially increasing the amount of reinjection and risk of permanent visual loss due to prolonged macular edema. In such cases adjuvant therapy is needed. In addition to vascular endothelial growth factor (VEGF), inflammatory mediators also play an important role in the pathogenesis of DME.
Objectives: To identify the response of intravitreal bevacizumab combined with dexamethasone sodium phosphate (DSP) in treating moderate to severe DME.
Methods: In this non comparative experimental study, 18 eyes with DME having CMT >400 μm received intravitreal bevacizumab (1.25 mg) combined with DSP (0.5 mg). Best corrected visual acuity (BCVA) and central macular thickness (CMT) were evaluated at 1 week and 1 month, as well as increased IOP and other side effects.
Results: Comparing across follow up periods (pre, one week, one month post injection) there were statistically significant differences of CMT (572.8±119.3 vs 432,44±103,45 vs 376.3±133.3 μm, p<0.001) and BCVA ( 0.76 (0.26-1.80) vs 0,55(0,14-1,80) vs 0.56 (0.12-1.02), p<0.001) LogMAR. No significant increase in IOP and degree of cataract were observed in all subjects.
Conclusions: Adding intravitreal DSP as an adjuvant to bevacizumab for the treatment of moderate to severe DME potentially enhance anatomical effectiveness, especially in the first week after injection. Combination therapy is useful in reducing edema immediately and improvement and stabilization of visual acuity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana A Sampurna
"ABSTRAK
Tujuan untuk menilai hubungan antara respons elektrofisiologis makula menggunakan multifocal electroretinogram (MfERG), ketebalan makula sentral (KMS) menggunakan Spectral Domain Optical Coherence Tomography (SD-OCT) dan tajam penglihatan pasca-injeksi anti-VEGF intravitreal pada pasien edema makula diabetik (EMD). Desain penelitian studi prospektif, intervensi tanpa randomisasi. Total 33 mata dari 16 pasien non-proliferative diabetic retinopathy dan 17 pasien non-high-risk proliferative diabetic retinopathy yang memenuhi kriteria inklusi mendapatkan injeksi bevacizumab 1,25mg intravitreal, setelah melalui pemeriksaan tajam penglihatan dengan koreksi (TPDK) menggunakan ETDRS chart, pemindaian SD-OCT dan pemeriksaan 61-heksagon MfERG pada baseline, 1 minggu dan 1 bulan pasca-injeksi. Parameter MfERG yang dinilai adalah first-order MfERG (N1,N2 dan P1) pada daerah dua-derajat sentral makula. Hasil Terdapat perbaikan tajam penglihatan sebesar 2LogMar disertai 19% penurunan KMS pada satu bulan pasca-injeksi (p<0.05). Terjadi penurunan amplitudo P1 satu minggu pasca-injeksi (p<0.01) diikuti perbaikan amplitudo P1 satu bulan pasca injeksi (p>0.05). Tampak pemendekan waktu implisit P1 namun secara statistik tidak bermakna. Tidak didapatkan korelasi antara peningkatan TPDK, penurunan KMS, perbaikan amplitudo serta pemendekan waktu implisit gelombang P1 MfERG. Tidak ditemukan efek samping okular maupun sistemik yang berbahaya pasca-injeksi.. Simpulan Dalam jangka pendek, injeksi bevacizumab intravitreal dapat meningkatkan tajam penglihatan, mengurangi ketebalan makula sentral/KMS dan memperbaiki respons MfERG pasien DME namun tidak bermakna secara statistik. Perbaikan TPDK tidak memiliki korelasi dengan penurunan KMS dan respons MfERG secara statistik namun kombinasi penggunaan SD-OCT dan MfERG dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi makula pasien EMD yang mengalami perburukan tajam penglihatan.

ABSTRACT
Purpose To evaluate and investigate any possible correlation between changes of visual acuity (VA), central macular thickness/CMT using Spectral Domain Optical Coherence Tomography (SD-OCT) and electrophysiological responses using multifocal electroretinography (MfERG) in diabetic macular edema (DME) following intravitreal injection of bevacizumab Methods Prospective, non-randomized, interventional case study. Thirty-three eyes of 33 DME patients, consists of 16 non-proliferative diabetic retinopathy patients and 17 non-high-risk proliferative diabetic retinopathy patients, receives intravitreal bevacizumab 1,25mg. All patients underwent complete ophthalmic examination including ETDRS VA testing, Sixty-one scaled hexagon MfERG and SD-OCT scan at baseline, 1-week, and 1-month post-injection. Components of the first order kernel (N1, N2 and P1) in central 2o were measured. Results MfERG showed reduced P1 amplitude (P<0.05) at 1-week after injection followed by increased P1 amplitude (P>0.05) at 1-month after treatment as compared to the baseline in all subjects. Improvement were seen in the implicit time P1 but without statistical significance. There was 19% improvement in CMT and 0.2Logmar VA improvement 1-month post-injection compared to the baseline (P<005). This study showed no serious ocular adverse effects. Conclusion In this study intravitreal injection bevacizumab resulting in improved visual acuity, reduction in CMT and mild improvement in the MfERG amplitude and implicit time. Although VA changes did not correlate with reduced CMT nor with improved responses of MfERG, the combined use of SD-OCT and MfERG may be used to evaluate macular function in DME patient with worsened visual acuity post anti-VEGF injection."
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Ranovian
"Latar Belakang: Saat ini, injeksi intravitreal anti-VEGF merupakan tatalaksana medikamentosa lini pertama pada DME. Namun monoterapi bevacizumab dinilai kurang efektif dalam mengobati DME derajat sedang-berat, sehingga meningkatkan jumlah re-injeksi. Selain VEGF, mediator inflamasi juga berperan penting dalam pathogenesis DME. Sehingga diperlukan terapi adjuvant pada kasus dengan respon suboptimal.
Tujuan: Mengetahui perbedaan perubahan sensitivitas retina, ketebalan makula sentral (CMT) dan BCVA sesudah dilakukan injeksi intravitreal Bevacizumab dengan kombinasi Triamsinolon Asetonid (TA)  dibandingkan dengan monoterapi Bevacizumab pada pasien dengan edema makula diabetik derajat sedang-berat.
Metodologi: Pada studi eksperimental lengan ganda dengan randomisasi blok ini didapatkan sejumlah 28 subjek dengan CMT > 400 mm dibagi menjadi dua kelompok. Subjek pada kelompok intervensi diberikan injeksi kombinasi Bevacizumab 1,25 mg dan TA 2 mg intravitreal, sedangkan subjek kelompok kontrol hanya diberikan injeksi Bevacizumab 1,25 mg. Evaluasi BCVA dan CMT dilakukan pada 1 minggu dan 1 bulan pasca injeksi, evaluasi sensitivitas retina pada 1 bulan pasca injeks, serta peningkatan TIO dan efek samping.
Hasil: Pasca 1 bulan injeksi didapatkan penurunan CMT yang lebih besar yang bermakna pada kelompok intervensi (-269,1 (170-413) mm vs -133,6 (50-218) mm, p< 0,001), begitu juga dengan peningkatan sensitivitas retina yang lebih baik pada kelompok intervensi (2,4 (0,02-7,1) dB vs 1,3 (0,16-3,5) dB, p = 0,035). Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada luaran BCVA logMAR antar kedua kelompok (0.2 (0-0.5) vs 0.15 (0-0.5)).
Kesimpulan: Terapi kombinasi bevacizumab dan TA ini terbukti efektif dan cost-effective sebagai dalam menurunkan edema makula segera dan memperbaiki sensitivitas retina pada pasien DME derajat sedang-berat dan DME persisten.

Backgrounds: Intravitreal bevacizumab (IVB) monotherapy is less effective in treating moderate-to-severe diabetic macular edema (DME), potentially increasing the number of injections and the risk of permanent vision loss. In addition to VEGF, inflammatory mediators also play an important role in the pathogenesis of DME. Therefore, there is a need for additional treatment options for DME cases with suboptimal response to anti-VEGF therapy.
Objectives: To compare the efficacy and safety of the combination of IVB and triamcinolone acetonide (TA) with IVB monotherapy in treating moderate to severe DME.
Methods: In this double-arm randomized controlled trial study, a total of 28 DME patients with central macular thickness (CMT) >400 mm were assigned into two groups according to the therapeutic method: 1,25 mg of  bevacizumab combined with 2 mg of  TA as the intervention group and 1,25 mg of IVB as the control group. BCVA and CMT were observed at 1 week and 1 month follow-up, retinal sensitivity was observed at 1 month follow-up, as well as increased IOP and other side effects.
Results: CMT reduction after 1 month were higher in the intervention group with statistically significant different (-269,1 mm vs -133,6 mm, p< 0,001) as well as retinal sensitivity improvement also better in the intervention group (2,4 dB vs 1,3 dB, p = 0,035). But there was no statistically different in BCVA changes after 1 month follow-up (0,2 vs 0,15, p= 0,874) between the groups, even though 35,7% of the intervention group has gained more than 10 BCVA letters. No significant increase in IOP were observed at the end of the follow-up.
Conclusions: It is effective and cost-effective to treat moderate-to-severe or persistent DME by utilizing TA as an adjunct to anti-VEGF.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Aurora Sicilia
"Edema makula diabetik (EMD) merupakan penyebab tersering hilangnya penglihatan
pada pasien retinopati diabetik. Anti vascular endothelial growth factor (VEGF)
diketahui dapat memberikan perbaikan anatomi dan tajam penglihatan pada EMD.
Namun mayoritas kasus membutuhkan injeksi anti-VEGF berulang. Penelitian ini
menilai perubahan central macular thickness (CMT) dan tajam penglihatan setelah
terapi kombinasi intravitreal Bevacizumab (IVB) dan panretinal photocoagulation
(PRP) dibandingkan dengan monoterapi IVB berulang pada EMD. Dua puluh delapan
mata dengan EMD pada Nonproliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) berat
dirandomisasi ke dalam kelompok IVB berulang (n=14) dan kelompok IVB + PRP
(n=14). CMT dan best-corrected visual acuity (BCVA) dinilai sebelum dan 1, 2 dan 3
bulan setelah terapi. Median CMT menurun secara signifikan pada kelompok IVB
berulang (-136.5 μm) dan kelompok IVB + PRP (-114 μm). Median BCVA
meningkat secara signifikan pada kelompok IVB berulang (9 hutuf) dan kelompok
IVB + PRP (9 huruf). Tidak ditemukan perbedaan CMT dan BCVA yang bermakna
antara kedua kelompok studi pada akhir follow-up."
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Wicitra
"ABSTRAK
Latar Belakang: terapi injeksi intravitreal bevacizumab monoterapi pasien edema makula diabetik dengan ketebalan makula sentral lebih dari 400 µm dinilai kurang efektif. Kortikosteroid dinilai dapat membantu mencegah progresifitas edema makula diabetik terkait proses inflamasi.
Tujuan: Mengetahui hasil terapi injeksi intravitreal kombinasi bevacizumab dan deksametason dibandingkan dengan injeksi intravitreal bevacizumab monoterapi pada pasien dengan edema makula diabetik derajat sedang hingga berat
Metodologi: penelitian eksperimental randomisasi acak terkontrol dua kelompok yaitu: kelompok dengan terapi intravitreal bevacizumab 1,25mg (kelompok A) dan terapi injeksi intravitreal bevacizumab 1,25mg dan deksametason 0,5mg (kelompok B). Luaran sensitifitas retina, ketebalan makula sentral serta tajam penglihatan dievaluasi pada minggu pertama dan keempat.
Hasil: sebanyak masing-masing 22 orang diteliti di kelompok A dan kelompok B. Median usia pada kelompok A adalah 53,1 + 8,4 dan kelompok B adalah 55,1 + 8. Terdapat perbaikan sensitifitas retina sebanyak 2,1 dB di kelompok A dan 2,03 dB di kelompok B (p=0,673). Perbaikan ketebalan makula sentral didapatkan sebanyak 217µ m pada kelompok A dan 249 µm pada kelompok B (p=0,992). Perbaikan tajam penglihatan dengan koreksi pada kelompok A sebanyak 8,5 huruf dan 7,5 huruf pada kelompok B (p=0,61). Analisis intragroup menunjukkan perbaikan yang signifikan di masing-masing luaran penelitian pada kedua kelompok.
Kesimpulan: Terapi kombinasi bevacizumab dan deksametason menjunjukkan perbaikan secara klinis pada luaran sensitivitas retina, ketebalan makula sentral serta tajam penglihatan dengan koreksi. Perbandingan antara kedua grup tidak signifikan secara statistik. Tren positif tampak kategori adanya kista pada Spectrum Domain Optical Coherence Tomography (SD-OCT) dan pasien dengan Non-Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR).

ABSTRACT
Background: Bevacizumab intravitreal injection therapy in patients with diabetic macular edema (DME) especially with a central macular thickness more than 400 μm is considered ineffective. Corticosteroid addition to the standard therapy can help prevent the inflammation that happens in the progression of diabetic macular edema
Objective: to compare the result of combination of bevacizumab and dexamethasone intravitreal injection with bevacizumab monotherapy in patient with moderate to severe diabetic macular edema.
Methods: randomized controlled trial in two parallel group. Group A received bevacizumab intravitreal 1.25mg in 0.05cc, group B received bevacizumab 1.25mg and dexamethasone 0.5mg. Retinal sensitivity, central macular thickness (CMT) and visual acuity (VA) are evaluated in first and fourth week after injection.
Result: 22 patients from each group were evaluated. Median of age was 53,1+ 8,4 in group A and 55,1 + 8 in group B. Improvement of retinal sensitivity was 2.1dB and 2.03dB in group A and B respectively (p=0,673). There was reduction in CMT about 217µm in group A and 249 µm in group B (p=0,992). Visual acuity (VA) outcomes showed little difference between groups; +8.5 letter and +7.5 letter in group A and group B respectively. Intragroup analysis shows significant differentiation in each outcome in both groups.
Conclusion: combination of intravitreal bevacizumab and dexamethasone clinically improved retinal sensitivity, CMT and VA in patient with DME. There was no statistical difference between in retinal sensitivity, CMT and VA after therapy in both groups. Positive trend was showed especially in patient with cyst appearance in Spectrum Domain Optical Coherence Tomography (OCT) and Non-proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) patient. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>