Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9417 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Wolters Kluwer, 2007
1010000150
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Dipo Putra A.
"Rinoplasti adalah prosedur estetik yang banyak diminati di seluruh dunia dan merupakan prosedur menantang bagi seorang ahli bedah estetik karena memiliki satu tujuan yaitu kepuasan. Kepuasan ini tidak hanya untuk pasien, tapi juga bagi ahli bedah yang terlibat. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi suatu kepuasan. Kepuasan yang ingin dicapai dapat dilihat dari segi estetik tanpa melupakan fungsinya. Penelitian ini menggunakan kuesioner rhinoplasty outcomes evaluation untuk menilai tingkat kepuasan pasien setelah menjalani prosedur rinoplasti. Segala jenis prosedur operasi, kususnya dibidang estetik, kunci keberhasilan adalah ketepatan pemilihan pasien, sehingga mengetahui psikologi pasien dapat menjadi garis depan dalam pengambilan keputusan pemilihan pasien. Prosedur ini memiliki risiko potensial tinggi terutama pada pasien dengan gangguan psikopatologi, sehingga penilaian psikologi pasien perlu dilakukan, dimana digunakan penilaian dengan skala kecemasan pada penelitian ini untuk mengetahui hal tersebut. Hal lain yang dapat mengurangi tingkat kepuasan pasien adalah keluhan sumbatan hidung setelah operasi, oleh karena itu penilaian aliran udara hidung sebelum dan sesudah operasi perlu dilakukan untuk memaksimalkan target kepuasan yang ingin dicapai. Oleh karena itu pada penelitian ini menggunakan kuesioner NOSE dan ESS, serta pemeriksaan PNIF untuk menilai aliran udara hidung sebelum dan sesudah operasi.

Rhinoplasty is an aesthetic procedure that is in great demand throughout the world and is a challenging procedure for an aesthetic surgeon because it has one goal, satisfaction. This satisfaction is not only for patients, but also for the surgeons involved. Many factors can influence satisfaction. Satisfaction to be achieved can be seen in terms of aesthetics without forgetting its function. This study used a rhinoplasty outcomes evaluation questionnaire to assess the level of patient satisfaction after undergoing a rhinoplasty procedure. All types of surgical procedures, especially in the aesthetic field, the key to success is the accuracy of patient selection, so knowing the psychology of patients can be the front line in making patient selection decisions. This procedure has a high potential risk especially in patients with psychopathological disorders, so assessment of patient psychology needs to be done, which is used to assess the neurotic scale in this study to find out this. Another thing that can reduce the level of patient satisfaction is a complaint of nasal obstruction after surgery, therefore an assessment of nasal air flow before and after surgery needs to be done to maximize the target of satisfaction to be achieved. Therefore in this study using the NOSE and ESS questionnaire, and PNIF examination to assess nasal air flow before and after surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Japan : Hokkaido University Graduate School of Medicine, 2005
617.477 SUG m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Olvi Nancy Marimpan
"ABSTRAK
Implan lemak dalam bidang plastik rekonstruksi sudah lama digunakan oleh para ahli bedah, namun dengan seiringnya waktu lemak dapat mengalami absorpsi 30-50 , terutama pada lemak yang disentrifugasi. Untuk itu diperlukan suatu bahan autologous untuk mempertahankan viabilitas lemak. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan antara lemak mikrolobular, lemak yang disentrifugasi, lemak mikrolobular dengan penambahan PRF dan lemak yang disentrifugasi dengan penambahan PRF. Tiga puluh enam kelompok dilakukan implan lemak di daerah dorsal telinga kelinci sebanyak 0,5cc, dievaluasi selama 4 minggu. Penilaian dilakukan secara makroskopik dengan menilai hiperemis, nekrosis dan menghitung diameter pada minggu pertama, kedua, ketiga dan keempat. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pada minggu pertama hingga minggu keempat terjadi penurunan jumlah kelompok yang mengalami hiperemis, semua jaringan tidak terdapat nekrosis sejak minggu pertama dan diameter lemak yang mengalami penyusutan hanya terdapat pada perlakuan lemak yang disentrifugasi sebanyak dua kelompok, namun secara statistik tidak didapat perbedaan bermakna p>0,05 . Evaluasi mikroskopik didapatkan bahwa jumlah adiposit median= 547,74 , fibroblas median= 600,52 , pada perlakuan lemak mikrolobular dengan penambahan PRF lebih banyak dibandingkan kelompok perlakuan lainnya, namun secara statistik tidak bermakna p>0,05 , sedangkan parameter neovaskularisasi lebih banyak ditemukan pada kelompok lemak mikrolobular mean= 12,67 , tetapi secara statistik tidak bermakna p=0,268 Namun analisis regresi membuktikan bahwa peningkatan neovaskularisasi sejalan dengan pertambahan jumlah adiposit, hal ini membuktikan bahwa viabiltas adiposit bergantung pada neovaskularisasi.

ABSTRACT
Fat graft in plastic reconstructive surgery has been used for a long time by surgeons. However, problem lies with fat being absorbed up to 30 50 , especially centrifuged fats. Therefore, an autologous material is needed to maintain fat viability. This research aims to compare the viability of microlobular fat, centrifuged fat, microlobular fat with PRF, and centrifuged fat with PRF. As much as 0.5 mL of these fat were grafted to thirty six groups of rabbits at the dorsal area of rabbits rsquo ear, which were then evaluated for 4 weeks. Macroscopic evaluation was performed on the first, second, third, and fourth week while microscopic evaluation was performed only on fourth week. Macroscopic evaluation performed since the first to the fourth week on hyperemia parameter showed reduction of redness hyperemia in all treatment groups and necrosis parameter was not found since the first week in all treatment groups. Although the diameter parameter was seen in two centrifuged fat groups on fourth week, it showed no statistically significant difference p 0,05 . Upon microscopic evaluation, the amount of adipocytes in microlobular fat with PRF group showed a greater number median 547.74 and also fibroblast median 600,52 compared to other treatment groups, but it was also not statistically significant p 0,05 . Neovascularization parameter was greater on microlobular fat group mean 12,67 , but it was not statistically significant p 0,268 . Result of regression analysis proved that increase in neovascularization was in line with the increase amount of adipocytes. Therefore, it is proved that the viability of adipocytes depends on neovascularization"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gillies, Harold Delf Sir
Boston : Little, Brown, 1957
617.95 GIL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Risa Crisanti
"Pendahuluan : Fraktur Midface merupakan fraktur yang sering terjadi dapat dapat memberikan efek baik dari segi estetik dan fungsi. Fraktur Midface yang tidak ditangani dengan baik akan merubah bentuk wajah menjadi tidak proporsional, salah satunya wajah yang menjadi lebih lebar dan panjang, terdapat depresi malar. Tata laksana dengan reposisi segmen fraktur dan fiksasi interna merupakan pilihan utama.
Metode : Data yang diambil dari status estetik dengan menggunakan studi cross sectional pada pasien dengan fraktur midface sebelum operasi ORIF didapatkan di rekam medis, dan data setelah opeasi ORIF didapatkan dari follow up (4 years), kemudian dilakukan pengukuran dari proyeksi vertical, horizontal dan warm?s view.
Hasil : Berdasarkan analisis fotografi dari proyeksi vertikal didapatkan 3 pasien memiliki proporsi muka yang baik, 3 pasien memiliki proporsi wajah yang baik dikarenakan perbedaan rata-rata. Berdasarkan analisis fotografi dari proyeksi horizontal didapatkan 3 pasien memiliki panjang muka yang berbeda, 2 pasien memiliki dystopia, 1 pasien memiliki enophtalmus. Berdasarkan analisi fotografi dari proyeksi worm?s eye didapatkan 4 pasien memiliki depresi malar eminensMengenai hasil estetika, didapatkan 4 pasien (66,6 %) puas dengan simetrisitas wajah setelah operasi. 2 pasien (33,3 %) mengeluhkan tidak puas dengan penampilan akhir setelah operasi.
Kesimpulan : Untuk dapat mengevaluasi hasil operasi ORIF di Divisi Bedah Plastik Rumah Sakit Ciptomangunkusumo. Tidak hanya dibutuhkan registrasi data awal yang baik, tetapi juga dibutuhkan sarana dan fasilitas untuk mendapatkan evaluasi jangka panjang pada pasien terutama lokasi pasien yang jaraknya jauh dari lokasi rumah sakit.

Background : Midface fracture is a fracture that often occurs may be able to give a good effect in terms of aesthetics and functionality. Midface fracture that is not handled properly will change the shape of the face become disproportionate, one of which face becomes wider and longer, there is a malar depression. The management of the segment repositioning fracture and internal fixation is the main option.
Methods : Data taken from the status aesthetic using cross sectional study in patients with fractures midface before surgery ORIF obtained in medical records, and the data after opeasi ORIF obtained from follow-up (4 years), then the measurement of the projected vertical, horizontal and warm's view.
Result : Based on the photographic analysis of the vertical projection obtained 3 patients have a good proportion of the face, 3 patients had good facial proportions due to differences in average. Based on the photographic analysis of horizontal projection obtained 3 patients had a different face long, 2 patients had a dystopia, 1 patient had enophtalmus. Based on the photographic analysis of the worm's eye projection obtained 4 patients had a malar depression eminens. Regarding the aesthetic results, obtained four patients (66.6%) are satisfied with simetrisitas face after surgery. 2 patients (33.3%) complained of is not satisfied with the final appearance after surgery.
Conclusions : To be able to evaluate the results of ORIF surgery in the Division of Plastic Surgery Hospital Ciptomangunkusumo. Not only the data registration needed a good start, but also the infrastructure and facilities needed to obtain a long-term evaluation of the patients, especially the location of patients that were located far from the location of the hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tara Sadwika P.J.
"Latar Belakang: Tujuan dari manajemen luka bakar adalah untuk menginiasi penutupan luka dini atau epitelisasi, dan untuk mencegah komplikasi akibat sepsis. Namun, dari praktik harian kami, diagnosis dini, terutama dalam menentukan kedalaman luka bakar pada fase akut, cukup sulit karena proses luka bakar terus berlangsung. Pengukuran objektif merupakan metode tambahan yang baik untuk membantu dokter mengevaluasi kedalaman luka bakar, misalnya pencitraan termal FLIR ONE. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi validitas FLIR ONE termografi sebagai alat untuk menilai kedalaman luka bakar, dan keandalan evaluasi klinis dan FLIR ONE yang dilakukan oleh ahli konsultan ahli luka bakar bedah plastik dan senior residen bedah plastik. Metode: Studi diagnostik yang dilakukan dari November 2019 - April 2020 di pusat kami. Dengan kriteria inklusi disebutkan kami melakukan pengamatan dua kali berdasarkan evaluasi klinis dan juga alat bantu FLIR ONE termografi pada luka bakar superfisial dan mid-dermal dalam waktu 48 jam pascalukabakar, dan hari 3-5 pascalukabakar, dengan outcome yaitu evaluasi klinis yang dilakukan oleh ahli bedah plastik konsultan luka bakar berpengalaman di hari ke 7. Data dikumpulkan dan menganalisis validitas dan realibilitas. Hasil: 43 sampel yang diambil dari laki-laki 15 (53,6%) dan perempuan 13 (46,4%), usia rata-rata 41,82 ± 13,52 tahun. Sebagian besar sampel adalah dari wajah 14 (32,6%), dan ekstremitas atas 11 (25,6%). Realibitas: ICC adalah T1 0,95 dan T3 0,98, menunjukkan angka baik hingga hari ke 7 hari pascalukabar. Kesenjangan evaluasi klinis antara kedua pengamat (konsultan luka bakar bedah plastic berpengalaman dan residen bedah plastik senior) di T1 adalah 6,9% dan di T3 adalah 9,3%. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam penilaian klinis baik di T1 (p = 0,82) dan T3 (p = 0,51) dan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pengukuran menggunakan alat FLIR ONE antara dua pengamat baik di T1 (p = 0,25) dan T3 (p = 0,91 ). Validitas: AUC dihitung pada T1 adalah 0,72 (95% CI: 0,563 - 0,880) p = 0,014 dengan titik batas T1 pada -0,8 ° C, menunjukkan diskriminasi moderat antara kategori penyembuhan yang re-epitelisasi <= 7 hari dan > 7 hari (sensitivitas 62,5%; spesifisitas 78,9%). Kami menggabungkan evaluasi klinis dan T1 dalam waktu 48 jam setelah luka bakar, penggunaan Flir ONE sebagai alat tambahan meningkatkan sensitivitas menjadi 58,33%, spesifisitas 98% dari evaluasi klinis saja. Probabilitas re-epitelisasi temuan klinis kedalaman luka superfisial dengan nilai T1 > -0,8 C memiliki probabilitas tertinggi (90,94%) untuk re-epitelisasi dalam waktu kurang dari sama dengan 7 hari. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan validitas dan reliabilitas yang baik dari evaluasi klinis saja dan evaluasi klinis dengan FLIR ONE termografi dalam menilai kedalaman luka bakar. Titik potong kami dalam menentukan kedalaman luka bakar adalah -0,8 ° C, dengan hasil probabilitas yang baik untuk membedakan hasil epitelisasi berulang. Penelitian ini juga memberi tahu kami bahwa program residensi bedah plastik di rumah sakit pendidikan kami telah berhasil membangun kompetensi modul yang baik, dan reisden memiliki paparan yang cukup terhadap kasus luka bakar.

Background: The aim of the management of burn wound is to initiate early wound closure or epithelization, and to prevent sepsis complication. However, from our daily practice, early diagnosis especially in determining the depth of burn wound in acute phase, is quiet difficult as burn wound process is running. Objective measurement may be great adjunct methods to to help clinician evaluating burn wound depth, as an example of FLIR ONE thermal imaging. The objective was to evaluate the validity of FLIR ONE thermal imager as an adjunct tool to assess burn wound depth, and reliability of clinical evaluation and FLIR ONE performed by senior resident of plastic surgery and experienced burn consultant plastic surgeon. Methods: This is a diagnostic study conducted from November 2019 – April 2020 in our center. With inclusion criteria mentioned we did observation twice based on clinical visual and also FLIR ONE thermal imaging on superficial and mid dermal burn within 48 hours post burn, and post burn day 3-5, outcome by clinical evalution done by experienced burn consultant plastic surgeon on day 7. Data were collected and analyze validity and realibility. Result: We had 43 samples taken from male 15 (53,6%) and female 13 (46.4%), average age 41.82 ± 13.52 years. As facial 14(32.6%), and upper extremities 11 (25.6%) as most samples use. Reliability: ICCs were T1 0.95 and T3 0.98, indicating excellent reliability up to 7 days after burn. The gap of clinical evaluation between both observers (experienced burn consultant and senior plastic surgery resident) at T1 is 6.9 percent and at T3 is 9.3 percent. There were no significant difference in clinical assessment both in T1 (p=0.82) and T3 (p=0.51) and no significant difference in measurements using FLIR ONE between two observers both in T1 (p=0.25) and T3 (p=0.91). Validity: the area under the curve was calculated at T1 was 0.72 (95% CI: 0.563 – 0.880) p = 0.014 with a cut-off point of T1 at -0.8°C, shows a moderate discrimination between healing categories re-epithelialization <= 7 days and > 7 days (62.5% sensitivity; 78.9% specificity). We combined clinical evaluation and T1 within 48 hours post burn, the use of Flir One as an adjunct tool increased the sensitivity to 58.33%, specificity 98% of clinical evaluation solely. the probability of re-epithelialization of clinical finding of superficial wound depth with T1 value of >-0.8oC had the highest probability (90.94%) to re-epithelialized in less equal to 7 days. Conclusion: This research showed good validity and reliability of clinical evaluation alone and clinical evaluation adjunct with FLIR ONE thermal imaging in assessment of burn wound depth. Our cut off point in determining the burn wound depth was -0.8° C, with good probability result to differentiate re-epithelialization outcome. This research told us that plastic surgery residency program of our teaching hospital had successfully established a good module competency, and resident had enough exposure to the burn cases."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>