Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30711 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faradika Darman
"Upacara adat Rofaer Wardi Desa Lontor, Kepulauan banda, kabupaten maluku Tengah merupaka kebudayaan lokal dalam bentuk penyelenggaan tradisi pembersih sumur keramat secara massal oleh warga desa Lontor. Upacara yan dilaksanakan setiap 8-10 tahun ini menyimpan banyak makna dan simbol yang membentuk menjadi sistem budaya pada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menetahui latar belakang dan mendeskripsikan makna dan simbol dalam upacara adat Rofaer War. Metode yang diginakan adalah metode kualitatif deskriptif. Data penelitian berupa prosesi upacara Rofaer War yang dilestarikan oleh masyarakat desa Lontor dalam wujud bahasa dan nonbahasa. Makna dan simbol dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan kajian ilmu semiotika sosial. Hasil penelitian menunjukan bajwa upcara adat Rofaer War dilatar belaknagi oleh satu cerita rakyat yang turun tmurun dipercaya oleh masyarakat dan dalam prosesi pelaksanaan upacaa terdapat simbol-simbol berupa tanda verbal dan tanda noverbal. Tanda verbal mengacu pada unsur kebahasaan dalam lirik lagu.nyanyian-nyanyian sedangkan tanda nonverbal mengacu pada benda, gerak dan perilaku diluar unsur kebahasaan.

Traditional ceremony of Rofaer Warin Lontor village, Banda Island, Maluku,wasa lokal cultural traditions in implementation of cleaning sacred well by Lontor’s people. The ceremony hel de very8—10 years contains meaning and symbol that for med to becultural system in society.This research aimed to know the background and describe the meaning and symbols in traditional ceremony Ro faer War. The method used descriptive qualitative method. There search data was Ro faer War’s procession which is conserved by the society in the form oflanguage andnon-language.The meanings and symbols in the research analyzed by social semiotics study. The results showed that the traditional ceremony Ro faer War motivated by the folklore of hereditary trusted by the society and the procession of the ceremony have symbols in form of nonverbal and verbal sign. Verbal sign refers to the elements of language in the lyrics/songs while the nonverbal signs refers to the object, the motion and behavior besides the linguistic elements."
Ambon: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016
400 JIKKT 4:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Prita Setya Maharani
"Banyak tradisi di Indonesia yang keberadaannya terancam oleh kapitalisme global dan paparan media, salah satunya tradisi Seren Taun di Kampung Urug. Seren Taun adalah ritual adat di Jawa Barat yang dilaksanakan setiap akhir panen. Ritual merupakan perwujudan rasa syukur kepada penguasa alam, terutama Dewi Sri yang diyakini sebagai Dewi Panen. Tesis ini akan menyoroti praktik komodifikasi Seren Taun di Kampung Urug yang digunakan untuk mengembangkan bisnis pariwisata di daerah tersebut. Studi ini juga akan membahas kompleksitas proses budaya, termasuk bagaimana aktor kebudayaan terlibat dalam pembangunan dan komersialisasi Kampung Urug. Penelitian ini juga menelisik keterlibatan tokoh-tokoh lokal maupun non-lokal dalam proses komodifikasi Kampung Urug. Wawancara mendalam dan observasi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi melalui etnografi. Selain itu, perspektif budaya juga dilibatkan untuk menggali secara kritis penggunaan budaya untuk kepentingan ekonomi. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa isu pembangunan negara dan peran publikasi media massa telah mengubah Kampung Urug dalam banyak aspek. Selain itu, strategi warga Kampung Urug dalam menghadapi industri pariwisata juga dipaparkan. Melalui penelitian ini, penulis menyarankan strategi alternatif yang dapat digunakan pemerintah untuk memajukan desa adat dengan mempertimbangkan perspektif budaya di wilayah yang bersangkutan.

Many villages in Indonesia are threatened by global capitalism and media exposure. The Seren Taun ritual in Kampung Urug is one of the most affected. Seren Taun is a traditional ritual in West Java that is carried out at the end of every harvest. The ritual is an expression of gratitude to the natural authorities, especially Dewi Sri who is believed to be the Harvest Goddess. This thesis will highlight the commodification of Seren Taun in Kampung Urug, which is used to develop tourism businesses in the area. The study will also discuss the complexity of cultural processes, including how cultural actors are involved in the development and commercialization of Kampung Urug. This research also investigates the involvement of local and non-local figures in the commodification process of Kampung Urug. Ethnography with in-depth interviews and field observations were conducted to collect data and information. A cultural perspective is also involved to explore critically how to use Urug's culture for economic purposes. The results of this study state that the issue of national development and the role of mass media publications have changed Kampung Urug in many aspects. Moreover, there is an explanation for Kampung Urugs resident strategy in dealing with the tourism industry. Through this research, the authors propose alternative strategies that can be used by the government to advance traditional villages by considering cultural perspectives in the area concerned."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Miko
"ABSTRAK
Kebertahanan suatu praktek sosial dalam suatu komunitas dapat dianggap sebagai pencerminan kebermaknaan tindakan sosial tersebut bagi komunitasnya. Tabuik Piaman merupakan salah satu dari sejumlah khazanah ritual dalam masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Namun demikian, ia tidak menjadi kekhasan bagi masyarakat Minangkabau umumnya, melainkan hanya bagi komunitas terbatas di daerah Pariaman. Margaret Kartomi (1986) menamakan tipe ritual tabuik ini sebagai ritual ala Perso -Indian. Penamaan ini berkaitan dengan anggapan bahwa muasal tabuik di Pariaman merupakan produk difusi yang bermula dari persentuhan kultural antara kebudayaan Persia dengan India, untuk kemudian India dengan Indonesia.
Ritual sebagai sebuah peristiwa sosial dapat dipandang sebagai kesatuan struktural yang terdiri dari unsur mitos, ritual dan komunitas pendukungnya. Hakikat mitos dipandang merupakan representase dari sistem pengetahuan dan keyakinan komunitas, sedangkan ritual merupakan tindakan simbolik yang memperlihatkan cara bagaimana komunitas mengaktualisasikan apa yang dikatakan oleh sistem pengetahuan dan keyakinan komunitasnya. Sementara itu, dalam kedudukannya sebagai pendukung suatu kebudayaan, komunitas adalah subyek penerima, pemaham mitos serta petindak ritual. Bagaimana terbentuk signifikansi kesalingterkaitan antara cakrawala mitos, ritual dan orientasi komunitas terhadap unsur lain di luar sistem mitos merupakan soal yang ditelusuri. Perwujudan relasi struktural antara mitos, ritual dan orientasi komunitas terhadap sistem tradisional dan nasional tersebut dipandang merupakan pencerminan dari perubahan sosiokultural masyarakat.
Melalui studi kasus ritual tabuik di Pariaman, ditemukan pandangan bahwa sistem mitos berfungsi sebagai kode kultural bagi pelaksanaan ritual, di satu pihak, akan tetapi struktur ritual itu sendiri terwujud dalam suatu kekhasan, di lain pihak. Kekhasan struktur ritual itu sendiri merupakan manifestasi dari orientasi komunitas terhadap sistem tradisional dan nasional yang menjadi bagian dari lingkungan sosial masyarakat. dengan kata lain, cakrawala tabuik adalah perwujudan yang khas dari perpaduan cakrawala mitos dan ritual serta sikap kultural komunitas terhadap khazanah tradisional dan suasana-suasana nasional di Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Sulistyo Budi
Yogyakarta: BPNB, 2013
394.4 NOO u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Budiana Setiawan
"Masyarakat di lereng barat gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, meskipun telah memeluk agama-agama resmi yang diakui pemerintah, namun masih tetap melaksanakan upacara-upacara tradisional yang dipusatkan di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti: mata air, punden, dan situs cagar budaya. Upacara-upacara tersebut, yakni: Julungan, Mondosiyo, Dhukutan, dan Dawuhan, Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah: (1) Hal-hal apakah yang mendasari masyarakat masih melaksanakan upacara-upacara tradisional tersebut, meskipun dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama yang mereka peluk? (2) Apakah penyelenggaraan upacara-upcara tradisional tersebut memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat? Tujuan dari tulisan ini adalah mengetahui aspek-aspek yang mendasari masyarakat tetap melaksanakan upacara tradisional yang telah diwariskan secara turun-temurun dan mengetahui manfaat yang dirasakan masyarakat dari penyelenggaraan upacara-upcara tradisional tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan upcara-upacara tradisional tersebut bukan ditujukan kepada makhluk-makhluk gaib yang menguasai tempat-tempat keramat, melainkan sebagai wujud interaksi antara masyarakat dengan lingkungan alam sekitarnya. Penyelenggaraan upacara tradisional juga tidak terlepas dari keberadaan tokoh-tokoh mitos yang menguasai tempat-tempat keramat. Tokoh-tokoh mitos tersebut diperlukan keberadaannya untuk memberikan makna terhadap penyelenggaraan upacara tradisional tersebut. Sesaji-sesaji yang digunakan sebagai persembahan adalah bentuk komunikasi nonverbal anatara masyarakat dengan lingkungan alam sekitarnya. Masyarakat merasakan manfaat dengan memperoleh hasil bumi dan kebutuhan air yang berlimpah"
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2017
959 PATRA 18:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Pemalang adalah sebuah kabupaten yang secara admistratif termasuk wilayah Provinsi Jawa Tengah. Di sana ada sebuah kesenian yang disebut sebagai terbang kencer...."
PATRA 10(1-2) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I. Made Pantja
"Pendahuluan
Secara simbolis tujuan hidup orang Bali tercermin dalam kosmologi Hindu tentang pemutaran Gunung Mandaragiri di lautan susu untuk mendapatkan air suci kehidupan yang disebut tirta amrta. Untuk mengaduk lautan susu dipergunakan gunung tersebut dan untuk menjaga keseimbangan bagian bawah gunung disangga oleh seekor kura-kura raksasa yang dibelit oleh seekor ular naga. Pemutaran gunung tersebut dilakukan oleh para dewa yang dipimpin oleh Dewa Wisnu.
Arti simbolis kosmologi tersebut bahwa kehidupan di dunia ini selalu berputar dan berubah-ubah. Agar manusia selalu dapat mengikuti perubahan yang terjadi diperlukan keseimbangan dengan cara menghayati ajaran-ajaran agama.
Secara konseptual ajaran Hindu menyebutkan bahwa tujuan hidup beragama adalah moksartam jagaditayaca, iti dharma artinya hidup ini untuk mencapai kebahagiaan, kebahagiaan di akhirat (moksa) dan kebahagiaan di dunia ini (jagadita) (Mastra, 1982:24). Kebahagiaan tersebut dianggap sebagai penghubung untuk bisa kembali kepada asal mula manusia yaitu Hyang Widi, Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk itu sebutan untuk Hyang Widhi adalah Sangkan Paran yang artinya asal mula. Orang Bali amat percaya bahwa kehidupan di dunia ini berpengaruh terhadap kehidupan di dunia baka setelah meninggal dunia sehingga ada anggapan umum bahwa hidup di dunia ini untuk mencari bekal nanti setelah meninggal.
Bakal tersebut berupa hasil perbuatan yang dilakukan selama hidup yang disebut karma phala yaitu karma berarti perbuatan dan phala berarti hasil atau buah. Hasil yang akan diterima nanti tergantung pada baik buruknya karma. Dalam pengertian ini bukan saja perbuatan nyata tetapi juga termasuk berpikir dan berkata. Ketiga perbuatan ini berbuat, berkata dan berpikir yang baik dan benar merupakan pedoman yang tercakup dalam konsep trikaya parisuda isinya manacika yaitu berpikir yang baik; wacika yaitu berkata yang benar dan kayika artinya berbuat yang benar (Mastra, 1982:56).
Kehidupan beragama adalah fenomena sosial budaya yang dapat diamati di dalam kehidupan sehari-hari. Agama bagi penganutnya dianggap sebagai suatu kebenaran mutlak yang memuat ajaran dan dipakai sebagai pedoman hidup yang amat diyakini kebenarannya sehingga didalam menghayati ajaran-ajaran tersebut para penganut bukan saja tidak menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang rasional tetapi juga melibatkan emosi dan perasaan yang dampaknya penganut suatu agama menyerahkan keseluruhan jiwa dan raga kepada agama yang dianutnya (Suparlan,1982:76).
Ajaran-ajaran agama yang dipakai sebagai pedoman hidup di dalam kehidupan sehari-hari berisikan nilai-nilai aturan-aturan, resep-resep dan sebagainya yang mendorong prilaku dan kelakuan manusia. Ajaran-ajaran tersebut bersifat normatif yaitu sebagai tolak ukur untuk menentukan mana perbuatan yang sebaiknya bisa dilakukan dan mana yang sebaiknya tidak dilakukan, gejala mana yang harus dipertahankan dan mana yang tidak baik dilanjutkan dan sebagainya.
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kearifan tradisional merupakan kebiasaan yang dilaksanakan oleh suatu kelompok masyarakat dengan kekhasan sendiri di masing-masing daerah yang ada di Indonesia."
902 JPSNT 21(1-2) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Faradika Darman
Ambon: Kantor Bahasa Maluku Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2017
392 FAR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maluku: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1978
306 ADA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>