Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143214 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusri Darmadi
Yogyakarta: Kepel Pess, 2017
959.84 YUS n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Syamtasiyah Ahyat
"Pada abed ke- 19 pantai timur Kalimantan diperintah oleh oleh raja-raja yang merdeka, yang pengaruhnya sampai ke kedaulatan Pontianak, Sambas atau Banjarmasim. Di sebelah utara berbatasan dengan Brunei terletak kerajaaan Tidung atau Tanah Tidung, dan Bul ungan. Sebelah selatan kerajaaan Bulungan adalah Gunung Tabur dan Sambaliung, terletak pada sisi Sungai Kuran, yang semua ini membentuk Kesultanan Baru, yang bersatu pada tahun 1770. Sesudah perang sipil, kedaulatan kerajaan dituntut oleh Sultan Sulu dan Banjarmasin. Di sebelah kerajaan Sambaliung terletak kerajaan Kutai, yang paling besar di pantai timur Kalimantan. Antara kerajaan Kutai dan tanah Bambu terletak kerajaaan yang lebih kecil yaitu kerajaan Pasir.
Kerajaan-kerajaan pantai timur Kalimantan yang merdeka ini, kemudian menjadi kerajaan bawahan atau vazal bagi kerajaan Banjarmasin yang cukup kuat, besar dan berpengaruh di wilayah Kalimantan , letaknya di selatan Kalimantan. Sehingga pada waktu Pemerintah Belanda mengadakan perjanjian dengan kerajaan Banjaramasin, disusul dengan Inggris, dan selanjutnya diserahkan kembali oleh Inggris kepada Pemerintah Belanda pada awal abad ke- 19, kerajaan-kerajaan Pantai Timur Kalimantan menjadi wilayah mereka. Tetapi kesibukan Pemerintah Belanda di pulau Jawa dengan tanam paksa dan menghadapi perang Di ponegoro, daerah-daerah pantai timur Kalimantan. yang menjadi miliknya akibat perjanjian dengan kerajaan Banjarmasin didiamkan saja atau belum ada perhatian. Selanj utnya dengan adanya penguasa Inggris di Kalimantan utara, dan ada beberapa pedagang Inggris beserta kapal - kapal nya berdagang dengan kerajaan-kerajaan di pantai timur, serta ditemukannya sumber-sumber batu bara oleh pedagang Inggris. Hal ini membuat Belanda khawatir akan perluasan Inggris di wilayahnya di Kalimantan Timur. Dengan demikian barulah Pemerintah Hindia Belanda mengirim orang-orangnya untuk mengadakan perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di sana dengan kapal perang lengkap dengan persenjataan untuk memperkuat kedudukaannya, terutama daerah-daerah yang berbatasan dengan wilayah Inggris di Kalimantan Utara.
Dengan masuknya pengaruh Belanda di kerajaan-kerajaan di Kalimantan Timur, hal ini membuat banyak pengaruh bagi kerajaan baik dari segi politik, ekonomi, sosial-budaya maupun pertahanan keamanan. Akibatnya kerajaan-kerajaan ini tidak lagi berdaulat secara penuh, tetapi menjadi vazal bagi pemerintahan Hindia Belanda, para raja memerintah kerajaannya sebagai kerajaan yang di pinjamkan oleh Pemerintahan Hindia Belanda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Watupongoh, Geraldine Y. J. Manoppo
"This thesis is an attempt to analyze and describe the Malay language used in Tjahaja Sijang, the first newspaper in Minahasa in the 19th century. Minahasa, the far end of the Northeastern peninsula of Celebes (Sulawesi) possessed eight indigenous languages, but for particular reasons Malay was used in church and school. At that time people knew two varieties of Malay. The literary variety was used in school and in church by the Protestant missionaries in the interior mountainous areas, where-as the colloquial one was used as contact language at the coastal areas. With the growing traffic between the two language societies, mutual interference was likely to happen, creating a third variety. As the contributing writers represented all levels of the Minahasaa society and language groups, the language of this newspaper is assumed to reflect the Malay varieties used during its thirty one years-of publication-(1$69-1900). The entire discussion is divided in seven chapters. Chapter I gives the rationale, objectives and significance of the project; the research methodology; the data; some information about Minahasa: its land,- its people and their language, religion and government. A brief historical account of the socio cultural and political background is given in Chapter II, to explain the historical influences and foreign cultures that had contact with the Minahasans. Chapter III attempts to trace the development of Malay and its varieties and to describe the literary and colloquial varieties' in Tjahaja Sijang. The third variety is separately discussed in Chapter IV. Chapter V focuses on the foreign lexical influence, and Chapter VI tries to explain the spelling system. Findings and conclusions are stated in Chapter VII. Lists of loanwords and samples of translated texts in Malay are in the Appendices."
Depok: Universitas Indonesia, 1983
D203
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nur
"Sebelum abad ke-19 pantai barat Sumatera berada dalam kekuasaan Aceh. Kekuatan Aceh sangat dirasakan di setiap bandar dengan menempatkan Wakil Raja Aceh yang bergelar Panglima Aceh. Kehadiran kekuatan Aceh di kawasan pesisir barat ditanggapi oleh penduduk setempat dengan pro dan kontra. Bagi yang pro, mereka mendukung keberadaan Panglima Aceh di setiap bandar, sebab sebagian dari oray,g Aceh telah menjadi penduduk setempat dan berketurunan. Namun kadang_kadang para Panglima sering berbuat semena-mena terhadap penduduk dengan memonopoli perdagangan lada dan bahan komoditi lainnya. Para Wakil Aceh melarang penduduk berdagang dengan pedagang lain selain orang Aceh. Jika ada yang tidak mentaati peraturan itu, orang Aceh tidak segan-segan memukul atau menganiaya orang yang berani berdagang dengan pedagang lain. Faktor inilah yang menyebabkan penduduk berusaha menolak para Wakil Aceh yang ganas itu dan berusaha mencari hubungan dengan pedagang Eropa. Para Wakil Aceh juga menjadi penghalang masuknya pedagang Eropa ke pantai barat Sumatera, seperti Inggris dan Belanda. Pada abad ke-18 beberapa bandar di pesisir barat telah menolak para penguasa Aceh. Kebetulan ketika itu posisi Aceh memang telah lemah setelah tidak adanya kekuatan Raja Aceh yang melanjutkan jejak Sultan Iskandar Muda yang terkenal. Kondisi yang demikian menguntungkan bagi para pedagang Eropa."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
D1769
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Suryanti Adisoemarta
"Arsitektur bangunan dapat dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti ekonomi, politik, kebudayaan, dan lain-lain. Sebab arsitektur tidak dapat terlepas dari konteks manusia dan manusia membangun bangunan untuk melaksanakan aktivitasnya. Penelitian ini terbatas pada dua bangunan yaitu gedung Mahkamah Agung dan Gedung Balai Seni RUpa. Meskipun gedung mahkamah Agung dan gedung Balai Seni Rupa sama-ama merupakan bangunan peradilan sama-sama bergaya Neo-Klasik, ternyata memiliki beberapa perbedaan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengetahui pola tata ruang dan unsur yang menjadikan indikator bangunan peradilan. (2) pemberikan penilaian terhadap gaya seni yang diserap antara kedua bangunan tersebut. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan adalah: (a) pengumpulan data, (b) pengolah data dan (c) interpretasi data. Pendekatan yang digunakan dalam tahap pengolahan data adalah analogi dan arkeologi keruangan. Adapun tahap arkeologi keruangan yang digunakan terbatas pada tahap mikro dan semi-mikro. Tujuan dilakukan analogi untuk memberikan penilaian gaya seni dan untuk mengetahui unsur yang dapat dijadikan indikator banguna peradilan. Tujuan dilakukan arkeologi keruangan, dalam tahap mikro untuk mengetahui masing-masing bangunan secara mendalam sedangkan dalam tahap semi-mikro untuk menjelaskan keberadaan, persamaan, perbedaan dan hubungan antara kedua bangunan tersebut. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah: (1) Gedung Mahkamah Agung menyerap gaya seni Neo-Klasik Romawi dengan dipengaruhi oleh berbagai ragam seni lainnya. Sedangkan gedung Balai Seni Rupa murni menyerap gaya seni Neo-Klasik Yunani. (2) Untuk disebut sebagai bangunan peradilan harus memiliki sebuah ruang utama yang berukuran besar dan berapa di tengah bangunan dan ruang utama tersebut dikelilingi oleh ruang-ruang lain yang berukuran lebih kecil. Fungsi ruang utama sebagai ruang peradilan utama sedangkan fungsi ruang-ruang keliling sebagai kantor administratif yang menunjang kegiatan peradilan. (3) Perbedaan yang terdapat pada kedua bangunan tersebut dipengaruhi pula oleh perbedaan tingkat peradilan (karena kedua bangunan berfungsi sebagai bangunan peradilan), keadaan ekonomi dan situasi politik pada masa itu. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah bersifat sementara. Oleh karena itu penelitian serta pengujian lebih dalam masih dibutuhkan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S11943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Syamtasiyah Ahyat
Tangerang: Serat Alam Media, 2012
959.88 ITA k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abd. Rahim Yunus
"Islamic mysticism in the Buton Sultanate, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara Province, during the 19th century."
Jakarta: INIS, 1995
297.409 598 4 RAH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Arsyianti Arsyad
"ABSTRAK
Tesis ini menunjukkan bahwa kira-kira dari tahun 1800 sampai tahun 1900 dengan rnenerapkan nilai-nilai budaya Amerika, wanita frontier (daerah perbatasan) memberi sumbangan kepada ekonomi keluarga dan Iingkungannya.
Pada wakti itu. pemerintah merasa perlu memperluas daerahnya ke arah barat, mengingat terus meningkatnya jumlah pendatang baru ke Dunia Baru itu. Westward Movement atau Gerakan ke Barat ini akan memberi kesempatan kepada warga Amerika untuk memiliki lahan seluas mereka inginkan, karena kawasan yang membentang sampai ke Samudra Pasifik hanya dihuni suku Indian dan binatang buas. Perbatasan di antara daerah yang sudah dihuni dan yang belum dihuni disebut frontier. Penghuni frontier disebut pioneer atau perintis. Mereka harus menjalani hidup yang sangat sulit disebabkan medan yang sering tidak bersahabat, iklim dan cuaca yang sering merugikan, serta ancaman serangan suku Indian.
Khususnya wanita frontier memikul beban tugas yang arnat berat. Di samping pekerjaan rumah tangga biasa, seperti memasak, mencuci, membersihkan, dan sebagainya, dia juga mengurus trenak sapi dan unggas, bercocok tanam sayuran di pekarangan, dan mencari bahan bakar kayu dan gambut. Kecuali itu dia juga menjadi guru anak-anaknya yang masih kecil, yang belum mampu berjalan jauh ke sekolah di kota kecil terdekat. Dia juga merawat anggota keluarga yang sakit, mengawetkan makanan untuk musim salju, serta membuat lilin, mentega dan keju sendiri. Tidak jarang wanita frontier membantu suaminya di ladang atau turut menghalau atau menangkis serangan-serangan suku Indian.
Untuk menambah pendapatan keluarga dan menyumbang ekonomi lingkungannya, wanita frontier sering menjual produk rumah tangganya, seperti telur, susu, mentega, keju, sayuran dan daging yang sudah diawetkan, di kota kecil terdekat. Tidak jarang dia menjual hasil jahitan dan rajutannya seperti taplak meja, sprei, atau selimut.
Sebagai wanita frontier dia tidak mungkin melakukan semua pekerjaan di atlas tanpa menerapkan nilai-nilai budaya Amerika. Beberapa di antara nilai-nilai yang diterapkan wanita frontier adalah keraa keras, individualisme, dan self-reliance atau mengandalkan kemampuan diri sendiri.

ABSTRACT
This thesis attempts to show that approximately between 1800 and 1900 American frontier women made contributions to the economies of the family and environment, while applying American cultural values, such as hard work, individualism, and self-reliance.
Because the increase of new immigrants in America, the government launched the Westward Movement to find new land for the population. The border between the populated and new territory is called frontier. Farmers and their families who lived on the frontier owned large lands, but they had a difficult and hard life. They had to work their lands by themselves, because they lived far from their neighbors and their neighbors were also too busy with their farms. These pioneers had to work very hard and had to protect themselves from wild animals and Indian attacks.
Especially the wives must work very hard. They had to do the household work, such as cooking, washing, cleaning, and sewing. They also had to teach their small children, who could not walk to the distant schools. Wives also had to nurse sick family. They also looked after their cows and chickens, and vegetable garden. Wives often helped their husbands in the fields and had to collect wood and peet as fuels for cooking and to keep warm in the winter. Beside performing the above work, wives usually sell products in the nearest small city. For instance she sold eggs, milk, home made butter and cheese, sewn or knitted ware, such as tablecloths and blankets.
The frontier women carried out all the above work by applying American norms, such as hard work, individualism. and self-reliance.
;This thesis attempts to show that approximately between 1800 and 1900 American frontier women made contributions to the economies of the family and environment, while applying American cultural values, such as hard work, individualism, and self-reliance.
Because the increase of new immigrants in America, the government launched the Westward Movement to find new land for the population. The border between the populated and new territory is called frontier. Farmers and their families who lived on the frontier owned large lands, but they had a difficult and hard life. They had to work their lands by themselves, because they lived far from their neighbors and their neighbors were also too busy with their farms. These pioneers had to work very hard and had to protect themselves from wild animals and Indian attacks.
Especially the wives must work very hard. They had to do the household work, such as cooking, washing, cleaning, and sewing. They also had to teach
their small children, who could not walk to the distant schools. Wives also had to nurse sick family. They also looked after their cows and chickens, and vegetable garden. Wives often helped their husbands in the fields and had to collect wood and peet as fuels for cooking and to keep warm in the winter. Beside performing the above work, wives usually sell products in the nearest small city. For instance she sold eggs, milk, home made butter and cheese, sewn or knitted ware, such as tablecloths and blankets. The frontier women carried out all the above work by applying American norms, such as hard work, individualism. and self-reliance.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16843
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sobari
"Penelitian mengenai Islam di Depok telah dilakukan di Kota Administratif Depok pada bulan Juli - Okotober 1993. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui keberadaan dan perkembangan Islam dan masyarakatnya di Depok. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara langsung dengan responden sebagai nara sumber. Selain itu penelitian kepustakaan juga dilakukan di beberapa perpustakaan. Dari penelitian ini penulis mengetahui bahwa ummat Islam di Depok, dengan segala keterbatasan dan kekurangannya, terus tumbuh, berkembang dan bergerak mengikuti arus perputaran masa. Ada dua faktor yang melatarbelakangi perkembangan tersebut. Pertama dan bersifat intern adalah terjalinya hubungan dan pendekatan yang baik antara tokoh-tokoh Islam di satu pihak dengan ummat di lain pihak. Selain itu faktor ekstern pun turut memacu perkemban_gan tersebut. Hal ini dapat dimengerti mengingat di Depok terdapat pemukiman non muslim, Nasrani, yang letaknya ditengah-tengah perkampungan masyarakat muslim."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13334
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>