Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56883 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutagalung, Laura Magdalena E.
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai tradisi mengenakan baju putih dalam upacara pemakaman tradisional Cina dan betujuan untuk memaparkan awal terbentuknya tradisi penggunaan baju putih sebagai baju berkabung serta makna warna putih pada baju berkabung dalam masyarakat Cina. Adapun tradisi mengenakan baju putih sebagai tanda berkabung dalam upacara pemakaman tradisional Cina menurut catatan sejarah sudah dimulai sejak awal dinasti Zhou, dan masih dilakukan hingga sekarang. Warna putih dianggap sebagai warna berkabung yang menunjukan kemurnian, kesederhanaan, kesucian, kehidupan, dan kejujuran. Seiring berjalannya waktu, penggunaan baju berkabung ini pun semakin sederhana, tetapi tidak menghilangkan unsur utama yaitu pakaian dasar bewarna putih. Dari hasil penelitian yang melihat dari sisi budaya dan sejarah yang dilakukan berdasarkan studi kepustakaan, ditemukan warna putih berhubungan dengan makna berkabung dan kematian dalam masyarakat Cina.

ABSTRACT
This study discusses the tradition of wearing white clothes in traditional Chinese funerals and aims to describe the beginning of a tradition of using white clothes as mourning attire and also to analyze significance of white clothing as mourning attire in Chinese society. According to historical records, the tradition of wearing white mourning dress as a sign of mourning in traditional Chinese funerals has been started since the Zhou dynasty and still apply today. The white color is considered as the color of mourning, it is to symbolize innocence, simplicity, purity, existence, and sincerity. However, as time goes by, the use of mourning clothes is now even simpler, but does not eliminate the main element of this tradition that is white clothing. From testing the results of historical research based on the literature study earlier, it was found that white color was linked to death and mourning in Chinese culture. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaila Rahil Catur Umairoh
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas salah satu pakaian tradisional Betawi yaitu baju tikim dan celana pangsi yang merupakan warisan budaya Betawi. Baju tikim dan celana pangsi pada awalnya merupakan pakaian yang dikenakan oleh para pendekar, jawara, dan jago maen pukulan atau yang sekarang disebut pencak silat, kemudian berkembang menjadi pakaian sehari-hari yang dikenakan laki-laki Betawi, hingga menjadi pakaian tradisional Betawi saat ini. Pokok permasalahannya adalah apakah baju tikim dan celana pangsi merupakan hasil akulturasi budaya Betawi dan budaya Tionghoa, berkaitan dengan itu maka makalah ini membahas asal-mula baju tikim dan celana pangsi Betawi yang memiliki kemiripan dengan baju tradisional yang dipakai oleh masyarakat Tionghoa pada masa Dinasti Qing. Selain itu, juga membahas mengenai bentuk, perkembangan, perubahan, serta perbedaan antara baju tikim dan celana pangsi yang dipakai masyarakat Betawi dengan yang dipakai oleh masyarakat Tionghoa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitan kualitatif dengan pendekatan budaya, dan konsep budaya yang digunakan sebagai landasan teoritis adalah konsep akulturasi.

ABSTRACT
This journal describes one of the Betawi 39;s traditional clothes, that is Tikim clothes and Pangsi trousers which is Betawi 39;s cultural heritage. In the beginning Tikim clothes and Pangsi trousers are clothes worn by warriors, champions and jago maen pukulan what now is called Pencak Silat, then it evolved into everyday clothes worn by Betawi men, and has now become Betawi traditional clothes. The main problem of this research is whether tikim clothes and pangsi trouser is a result from Betawi and Chinese acculturation, therefore this research the origin of Betawi 39;s Tikim clothes and Pangsi trousers that have similarities to traditional clothes worn by Chinese people in the Qing Dynasty era will be described. Furthermore, this research will describe the shape, development, change, and differences between Tikim clothes and Pangsi trousers worn by Betawi people and Chinese people. Research methods used in this research are qualitative with a cultural approach. A cultural concept is used as a theoretical base known as an acculturation concept."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Marlina Ulfah Rukoyah
"Jurnal ini meneliti tentang upacara Pattidana yang dilakukan oleh masyarakat Cina yang beragama Buddha di Indonesia. Upacara Pattidana dalam agama Buddha dapat dilakukan kapan saja, namun di Indonesia upacara Pattidana dilakukan dua kali dalam setahun, yakni berdekatan dengan Cheng Beng dan Ullambana. Di Indonesia upacara Pattidana dilakukan mendekati Cheng Beng dan Ullambana karena berdasarkan hasil penelitian penulis hal tersebut dipengaruhi tradisi Cina, hal inilah yang menjadi fokus penulisan jurnal ini. Melalui studi pustaka, jurnal ini akan menjabarkan pengaruh tradisi Cina dan memaparkan makna sesajian pada upacara Pattidana yang telah mendapat pengaruh dari tradisi Cina.

This journal examines the Pattidana ceremony conducted by Chinese Buddhist communities in Indonesia. The Pattidana ceremony in Buddhism can be carried out any time. But in Indonesia, the Pattidana ceremony is held twice a year, around the time of Cheng Beng and Ullambana. In Indonesia, the Pattidana ceremony is done approaching Cheng Beng and Ullambana because based on the author rsquo;s research, the ceremony is influenced by Chinese tradition. This is the focus in writing this journal. Through literature study, this paper will describe the influence of Chinese culture on Pattidana and explain the meaning of its offerings that have gained Chinese cultural influences.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Gabrielle Febriansyah
"Masyarakat Cina dipercaya telah melakukan migrasi sejak abad ke-1 Masehi ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali Pulau Jawa. Kedatangan para imigran Cina ke Nusantara menyebabkan terbentuknya suatu kebudayaan baru dalam masyarakat, antara kelompok etnis Cina dengan penduduk lokal. Di Batavia, para imigran Cina yang kebanyakan menghuni perkampungan kawasan Tangerang, kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama “Cina Benteng”. Komunitas ini merupakan hasil akulturasi melalui perkawinan antara para imigran etnis Cina dengan penduduk lokal dari etnis Betawi. Salah satu yang menjadi penanda khas masyarakat Cina Benteng adalah Rumah Kawin, sebuah tempat pernikahan yang terus dilestarikan hingga saat ini. Dengan objek penelitian yaitu Rumah Kawin Melati, penelitian ini akan menggunakan metode studi lapangan dan wawancara terhadap beberapa responden keturunan etnis Cina di kawasan Tangerang untuk mengetahui tanggapan mereka terkait eksistensi dari Rumah Kawin.

The Chinese community is believed to have migrated since the 1st century AD to all corners of the world, including Java. The arrival of Chinese immigrants to the Nusantara led to the formation of a new culture in society, between the Chinese ethnic group and the local population. In Batavia, Chinese immigrants who mostly lived in the Tangerang area then formed a community known as "Benteng Chinese". This community is the result of acculturation through marriage between ethnic Chinese immigrants and local residents of the Betawi ethnicity. One of the distinctive markers of the Benteng Chinese community is the Rumah Kawin, a wedding venue that has been preserved to this day. With the object of research, namely Rumah Kawin Melati, this research will use the method of field study and interviews with several respondents of Chinese ethnic descent in the Tangerang area to find out their responses regarding the existence of Rumah Kawin."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Rifa`ati Hanifah
"Jurnal ini membahas mengenai akulturasi upacara kematian masyarakat Cina Benteng di Tangerang, Banten. Masyarakat Cina Benteng adalah orang-orang keturunan Tionghoa yang tinggal di wilayah Tangerang, Banten. Nama Cina Benteng berasal dari kata ldquo;Benteng rdquo;, nama lama kota Tangerang. Kata ldquo;Benteng rdquo; dalam istilah Cina Benteng mengacu pada Benteng Makassar, yang terletak disisi timur sungai Cisadane.
Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara lengkap bagaimana ritual upacara kematian masyarakat tradisional Tionghoa dan menjelaskan bagaimana ritual upacara kematian masyarakat Cina Benteng yang telah mengalami akulturasi dengan budaya masyarakat setempat di Tangerang, Banten. Selain itu, juga untuk menunjukan bagaimana upacara kematian menjadi salah satu titik temu antara dua budaya yang berbeda dan melihat sejauh mana budaya tradisional masih mempengaruhi budaya yang sudah terakulturasi melalui upacara kematian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa upacara kematian masyarakat Cina Benteng telah terakulturasi dengan budaya upacara kematian masyarakat Non- Cina Benteng di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam upacara kematian Cina Benteng terdapat beberapa bagian yang berbeda dari upacara kematian masyarakat tradisional Tionghoa. Upacara kematian masyarakat Cina Benteng lebih sederhana dalam pelaksanaannya. Selain itu, akulturasi kematian masyarakat Cina Benteng terjadi karena adanya pergeseran zaman dan pergeseran budaya.

This journal talks about the acculturation of the death ceremony of Chinese Benteng community in Tangerang, Banten. Chinese Benteng are people of Chinese descentdant who live in Tangerang, Banten. The name of Chinese Benteng comes from the word ldquo;Benteng rdquo; means ldquo;Fort rdquo; , which is the old name of city of Tangerang. The word Benteng in the term of Chinese Benteng refers to Benteng of Makassar Makassar Fort , which lies on the east side of the Cisadane river.
The purpose of this research is to fully describe the death ceremony ritual of the Chinese Traditional community and the death ceremony ritual of Chinese Benteng people that has been acculturated with the culture of the local community in Tangerang, Banten. In addition, it shows how the death ceremony became the point of intersections between two different cultures and to what extent the traditional cultures still affect the culture that has been acculturated through the death ceremony. The method used in this research is qualitative method.
The result of this research shows that the death ceremony of Chinese Benteng community has been acculturated with the death ceremony of Non-Chinese Benteng community in Tangerang. Therefore, the death ceremony of Chinese Benteng is different in some parts from the death ceremony of traditional Chinese community. The death ceremony of the Chinese Benteng community is more simple in its implementation. In addition, the acculturation of death ceremony of Chinese Benteng community also occurred due to the changing of time and culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Haikal Milleza
"Sebagai salah satu titik dibangunnya MRT Tahap Dua di Jakarta, Glodok dirasa memiliki urgensi yang tinggi untuk dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai sebuah kawasan yang menerapkan Transit Oriented Development. Urgensi ini hadir karena beberapa hal yang salah satunya adalah karena populasi yang terus meningkat sehingga mengakibatkan tingginya jumlah lansia yang tentunya memiliki kondisi tubuh yang mengalami kekurangan kebugaran dan lebih rentan dalam terjangkit penyakit. Ditambah dengan kondisi banyaknya toko yang menjual obat tradisional cina disana membuat saya merasa bahwa kawasan Glodok ini memerlukan sebuah program berupa pusat pengobatan tradisional yang dapat menjaga kesehatan para lansia yang ada di kawasan Glodok serta menjadi pelengkap berupa pusat praktik pengobatan di tengah toko-toko eksisting yang menjual obat-obatan tradisional. Sehingga Glodok Traditional Chinese Healthcare (Shinse) ini pun hadir sebagai salah satu jawaban akan urgensi yang berkaitan dengan kesehatan para lansia yang ada disekitar. Dengan hadirnya Shinse ini diharapkan tidak hanya dapat menjadi naungan bagi kesehatan para lansia yang ada disekitar namun juga untuk memperkuat citra Glodok dari sebagai pusat kesehatan tradisional Cina di Jakarta.

As one of the nodes for the construction of MRT Phase Two in Jakarta, Glodok is felt to have a high urgency to be developed further as an area that implements Transit Oriented Development. This urgency exists for several reasons, one of which is the ever-increasing population, resulting in a high number of elderly who of course have a body condition that is deficient in fitness and is more susceptible to disease. Coupled with the many shops selling traditional Chinese medicine there, it makes me feel that the Glodok area needs a program in the form of a traditional medicine center that can maintain the health of the elderly in the Glodok area as well as a complement in the form of a medical practice center amid existing shops that selling traditional medicines. So that Glodok Traditional Chinese Healthcare (Shinse) is also present as one of the answers to the urgency related to the health of the elderly around. With the presence of Shinse, it is hoped that it will not only serve as a shelter for the health of the elderly around but also strengthen Glodok's image as a traditional Chinese health center in Jakarta."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bonavia, David
Jakarta: Erlangga, 1990
951 BON c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nathasya Miranda
"Cerpen Pengorbanan Tahun Baru Zhufu adalah cerpen karya Lu Xun ?yang dipublikasikan pada tahun 1924. Cerita bertutur mengenai seorang perempuan bernama Nyonya Xianglin ?? ?, yang hidupnya selalu dirundung malang. Wafatnya suami dan kekuasaan besar ibu mertua terhadap dirinya memaksanya lari dari keluarga suaminya untuk hidup mandiri. Namun, nasib malang tak pernah lepas dari hidupnya. Pada akhirnya, Nyonya Xianglin menjadi pengemis dan meninggal dunia karena tidak memiliki jalan lagi untuk menafkahi dirinya. Dari cerita ciptaan Lu Xun ini, akan didapati bahwa cerita menyiratkan adanya faktor utama yang menjadi penyebab hidup Nyonya Xianglin berakhir tragis dalam kemiskinan, yaitu tradisi dan tahyul yang berlaku terhadap perempuan pada masa itu. Makalah ini akan mencoba mengungkap dan membahas tradisi seperti apa yang berlaku dalam masyarakat yang merugikan nasib perempuan, khususnya Nyonya Xianglin, sebagaimana yang tersaji dalam cerita. Analisis atas kehidupan Nyonya Xianglin dalam Pengorbanan Tahun Baru, dilakukan melalui dua hal, yaitu melalui pembahasan atas tradisi kuno yang menjadi penyebab naasnya hidup perempuan dan melalui alur cerita yang menggambarkan kehidupan Nyonya Xianglin akibat tradisi yang hidup di masyarakat.

New year sacrifice Zhufu is short story written by Lu Xun published in 1924. It tells the story of a woman named Mrs. Xianglin , who had a miserable life. The death of her husband and the dominance of her mother in law toward her life forced her to run away from her husband family to live independently. However misfortune event never gets away from her life. At the end of the day, she became a beggar and died for she could not find a way to support herself. From fictional work of Lu Xun, it is found that the story implies there are main factors behind Mrs. Xianglin rsquo s life that tragically end in poverty, which are tradition and myth that prevailed upon women during that time. This paper tends to revealed and discuss the tradition prevailed which harmed women, especially Mrs. Xianglin as presented by the story. Analyse from the life of Mrs. Xianglin in New Year Sacrifice, was done through two ways that are discussion of old tradition a cause of tragic life of women and through discussion of the plot of the story that depicted the life of Mrs. Xianglin in account of tradition prevailed in society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasy Sukmasari
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas tentang Perayaan Qixi sebagai salah satu perayaan yang dirayakan oleh masyarakat Cina setiap tahun, tepatnya pada tanggal tujuh bulan ke-tujuh penanggalan bulan. .Masyarakat Cina meyakini bahwa perayaan Qixi dilatarbelakangi oleh legenda Niu Lang dan Zhi N . Pada awal kemunculannya, yaitu pada era sebelum Dinasti Han, Perayaan Qixi dirayakan sebagai perayaan penanda berakhirnya musim panen. Sejak memasuki era Han, Perayaan Qixi mengalami perluasan makna menjadi sebuah perayaan yg bermuatan nilai-nilai budaya. Kegiatan yg dilakukan untuk merayakannya pun semakin beranekaragam. Seiring dengan perkembangan zaman dan derasnya arus globalisasi, budaya yg dimiliki oleh bangsa Cina pun turut berubah. Hal ini menyebabkan timbulnya pergeseran pemaknaan Perayaan Qixi oleh masyarakat Cina. Masyarakat Cina di masa sekarang lebih menitikberatkan unsur percintaan dalam Perayaan Qixi. Kegiatan yg dilakukan untuk merayakan perayaan ini pun mengalami perubahan ekstrim menjadi kegiatan yg berhubungan dengan hal-hal percintaan. Oleh karena itu perayaan ini lambat laun dimaknai oleh masyarakat Cina sebagai perayaan kasih sayang seperti halnya hari valentine. Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode kualitatif.

ABSTRACT
This journal discusses about Qixi Celebration as one of annual chinese society celebration, precisely celebrated on the seventh of seven month of lunar calendar..Niu Lang and Zhi N legend are believed as a background of Qixicelebration by chinese society. At the beginning of its appearance, before Han Dynasty era, it is celebrated as a marker of harvesting season ending. Entering Han Era, the meaning of Qixi Celebration expands into a celebration which contains cultural values. Activities undertaken to celebrate even more diverse. As the time goes by and also the rapid flow of globalization, chinese culture has changed. Chinese society point of view in Qixi Celebration has transformated. Nowadays, they emphasize the element of romance in Qixi Celebration. All activities have extremely transformated into romance activity. Therefore, chinese society gradually interpret this celebration as a celebration of affection, the same as Valentine 39 s day. This journal uses qualitative research method with literature study approach. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rifa Zulkania
"Mao Zedong merupakan tokoh pemimpin yang berpengaruh dalam sejarah Cina. Pada awal dekade 1990-an, belasan tahun setelah kematian Mao dan setelah posisinya dalam pemerintahan digantikan oleh Deng Xiaoping, terjadi ketertarikan kembali di kalangan masyarakat Cina terhadap sosoknya, yang dikenal dengan istilah 毛泽东热 (Mao Zedong re, Demam Mao Zedong). Penelitian ini bertujuan untuk memahami apa saja ragam ekspresi yang nampak dalam fenomena Demam Mao Zedong dalam masyarakat Cina pada 1990 hingga 1995, serta mengapa fenomena tersebut terjadi dalam masyarakat. Penelitian ini menemukan bahwa Demam Mao Zedong ditunjukkan melalui berbagai ragam ekspresi, seperti komersial, media masa, pariwisata, dan spiritual. Fenomena Demam Mao Zedong juga disebabkan oleh kebijakan Reformasi dan Keterbukaan yang memungkinkan masyarakat memanfaatkan sistem ekonomi pasar untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari sosok Mao, romantisme masyarakat terhadap Mao dalam bentuk kekaguman terhadap sosok Mao sebagai pemimpin dan nostalgia terhadap masa pemerintahannya, serta kemunculan pandangan baru masyarakat mengenai sosok Mao, yaitu sosok manusia biasa dan sebagai objek dari satire dan parodi.

Mao Zedong is an influential leader figure in the history of China. On the early 1990s, years after his death and the replacement of his position in Chinese government by Deng Xiaoping, there was a renewed interest of his figure in Chinese society, which became known as 毛泽东 热 (Mao Zedong re, Mao Zedong fever). This research is meant to analyze the expressions of Mao Zedong fever on Chinese society during 1990 to 1995, and the reasons of its appearance during that era. This research found that Mao Zedong Fever was expressed using various forms, such as commercial goods, mass media, tourism, and spiritualism. The Mao Zedong Fever phenomenon was also caused by the Reform and Openness policy, which allows the use of market economy system by society to achieve economic gain from Mao`s image, romanticism of his image, such as his status as a leader and nostalgia of his period of government, and the rise of new outlooks on Mao`s figure within Chinese society, which are Mao as an ordinary man and Mao as the object of satire and parody."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>