Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10877 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyah Subositi
"Dringo (Acorus calamus L.), genetic diversity, Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) Abstrak Dringo (Acorus calamus L.) merupakan salah satu tumbuhan obat yang digunakan sebagai obat tradisional oleh berbagai etnis di Indonesia berdasarkan hasil Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (Ristoja) tahun 2012. Tujuan umum Ristoja adalah tersedianya database pengetahuan etnomedisin, ramuan obat tradisional (OT) dan tumbuhan obat (TO) di Indonesia, termasuk data keragaman genetik tumbuhan obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik Dringo yang digunakan di 20 etnis terpilih di Indonesia berdasarkan penanda molekular Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) untuk mendukung tersedianya database tumbuhan obat di Indonesia. Sebanyak 10 primer ISSR terpilih menghasilkan 82 fragmen DNA dengan polimorfisme 51,2 %. Koefisien Dice digunakan untuk menghitung indeks similaritas antar aksesi Dringo dan konstruksi dendrogram menggunakan UPGMA. Indeks similaritas aksesi Dringo sebesar 76,7 sampai 100%, hal tersebut menunjukkan bahwa keragaman genetik Dringo rendah. Adanya database keragaman genetik Dringo akan membantu dalam pemetaan dan upaya konservasi tumbuhan obat terutama secara in situ.

ABSTRAK
Dringo (Acorus calamus L.) used as medicinal plant in Indonesian ethnic groups. Those information based on Ristoja (Research Programme on Medicinal Plants) in year 2012. The objective of Ristoja was to provide a database of local ethnomedicine knowledge, herbal formula and medicinal plant in Indonesia. The aim of this study was to assess the genetic diversity of Dringo from 20 selected ethnic groups in Indonesia based on Inter Simple Sequence Repeats (ISSR). Ten selected ISSR primers generated 82 amplified fragments with 51,2% were polymorphic. Dice coefficient was used to calculate similarity index and UPGMA was used to construct a dendogram. The genetic similarity index among accessions ranged from 76,7 to 100% thus indicating that low level of genetic diversity in Dringo. Genetic diversity database can be useful for medicinal plant mapping and conservation especially for in situ conservation. "
Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya-LIPI, 2015
580 BKR 18:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Crowder, L.V.
Yogyakarta: UGM Press, 1986
581.35 CRO pt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Exaudi Ebennezer
"Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terbukti kaya akan kandungan xanton yang memiliki potensi aktivitas antioksidan yang sangat tinggi. Pada penelitian ini digunakan metode peredaman DPPH (2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil) untuk mengetahui IC50 dari ektrak etanol kulit buah manggis dan sediaan serum. Penelitian ini merupakan aplikasi dari ekstrak kulit buah manggis dalam sediaan likuid dengan sedikit pelarut dan banyak komponen bioaktif, yang dalam istilah kosmetik disebut sebagai serum. Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas fisik dan pengaruh dari vitamin C terhadap aktivitas, stabilitas dan daya penetrasi ekstrak etanol kulit buah manggis pada serum antikerut. Selanjutnya ekstrak diformulasikan ke dalam tiga jenis sediaan yang terdapat variasi vitamin C sebagai peningkat penetrasi dan satu sediaan tanpa ekstrak dan vitamin C. Ketiga sediaan diuji daya penetrasinya secara in vitro dengan sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus betina galur Sprague-Dawley. Nilai IC50 ekstrak etanol kulit manggis adalah 15,27 ppm, sedangkan sediaan formula 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 109.347,45; 13.275,86; 2014,18 dan 126,52 ppm. Jumlah kumulatif xanton total yang terpenetrasi dari sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 15,79±0,18; 26,85±1,03 dan 61,05±2,53%. Fluks dari sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 0,15±0,003; 0,37±0,01 dan 0,92±0,03 μg/cm2.jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya vitamin C akan meningkatkan daya penetrasi sediaan serum. Seluruh sediaan menunjukkan kestabilan secara fisik.

Mangosteen pericarp (Garcinia mangostana L.) has been proved to have plenty of xanthone with high antioxidant. This study was done using DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) to determine the IC50 of ethanolic extract of mangosteen pericarp and serum preparations containing extract. This study is an application of mangosteen pericarp extract in liquid preparations with a little solvent and many bioactive components, which in terms of cosmetics called serum. The aims of this study are to test the physical stability and the effect of vitamin C on the activity, stability and penetration ability of ethanolic extract of mangosteen pericarp on antiaging serum. Furthermore, ethanolic extract formulated into three variations in preparation of vitamin C as a penetration enhancer and one preparations without extract and vitamin C. The three preparations were examined their penetration ability by in vitro Franz diffusion cell using rat abdominal skin as diffusion membrane. IC50 values of ethanolic extract of mangosteen pericarp were obtained at 15,27 ppm, whilst the preparations formula 1, 2, 3 and 4 were 109.347,45; 13.275,86; 2014,18 and 126,52 ppm, respectively. Total cumulative penetration of total xanthone from formula 2, 3 and 4 were 15,79±0,18; 26,85±1,03 and 61,05±2,53%, respectively. Flux of total xanthone from formula 2, 3 dan 4 were 0,15±0,003; 0,37±0,01 and 0,92±0,03 μg/cm2.hour, respectively. Based on these results, it can be concluded that the presence of vitamin C will increase the penetration ability of serum preparation. All preparations showed physical stability.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47083
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisanti Juwati
"ABSTRAK
Penelitian efek hipoglisemik ramuan ekstrak daun tapak dara dengan biji petai cina ini merupakan penelitian lanjutan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol ramuan daun tapak dara dengan biji petai cina (0,10 g serbuk daun tapak dara + 1,04 g serbuk biji petai cina per kg berat badan) menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan dosis lain.
Pada penelitian ini dilakukan pengulangan dengan menggunakan dosis: T: 0,10 g serbuk daun tapak dara + 1,04 g serbuk biji petai cina (T2P1); II: 0,115 g serbuk daun tapak dara + 1,196 g bubuk giji petai cina (T21P11); dan III: 0,085 g serbuk daun tapak dara + 0,88 g bubuk biji petal Gina (T211P111) masing-masing per kg berat badan. Selain itu dilakukan pula uji standarisasi ekstrak ramuan dengan fraksionasi kolom dan dilanjutkan dengan analisis menggunakan GCMS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak ramuan daun tapak dara dengan biji petai cina memberikan efek hipoglisemik dan dosis yang paling baik diantara 3 dosis yang digunakan dalam percobaan adalah T21P1 I, yaitu 0,115 g serbuk daun tapak dara + 1,196 g bubuk petal cina per kg berat badan. Standarisasi dilakukan dengan menggunakan prosedur ekstraksi etanol; pengasaman dengan HC1; ekstraksi dengan petroleum eter; lapisan air diekstraksi dengan khloroform, selanjutnya, lapisan air bersifat basa diekstraksi ulang dengan khloroform: metanol. Puncak-puncak yang mungkin digunakan pada standarisasi adalah dengan waktu retensi 23,09; 28,57; dan 40,28 menit. "
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Yogiara Susan Soka
"ABSTRACT
Tanaman obat dipercaya oleh masyarakat Indonesia memiliki berbagai khasiat untuk menyembuhkan penyakit. Senyawa aktif yang
ada pada tanaman dapat berasal dari metabolit sekunder atau
dari bakteri endofit dan filosfer yang hidup berasosiasi
dengan tanaman obat. Sebanyak 18 isolat bakteri endofit dan 32 isolat bakteri filosfer telah dimurnikan dari tanaman Citrus sp.,
Pluchea indica, Curcuma longa, Nothopanax scuttelarium,
Piper crocatum, dan Andrographis paniculata.
Sebanyak 72% isolat bakteri endofit memiliki aktivitas
proteolitik dan sebanyak 11% memiliki aktivitas lipolitik.
Bakteri filosfer yang memiliki aktivitas proteolitik sebanyak 59% dan sebanyak 19% memiliki aktivitas lipolitik. Analisis keragaman bakteri tersebut dilakukan dengan teknik amplified ribosomal DNA
restriction analysis (ARDRA) dan digesti gen penyandi 16S rRNA dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease MspI, RsaI, dan
Sau961. Keragaman bakteri endofit dan filosfer pada beberapa sampel tanaman obat cukup tinggi. Bakteri yang diisolasi dari
tanaman obat yang sama tidak selalu memiliki kekerabatan
genetik yang dekat. Sementara itu, bakteri asal tanaman P.indica
memiliki kekerabatan yang cukup dekat satu sama lain.

Abstract
Herbal plants have been believed by Indonesians to be an alternative medicine to treat illnesses. The bioactive
compounds in the plant can be derived from secondary metabolites or from endophytic and phyllosphere bacteria which coexist within medicinal plants. A total of 18 endophytic bacteria and 32 phyllosphere bacteria were isolated from the herbal plants of
Citrus sp., Pluchea indica, Curcuma longa, Nothopanax scuttelarium, Piper rocatum, and Andrographis paniculata. About 72% of endophytic bacteria isolates have proteolytic activity and about 11% have
lipolytic activity. On the other hand, about 59% of phyllosphere bacteria isolates have proteolytic activity and about 19% have lipolytic activity. Phylogenetic diversity analysis was conducted by using the amplified ribosomal DNA restriction analysis (ARDRA) method and the sequence of 16S rDNA was digested with endonuclease restriction
enzymes: MspI, RsaI, and Sau961. The diversity of endophytic and phyllosphere bacterium from the samples of herbal plants was high. Bacteria isolated from the same herbal plant does not always have a close genetic relationship except for the bacteria isolated from the P. indica plant which showed a close genetic relationship with each other."
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI;Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Fakultas Bioteknologi;Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Fakultas Bioteknologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Fakultas Bioteknologi], 2012
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yustisia Bandanira
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian laboratorium untuk mengetahui perbedaan
antara pengaruh pencekokan perasan dan infus rimpang kencur terhadap
tingkah laku nyeri mencit galur Swiss. Pencekokan dilakukan terhadap 35
ekor mencit yang terbagi dalam 7 kelompok perlakuan yaitu kelompok mencit
yaitu kelompok kontrol; kelompok yang dicekok dengan perasan rimpang
kencur 5%, 10%, dan 15% serta kelompok yang dicekok infus rimpang kencur
5%, 10%, dan 15%. Pengujian dilakukan dengan metode geliat (writhing
test), yaitu menghitung jumlah geliat akibat rasa nyeri yang dibangkitkan
dengan asam asetat 3%. Asam asetat 3% disuntikkan secara intraperitoneal
30 menit setelah pencekokan perasan dan infus rimpang kencur.
Pengamatan jumlah geliat dilakukan tiap 5 menit selama 30 menit setelah
penyuntikan asam asetat 3%. Penurunan jumlah geliat terjadi pada menit ke-
10 setelah penyuntikkan asam asetat 3%. Penilaian pengaruh pereda nyeri
dilakukan pada menit ke-10 setelah penyuntikkan asam asetat 3%. Hasil uji
ANAVA (α=0,01) menunjukkan adanya perbedaan sangat nyata antara ke-7
kelompok perlakuan. Hasil uji Tukey (α=0,05) menunjukkan bahwa perasan
dan infus rimpang kencur masing-masing dengan dosis 5%, 10%, dan 15%
dapat menurunkan jumlah geliat mencit. Hasil uji tersebut (α=0,05) juga
menunjukkan bahwa rimpang kencur dosis 5%, 10%, dan 15% tidak berbeda
nyata dalam menurunkan jumlah geliat mencit, baik yang diberikan dalam bentuk perasan maupun infus. Selain itu, hasil uji Tukey (α= 0,05) juga
menunjukkan bahwa baik perasan maupun infus rimpang kencur
memberikan pengaruh yang sama dalam meredakan nyeri."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Effionora Anwar
"Terbatasnya bahan penolong/eksipien untuk industri farmasi yang diproduksi di dalam negeri menyebabkan harga obat semakin mahal, sementara bahan baku yang dapat diolah menjadi bahan penolong tersebut berlimpah. Salah satu bahan penolong yang banyak kegunaannya dalam proses pembuatan obat terutama yang berbentuk tablet adalah yang berasal dari jenis pati termodifikasi. Modifikasi pati tersebut dapat dilakukan secara fisik, kimia atau gabungan keduanya.
Pada penelitian ini telah dilakukan modifikasi pati singkong kombinasi seperti tersebut diatas, yaitu secara fisik yang melibatkan panas (suhu 80±5°C) dengan penambahan air sebanyak 55% dari berat kering, sehingga.menghasilkan pati singkong terpregelatinasi (PST), kemudian direaksikan dengan POCL3 dan Na2HP04 yang menghasilkan senyawa ikatan silang pati singkong terpregel fosfat (PSTF). Kedua komponen fosfat tersebut diatas ternyata mempunyai daya rekat, laju alir serbuk yang baik, kompresibilitas yang baik, serta dapat pula meningkatkan viskositas, dan membentuk gel. Sebelum dimodifikasi terhadap 6 jenis pati singkong asli dari pabrik yang berbeda dilakukan karakterisasi terlebih dahulu yaitu, sifat fisiko-kimia dan fungsionalnya. Dari hasil pengamatan diperoleh, pati singkong dari fabrik B (yang berasal dari daerah Lampung) yang memenuhi persyaratan, karena berwarna putih dan mempunyai kekentalan yang tertinggi dari yang lainnya.
Kedua komponen fosfat tersebut diatas digunakan dalam formula tablet yang dicetak dengan cara granulasi basah, cetak langsung, dan sebagai matrik hidrogel pada tablet lepas terkendali. Di samping itu digunakan pula dalam formula suspensi cair dan kering. Setiap sediaan menggunakan bahan aktif obat yang berbeda sebagai model. Dan hasil pengamatan evaluasi produk sesuai dengan ketentuan Farrmakope ed III dan IV diperoleh bahwa, pati singkong terpregelatinasi fosfat (POCL3) dan Na2HPO4 mempunyai keunggulan sebagai bahan pengikat dibandingkan dengan penggunaan mucilago amyli sebesar 5-10% pada tablet yang diproses dengan cara granulasi basah, sedangkan PSTF baik yang dibuat dengan menggunakan POCL3 atau Na2HPO4 dapat menghasilkan tablet yang memenuhi persyaratan pada konsentarsi 3-4% yang dilarutkan dalam air dingin, hal tersebut dapat menghemat energi dan memudahkan proses pembuatan tablet. Untuk tablet yang dibuat dengan proses cetak langsung PSTF dapat digunakan pada konsentrasi 4-6%, jumlah tersebut hampir sama dengan Avicel 5%. Avicel adalah turunan celulosa yang ketersediaannya harus melalui impor, karena belum ada pabrik yang membuatnya dalam negeri.
Keunggulan lainnya dari PSTF adalah dapat digunakan sebagai matrik hidrogel dalam formula obat lepas terkendali, karena dapat melepaskan zat aktif dari matrik dalam jumlah yang konstan. Pada konsentrasi 30-50% sebagai bahan pengikat dan pengisi, disamping menggunakan lactose psry dried sebanyak 11-32%. Pada penelitian digunakan yang menjadi bahan aktif obat adalah teofilin. Sebagai pensuspensi dalam formula sirup kering ampisilin dengan konsentrasi 0,1-0,5% memenuhi persyaratan, sedangkan untuk suspensi cair pada konsentrasi 0,1-0,5 % perlu dilakukan modifikasi formula menggunakan suatu bahan penstabil lain, agar dapat bertahan dalam waktu yang lebih lama lagi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hadanatul Fitri
"Sirih merupakan tanaman budidaya yang banyak digunakan oleh masyarakat salah satunya sebagai obat herbal tradisional. Sirih mempunyai beberapa jenis antara lain sirih hijau dan sirih merah yang sering digunakan oleh masyarakat. Sirih memiliki beberapa senyawa kimia salah satunya adalah flavonoid yang memiliki efek farmakologi seperti antioksidan, anti inflamasi, anti platelet, dan anti alergi. Sirih sebagai obat dapat digunakan langsung dalam bentuk daunnya, air rebusannya, atau dalam bentuk simplisia yang telah dikeringkan. Proses pengeringan yang termasuk proses pasca panen dapat menyebabkan perubahan bentuk pada simplisia dan menyebabkan terjadinya pemalsuan dan kesalahan identifikasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan farmakognostik dari daun sirih hijau (Piper betle L.) dan sirih merah (Piper cf. crocatum Ruiz & Pav.) yang mencakup perbandingan morfologi, makroskopik, mikroskopik, kandungan kimia, parameter lain, dan kadar flavonoid total. Parameter lain yang diuji antara lain kadar abu, kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar sari yang larut dalam air, dan kadar sari yang larut dalam etanol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara sirih hijau dan sirih merah dapat dibedakan secara makroskpis, mikroskopis, kandungan kimia, dan parameter lain yang diuji. Perbedaan lainnya juga dapat diketahui berdasarkan kadar flavonoid total yang terdapat pada sirih hijau dan sirih merah.

Betel leaf is a cultivation plant that used as traditional medicine by the society. Betel leaf has several species such as green betel leaf and red betel leaf that often used by the society. Betel leaf has several chemistry compounds. One of them is flavonoid which has pharmacological effect like antioxidant, antiinflammation, antiplatelet, and antiallergic. Betle leaf as medicine can be used directly in the leaf form, the decoction water, or in the simplisia form that has been dried. Drying process, one of after harvesting processes, can cause the transformation to the simplisia and cause the falsification and identification error.
This research aims to know about the pharmacognostical comparison of betel leaf (Piper betle L.) and red betel leaf (Piper cf. crocatum Ruiz & Pav.). The tests include morphology comparison, macroscopic, microscopic, phytochemical compounds, other parameters, and determination of total flavonoid. Other parameters that also tested are determination of ash, acid insoluble ash, water soluble extractive, and alcohol soluble extractive. The results show that between betel leaf and red betel leaf can be distinguished by macroscopic, microscopic, phyochemical compound, and other parameters. Another difference can be also identified by total flavonoid contents between these plants.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Kenanga Renatami
"ABSTRAK
Belimbing wuluh dapat memutihkan warna gigi, namun memiliki pH asam yang dapat mempengaruhi kekasaran email. Penelitian ini menggunakan 35 email gigi sapi yang diaplikasikan dengan gel ekstrak belimbing wuluh Bogor dan Aceh 70%, 80% dan 90% dalam 4 jam selama 14 hari. Berdasarkan analisa statistik uji t berpasangan
dan tidak berpasangan, semua kelompok perlakuan mengalami perubahan yang signifikan (p<0.05) setelah 7 hari dan 14 hari aplikasi. Perubahan kekasaran terbesar yaitu kelompok dengan konsentrasi 90%. Perubahan kekasaran dipengaruhi oleh pH gel, konsentrasi gel, lama pepmaparan gel terhadap permukaan gigi.

ABSTRACT
Bilimbi can be used to bleach the teeth but it has an acidic pH that affect the enamel surface roughness. This study used 35 bovine enamels which was applied by gels containing Bogor and Aceh bilimbi extracts 70%, 80% and 90% in 4 hours per day for 14 days. Results analyzed by Dependent and Independent t-test showed that all
groups had significant changes in surface roughness (p<0.05) after 7 and 14 days of application. Group with 90% concentration had the most significant changes in surface roughness. The changes were caused by pH, concentration, and duration of exposure to bilimbi extract gels."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Kristiyanto
"Ekstrak biji melinjo Gnetum gnemon L. diketahui berperan dalam aktivitas penghambatan HMG-KoA reduktase. Sedangkan iradiasi adalah salah satu metode dalam sterilisasi bahan alam. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh iradiasi gama terhadap aktivitas penghambatan HMG-KoA reduktase dan angka lempeng total pada biji melinjo. Biji melinjo diiradiasi dengan berbagai dosis yaitu 0, 2,5, 5, 7,5, dan 10 kGy. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode refluks dengan pelarut etanol. Angka lempeng total ALT ditentukan menggunakan metode aerobic count plate melalui pengenceran suspensi serbuk biji melinjo. Sementara uji aktivitas penghambatan HMG-KoA reduktase menggunakan assay kit HMG-KoA reduktase. Dalam uji aktivitas penghambatan HMG-KoA reduktase, diperoleh persentase penghambatan oleh standar pravastatin sebesar 97,41 dengan IC50 76,70 nM. Ekstrak biji melinjo berbagai dosis iradiasi diuji aktivitas penghambatannya dan diperoleh persentase penghambatan tertinggi sebesar 97,30 pada dosis iradiasi 2,5 kGy. Pada penetapan ALT, serbuk biji melinjo berbagai dosis iradiasi menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa biji melinjo berada dalam kondisi steril dan iradiasi 2,5 kGy adalah dosis optimum untuk menghambat HMG-KoA reduktase secara signifikan.

Melinjo Gnetum gnemon L. seed extract is known to play a role in the inhibitory activity of HMG CoA reductase. Irradiation is a method to sterilize natural products. This study aimed to determine the effect of gamma irradiation on the inhibitory activity of HMG CoA reductase and total plate count TPC . Melinjo seeds were irradiated with various doses of 0, 2.5, 5, 7.5, and 10 kGy. The extraction was carried out by ethanol using reflux method. TPC was determined by aerobic count plates method using stock dilution of melinjo seeds powder suspensions. HMG CoA inhibitory activity was determined using HMG CoA reductase assay kit. In determination of HMG CoA reductase, the inhibitory percentage of pravastatin standard was 97.41 and the IC50 was 76.70 nM. Irradiated melinjo seed extracts were tested for inhibitory activity and the highest inhibition percentages were 97.30 of 2,5 kGy. In the determination of TPC, the powder of melinjo seeds for all irradiation doses showed no microbial growth. Based on this research, it can be concluded that non irradiated and irradiated melinjo seeds were free from microbial growth and the gamma irradiation dose of 2.5 kGy was optimum dose to inhibit HMG CoA reductase, significantly."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69840
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>