Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158576 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusanne Pitaloka
"ABSTRAK
Selama bertahun-tahun, para wanita Inggris ditolak untuk menggunakan hak pilih dan memberikan suara untuk menentukan bagaimana negara mereka dijalankan. Mereka dipandang kurang mampu daripada pria untuk bertugas menjalankan negara. Film Suffragette 2015 yang disutradarai oleh Sarah Gavron bercerita tentang hak pilih perempuan di Inggris pada tahun 1911-1913 dan bagaimana wanita-wanita ini menderita dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Kampanye suffragette diperintahkan oleh dan bagi wanita yang mengharapkan tidak hanya pemungutan suara, tetapi juga amandemen sosial yang lebih luas yang akan mengakhiri standar ganda seksualitas serta peran awam perempuan dalam keluarga, pendidikan, dan pekerjaan. Makalah ini membahas hubungan antara kegilaan wanita dan legitimasi kekerasan terhadap militan suffragette. Konsep ldquo;kegilaan wanita rdquo; yang ditulis oleh Ussher 1991 dan artikel-artikel lain tentang kekerasan perempuan pada wanita adalah konsep yang digunakan untuk memahami bagaimana kegilaan wanita digunakan untuk melegitimasi kekerasan terhadap wanita-wanita anggota suffragette dan reaksi militan terhadap perlakuan yang diberikan kepada mereka. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa kegilaan digunakan sebagai label yang diberikan oleh Pemerintah Inggris untuk menekan tindakan wanita progresif, seperti militant suffragette, dengan menggunakan kekerasan dan penyiksaan. Studi ini memberikan kontribusi pada literatur yang belum pernah membahas tentang hubungan antara wanita suffragette dan label kegilaan , memberikan kerangka kerja untuk memahami penggunaan label kegilaan sebagai penyakit perempuan.

ABSTRACT
For years, British women were denied a vote and a say in how their country was run. They are seen as less capable as men to actually be in charge for running the country. The film Suffragette 2015 directed by Sarah Gavron tells a story about women rsquo s suffrage in the United Kingdom in 1911 1913 and how these women were suffering in fighting for their rights. The suffragette campaign was commanded by and for women who expected not only the vote, but also broader social amendments that would end the double standard of sexuality as well as women 39 s subservient roles in the family, education, and employment. This paper discusses the relation between the ldquo women rsquo s madness rdquo and the legitimation of violence towards the suffrage militants. Ussher rsquo s 1991 concept of women rsquo s madness and other articles on violence on women are the concepts used in understanding how women rsquo s madness is used to legitimize violence against suffragette women and the militant rsquo s reaction towards the treatment. Research finding reveals that the madness is used as a label given by the British Government to suppress the action of progressive women, such as the Suffrage militants, by using violence and torture. This study contributes to the scarce literature on the relation between the suffragette women and the label ldquo madness rdquo , providing a framework for understanding the use of the label ldquo madness rdquo as a female malady. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Beata Kurnia
"Penelitian-penelitian mengenai kekerasan terhadap perempuan dan shelter perempuan korban kekerasan telah banyak dilakukan, terutama dalam menggunakan perspektif antropologi. Dalam antropologi, kekerasan berbasis gender atau kekerasan terhadap perempuan masih dianggap memiliki cakupan yang luas, karena penderitaan perempuan yang diakibatkan oleh faktor sosial dan budaya yang terjadi di masing-masing masyarakat. Ini kemudian berdampak juga kepada isu shelter perempuan korban kekerasan, dimana terdapat cakupan luas antara frontliner dan shelter dimana diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan yang berakar dari faktor sosial dan budaya yang sama di dalam masing-masing masyarakat. Ini menyebabkan batasan antara kekerasan, korban, frontliner, dan shelter mengalami pemudaran. Pada skripsi ini, penulis akan menyajikan bibliografi beranotasi dari tulisan-tulisan mengenai kekerasan terhadap perempuan dan shelter perempuan korban kekerasan. Penulis akan melihat dan mengkategorisasi tema-tema yang muncul di dalam tulisan-tulisan tersebut untuk memahami bagaimana isu kekerasan terhadap perempuan dan shelter untuk perempuan korban kekerasan dikaji dari perspektif antropologi.

Much research on violence against women and shelters for women victims of violence have been carried out, especially using an anthropological perspective. In anthropology, gender-based violence or violence against women is still considered to have a broad scope, because of the suffering of women caused by social and cultural factors that occur in each society. This then has an impact on the issue of shelters for women victims of violence, where there is wide coverage between frontliners and shelters which is caused by policies rooted in the same social and cultural factors in each community. This causes the boundaries between violence, victims, frontliners, and shelters to be blurred. In this thesis, the author will present an annotated bibliography of writings on violence against women and shelters for women victims of violence. The author will look at and categorize the themes that appear in these writings to understand how the issue of violence against women and shelter for women victims of violence are studied from an anthropological perspective."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nalar Gramsia Budiman
"Pengalaman kekerasan terhadap perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual di lingkungan universitas belum banyak didokumentasikan dalam penelitian sosial. Alih-alih mendapatkan dukungan karena sudah mendampingi korban/penyintas kekerasan seksual, para perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual ini justru mengalami kekerasan, yang salah satunya dilakukan oleh institusi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor, pengalaman, dan dampak dari kekerasan yang dialami perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual di lingkungan universitas dengan menggunakan teori feminis radikal. Penelitian ini merupakan penelitian feminis naratif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap enam perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual di Universitas Indonesia. Hasil penelitian ini menemukan bahwa nilai-nilai patriarki dan neoliberal di universitas menciptakan kondisi yang menindas perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual. Ancaman, intimidasi, rumor, hingga kekerasan fisik yang dialami oleh partisipan penelitian ini merupakan upaya kontrol yang dilakukan oleh laki-laki yang merasa terancam oleh perlawanan perempuan pendamping. Selain itu, universitas yang memprioritaskan reputasi demi keuntungan finansial juga melakukan kekerasan sebagai upaya kontrol untuk menghindari risiko publikasi negatif yang akan memengaruhi keuntungan finansial. Penelitian ini melihat bahwa pada dasarnya kekerasan yang dialami oleh perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual merupakan bentuk kontrol yang dilakukan oleh laki-laki, baik secara individu maupun secara institusi. Penelitian ini menemukan bahwa kekerasan yang dialami perempuan pendamping perempuan korban/penyintas kekerasan seksual menimbulkan dampak berupa perlukaan, seperti rasa takut, khawatir, dan ingin menyerah. Meski begitu, kekerasan yang mereka alami juga menumbuhkan amarah dan resistensi yang semakin menguatkan perlawanan mereka.

The experiences of violence faced by women supporting victims/survivors of sexual violence in university settings have not been extensively documented in social research. Rather than receiving support for advocating victims/survivors, these women often become targets of violence themselves, some of which is perpetrated by the institution itself. This study examines the factors, experiences, and impacts of violence encountered by women advocates for sexual violence victims/survivors in universities, using radical feminist theory as its framework. The research adopts a feminist narrative approach, conducting in-depth interviews with six women advocating victims/survivors of sexual violence at Universitas Indonesia. The findings reveal that patriarchal and neoliberal values within universities create oppressive conditions for these women. Threats, intimidation, rumors, and even physical violence experienced by participants are strategies of control employed by men who feel threatened by the resistance of these women. Furthermore, universities, driven by a desire to protect their reputation for financial gain, also engage in violence as a form of control to avoid the risk of negative publicity that could affect their profitability. The study highlights that the violence experienced by women advocates of victims/survivors of sexual violence is fundamentally a form of control exercised by men, both individually and institutionally. This violence results in harm, including feelings of fear, anxiety, and the desire to give up. However, it also fuels anger and resistance, ultimately strengthening their determination to continue their fight against injustice."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Putri Handayani
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang perdagangan perempuan untuk tujuan prostitusi yang dialami oleh kedua subjek, yaitu Endang dan Maryati. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ada metode kualitatif dengan menggunakan studi kasus feminis. Penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang menyebabkan perempuan menjadi korban perdagangan orang untuk tujuan prostitusi, proses dan cara yang dialami korban, pengalaman kekerasan yang dialami korban, serta reaksi korban. Penelitian ini dilandasi oleh kerangka pemikiran kriminologi kritis dan teori Feminis Sosialis yang berusaha melihat bahwa perdagangan perempuan untuk tujuan prostitusi adalah sebuah bentuk kekerasan terhadap perempuan.

ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses about trafficking of women for prostitution as a form of violence against women that experienced by two subjects, Endang and Maryati. The method used is a qualitative approach using feminist case study. This study discusses the various factors that lead to some women becoming victims of trafficking women for prostitution, process and means endured by the victims, violence experiences suffered by the victims and reaction of the victims. This study is based on the Feminist Criminology framework and theory of Socialist Feminist that tried to view trafficking women for prostitution as a form of violence against women.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S61621
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahara Zulfikar
"Penelitian ini berisi tentang perlindungan perempuan korban KDRT pada masa pandemi Covid-19 dari disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh peningkatan angka kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya KDRT pada masa pandemi Covid-19. Keterbatasan ruang gerak serta menurunnya perekonomian menimbulkan frustasi bagi sebagian besar masyarakat yang dapat meningkatkan agresivitas. Perempuan sebagai kelompok rentan, memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi korban kekerasan. Sehingga, urgensi dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat upaya perlindungan yang dilakukan oleh Komnas Perempuan sebagai Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia dalam rangka mencegah dan menanggulangi kekerasan terhadap perempuan serta meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan perempuan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis deskriptif. Pengumpulan data dilakukan pada Mei 2022 hingga Oktober 2022 melalui studi literatur dan wawancara semi terstuktur pada lima informan dari Komnas Perempuan, LBH Apik Jakarta dan Yayasan Pulih. Kelima informan tersebut dipilih menggunakan teknik purposive sampling sesuai dengan kriteria informan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam melakukan upaya perlindungan perempuan korban KDRT pada masa pandemi Covid-19, Komnas Perempuan memberikan rekomendasi kebijakan ke berbagai lembaga pemerintah, melakukan layanan pengaduan dan rujukan serta melakukan Kampanye 16 HAKTP setiap tahunnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih bagi program studi Ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya dalam mata kuliah Perundang-undangan Sosial terkait dengan perlindungan sosial dan mata kuliah Kebijakan dan Perencanaan Sosial terkait dengan kebijakan sosial.

This research is about protection of women victims of domestic violence during the Covid-19 pandemic from the Social Welfare Science discipline. This research is motivated by an increase in the number of cases of violence against women, especially domestic violence during the Covid-19 pandemic. Space limitations as well as economic decline cause frustration for the majority of society which can increase aggressiveness. Women as a vulnerable group, have a high potential to become victims of violence. Therefore, the urgency of doing this research is to see the social advocacy efforts made by the National Commission on Violence Against Women as a National Human Rights Institution in order to prevent and cope with violence against women as well as increasing the protection of women in Indonesia. This research is a qualitative research with descriptive research design. Data collection was carried out from May 2022 to October 2022 through literature studies and semi-structured interviews with five informants from the National Commission on Violence Against Women, LBH Apik Jakarta and Yayasan Pulih. The five informants were selected using a purposive sampling technique according to the informant critetia needed in this research. This research showed that in doing protection of women victims of domestic violence during the Covid-19 pandemic, the National Commission on Violence Against Women provide policy recommendations to various government institutions, carry out complaint and referral services as well as doing 16 HAKTP Campaign every year. The results of this research are expected to be able to contribute in Social Welfare Science study program especially in social law course related to social protection and social policy and planning courses related to social policies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafira Kesuma
"Childfree merupakan keputusan untuk tidak memiliki anak atau tidak mengambil peran menjadi orang tua. Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk memahami bagaimana stigmatisasi terhadap perempuan childfree melalui komentar atas Instagram story @gitasav sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. Penulisan ini menggunakan teori feminis radikal dan teori stigmatisasi dengan analisis isi kualitatif terhadap komentar tidak mendukung pilihan childfree perempuan pada unggahan akun Instagram @linetoday. Penulis mengidentifikasi sejumlah komentar menstigma berdasarkan komponen-komponen stigma Link dan Phelan (2001): labelling, stereotyping, separation, dan discrimination. Hasil analisis menunjukkan bahwa akar dari stigmatisasi terhadap perempuan childfree adalah konstruksi seksualitas perempuan, sistem seks/gender patriarki, dan heteronormativitas. Ketiga konstruksi turunan patriarki ini menjadi dasar lahirnya motherhood mandate bagi perempuan. Mandat ini telah terinternalisasi dalam norma-norma sosial sehingga pengaruhnya semakin kuat di masyarakat. Akibatnya, perempuan childfree mengalami diskriminasi dari masyarakat. Stigmatisasi terhadap perempuan childfree merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan. Di mana perempuan korban mengalami penderitaan, pemaksaan, dan perampasan kemerdekaan karena identitas biologis mereka sebagai perempuan. Stigmatisasi sebagai kekerasan terhadap perempuan memengaruhi semua perempuan dengan merampas kebebasan dan kadaulatan perempuan atas tubuhnya sendiri. Dalam hal ini, stigma menjadi alat yang digunakan untuk melanggengkan kekuasaan dan kontrol laki-laki atas perempuan dan tubuh perempuan.

Childfree is a decision not to have children or take the role of a parent. This writing aims to understand how stigmatization against childfree-woman through comments on @gitasav’s Instagram story can constitute violence against women. This writing utilizes the radical feminism and stigmatization theory with qualitative content analysis of comments that do not support women’s choice for childfree on the Instagram post of @linetoday. The writer identified several stigmatizing comments according to components of stigma by Link and Phelan (2001): labeling, stereotyping, separation, and discrimination. The result shows that this stigmatization is rooted from the construction of women's sexuality, patriarchy's sex/gender system, and heteronormativity. These patriarchy-derived constructions became the base of the emergence of the motherhood mandate. This mandate was internalized into social norms which strengthen its influence in society. The effect of that stigmatization is discrimination suffered by childfree women. Stigmatization of childfree-women is violence against women where they receive suffering, coercion, and deprivation of liberty because of their biological identity as women. Stigmatization as violence against women affects every woman by taking their sovereignty towards their body. In this case, stigma became a tool to perpetuate the power and control of men towards women and women's bodies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Muthia Hasna
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada kehidupan wanita karir di Korea Selatan yang sering menjadi korban kekerasan seksual. Penulis berargumen bahwa fenomena itu disebabkan oleh dominasi laki-laki dalam dunia kerja, meskipun perempuan Korea Selatan sudah banyak yang berpartisipasi dalam dunia kerja profesional. Selain itu, kebanyakan perempuan Korea Selatan cenderung tidak melakukan perlawanan terhadap kekerasan seksual yang dialaminya. Argumen tersebut berbeda dengan studi-studi terdahulu yang menyatakan bahwa kekerasan seksual di tempat kerja disebabkan oleh budaya patriarkal, kerja lembur, dan budaya hoesik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap wanita karir di perusahaan Korea Selatan. Penelitian ini menggunakan drama Ibeon Saengeun Cheoeumira sebagai sumber data primer, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber tulis, berupa buku, jurnal, dan berita dari media daring terkait penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesuai dengan asumsi penulis, kekerasan seksual disebabkan oleh dominasi laki-laki dalam dunia kerja dan tidak adanya perlawanan dari korban kekerasan seksual. Wanita karir tidak berani melawan karena takut kehilangan pekerjaan dan pelabelan oleh rekan kerja lainnya.

ABSTRACT
This research focus on the life of career women in South Korea who are often victims of sexual violence. The author argues that the phenomenon is caused by male domination in the work society, although many of South Korean women have participated in professional work field. Furthermore, most of South Korean women tend not to fight back the sexual violence they had experienced. Those arguments are different from the previous studies stated that sexual violence in workplace is caused by patriarchy culture, work overtime, and hoesik culture. This research aims to know the forms of sexual violence against career women in South Korean company. This reseach used drama Ibeon Saengeun Cheoeumira as the primary data source and used related online and offline books, journals, and news as the secondary data sources. This research shows that in accordance with the argument of the author, sexual violence is caused by male domination in the work society and there is no fighting back from the victims. Career women do not dare to fight back because they are afraid of losing their jobs and labeling from working partners."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yunni Wulan Ndari
"Kekerasan seksual terhadap perempuan sering diberitakan berlebihan dan bias gender di media pemberitaan nasional berbasis online, Tribun News. Gaya pemberitaan Tribun News menimbulkan bias gender dan tendensi untuk melecehkan atau mengekploitasi perempuan sebagai objek kekerasan seksual. Tujuan penelitian ini adalah unruk mengetahui bagaimana kekerasan seksual terhadap perempuan dideskripsikan di kanal berita Tribun News. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis, pendekatan kualitatif dengan menggunakan Analisis Wacana Kritis Sara Mills untuk membedah teks pemberitaan yang ada. Adapun teks pemberitaan yang dipilih adalah tiga berita kekerasan seksual dalam kurun waktu tahun 2021, yang melibatkan tiga subjek pemberitaan atau pelaku yang memiliki latar belakang berbeda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tribun News dalam pemberitaannya menggunakan sudut pandang dari pelaku dimana aktor yang muncul dalam pemberitaan adalah laki-laki. Tribun News pun menggunakan pilihan kata eksploitatif bagi korban kekerasan seksual yang menjadi objek pemberitaan. Kedudukan yang tidak setara disebabkan oleh hadirnya konstruksi sosial yang berkiblat pada ideologi patriarki.

Sexual violence against women is often reported excessively and gender-biased in the online-based national news media, Tribun News. Tribun News' reporting style creates gender bias and a tendency to harass or exploit women as objects of sexual violence. The purpose of this study is to find out how sexual violence against women is described on the Tribun News news channel. This research uses a critical paradigm, a qualitative approach by using Sara Mills' Critical Discourse Analysis to dissect existing news texts. The news text chosen is three news of sexual violence in the period 2021, involving three news subjects or perpetrators who have different backgrounds. The results of this study show that Tribun News in its reporting uses the point of view of the perpetrator where the actors who appear in the news are the men. Tribun News also uses exploitative word choices for victims of sexual violence who are the object of reporting. The unequal position is due to the presence of social constructs that revolve around patriarchal ideology."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apsari Amanda Putri
"Penelitian ini membahas mengenai domestikasi yang dialami oleh tenaga kerja wanita Jepang melalui fenomena matahara. Matahara adalah penindasan atau perlakuan diskriminatif di tempat kerja yang dilakukan terhadap tenaga kerja wanita yang sedang hamil. Berdasarkan data-data yang didapat, korban matahara menerima anjuran atau paksaan untuk berhenti bekerja supaya dapat menjadi ibu sepenuhnya. Keberadaan sosok suami yang dianggap mampu memberikan nafkah juga menjadi salah satu alasan pelaku dalam melakukan matahara. Kedua hal ini menunjukkan adanya indikasi pandangan masyarakat Jepang mengenai pembagian kerja seksual yang memunculkan domestikasi berupa matahara. Domestikasi yang tercermin dalam fenomena matahara ini menunjukkan bahwa tenaga kerja wanita Jepang merupakan korban kekerasan simbolik berupa dominasi wacana yang sarat akan pembagian kerja seksual.

This study focuses on the domestication experienced by Japanese women workers observed through the phenomenon of matahara. Matahara is the oppression or discriminatory treatment at work done towards pregnant workers. Based on the data obtained, the matahara victims received suggestion or coercion to stop working in order to become full time mother. The existence of a husband who is considered capable of providing a living is also seen to be a reason for the perpetrators in doing matahara. Both of these points indicate the Japanese society 39 s view toward sexual division of labor which encourage the domestication through matahara. The domestication reflected in matahara phenomenon shows that Japanese women workers are victims of symbolic violence in the form of domination of discourse which is full of sexual division of labor.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Amelia
"Kekerasan simbolik terhadap perempuan dapat tercermin, salah satunya, melalui tayangan FTV Suara Hati Istri. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri (disingkat SHI) menampilkan kekerasan simbolik terhadap perempuan melalui bahasa. Tiga episode FTV SHI, yaitu episode Sakitnya Hatiku Tak Pernah Mendapat Cinta Suami (disingkat SHTMCS), Pernikahan Yang Dipaksa Pasti Akan Penuh Air Mata (disingkat PDPPA), dan Istri Bayaran (disingkat IB) dipilih sebagai sumber data penelitian. Untuk mencapai tujuan penelitian, konsep-konsep dan langkah-langkah dalam pendekatan Analisis Wacana Kritis (AWK) Siegfried Jäger (2009) digunakan sebagai landasan penelitian. Selain itu, peneliti juga menggunakan teori gender dari Oakley (1972), patriarki dari Walby (1990), kelas kata dari Moeliono dkk. (2017), modalitas dari Alwi (1992), dan tindak tutur dari Searle (1969) sebagai landasan acuan analisis. Metode analisis data dalam penelitian ini mengadaptasi langkah-langkah yang digagas Jäger (2009). Untuk menjawab pertanyaan pertama, yaitu bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri merepresentasikan patriarki, peneliti melakukan analisis terhadap konteks diskursif (diskursiver Kontext), analisis struktur (Strukturanalyse), dan analisis terhadap posisi wacana (Diskursposition). Kemudian, untuk menjawab pertanyaan kedua, yaitu bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri mengonstruksi karakter laki-laki dan perempuan, peneliti melakukan analisis rinci (Feinanalyse), yang terdiri atas kerangka kelembagaan (institutioneller Rahmen), permukaan teks (Text-Oberfläche), alat retoris linguistik (sprachlich-rhetorische Miitel), dan pernyataan-pernyataan ideologis (inhaltlich-ideologische Aussagen), dan diakhiri dengan interpretasi. Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa kekerasan simbolik terhadap perempuan dalam tayangan FTV SHI ditampilkan melalui kosakata (verba, nomina, adjektiva, dan adverbia), modalitas, idiom, implikasi, dan tindak tutur. Salah satu contohnya, tindak tutur yang paling banyak muncul dalam percakapan antartokoh, yaitu tindak tutur komisif dan direktif, mengartikan bahwa tokoh laki-laki lebih cenderung memiliki kewenangan pribadi, sebaliknya, tokoh perempuan lebih cenderung menganggap sesuatu sebagai sebuah keharusan baginya sendiri. Kekerasan simbolik tersebut merupakan sarana untuk melanggengkan ideologi patriarki.

Symbolic acts of violence against women have become more prevalent in its portrayal especially through the TV Movie Suara Hati Istri. This study aims to reveal how the TV Movie Suara Hati Istri (abbreviated as SHI) displays symbolic violence against women through language. Three episodes of the TV Movie SHI, i.e. Sakitnya Hatiku Tidak Pernah Mendapat Cinta Suami (abbreviated as SHTMCS), Pernikahan yang Dipaksa Pasti akan Penuh Air Mata (abbreviated as PDPPA), and Istri Bayaran (abbreviated as IB) are selected as the sources of research data. To achieve the objectives, the concepts and steps in Siegfried Jäger's (2009) Critical Discourse Analysis (CDA) approach were used as the basis of the research. The researcher also uses various theories, such as gender from Oakley (1972), patriarchy from Walby (1990), word classes from Moeliono et al. (2017), modalities from Alwi (1992), and speech acts from Searle (1969) for the analysis. To answer the question of how the TV Movie SHI represents patriarchy, the researchers conducted an analysis on the discursive context (diskursiver Kontext), structural analysis (Strukturanalyse), and the discourse position (Diskursposition). Then, in answering the second question of how the TV Movie SHI constructs male-female characters, the researcher conducted a detailed analysis (Feinanalyse) on the institutional framework (institutioneller Rahmen), text surface (Text-Oberfläche), rhetorical linguistics tools (sprachlich-rhetorische Mittel), and ideological statements (inhaltlich-ideologische Aussagen), and then the interpretation. From the results, symbolic violence against women in the TV Movie SHI is displayed through vocabularies (verbs, nouns, adjectives, and adverbs), modalities, idioms, implications, and speech acts. For example, the speech acts that mostly appear in the conversations, i.e. commissive and directive, showed that male characters are likely to have personal authority and female characters are likely to perceive something as a necessity. Thus the symbolic violence became a tool to perpetuate patriarchal ideology."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>