Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170646 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mita Aulia Wati
"ABSTRAK
Dongeng merupakan prosa pendek imajinatif dan fiktif yang disampaikan secara turun-temurun. Dongeng seringkali beredar dalam versi yang berbeda-beda di berbagai negara, tetapi semua variasi tersebut memiliki struktur tema dan tindakan aksi yang sama. Penelitian ini membahas mengenai fungsi tindakan dalam dongeng Br derchen und Schwesterchen dan H nsel und Gretel dengan menggunakan teori fungsi yang dikemukakan oleh Vladimir Propp. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif yang bertujuan agar memahami suatu permasalahan secara mendalam dan luas dengan analisis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedua dongeng tersebut memiliki fungsi yang berbeda dan fungsi tersebut tidak muncul secara berurutan, seperti yang dikemukakan oleh Propp. Dalam dongeng Br derchen und Schwesterchen ada 10 fungsi, yaitu fungsi ketiadaan ? , larangan ? , pelanggaran ? , penyampaian ? , penipuan ? , kejahatan A , penerimaan unsur magis F , tokoh utama dikenali Q , penyingkapan tabir Ex , dan hukuman U , sedangkan di dalam dongeng H nsel und Gretel terdapat 11 fungsi, yaitu fungsi pengintaian ? , penipuan ? , keterlibatan ? , kejahatan A , kekurangan a , peristiwa penghubung B , fungsi pertama tokoh penolong D , reaksi tokoh pahlawan E , perpindahan tempat G , kepulangan darr; , dan penyelamatan Rs .

ABSTRACT
Tales are imaginative short prose which are fictional. They are something inheritance that is being continued since the old times. Tales often come up with different kinds but the themes and actions are still similar from one to another. This research discuss about the functions of dramatis personae in Br derchen und Schwesterchen and H nsel und Gretel based on functions of dramatis personae theory by Vladimir Propp. Qualitative method is being used in this research, in order to deeply and wholly understand a problem. The result shown that the two fairy tales have different functions and these functions do not appear chronologically as being told by Propp. In Br derchen und Schwesterchen there are 10 functions, such as the function of Absentation , Interdiction , Violation , Delivery , Trickery , Villany A , Provision or receipt of a magical agent F , Recognition Q , Exposure Ex , and Punishment U , meanwhile in H nsel und Gretel there are 11 functions, such as the function of Reconnaissance , Trickery , Complicity , Villany A , Lack a , Mediation B , The first function of donor D , The hero rsquo s reaction E , Spatial transference between two kingdoms, guidance G , Return darr , and Rescue Rs ."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Amalia
"Proses adaptasi teks dongeng menjadi film semakin banyak dilakukan oleh produser film Hollywood. Salah satunya ialah film Hansel and Gretel: Witch Hunters (2013) produksi Paramount Pictures yang diadaptasi dari dongeng Grimm bersaudara. Penelitian ini membahas imaji Hollywood yang direpresentasikan dalam film Hansel and Gretel: Witch Hunters (2013). Dengan metode kualitatif berupa deskriptif analisis, penelitian ini berfokus pada bagaimana imaji Hollywood dikemas dalam film. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya imaji-imaji baru yang berbeda dengan versi aslinya disebabkan karena adanya pengembangan cerita serta perubahan motif yang dilakukan oleh tim produksi. Imaji Hollywood dalam film ini digambarkan melalui penokohan, alur dan cerita, dialog antar tokoh serta ekspresi yang dikemas berbeda dari versi dongeng Grimm. Hal ini berkaitan dengan tujuan Hollywood sebagai industri global yang ingin menciptakan suatu hiburan massa yang menjangkau pasar internasional.

The adaptation of fairy-tale texts into films is increasingly being carried out by Hollywood film producers. The film Hansel and Gretel: Witch Hunters (2013) is produced by Paramount Pictures which was adapted from the fairy tale of the Brothers Grimm Hansel und Gretel. This study discusses Hollywood images represented in the film Hansel and Gretel: Witch Hunters (2013). With qualitative methods in the form of descriptive analysis, this study focuses on how Hollywood images are packaged in films. The results of the study show new images that are different from the original version. The result is due to the development of stories and changes in motives carried out by the production team. Hollywood images in this film are portrayed through characterizations, lines and stories, dialogues between characters and expressions that are packaged differently from the fairytale version of Grimm. The result also show how Hollywood as a global industry create a mass entertainment that reaches international markets."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Akrimah Arsyi Nawangsasi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan dan penggambaran latar khususnya latar tempat menurut jenisnya dalam dua versi dongeng dengan judul Das tapfere Schneiderlein versi Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland dan versi Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersumber dari kajian pustaka. Analisis dilakukan dengan membandingkan latar dalam dua versi dongeng tersebut dengan adanya penyebutan nama kota atau tidak. Berdasarkan hasil penelitian, dalam kedua dongeng tersebut terdapat perbedaan dalam pendeskripsian latar tempat. Das tapfere Schneiderlein versi Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach menggunakan jenis latar netral karena latar tempat dalam dongeng tersebut bersifat universal. Hal ini bertujuan untuk mengajak pembaca untuk berimajinasi lebih dalam khususnya latar tempat dalam dongeng. Sedangkan versi Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland jenis latar yang digunakan untuk menggambarkan latar tempat adalah latar tipikal dan latar fisik karena adanya penyebutan nama tempat dalam dongeng yang bertujuan untuk mengikat dan memberi kesan pada pembaca.

This research aims to know the use and description of setting especially setting of place according to its kind in two versions of fairy tale under the title Das tapfere Schneiderlein from Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland and another version from Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach. This research uses the qualitative method which is from literary review. This research is being analyzed by comparing the setting in two versions of fairy tale with or without mentioning the city name. Based on the result, both of the fairy tales have some differences by describing the setting of place. Das tapfere Schneiderlein from Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach version used neutral setting because setting of place in this fairy tale has general characteristic. It aims to make the reader to use more their imagination, especially for setting of place in fairy tale. While in Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland version uses typical setting dan physical setting to describe setting of place because by mentioning name of city aims to give imppresion to the reader.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Grimm, J.L.C.
Jakarta: Wordsworth Classics, 1993
398.2 GRI g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gaffa Zahry Allya
"Penelitian ini berfokus pada analisis kompleksitas serta tingkat keterbacaan dari salah satu Kindermärchen (dongeng anak) dari Grimm bersaudara yang berjudul Schneewittchen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat kerumitan kalimat serta nilai keterbacaan dari dongeng Schneewittchen. Penelitian ini dilakukan dengan 3 metode penelitian, yaitu metode kualititatif, metode deskriptif, dan metode kuantitatif untuk penghitungan tingkat keterbacaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dongeng Schneewittchen memiliki kompleksitas kalimat yang sangat tinggi dengan didominasi oleh hampir 95% kalimat kompleks. Namun, yang membuatnya menarik adalah hasil penghitungan tingkat keterbacaan dongeng tersebut menunjukkan bahwa dongeng Schneewittchen berada di kategori „agak mudah“ yang hampir mendekati „mudah“ dengan skor keterbacaan 70,98, sehingga dapat dikatakan bahwa dongeng tersebut lebih dapat diterima dengan baik oleh remaja, khususnya untuk anak yang memiliki kemampuan bahasa Jerman dengan rentang usia usia 12-13 tahun.

The focus of this research is the analysis of sentence complexity and reading ease of one of the Kindermärchen children’s tales) of The Brothers Grimm named Schneewittchen. The purpose of this research is to identify how high is the level of the sentence complexity and readability level of the tale. Thisresearchh was conducted using three research methods, namely qualitative method, descriptive method, and quantitative method for the calculation of readability level. The results show that Schneewittchen has a very high level of sentence complexity dominated by almost 95% complex sentences. However, what makes it interesting is the result of the reading ease calculation shows that the tale falls into the „fairly easy“ category which is close to the „easy“ category with a reading ease score of 70,98, so it can be said that the story can be read and received quite well by children, especially for 12-13 years old children who have German language skills."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sahla Salima
"Dongeng-dongeng Grimm Bersaudara merupakan dongeng rakyat yang terkenal tidak hanya di benua asalnya, Eropa, tetapi juga di dunia. Dongeng-dongeng ini memiliki banyak kekhasan, salah satunya yakni dari segi tokoh-tokoh yang terdapat di dalamnya. Di dalam banyak dongeng Grimm Bersaudara, seringkali ditemukan tokoh antagonis wanita. Pada skripsi ini, dipilih lima dongeng Grimm Bersaudara yang di dalamnya terdapat karakter antagonis wanita yang memiliki kekuatan sihir untuk dianalisis; Hänsel und Gretel, Sneewittchen, Rapunzel, Jorinde und Joringel, dan Brüderchen und Schwesterchen. Tokoh-tokoh antagonis ini dianalisis bagaimana penggambaran karakternya di dalam setiap dongeng, fungsi, serta pengaruhnya terhadap tokoh-tokoh protagonis yang ada, dengan menggunakan pendekatan psikologi.

Die Märchen der Gebrüder Grimm sind Volksmärchen, die nicht nur in ihrem Herkunftskontinent Europa, sondern in der ganzen Welt bekannt sind. Diese Märchen haben viele Besonderheiten, z. B. die Charaktere der Figuren. Man kann in vielen Märchen der Gebrüder Grimm eine Antagonistin leicht finden. In dieser Arbeit sind fünf Märchen der Gebrüder Grimm ausgewählt, nämlich Hänsel und Gretel, Sneewittchen, Rapunzel, Jorinde und Joringel und Brüderchen und Schwesterchen, um analysiert zu werden. Wie die Charaktere der Antagonistinnen in jedem Märchen beschrieben sind und welche Funktionen und Auswirkungen sie für die Protagonisten und Protagonistinnen haben, wird mit Hilfe verschiedener Ansätze der Psychologie analysiert."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S53432
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dona Putri Metri
"Frasa nomina merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi dengan nomina sebagai intinya. Frasa nomina bisa ditemukan dalam banyak karya sastra, salah satunya dongeng. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan bentuk frasa nomina bahasa Jerman dalam dongeng Grimm Der Froschkönig oder der eiserne Heinrich yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul ?Pengeran Kodok?. Penulis ingin mengetahui bagaimana bentuk struktur frasa nomina bahasa Jerman dan bahasa Indonesia, dan apakah terdapat perubahan makna ketika frasa nomina bahasa Jerman tersebut diterjemahkan ke dalam frasa nomina bahasa Indonesia terkait dengan jenis penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah. Berdasarkan hasil penelitian, penerjemahan frasa nomina bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia ada yang mengalami perubahan struktur berdasarkan letak inti sebuah frasa dan perubahan makna yang telah disesuaikan dengan budaya pembaca bahasa sasaran.

Noun phrase is the combination of two words or more which doesn?t exceed the limited function with the nominal as the centre of a phrase. This phrase can be found in many literature works, for example in tales. This research aims to analyze the structure of the german nominal phrase in tales that was written by Grimm under the title ?Der Froschkönig oder der eiserne Heinrich?, which has been translated to Indonesian as ?Pangeran Kodok?. Furthermore, the author wants to know whether there is a change of the structure as well as the meaning when it is translated from german noun phrase into indonesian noun phrase based on the type of translation used by the translator. The result of this research shows that there is a change in structure of some of the nominal phrase based on the position of centre of a phrase and there is a change in the meaning based on the culture of the indonesian reader."
2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Choerunnisa
"Makalah ini membahas pengunaan dan makna gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam dongeng Läuschen und Flöhchen dan Das singende springende Löweneckerchen dari kumpulan dongeng Grimm bersaudara. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan penggunaan dan makna gaya bahasa dalam kedua dongeng tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa majas personifikasi banyak muncul pada penggambaran tokoh-tokoh dalam kedua dongeng tersebut. Tokoh-tokohnya digambarkan seperti manusia yang biasa melakukan kegiatan sehari-hari seperti menyapu, membakar sampah, berbicara, dan lain-lain."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Widiastuti
"Skripsi ini adalah sebuah penelitian awal tentang fungsi dongeng rakyat dan cerita khayal modern sebagai alat pendidikan anak. Penulisan skripsi ini dilandasi oleh fakta, yang diperoleh dari pengamatan sekilas, bahwa beberapa tahun belakangan ini muncul berbagai cerita khayal modern untuk anak yang kemudian menjadi kesukaan para anak. Melihat hal tersebut timbul pertanyaan, apakah dengan demikian dongeng rakyat masih disukai oleh anak? Apakah perbedaan yang ada antara dongeng rakyat dan cerita khayal modern untuk anak dilihat dari fungsinya sebagai alat pendidikan anak? Untuk menjawab itu semua, saya melakukan analisis terhadap reaksi yang diberikan oleh para narasumber, yaitu murid-murid taman kanak-kanak, setelah mereka mendengarkan pembacaan cerita. Materi cerita-materi cerita yang dipilih adalah tiga buah dongeng rakyat, yaitu Pemusik dari Bremen, Fangeran Katak, dan Si Kerudung Merah, dan sebuah cerita khayal modern untuk anak, yaitu Bye Bye Butterfree, salah satu cerita dari Pokemon seri petualangan. Sedangkan teori yang saya gunakan sebagai dasar untuk menganalisis adalah Teori Cerita Khayal, Teori Sosial Kognitif dari Albert Bandura, dan Teori Perkembangan Kognitif dan Jean Piaget. Dari hasil analisis diketahui bahwa kemampuan anak dalam memahami ide-ide yang terdapat pada dongeng rakyat dan cerita khayal modern untuk anak dipengaruhi oleh kemampuan kognitifnya. Sehingga belum tentu anak dapat memahami semua ide yang terdapat di dalam materi cerita tersebut. Selain itu, juga diketahui bahwa meskipun anak menyukai semua materi cerita yang disajikan, ada satu materi cerita yang lebih diperhatikan oleh anak dibandingkan materi cerita yang lain. Materi cerita tersebut adalah Bye Bye Butterfree. Melihat hal tersebut, juga faktor-faktor lain yang diuraikan dalam analisis pada bab tiga, dapat dikatakan bahwa, dilihat dari fungsinya sebagai alat pendidikan anak, cerita khayal modern lebih menonjol dibandingkan dengan dongeng rakyat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S14791
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esya Triandini Putri
"Skripsi ini membahas metafora penggambaran tokoh ibu tiri, anak tiri, dan anak kandung yang terdapat dalam Märchen Aschenputtel, Brüderchen und Schwesterchen, Frau Holle, dan Sneewittchen yang memperkuat stereotipe dari ketiga tokoh tersebut. Stereotipe yang melekat pada mereka adalah tentang anak tiri yang malang dan ibu tiri, serta anak tiri yang jahat. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan jenis-jenis metafora yang menggambarkan ketiga tokoh tersebut berdasarkan klasifikasi metafora menurut Gerhard Kurz, serta membuktikan benar atau tidaknya stereotipe terhadap ketiga tokoh tersebut. Dalam penelitian ini, metafora leksikal dan kreatif adalah metafora yang paling banyak ditemukan dalam merepresentasikan ketiga tokoh tersebut, yaitu berjumlah empat, sedangkan metafora konvensional adalah yang paling sedikit ditemukan, yaitu dua metafora. Dari empat dongeng tersebut, stereotip yang melekat pada ketiga tokoh tersebut juga dapat diperkuat dan dibuktikan melalui metafora bahwa stereotip tersebut adalah benar.

This thesis discusses about the metaphor that represent figures of stepmother, stepchildren and own children in Märchen Aschenputtel, Brüderchen und Schwesterchen, Frau Holle, and Sneewittchen which supporting the stereotype of those three characters. This research aims to explain the kinds of metaphors that describe those three characters that are classified based on the type of metaphor by Gerhard Kurz and prove whether the stereotype of those three characters are true or not. Lexical and creative metaphor are the most commonly found in this research to represents those three character, whereas conventional metaphor is the least. At those four tales, stereotypes of stepmother, stepchildren, and own children can also be proved by metaphor that the stereotypes are true.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S55841
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>