Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172713 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulfa Indah Kemalahayati Fadli
"ABSTRAK
Latar belakang: Cerebral small vessel disease CSVD merupakan salah satu subtipe stroke iskemik dengan prevalensi tertinggi 45 .1,2 Penyakit ini menyerang pembuluh darah dengan diameter < 50 ?m.3 Manifestasi klinis CSVD yang tersering adalah gangguan fungsi kognitif 45 . Pada pemeriksaan MRI, salah satu lesi CSVD yang paling sering ditemukan adalah white matter hyperintensities WMH .4 Lesi WMH diketahui berhubungan dengan gangguan aliran vena jugularis interna VJI .5 Penelitian tentang gambaran aliran VJI pada CSVD belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai gambaran aliran kecepatan dan debit VJI pada CSVD dengan gangguan fungsi kognitif.Metode: Studi potong lintang pada 40 pasien CSVD yang memiliki gangguan fungsi kognitif dan gambaran WMH pada pemeriksaan MRI. Instrumen pemeriksaan kognitif yang digunakan adalah MoCA-Ina, TMT-A, TMT-B dan Grooved Peg Board. WMH diklasifikasikan berdasarkan skala Fazekas. Pemeriksaan aliran VJI bilateral dilakukan menggunakan Ultrasonografi Doppler ada posisi berbaring 0 dan berdiri 90 . Parameter yang dinilai adalah area penampang, kecepatan dan debit aliran. Sebagai pendalaman, hasil pengukuran parameter aliran VJI dibandingkan dengan penelitian terdahulu pada orang sehat.6Hasil: Sebanyak 40 subjek dengan rerata usia 60,8 9,0 tahun ikut serta dalam penelitian. Ranah kognitif yang terganggu pada CSVD adalah memori, fungsi eksekutif, dan kecepatan psikomotor. Berdasarkan derajat lesi, yang terbanyak adalah Fazekas 1 yaitu 67,5 . Area penampang VJI kanan dan kiri lebih kecil pada saat berdiriABSTRACT
Background Cerebral Small Vessel Disease CSVD is a subtype of ischemic stroke with the highest prevalence 45 .1.2 It affects blood vessels 50 m in diameter.3 The most common clinical manifestations of CSVD is cognitive dysfunction 45 . On MRI examination, one of the most common CSVD lesions is white matter hyperintensities WMH .4 WMH is known to be associated with internal jugular vein IJV flow abnormalities.5 Studies of IJV flow profile in CSVD have not been performed. The aim of this study is to assess the flow and velocity of the IJV in CSVD.Methods Cross sectional studies of 40 CSVD patients with cognitive dysfunction and WMH lesion on MRI examination. The cognitive instruments used are MoCA Ina, TMT A, TMT B and Grooved Peg Board. WMH is classified based on the Fazekas scale. Bilateral IJV flow examination was performed using Doppler Ultrasound at supine 0 and standing 90 . The parameters assessed are the cross sectional area, flow and velocity. For further analysis, the results of IJV flow in CSVD are compared with previous studies on healthy volunteers.6Results A total of 40 subjects with the age of 60.8 9.0 years participated in the study. Impaired cognitive domains are memory, psychomotor, and executive function. The majority of lesional degrees are Fazekas 1 67.5 . The cross sectional area of the bilateral IJV are smaller at standing p "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58970
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Dina Soebroto
"ABSTRAK
Latar belakang: Indonesia memiliki angka kejadian Cerebral Small Vessel Disease CSVD yang tinggi yaitu 45 dari kesuluruhan stroke iskemik dengan hipertensi sebagai faktor risiko utama. CSVD menyebabkan disabilitas fungsi kognitif dan sampai saat ini diagnosisnya tergantung pada pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging MRI . CSVD merupakan gangguan mikrosirkulasi intrakranial dimana struktur ini memiliki homogenitas mikrovaskular dengan retina. Oleh karena itu nilai kecepatan aliran arteri sentralis retina ASR dapat menggambarkan aliran mikrovaskular intrakranial pada penderita CSVD.Metode: Penelitian ini merupakan studi asosiatif potong lintang yang bersifat analitik. Evalusasi dilakukan terhadap 39 subyek penelitian yang merupakan pasien hipertensi yang masuk dalam kriteri inklusi. Setiap pasien dilakukan pemeriksaan MRI kepala, fungsi kognitif melalui pemeriksaan MoCA-INA, trail-making test A B dan groove pegboard dan kecepatan aliran ASR melalui pemeriksaan Orbital Doppler Ultrasound.Hasil: CSVD didapatkan pada 79.5 subyek penelitian. PFV ASR pada subyek penelitian 17,93 7,1-42,58 cm/s cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai normal 10.3 2.1 6.4-17.2 cm/s . Pada subyek dengan CSVD sebanyak 74,2 mengalami gangguan fungi kognitif dan peningkatan PFV ASR. Tidak terdapat hubungan bermakna antara PFV dengan ada tidaknya CSVD. Selain itu juga tidak ditemukan hubungan bermakna antara PFV dengan ada tidaknya gangguan fungsi kognitif. Terdapat kecenderungan peningkatan PSV pada CSVD dan gangguan fungsi kognitif.Kesimpulan: Perubahan kecepatan aliran ASR dapat memberikan gambaran CSVD dan gangguan fungsi kognitif pada penderita hipertensi.

ABSTRACT<>br>
Background Indonesia has a high number of incidents of Cerebral Small Vessel Disease CSVD , i.e. 45 of the total ischemic stroke with hypertension as the main risk factor. CSVD led to disability in cognitive functions and up until now the diagnosis is based on the Magnetic Resonance Imaging MRI . CSVD is an intracranial microcirculation disturbance in which such structure has a microvascular homogeneity with the retina. Thus, the flow velocity of the Central Retinal Artery CRA may be feasible to reflect the intracranial microvascular flow to CSVD patients.Method This research was an analytic associative cross sectional study. This evaluation was done to 39 research subjects which were hypertension patients within inclusion criteria. Each patient undergone a head MRI, Cognitive functions through MoCA INA test, Trail making test A B and Groove Pegboard and CRA flow velocities evaluation through an Orbital Doppler Ultrasound.Result CSVD was found on 79,5 of research subjects. PFV of CRA on research subjects 17,93 7,1 42,58 cm s tend to be higher than normal levels 10.3 2.1 6.4 17.2 cm s . In subjects with CSVD as much as 74.2 had impaired cognitive function and increased PFV of CRA. There was no significant correlation between PFV of CRA and the existence of CSVD. There was also no significant correlation between PFV of CRA and the presence of cognitive function impairment. There was a tendency of increased PFV of CRA on CSVD and cognitive function impairment.Conclusion Changes in PFV of CRA may reflect CSVD and cognitive function disturbance on hypertension patients."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Hermawan
"Latar belakang dan tujuan : Penurunan fungsi kognitif terjadi seiring bertambahnya usia dengan gangguan kualitas hidup yang menyertai. MRI kepala dapat melihat proses neurodegeneratif struktural dan patologi vaskular otak sebagai faktor etiologis melalui gambaran atrofi, hiperintensitas white matter, dan infark cerebri. Kekuatan korelasi temuan MRI kepala tersebut terhadap nilai fungsi kognitif perlu diteliti lebih lanjut.
Metode : Uji korelasi dengan pendekatan potong lintang pada skor derajat temuan atrofi, hiperintensitas white matter, dan infark cerebri pada MRI kepala terhadap nilai fungsi kognitif pada 32 subyek dengan gangguan fungsi kognitif dan penyakit serebrovaskular non hemmorhagik.
Hasil : Terdapat korelasi negatif yang signifikan

Background and purpose: Cognitive impairment occurs with age along with life quality impairment. Brain MRI detects neurodegenerative and brain vascular pathology associated with cognitive impairment through various findings such as , white matter hyperintensity and infarction. Correlation between those MRI abnormalities to the cognitive impairment value needs to be examined.
Method: Correlative test in cross sectional study on the degree score of cerebral atrophy, white matter hyperintensity, and infarction in brain MRI against cognitive function value in 32 subjects with cognitive function impairment and non hemmorhagic cerebrovascular disease.
Result: There is significant negative correlation p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Maulana
"White Matter Hyperintensities (WMHs) merupakan neuroradiological features yang dapat dilihat pada T2-FLAIR brain MRI sebagai bagian putih (hyperintensities) dan merupakan karakteristik dari small vessel disease (SVD). Informasi detail terkait WMHs (lokasi, volume, dan distribusi) sangat diperlukan untuk membantu penanganan pasien. Akan tetapi melakukan segmentasi otomatis pada WMHs merupakan tantangan tersendiri karena ukuran, bentuk, dan letak WMHs yang tidak menentu. Hasil evaluasi dapat berubah bila test set berasal dari dataset yang berbeda dari train set, karena setiap dataset akan memiliki karakteristik yang berbeda. Penelitian ini mengusulkan model bernama Probabilistic Multi-compound Transformer (Probabilistic MCTrans) yang menggantikan model U-Net pada Probabilistic U-Net menjadi model MCTrans. Secara penelitian sebelumnya, model MCTrans dapat menyelesaikan permasalahan long-range dependencies dan model Probabilistic U-Net dapat menangkap ambiguitas dari citra medis, serta akan melakukan evaluasi cross-dataset robustness untuk mengetahui performa model bila train set berbeda sumber dari test set. Dari hasil evaluasi menunjukan bahwa Probabilistic MCTrans memiliki performa yang lebih rendah dibandingkan dengan Probabilistic U-Net. Akan tetapi Probabilistic MCTrans memiliki performa lebih baik dibandingkan dengan MCTrans. Hal tersebut dapat terjadi karena ambiguitas yang ditangkap Probabilistic MCTrans lebih banyak dari Probabilistic U-Net dan ambiguitas banyak terjadi di border WMHs. 

White Matter Hyperintensities are neuroradiological features that often seen in T2-FLAIR brain MRI as hyperintensities and characteristic of small vessel disease (SVD). Detailed information of WMHs (i.e. location, volume, and distribution) are needed in clinical research to help treat patients. However, automatic segmentation on WMHs is still challenging due to uncertain volume, shape, and location of WMHs. Evaluation results may change if test set came from different dataset as train set, because every dataset have their own characteristic. In this study, we propose a model called Probabilistic Multi-compound Transformer (Probabilistic MCTrans), that replace U-Net from Probabilistic U-Net’s with MCTrans. In previous study, model MCTrans can solved long-range dependencies problem and model Probabilistic U-Net can capture ambiguity in biomedical image, also we would like to evaluate on cross-dataset robustness to determine performance model when the train set differs in source from the test set. The evaluation results show that Probabilistic MCTrans has a lower performance than Probabilistic U-Net. However, Probabilistic MCTrans has better performance than MCTrans. Furthermore, the ambiguity captured by Probabilistic MCTrans is more than Probabilistic U-Net and the ambiguity is around the border of WMHs. "
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronny
"Latar belakang dan tujuan: Gangguan fungsi kognitif, mulai dari gangguan ringan hingga demensia, yang prevalensinya semakin meningkat seiring dengan peningkatan angka harapan hidup, akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Hingga saat ini, minimnya pemanfaatan pemeriksaan patologi untuk menegakkan diagnosis definitif menjadikan pemeriksaan fungsi luhur sebagai pemeriksaan baku emas dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yang baik. Seiring kemajuan teknologi kedokteran, MRI kepala mulai digunakan secara luas untuk menilai proses neurodenegeratif dan patologi vaskular otak yang berkorelasi kuat dengan gangguan fungsi kognitif. Penilaian temuan kelainan dengan metode skala pengukuran visual yang menggabungkan temuan atrofi dan lesi vaskular terbukti memberikan hasil yang baik dalam penegakkan diagnosis dan prediksi prognosis gangguan fungsi kognitif. Titik potong baku dan valid untuk menegakkan diagnosis dan memprediksi adanya gangguan fungsi kognitif perlu diteliti untuk meningkatkan peran MRI kepala dalam penilaian fungsi kognitif.
Metode: Uji deskriptif dengan pendekatan potong lintang untuk mengetahui nilai titik potong skor atrofi serebri, skor lesi substansia alba, dan skor infark serebri pada pasien dengan demensia dan gangguan fungsi kognitif ringan. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan data pemeriksaan fungsi kognitif dan MRI kepala terhadap 76 subjek penelitian dalam kurun waktu Januari 2014 hingga Desember 2016.
Hasil: Skala pengukuran visual dapat menggambarkan perubahan struktur otak pada pasien dengan gangguan fungsi kognitif. Dengan perhitungan receiver operation curve ROC dari skor atrofi, lesi vaskular, dan skor visual gabungan pada pasien dengan demensia dan gangguan fungsi kognitif ringan didapatkan bahwa skor visual gabungan memiliki nilai akurasi diagnostik terbaik dengan nilai AUC 78,3 95 IK 68,1 -88,6 . Kemudian didapatkan titik potong skor visual gabungan sebesar 8,5 sensitivitas 55,6 , spesifisitas 82,5 dengan tingkat spesifisitas tertinggi dalam membedakan pasien dengan demensia dan gangguan fungsi kognitif ringan.
Kesimpulan: Skor visual gabungan mempunyai nilai akurasi diagnostik sedang dan dapat digunakan pada praktik klinis dalam membedakan pasien dengan demensia dan gangguan fungsi kognitif ringan.

Background and objective: Impaired cognitive function, ranging from mild impairment to dementia, whose prevalence increases with increasing life expectancy, will affects the quality of life. Until now, the lack of utilization of pathology examination to make a definitive diagnosis makes the neuropsychological screening instruments as a gold standard examination with good sensitivity and specificity. As medical technology advances, head MRIs are beginning to be widely used to assess neurodegenerative processes and brain vascular pathology that are strongly correlated with cognitive impairment. Assessing findings of abnormalities by a visual measurement scale method that combines the findings of atrophy and vascular lesions proved to provide good results in the diagnosis and prediction of cognitive function impairment prognosis. Standard and valid cutoff points for diagnosis and predicting cognitive dysfunction need to be investigated to improve the role of head MRI in cognitive function assessment.
Methods: A descriptive test with a cross sectional approach to determine the value of the cutoff point of cerebral atrophy, white matter lesion, and cerebral infarct score in patients with dementia and mild cognitive impairment. The examination was performed based on cognitive function and head MRI examination data on 76 subjects in the period from January 2014 to December 2016.
Result: The scale of visual measurements can describe changes in brain structure in patients with cognitive impairment. With the calculation of receiver operation curve ROC of atrophic scores, vascular lesions, and combined visual scores in patients with dementia and mild cognitive impairment, AUC 78.3 95 CI 68.1 88.6 was obtained with cut point cut point 8.5 with the highest level of specificity sensitivity 55.6 , specificity 82.5 in distinguishing patients with dementia and mild cognitive impairment.
Conclusion: The combined visual score cutoff point has a moderate diagnostic value of accuracy and can help to distinguish patients with dementia and mild cognitive impairment in clinical practice.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Noor Dwi Eldianto
"White Matter Hyperintensities (WMH) adalah area di otak yang memiliki intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan area normal lainnya pada hasil pemindaian Magnetic Resonance Imaging (MRI). WMH seringkali terkait dengan penyakit pembuluh kecil di otak, sehingga deteksi dini WMH sangat penting. Namun, terdapat dua masalah umum dalam mendeteksi WMH, yaitu ambiguitas yang tinggi dan kesulitan dalam mendeteksi WMH yang berukuran kecil. Dalam penelitian ini, kami mengusulkan metode yang disebut Probabilistic TransUNet untuk mengatasi masalah segmentasi objek WMH yang berukuran kecil dan ambiguitas yang tinggi pada citra medis. Kami melakukan eksperimen K-fold cross validation untuk mengukur kinerja model. Berdasarkan hasil eksperimen, model berbasis Transformer (TransUNet dan Probabilistic TransUNet) lebih baik dan presisi dalam melakukan segmentasi pada obyek WMH yang berukuran kecil, hal ini ditunjukkan oleh nilai Dice Similarity Coefficient (DSC) yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan model berbasis Convolutional Nueral Networks (CNN) (U-Net dan Probabilistic U-Net). Penambahan probabilistic model dan pendekatan berbasis transformer berhasil mendapatkan performa yang lebih baik. Metode yang kami usulkan berhasil mendapatkan nilai DSC sebesar 0,744 dalam 5-fold cross validation, lebih baik dari metode sebelumnya. Dalam melakukan segmentasi objek kecil metode usulan kami mendapatkan nilai DSC sebesar 0,51.

White Matter Hyperintensities (WMH) are areas of the brain that have a higher intensity than other normal brain regions on Magnetic Resonance Imaging (MRI) scans. WMH is often associated with small vessel disease in the brain, making early detection of WMH important. However, there are two common issues in detecting WMH: high ambiguity and difficulty detecting small WMH. In this study, we propose a method called Probabilistic TransUNet to address the precision of small object segmentation and the high ambiguity of medical images. We conducted a k-fold cross-validation experiment to measure model performance. Based on the experiments, Transformer-based models (TransUNet and Probabilistic TransUNet) were found to provide more precise and better segmentation results, as demonstrated by the higher DSC scores obtained compared to CNN-based models (U-Net and Probabilistic U-Net) and their ability to segment small WMH objects. The proposed method obtained a DSC score of 0742 in k-fold cross-validation, better than the previous method. In conducting segmentation of small objects, our proposed method achieved a DSC score of 0,51."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fitria Oktaviani
"Latar belakang: Penyakit ginjal kronik sendiri dapat menjadi faktor risiko penyakit serebrovaskular karena ginjal dan parenkim otak memiliki kemiripan pembuluh distal (pada nefron dan arteriole di otak). Pembuktian korelasi antara penyakit ginjal kronik terhadap CSVD dapat dilakukan melalui evaluasi penurunan nilai laju filtrasi glomerulus (LFG) dan evaluasi temuan MRI kepala.
Metode: Studi ini merupakan studi korelasi potong lintang dengan evaluasi MRI kepala dan penilaian sesuai acuan STRIVE, kemudian ditentukan korelasi terhadap rerata nilai estimasi laju filtrasi glomerulus penderita.
Hasil: Terdapat korelasi negatif antara penyakit ginjal kronik terhadap CSVD (r = - 0,39 dan p = 0,029). Nilai median total skor CSVD adalah 2,5 dengan rerata nilai estimasi LFG pada penelitian ini 40 ml/menit per 1,73 m2.
Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif antara penyakit ginjal kronik terhadap CSVD. Diperlukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel lebih besar untuk menentukan nilai estimasi LFG yang menjadi cut-off point bagi pasien untuk menjalani MRI kepala, serta untuk mengetahui kaitan total skor CSVD dengan faktor risiko lainnya.

Background: Cerebral Small Vessel Disease (CSVD) and chronic kidney disease (CKD) have similar and overlapping risk factors. CKD itself can be a risk factor for cerebrovascular diseases because of the similarities between small vessels in the brain and kidneys (nephrons). Correlation between CKD and CSVD can be proven by evaluating estimated GFR values and head MRI quantitatively.
Method: This study was a cross sectional study to determine the correlation between mean estimated GFR values in CKD and quantitative head MRI evaluation of CSVD. Result: There was a weak negative correlation between mean estimated GFR values with CSVD. Median of total score CSVD from all subjects were 2,5 with mean estimated GFR values was 40 ml/minutes per 1,73 m2 (range 4,6 – 59 ml/minutes per 1,73 m2). Conclusion: There was negative correlation between CKD and CSVD. Further studies are needed with larger sample to determine cut off point for estimated GFR values to perform head MRI in CSVD, also to determine relationship of CSVD total score with other risk factors.
"
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Senja Agusta
"Latar belakang. Pada pasien yang menjalani pembedahan, penilaian volume intravaskular sangat penting dan prediksi respons terhadap pemberian cairan seringkali tidak mudah. Terdapat peningkatan signifikan resiko morbiditas dan mortalitas pascaoperasi pada pemberian cairan yang restriktif dan liberal. Evaluasi indeks distensibilitas vena jugularis interna merupakan alternatif untuk menentukan status volume intravaskular karena kemudahan akses dan visualisasi dengan ultrasonografi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian metode pengukuran indeks distensibilitas vena jugularis interna dengan pengukuran isi sekuncup dengan ekokardiografi Doppler transtorakal dalam penilaian respons terhadap pemberian cairan pada pasien pembedahan elektif.
Metode. Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan rancangan penelitian potong lintang dan melibatkan 79 subyek yang menjalani pembedahan elektif di RSCM dengan anestesia umum. Pascainduksi anestesia, pengukuran indeks distensibilitas vena jugularis interna dan isi sekuncup dengan ekokardiografi transtorakal dilakukan sebelum dan sesudah pemberian cairan. Subyek yang mengalami peningkatan isi sekuncup lebih dari 10% dikategorikan sebagai responder. Data kemudian dianalisis untuk menilai kesesuaian variabel dalam prediksi respons terhadap pemberian cairan.
Hasil. Sebanyak 45 subyek (57%) merupakan responder. Berdasarkan analisis kurva ROC indeks distensibilitas vena jugularis interna terhadap respons pemberian cairan, nilai AUC didapatkan sebesar 0,871 (95% CI: 0,790–0,951). Nilai ambang batas optimal didapatkan pada nilai indeks distensibilitas >12,62% dengan sensitivitas 84,4% dan spesifisitas 79,4%.
Simpulan. Metode pengukuran indeks distensibilitas vena jugularis interna memiliki kesesuaian dengan pengukuran isi sekuncup melalui ekokardiografi Doppler transtorakal dalam penilaian respons terhadap pemberian cairan pada pasien pembedahan elektif.

Background. In patients undergoing surgery, the assessment of intravascular volume is crucial, and predicting fluid responsiveness is often uneasy. There is a significant increase in postoperative morbidity and mortality risks associated with both restrictive and liberal fluid administration. Evaluating the internal jugular vein distensibility index is an alternative method to determine intravascular volume status due to its ease of access and visualization using ultrasonography. This study aims to determine the correlation between the measurement of the internal jugular vein distensibility index and the measurement of stroke volume using transthoracic Doppler echocardiography in assessing fluid responsiveness of patients undergoing elective surgery.
Methods. This study is a diagnostic test with a cross-sectional design involving 79 subjects undergoing elective surgery under general anesthesia at RSCM. After anesthesia induction, measurements of the internal jugular vein distensibility index and stroke volume using transthoracic echocardiography were performed before and after fluid administration. Subjects experiencing an increase in stroke volume of more than 10% were categorized as responders. The data were then analyzed to assess the suitability of variables in predicting fluid responsiveness.
Results. A total of 45 subjects (57%) were responders. Based on the ROC curve analysis of the internal jugular vein distensibility index in relation to fluid responsiveness, an AUC value of 0.871 (95% CI: 0.790–0.951) was obtained. The optimal cut-off value was found at an internal jugular vein distensibility index >12.62% with a sensitivity of 84.4% and specificity of 79.4%.
Conclusion. Internal jugular vein distensibility index correlates with the measurement of stroke volume using transthoracic Doppler echocardiography in assessing fluid responsiveness in elective surgery patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Choirul Anam
"

Syok pada anak masih menjadi masalah utama karena mortalitas yang tinggi. Penilaian respons terhadap resusitasi cairan dapat menggunakan parameter klinis dan parameter hemodinamik invasif maupun non-invasif. Modalitas ultrasound cardiac output monitor (USCOM) pada populasi anak dengan syok memiliki korelasi yang baik dengan baku emas parameter hemodinamik invasif, tetapi memiliki beberapa keterbatasan. Modalitas lain yang semakin berkembang yaitu menggunakan point of care ultrasound (POCUS), dengan salah satu penilaian yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan indeks kolapsibilitas vena jugularis interna (IKVJI). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara stroke volume dengan IKVJI dalam menilai respons resusitasi cairan pada anak syok. Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik, dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada bulan Maret hingga Juni 2024. Subyek penelitian adalah anak usia 1 bulan hingga 18 tahun yang mengalami syok yang memenuhi kriteria inklusi. Parameter klinis, penilaian stroke volume dengan USCOM dan IKVJI dinilai sebelum dan sesudah resusitasi cairan. Berdasarkan analisis studi didapatkan 47 subyek sampel penelitian, 27 orang perempuan (57,4%), dengan median usia 82,9 (4,0–212,0) bulan. Status gizi, terbanyak adalah gizi baik (42,6%). Diagnosis terbanyak adalah syok hipovolemik (74,5%) diikuti syok sepsis (25,5%). Sebanyak 2 pasien meninggal dalam 24 jam pertama.  Pemantuan post-resusitasi cairan menunjukkan perbaikan laju nadi, tekanan darah, dan mean arterial pressure (p<0,0001), peningkatan nilai stroke volume (p<0,0001), dan perubahan nilai IKVJI (p<0,0001). Korelasi delta stroke volume dan delta IKVJI adalah negatif lemah (r=-0,309, p=0,035). Korelasi MAP dan IKVJI juga negatif lemah  (r=-0,359, p=0,013).


Shock in children is still a major problem due to high mortality. Assessment of the response to fluid resuscitation can be done using clinical and hemodynamic parameters through invasive and non-invasive tools. The ultrasound cardiac output monitor (USCOM) among children with shock has a good correlation with the gold standard of invasive hemodynamic parameters but has some limitations. Another commonly used modality is point-of-care ultrasound (POCUS), with one of the assessments being the examination of the internal jugular vein collapsibility index (IJV-CI). The aim of this study is to determine the correlation between stroke volume and IJV-CI changes in order to assess fluid responsiveness in children with shock. Between March and June 2024, an analytical observational study was undertaken in the emergency department and pediatric intensive care unit of a tertiary referral hospital. The study subjects were children aged 1 month to 18 years who experienced shock and met the inclusion criteria. A thorough history taking, physical examination, and stroke volume assessment using the Ultrasonic Cardiac Output Monitor, and IJV-CI utilizing ultrasound before and after fluid resuscitation were conducted. This study included 47 subjects, of which there were 27 females (57.4%), with a median age of 82.9 (4.0–212.0) months. For nutritional status, most were normal (42.6%). The most common diagnosis was hypovolemic shock (74.5%) followed by septic shock (25.5%). Mortality in the first 24 hours was 2 patients. After fluid resuscitation, there was an improvement in pulse rate, blood pressure, and mean arterial pressure (p<0.0001), as well as increased stroke volume post fluid resuscitation (p<0.0001) and changes in IJV-CI post fluid resuscitation (p<0.0001). The correlation between stroke volume delta and IJV-CI delta was negative and weak (r=-0.309, p=0.035). The correlation between IJV-CI and MAP was also negative and weak (r=-0.359, p=0.013).

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>