Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16935 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gultom, Amry Daulat
"High Altitude Platform (HAP) merupakan solusi alternatif untuk mengatasi keterbatasan infrastruktur terestrial maupun satelit. HAP merupakan pesawat ataupun balon udara yang ditempatkan pada ketinggian 20-50 km di atas permukaan bumi. Kelebihan yang utama dari HAP adalah kemudahan dalam penempatan, fleksibilitas, biaya operasionalnya rendah, delay propagasi rendah, sudut elevasi lebar, cakupan yang luas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi HAP untuk komunikasi pita lebar dan perkembangannya di Indonesia. Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengolah data literatur yang didapat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat potensi teknologi HAP untuk komunikasi pita lebar dengan lebar pita 2x300 MHz di band 27,9-28,2 GHz dan 31-31,3 GHz. Namun, belum ada peraturan yang mengatur alokasi frekuensi untuk HAP secara khusus di Indonesia."
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika,Badan Penelitian dan Pengembangan SDM, Kementerian Komunikasi dan Informatika , 2016
302 BPT 14:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dzulfikri Muhammad Yovista Ahtajida
"[ABSTRAK
Media Massa, menjalankan fungsi-fungsi yang berkaitan dengan kebutuhan publik
akan informasi-informasi factual yang berguna untuk kepentingan publik. Dengan
peranannya tersebut, seharusnya media massa menyajikan informasi yang terbebas
dari kepentingan-kepentingan individu maupun kelompok. Namun, media massa hari
ini dikuasai oleh individu-individu yang merupakan representasi dari kelompok
tertentu, sehingga media massa rentan terhadap penyalahgunaan untuk kepentingan
pribadi maupun kelompok. Terlebih, di era new media terdapat berbagai bentuk
platform yang memberikan celah lebih lebar bagi si pemilik media untuk menguasai
dan menyebarkan konten-konten melalui pberbagai platform yang berisi
kepentingannya kepada public.ABSTRACT Mass Media runs a role that is related to public needs of factual information that are
usefull for them. With that role, media should give the public informations that are
free from any interests. Unfortunately, mass media are occupied by represented
individual from some political group so the mass media could be misused for the
shake of political interests. Furthrmore, the new media are given vaious platform that
give an easier opportunity for mass media owner to spread their interests to public.;Mass Media runs a role that is related to public needs of factual information that are
usefull for them. With that role, media should give the public informations that are
free from any interests. Unfortunately, mass media are occupied by represented
individual from some political group so the mass media could be misused for the
shake of political interests. Furthrmore, the new media are given vaious platform that
give an easier opportunity for mass media owner to spread their interests to public., Mass Media runs a role that is related to public needs of factual information that are
usefull for them. With that role, media should give the public informations that are
free from any interests. Unfortunately, mass media are occupied by represented
individual from some political group so the mass media could be misused for the
shake of political interests. Furthrmore, the new media are given vaious platform that
give an easier opportunity for mass media owner to spread their interests to public.]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Abdul Muis
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001
302.23 AND i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Udi Rusadi
Jakarta: PT Rajagrafindi Persada, 2015
302.23 UDI k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Butarbutar, Benny Siga
"Peneliti tertarik membahas dominasi media massa dan pemilihan kepala daerah sebagai upaya untuk mengetahui kinerja pers dalam meliput pemilihan kepala daerah yang merupakan pertama kali terjadi dalam sejarah demokrasi Indonesia, menyusul bergulirnya pilkada sejak Juni 2005..
Tesis ini mencoba melihat pilkada sebagai representasi dari alam demokrasi yang coba ditegakkan di tanah air, khususnya di Depok. Mengangkat seputar pemberitaan Pilkada Depok dengan dua tokoh sentral yang menjadi aktor pentingnya. Badrul Kamal dan Nur Mahmudi. Unit analisis yang diteliti adalah teks berita dalam level mikro yakni berita-berita di Media Indonesia dan Monitor Depok pada periode konflik pilkada Depok yang akhirnya dimenangkan oleh Nur Mahmudi. Sedangkan untuk level Massa peneliti melakukan wawancara dengan sejumlah calon kepala daerah Depok yaitu Badrul Kamal dan Nur Mahmudi, begitu juga dengan manajer kampanye keduanya, yaitu Despen Ompusunggu dan Hasan. Wawancara juga dilakukan dengan sejumlah pemimpin redaksi (Pemred) dan pemimpin umum (PU), yaitu Pemred SCTV, Pemred Monitor Depok dan PU Media Indonesia serta pihak lain yang terlibat.
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang berkaitan dengan ekonomi politik media. Teori-teori ekonomi politik mengarahkan penelitian tentang media pada analisis empiris struktur kepemilikan, kontrol media dan kekuatan pasar.
Penelitian ini membatasi pada pilkada Depok, dengan pertimbangan sejak munculnya
konflik antara dua kandidat, menyusul keputusan Pengadian Tinggi (PT) Jawa Barat
yang memenangkan salah satu pihak pada Agustus 2005, yang akhirnya membawa persoalan tersebut ke pentas politik nasional. Pertimbangan lainnya yang juga tidak kalah menarik untuk dicermati adalah posisi Kota Depok yang menjadi peripheral Jakarta, ibukota negara, dan kemudian melihat bagaimana pengaruh ekonomi-politik dalam kinerja media massa.
Bisa dilihat bagaimana pihak-pihak berkepentingan dalam pilkada mengkonstruksi realitas bagi kepentingannya masing-masing. Serta memperlihatkan adanya saling mempengaruhi (interplay) dari para kandidat dalam memperoleh akses ke media massa dan kepentingan pers dari kacamata ekonomi-politik.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah pradigma kritis, dengan tipe penelitian yang bersifat kualitatif. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data menggunakan beberapa metode (tringulasi metode),yaitu pada tahapan teks, wawancara mendalam (disourse practice), dan tahapan pengamatan terhadap situasi (sosiocultural practice).
Di tahap teks, peneliti menelaah teks-teks berita seputar pilkada Depok di Monitor Depok, sebagai representasi pers lokal, Media Indonesia dan SCTV sebagai representasi dari pers nasional menggunakan analisis wacana Theo van Leuween; kemudian tahapan discourse practice dengan mewawancara para key informan, yakni kandidat yang bertarung di pengadilan dan pemimpin redaksi dari Monitor Depok, Media Indonesia dan SCTV; pada tahapan sosioculutral practice dengan mengamati perkembangan seputar pelaksanaan pilkada Depok. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan perspektif ekonomi-politik,dan untuk membantu mempertajam analisa digunakan Teori Representasi yang dikembangkan Theo Van Leuween, guna mempelihatkan bagaimana media menampilkan para kandidat.
Hasil temuan di lapangan menunjukkan ada dua hal pokok yang bisa terlihat, yaitu bagaimana dominasi media massa dalam liputan pilkada Kota Depok dan kenyataan kuatnya pengaruh bisnis dalam mempengaruhi kinerja pers, sehingga media massa terlihat lebih sebagai institusi ekonomi. Namun lebih mengejutkan lagi adalah kenyataan rii1, bagaimana kandidat yang tidak memiliki "mesin uang" yang kuat ternyata memenangkan pertarungan walau sempat tidak mendominasi pemberitaan di media massa.
Kondisi tersebut dapatlah dipahami mengingat tindakan media dalam memproduksi berita tidak terlepas dari proses-proses sosial baik pada jenjang organisasi, industri dan masyarakat. Proses memproduksi dan mengkonsumsi teks isi media perlu juga melihat suasana politik dan tekanan ekonomi kapitalis yang tercipta selama ini. Terlebih jika mengamati lebih dalam bahwa semuanya itu tidak lepas dari keberadaan masyarakat dan kapitalisme global."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayan Sakti Suryandaru
"Berdasarkan data dari Jaringan Radio Komunitas (JRK), tercatat di Indonesia terdapat 50 radio komunitas dan 13 televisi komunitas (Kompas, 13 Mei 2002). Kondisi ini menunjukkan adanya perkembangan karakteristik serta kualitas komunikasi massa di Tanah Air yang saat ini sangat dipengaruhi sekurangnya oleh 2 (dua) faktor. Pertama, dinamika demokratisasi yang melandasi reformasi kehidupan sosial-politik. Dinamika ini meliputi proses-proses penciptaan sebuah masyarakat madani (civil society), penyelenggaraan kebebasan menyatakan pendapat bagi setiap warganegara, dan pelembagaan ruang atau kawasan publik (public spheres) dimana semua komponen publik bisa memperoleh akses ke forum-forum pembentukan pendapat tanpa adanya kekangan dari negara ataupun pasar. Kedua, dinamika liberalisasi atau deregulasi di sektor industri media. Dinamika ini, antara lain, mencakup proses-proses mengkonstruksi struktur pasar serta pengaturan mekanisme pasar di sektor industri media, (a.l., melalui proses penetapan UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran, negara telah menetapkan beberapa ketentuan tentang lembaga penyiaran komunitas Penyiaran, dan sebagainya). Akan tetapi dalam konteks ini, sebenarnya wacana regulasi-deregulasi harus ditafsirkan kembali. Deregulasi pada hakikatnya adalah menghapus state regulation untuk digantikan oleh market regulation. Tetapi dari sisi kepentingan publik, maka yang harus menjadi pokok perhatian bukanlah pilihan antara pengaturan oleh negara (state regulation) atau pengaturan oleh pasar (market regulation), tetapi apakah segala pengaturan tersebut mampu memperhatikan kepentingan publik secara optimal.
Kondisi inilah yang mendorong peneliti untuk mengangkat fenomena resistensi komunitas atas hegemoni negara dalam menetapkan regulasi penyiaran dan media massa komersial yang selalu menawarkan false needs (kebutuhan semu) dan hiper-realitas yang terkadang tidak mencerdaskan dan memenuhi kebutuhan riilnya.
Studi ini menggunakan pendekatan ekonomi politik media dengan menggunakan teori hegemoni Gramsci, teori ekonomi politik kritis dari Mosco dan teori Resistensi sebagai kerangka teoretis. Sebagai sebuah studi kualitatif yang berupaya memahami bagaimana para narasumber (pelaku berbagai konteks historical situatedness) membangun proses-proses berpikirnya dan merekonstruksi perspektif-perspektif mereka, maka peneliti berusaha untuk mencoba "menempatkan diri" pada posisi narasumber, untuk mendapatkan sebuah penjelasan yang memiliki otentifikasi dari para nara sumber. Penelitian ini menggunakan metode indepth interview, studi dokemuntasi dan observasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan, dari konteks struktur (kultur), hegemoni budaya asing, konsumerisme, seks vulgar, kekerasan yang selalu diusung oleh media massa komersial dan pengaturan negara atas keberadaan LPK yang dipersepsi sebagai intervesi negara, merupakan stimulan munculnya resistensi komunitas dalam bentuk simbolik-pragrnatis misalnya (1) Beberapa anggota komunitas memberikan persetujuan dan mandatnya kepada para aktivis atau individu yang nentinya menjadi pengelola LPK untuk menyiaikan LPK di wilayahnya (2) Meskipun mengetahui belum ada aturan teknis tentang pengelolaan LPK, para aktivis LPK di Jombang tetap meminta rekomendasi kepada Pemerintah Daerah melalui Dinas Infokom, agar keberadaannya diketahui dan diakui sebagai media pemberdayaan komunitas. (3)Melakukan loby-loby politik kepada anggota Komisi A DPRD Jombang, agar keberadaan LPK bisa diakui sebagai representasi keinginan komunitas di Jombang akan sebuah media yang bersifat dari, oleh, dan untuk komunitas. (4) Penguatan budaya lokal dengan lebih intensif menyiarkan bentuk-bentuk kesenian daerah (hadrah, samroh, kidungan, ludruk) dan ritual keagamaan - kebudayaan melalui LPK, bisa dikatakan sebagai resistensi simbolik komunitas terhadap hegemoni politik homogenisasi atau komodifikasi yang biasa dijalankan oleh media penyiaran komersial. (5) Penolakan atas RPP LPK versi pemerintah dilakukan dengan membuat RPP LPK versi JRKI. Untuk menghasilkan draft RPP LPK ini, beberapa aktivis LPK Jombang selalu aktif mengikuti berbagai diskusi, seminar, hearing, dan rapat-rapat penyusunan RPP LPK yang diikuti seluruh LPK yang ada di Indonesia. Mayoritas lembaga penyiaran komunitas bukan berasal dari kesadaran atau ikhtiar komunitas, melainkan dari inisiatif-inisiatif individu. Hanya saja resistensi yang muncul ini lebih didasarkan pada interpretasi para agensi yang merupakan pengelola LPK.
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan rekomendasi Pengaturan negara di dalam penyelenggaraan LPK yang dituangkan di dalam RPP LPK sedapat mungkin melibatkan para aktivis dan pengelola LPK. Hal ini dimaksudkan agar demokratisasi informasi dengan menghargai daya kreasi dan kreativitas komunitas melalui LPK bisa diwujudkan. Pemerintah - khususnya pemerintah daerah - seharusnya bisa menggunakan LPK sebagai media diseminasi informasi kebijakan negara. Implementasi program-program pelayanan publik dan masukan dan komunitas terhadap kinerja aparat pemerintahan, dapat digali melalui media penyiaran komunitas. Pengelola LPK hendaknya lebih intensif melakukan proses pemberdayaan dan advokasi pada anggota komunitas yang dilayaninya. Program pelatihan tentang pengelolaan LPK bisa dilakukan dengan lebih kontinyu dan mendorong partisipasi aktif anggota komunitas, agar embrio LPK sebagai media dari, oleh, dan untuk komunitas tetap dapat dipertahankan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Andre Managam Steven
"Jurnal ini membahas mengenai representasi imaji tubuh perempuan di dalam media massa. Saat ini, media massa telah menciptakan sebuah standar, untuk menentukan imaji atau bentuk tubuh yang ideal bagi perempuan. Hal tersebut kemudian secara terus-menerus direpresentasikan oleh mereka sehingga, terdapat kecenderungan oleh perempuan-perempuan masa kini, untuk mengikuti standar imaji tubuh, ciptaan media massa tersebut. Kecenderungan perilaku ini termasuk ke dalam modus ‘to have’ dalam To Have or To Be di mana di dalamnya ditegaskan bahwa, dengan terjadinya perilaku tersebut maka, perempuan-perempuan masa kini, telah dihantarkan untuk mengkonsumsi kehampaan dan tidak lebih dari sekedar korban media massa.

The focus of this journal is to discusses the representation of female body image in the mass media. Nowadays, mass media has created a standard to deciding the ideal female body image. Then, that standard represented by mass media continualy. Because of that, there is a willingness from females in this day, to follow the standar of mass media body image. This willingness becomes one of ‘to have’ mode in To Have or To Be. When that willingness happens, To Have or To Be explicitly said that all of that female have delivered to consume the emptiness and not more as a mass media victim.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Najwa Syahdryani Syifandari
"Media massa dapat membentuk opini publik melalui pembentukan reprentasi di dalam pemberitaan. Berangkat dari hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana kepolisian direpresentasikan oleh Kompas di dalam pemberitaan selama Aksi Kawal Putusan MK berlangsung. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis wacana kritis berperspektif Norman Fairclough (1995) dengan bantuan linguistik korpus (Baker, 2008). Data yang dianalisis adalah 25 artikel yang diunggah oleh Kompas.id dengan topik sikap polisi saat Aksi Kawal Putusan MK dengan periode berita 23 sampai dengan 30 Agustus 2024. Media Kompas dipilih sebagai sumber data atas dasar jumlah pengguna yang tinggi dalam mengakses berita yang dihasilkan. Artikel-artikel tersebut dikumpulkan dan disatukan menjadi sebuah korpus. Kemunculan kata kepolisian, polisi, aparat, dan sejenisnya dianalisis dengan melihat kata-kata lain yang muncul beriringan. Polisi digambarkan oleh Kompas sebagai sosok yang menggunakan kekerasan dan tindakan represif dalam menangani demonstrasi, khususnya Aksi Kawal Putusan MK. Representasi ini dipengaruhi oleh konteks situasi, institusi, dan sosial ketika peristiwa berlangsung.
Mass media is able to shape public opinion through the shaping of representation in news reporting. Based on that point, this research aims to reveal how the police force is represented by Kompas in the news reporting throughout the Aksi Kawal Putusan MK protests. This reseach uses Norman Fairclough’s critical discourse analysis (1995), along with utilizing corpus linguistics (Baker, 2008). The data being analyzed is the the 25 news articles upload in Kompas.id with the topic of the police force’s action during the Aksi Kawal Putusan MK protests from 23rd until 30th August 2024. Media Kompas is chosen as the data source because of its high rate of access for their news. These articles are collected and put together to be a corpus. The use of the word ‘kepolisian’, ‘polisi’, ‘aparat’, and othe of the likes is analyzed along with their accompanying words. The police force is depicted by Kompas as an entity that uses violence and repressive actions in handling the demonstrations, especially during the Aksi Kawal Putusan MK protests. This representation is influenced by situational, institutional, and social context during the event."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tubagus Rere Ramadhan
"Media massa telah lama diyakini menjadikan isu kejahatan sebagai salah satu isu utama dalam konten pemberitaannya.Kejahatan kerah putih, termasuk kejahatan korupsi didalamnya, turut menjadi isu yang sangat menarik untuk diberitakan bagi media massa. Dengan segala kemampuan media massa untuk melakukan konstruksi terhadap suatu realitas, sangat menarik untuk melihat bagaimana konstruksi kejahatan korupsi disajikan dalam halaman-halaman media cetak. Dengan menggunakan metode campuran (mix method) yang menjadikan majalah TEMPO sebagai sampel, peneliti melakukan analisis isi terhadap berita-berita korupsi yang tersaji. Didukung dengan wawancara mendalam terhadap redaktur di TEMPO, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konstruksi yang dilakukan oleh media massa terkait dengan kejahatan korupsi. Hasil dari penelitian ini berhasil menemukan bagaimana konstruksi yang dibentuk oleh media dengan menggunakan indikator turunan dari konsep media construction of crime yang dirumuskan oleh Vincent Sacco.
From a decade ago, the news media are believed to make a crime as one of the main issues in their news coverage. A white collar crime, including a corruption, undoubtly become a very interesting issues for the news coverage. With all the media?s ability to constructing a reality, it is interesting to see how the construction of corruption presented in a paper news. By using a mix method with a TEMPO weekly magazine as a sample, this thesis using a content analysist to analyze a corruption news coveraged by TEMPO. Supported by an in-depth interview with TEMPO?s editor, this thesis aims to find out how news media constructing a corruption in their news coverage. The results of this study managed to discover how the media construction of corruption crimes formed by using indicators derived from Vincent Sacco?s concept of media construction of crime."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Maulana
"Penelitian mengenai pandangan dua haluan surat kabar bumiputra terhadap Ordonansi ?Sekolah Liar? tahun 1932 ini ditujukan untuk melengkapi penulisan tentang sejarah pers Indonesia pada masa kolonial. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini menggunakan sumber¬sumber tertulis, baik yang bersifat primer maupun sekunder.
Dalam penelitian ini penulis mengkaji pandangan dalam tiga surat kabar yang terbagi menjadi dua haluan. Haluan tersebut berdasarkan dua haluan yang terdapat dalam golongan nasionalis sekuler yang merupakan pelaku utama dunia pergerakan nasional setelah dilarangnya Partai Komunis Indonesia (PKI) dan surutnya Sarekat Islam (SI) pada pertengahan dasawarsa tahun 1920¬an. Pertama, Surat kabar Daulat Ra?jat dan Persatoean Indonesia yang menjadi media aspirasi kelompok nasionalis sekuler yang memegang asas pergerakan nonkooperasi yang radikal. Kedua, Surat kabar Soeara Oemoem yang dinaungi oleh kelompok nasionalis sekuler yang moderat dan dianggap mempunyai kecenderungan terhadap asas pergerakan kooperasi. Tokoh¬tokoh yang menaungi surat kabar Daulat Ra?jat dan Persatoean Indonesia merupakan tokoh¬tokoh Pendidikan Nasional Indonesia (PNI¬Baru) dan Partai Indonesia (Partindo). Sedangkan Soeara Oemoem merupakan surat kabar umum yang dikelola oleh tokoh¬tokoh yang berasal dari Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studieclub) di Surabaya dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI).
Hasil penelitian menggambarkan ciri dari ketiga surat kabar yang terbagi menjadi dua haluan. Ciri tersebut dilihat dari pengambilan sikap masing¬masing surat kabar terhadap kasus tertentu atau peristiwa tertentu, dalam hal ini adalah terhadap Ordonansi 'Sekolah Liar' tahun 1932 yang telah membangkitkan semangat pergerakan nasional secara umum. Ketiga surat kabar tersebut memperlihatkan kesamaan dalam hal mendukung Ki Hadjar Dewantara dan pergerakan adanya protes terhadap pelaksanaan Ordonansi 'Sekolah Liar' tahun 1932. Namun demikian bagaimana cara penyampaian dukungan serta sikap yang dilontarkan oleh ketiga surat kabar, baik terhadap pemerintah kolonial maupun pergerakan nasional secara umum, terdapat perbedaan yang dipengaruhi oleh latar belakang masing¬masing surat kabar."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S12092
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>