Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128566 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Filia
"Disertasi ini mengkaji nilai budaya wakimae yang terdapat dalam performa stimulus-respons bahasa Jepang. Wakimae dimaknai sebagai nilai atau norma yang diharapkan untuk dipatuhi anggota komunitas Jepang. Wakimae seperti apa yang secara konkret terdapat dalam bahasa Jepang dijelaskan dalam penelitian ini melalui pemarkah-pemarkah linguistik. Tujuan penelitian ini adalah menemukan struktur dan fungsi ujaran stimulus bahasa Jepang terkait nosi wakimae. Dalam disertasi ini, struktur dan fungsi ujaran stimulus bahasa Jepang diasumsikan berkaitan dengan wakimae yang dipegang masyarakat penutur bahasa Jepang. Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan metode kualitatif dengan sumber data percakapan tayang bincang Asaichi di televisi NHK Jepang. Sejumlah tiga puluh episode tayang bincang tersebut digunakan sebagai sumber data.
Alasan pemilihan sumber data tersebut ialah: (i) percakapan tidak diatur dan tidak diedit, tiap-tiap partisipan tutur diberi keleluasaan untuk berbicara, (ii) pembawa acara lebih dari satu orang dan berganti-ganti, (iii) topik perbincangan bervariasi sehingga dapat diperoleh berbagai konteks percakapan. Wakimae yang tercermin dalam stimulus dapat dilihat dalam konstruksi ujaran bahasa Jepang, yaitu: (i) konstruksi dalam ujaran tuntas secara sintaktis (syntactically finished utterance), dan (ii) konstruksi dalam ujaran taktuntas secara sintaktis (syntactically unfinished utterance). Secara garis besar, ujaran stimulus terbagi menjadi dua tipe: (i) stimulus pertanyaan, dan (ii) stimulus nonpertanyaan.
Stimulus pertanyaan memiliki fungsi/tindak sosial: (1) meminta informasi, (2) meminta konfirmasi, (3) memberikan pendapat, (4) memberikan pendapat dan meminta persetujuan, (5) meminta konfirmasi dan informasi, (6) memberikan pendapat dan meminta informasi, (7) memberikan pendapat dan mengajak, dan (8) memberikan pendapat, meminta persetujuan dan informasi. Stimulus nonpertanyaan ditemukan dalam fatis.
Gambaran wakimae dalam respons dapat dilihat dalam dua tipe respons: (i) respons jawaban dan (ii) respons nonjawaban. Ujaran yang mengandung wakimae melibatkan konsep peran (nosi tachiba), in group-out group (nosi uchi-soto) dan teori teritori informasi (joohoo no nawabari riron). Hasil penelitian menunjukkan bahwa wakimae yang direalisasikan dalam bukti-bukti linguistik bertujuan untuk memelihara hubungan yang selaras dan harmonis. Hubungan yang selaras dan harmonis diutamakan dalam upaya memelihara kerja sama antarpenutur komunitas Jepang.

This dissertation examines a cultural value called wakimae found in the stimulus-response performance in Japanese language. Wakimae is understood as a value or norm that is expected to be adhered to among Japanese community members. Wakimae concretely found in Japanese is described in this study using linguistic markers. The objective of the study is to find the structure and function of stimulus utterance in Japanese related to the notion of wakimae. In this dissertation, the structure and functions of stimulus utterance in Japanese are assumed to be associated with wakimae which is adhered to among Japanese language speakers. To achieve the objective, this study uses the qualitative method to analyze conversations taken from Asaichi talk show aired on NHK TV in Japan as the data. Thirty episodes of the talk show are used as the data.
The reasons for selecting the data are: (i) the conversations are not scripted nor edited, as each participant can speak freely, (ii) there is more than one host and these hosts take turn in the talk show, (iii) the conversation topics vary so the contexts obtained are various. Wakimae which is reflected in the stimulus can be seen in the construction of utterances in Japanese language, namely: (i) the construction of syntactically complete utterance, and (ii) the construction of syntactically unfinished utterance. Broadly, an utterance stimulus can be classified into two types: (i) question stimulus, and (ii) non-question stimulus.
The question stimulus has social functions/actions of: (1) asking for information, (2) asking for confirmation, (3) giving an opinion, (4) giving an opinion and asking for an approval, (5) asking for confirmation and information, (6) giving an opinion and asking for information, (7) giving an opinion and inviting, and (8) giving an pinion, as well as asking for an approval and information. The non-question stimulus is found in a phatic expression.
Wakimae in a response can be illustrated in two types of response: (i) answer response and (ii) non-answer response. The answer response involves the concept of role (the notion of tachiba), in group-out group (the notion of uchi-soto) and the theory of territory of information (joohoo no nawabari riron). The result shows that wakimae realized in the linguistic evidence has the purpose to maintain a harmonious relationship. This harmonious relationship is a priority in the effort to maintain cooperation among speakers in Japanese speaking community
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D2437
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Natal P
"ABSTRAK
Tesis ini berfokus pada analisis aspek makna refleksif secara pragmatik dalam implikatur percakapan. Sumber data dan sekaligus penanda ranah bahasa untuk penelitiannya adalah percakapan dalam tayang bincang politik di televisi Indonesia. Dengan memanfaatkan ancangan penelitian kualitatif, ditemukan sejumlah perangkat (reflektor) beserta bentuk performatif pengiring yang menjadi petunjuk utama keberadaan refleksivitas implikatur dalam percakapan itu. Dengan memanfaatkan teknik interpretasi, teridentifikasi bahwa penutur mengomunikasikan maksud dan tujuan politiknya dengan strategi melanggar dan juga mematuhi sejumlah maksim Prinsip Kerja sama. Sebagai bentuk tindak, reflektor pada dasamya mengimplikasikan sejumlah fungsi dan nilai. Dari temuan-temuan itu, terlihat adanya suatu konstruksi makna yang refleksif. Secara kontekstual, pengubahan bagian-bagian tertentu pada konstruksi itu akan memperlihatkan ketidakkoherenan konstruksi tersebut. Pendukungan konteks dan kekoherenan konstruksi itulah yang menandakan bahwa penutur membuat ujarannya benar-benar untuk tujuan refleksivitas komunikasi politiknya. Hasil pelitian ini dapat menjadi data kebahasaan sinkronis, dalam keperluan pembandingan untuk penelitian topik terkait berikutnya."
2009
T25876
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kyanne Maureen Zalfa Aulia
"Studi ini membahas mengenai tuturan nasihat guru dalam bahasa Jepang pada percakapan institusional. Sumber data yang digunakan pada studi ini adalah tuturan nasihat guru pada film dan drama Jepang. Data yang digunakan dalam studi ini berjumlah 19 data. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah percakapan institusional. Dalam konteks institusi, percakapan dengan pemangku kepentingan disebut percakapan institusional. Guru merupakan pemangku kepentingan pada institusi sekolah atau pendidikan. Hasil studi ini menemukan sembilan tipe tuturan nasihat guru kepada muridnya yaitu, (i) tuturan nasihat guru kepada murid dengan metafora, (ii) tuturan nasihat guru kepada murid dengan format kondisional, (iii) tuturan nasihat guru kepada murid dengan metafora dan format kondisional, (iv) tuturan nasihat guru kepada murid dengan direktivitas, (v) tuturan nasihat guru kepada murid dengan metafora, format kondisional, dan direktivitas, (vi) tuturan nasihat guru kepada murid dengan format purposif, (vii) tuturan nasihat guru kepada murid dengan format kondisional dan format purposif (viii) tuturan nasihat guru kepada murid dengan metafora, format kondisional, dan format purposif, dan (ix) tuturan nasihat guru kepada murid dengan format kuotatif. Studi ini menunjukan bahwa guru menuturkan nasihatnya dalam berbagai tipe dan dalam sebuah percakapan guru dapat menuturkan nasihat lebih dari satu tipe.

This study discusses Japanese teacher's advice in institutional conversations. The data sources used in this study are teacher’s advice in Japanese movies and dramas. The amount of data used in this study is 19 data. The following theory used in this study is institutional conversation. In the institutional context, conversations with stakeholders are called institutional conversations. In schools or educational institutions, teachers are the stakeholder. This study found nine types of teacher's advice to students, namely, (i) teacher's advice to students using metaphors, (ii) teacher's advice to students with conditional form, (iii) teacher's advice to students with metaphors and conditional form (iv) teacher's advice to students with directivity, (v) teacher's advice to students with metaphor, conditional form, and directivity, (vi) teacher's advice to students with purposive form, (vii) teacher's advice to students with conditional form and purposive form, (viii) teacher's advice to students with metaphor, conditional form and purposive form, and (ix) teacher's advice to students with quotative form. This study shows that teachers give advice in various types and in a conversation teachers can give advice in more than one type.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Andriani
"ABSTRAK
Tayangan televisi merupakan sebuah bentuk hiburan yang ditonton setiap harinya oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun sesungguhnya tayangan televisi merupakan bagian dari hiperrealitas, sebuah lapisan kehidupan dimana batas antara kenyataan dan kepalsuan menjadi kabur. Sadar atau tidak sadar, tayangan televisi menjadi produk yang terus dikonsumsi oleh masyarakat sehingga produksi tayangan televisi pun semakin berkembang. Dengan tuntutan tersebut, tayangan televisi dibuat dengan berbagai metode untuk menghasilkan tontonan yang menarik. Arsitektur memiliki peran dalam produksi tayangan televisi. Melalui desain set, arsitektur disimulasikan sehingga dapat membangun dan memperkuat tayangan televisi yang diproduksi.
ABSTRACT
Television show is a form of entertainment watched everyday by most Indonesians. However, television shows actually belong to hyperreality, a layer where the border between reality and artificiality is blurred. Conciously or not, television show becomes a product that keeps being consumed by people, thus developing the production of television shows. With that kind of demand, television shows must be produced in various methods to have interesting results. Architecture plays a role in television production. Through set design, architecture is simulated so it can build and strengthen television products."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Muthia Hasna
"Penelitian ini bertujuan menganalisis representasi feminitas perempuan berdasarkan gender sebagai dampak dari globalisasi yang ditampilkan dalam drama televisi Jepang For You in Full Blossom (2007) dan Pretty Proofreader (2016) serta drama televisi Korea Full House (2004) dan Fight for My Way (2017). Perempuan modern terkait feminitas, dihadapkan dengan maskulinitas dalam struktur masyarakat Jepang dan Korea. Dengan unit analisis perilaku, penampilan, dan gaya hidup, penelitian antardisiplin ini menganalisis representasi dari keempat drama televisi sebagai korpus penelitian. Metode analisis isi digunakan sebagai teknik penelitian untuk membuat simpulan yang sahih dan dapat direplikasi dari teks ke konteks penggunaannya, melalui empat tahapan: merumuskan tujuan dan konseptualitas, menyusun kategorisasi unit sampling, mencatat unit sampling, dan terakhir mengkaji hasil pencatatan dengan memberikan interpretasi. Hasil penelitian keempat drama televisi tersebut merepresentasikan perempuan Jepang dan Korea sebelum dan sesudah 2010 sebagai titik pergeseran perilaku dan penampilan perempuan dalam nilai-nilai feminitas yang dihadapkan dengan maskulinitas di Asia Timur. Perempuan Jepang dan Korea memahami tuntutan masyarakat untuk berbaur demi menjaga harmoni yang menjadi nilai penting dalam masyarakat Asia Timur, tanpa mengesampingkan individualitasnya.

This study aims to analyze the representation of women’s femininity according to gender as the impact of globalization shown in the Japanese television dramas For You in Full Blossom (2007) and Pretty Proofreader (2016), and Korean television dramas Full House (2004) dan Fight for My Way (2017). Modern women related to femininity faced masculinity in Japanese and Korean social structures. With behavior, appearance, and lifestyle as analysis units, this interdisciplinary study analyzed the representation in those four television dramas as the corpus of research. The context analysis method is used as a research technique to make a valid and replicable conclusion from text to the usage context through four steps: formulate the purpose and concept of research, arrange a set of sampling unit categorizations, record the sampling unit, and study the data record by giving the interpretation. The study shows that these four television dramas represented Japanese and Korean women before and after 2010 as a shift point of behavior and appearance in femininity values faced masculinity values in East Asia. Japanese and Korean women acknowledged the requirements to mingle in their society to maintain harmony as one of the essential values in East Asian society without neglecting their individualities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Hasianna Omega Tessalonika
"Sebagai bahasa yang bergantung pada penggunaan konteks, bahasa Jepang memiliki banyak tuturan dengan informasi yang disampaikan secara implisit. Informasi tersebut dapat berupa presuposisi dan implikatur percakapan. Penelitian ini membahas mengenai persamaan dan perbedaan presuposisi dan implikatur percakapan yang terkandung dalam satu tuturan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan hubungan presuposisi dengan implikatur percakapan dalam tuturan bahasa Jepang. Penelitian dilakukan mengacu pada teori prinsip kerja sama oleh Herbert Paul Grice dan teori presuposisi oleh George Yule dan Robert Stalnaker. Data penelitian diambil dari serial drama Keibuho Daimajin yang dikumpulkan dengan metode simak catat. Penyajian data dilakukan dengan menuliskan aksara Jepang, romaji, glossing, dan terjemahan bahasa Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan 28 data dengan implikatur, 14 data dengan presuposisi, dan enam data dengan presuposisi dan implikatur percakapan dalam satu tuturan. Presuposisi dan implikatur percakapan sama-sama tidak diutarakan secara eksplisit, tetapi terdapat perbedaan antara keduanya. Implikatur percakapan adalah maksud sebenarnya penutur, tetapi presuposisi adalah informasi tambahan yang diselipkan dalam tuturan secara implisit.

Japanese has many utterances with implicitly conveyed information as a language that depends on context. Such information can be in the form of presuppositions and conversational implicatures. This study discusses the similarities and differences between presuppositions and conversational implicatures in an utterance. This study aims to explain the relations between presupposition and conversational implicature in Japanese utterances. The research referred to the theory of cooperation principle by Herbert Paul Grice and the theory of presupposition by George Yule and Robert Stalnaker. The research data were taken from the drama series Keibuho Daimajin and collected by observation and note. Data was presented by writing Japanese characters, romaji, glossing, and translating into Indonesian. The results showed 28 data with implicature, 14 with presupposition, and six with presupposition and conversational implicature in the same utterance. Presupposition and conversational implicature are not explicitly stated, but there are differences between the two. Conversational implicature is the speaker's intention, but presupposition is additional information tucked into the utterance implicitly."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Listiorini
"Pemberitaan mengenai keragaman gender dan seksualitas non-normatif yang disebut “LGBT” oleh media di Indonesia pasca Reformasi menjadikan kelompok tersebut makin terpinggirkan. Pemberitaan media menjadikan “LGBT” sebagai folk’s devil atau setan masyarakat yang dianggap berbahaya bagi kehidupan bangsa dan negara. Pemberitaan di media massa tentang “LGBT” seolah menjadi kebenaran pengetahuan dan menjadikannya kepanikan moral. Media massa membangun sebuah rezim kebenaran informasi yang mendukung, menguatkan serta menyebarluaskan stigmatisasi tentang “LGBT”, menjadikan mereka sebagai hal yang berbahaya di masyarakat dengan berpijak pada moral agama yang menguat pasca rezim Orde Baru. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis dan teori-teori diskursus Foucauldian yang mengedepankan kuasa dan pengetahuan sebagai pisau analisis. Metode penelitian dilakukan dengan metode arkeologi media yang bersifat analisis multilevel di tingkat mikro, meso dan makro. Metode ini berangkat dari pemikiran Foucault tentang tiga hal yang berkait satu sama lain yaitu pengetahuan, relasi kuasa dan diskursus seksualitas. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, rezim kebenaran media yang diproduksi dalami kuasa dan pengetahuan mengenai diskursus “LGBT” yang menyebabkan kepanikan moral adalah rezim kebenaran media homofobik. Rezim kebenaran ini dibangun dari tiga peminggiran yang dilakukan melalui kuasa dan pengetahuan media, yaitu peminggiran secara ekonomi, peminggiran secara politik dan peminggiran secara sosial budaya; kedua, kepanikan moral dibentuk melalui diskursus “LGBT” dalam pemberitaan daring maupun gelar wicara melalui proses penulisan jurnalistik dan proses produksi tayangan gelar wicara. Diskursus “LGBT” muncul melalui ketidakberimbangan narasumber dan ketidaklengkapan berita yang cenderung satu sisi yang akhirnya melenyapkan suara individu maupun kelompok minoritas gender dan seksual; melalui sentimen-sentimen terhadap kelompok tersebut dengan marginalisasi, subordinasi, stereotype, kekerasan, menekankan isu seksualitas, memberikan stigma dan menguatkan isu mengenai peraturan. Kuasa dan pengetahuan di media daring dibentuk melalui peran editor dan jurnalis, sedangkan di gelar wicara dibentuk melalui peran moderator yang memoderasi dialog; ketiga, bentuk-bentuk relasi kuasa dan pengetahuan tentang diskursus “LGBT” di pemberitaan media daring dan gelar wicara terletak pada rutinitas media yang melahirkan tindakan dan pengetahuan jurnalis. Tindakan dan pengetahuan jurnalis bersumber dari berbagai faktor seperti rutinitas media dan perspektif jurnalis. Selain itu terdapat kuasa lain yang merepresi jurnalis berasal dari rezim moral yang terbentuk dari tiga rezim yaitu rezim heteronormatif, rezim Islam konservatif dan rezim pembungkaman pengetahuan seksualitas ; keempat adalah rezim kebenaran media tentang diskursus “LGBT” di pemberitaan media daring dan gelar wicara diproduksi melalui kepanikan moral untuk melanggengkan ideologi heteronormatif. Media menjadi semacam lembaga yang menjadi perpanjangan tangan negara, dijadikan sebagai salah satu moral entrepreneur yang mendisiplinkan seksualitas warganya. Kepanikan moral yang homofobik, menyebabkan rasa takut, terancam dan menganggap “LGBT adalah bahaya menjadi salah satu metode kekuasaan heteronormatif untuk melakukan penundukan seksualitas manusia: tubuh yang patuh.
Mass media reporting on gender diversity and non-normative sexual identities community, dubbed by the media in Indonesia as LGBT, after the Reform has been further marginalizing the LGBT community. The mass media has been portraying the LGBT community as the folk devil that is deemed as a threat to the state. The news of LGBT on the mass media is seen as the true knowledge and causes moral panic. The mass media has established a regime of truth, comprising all information that supports, strengthens, and disseminates stigmas towards LGBT; making them a danger to society that holds fast to religious values which continue to grow stronger after the New Order. This study used critical paradigms and Foucauldian discourse theories that highlight power and knowledge as analytical knives. This study used a media-archaeological method which covers multilevel analysis at micro-, meso-, and macrolevel. This method is based on Foucault’s view of three interrelated things, namely knowledge, power relation, and discourse on sexuality. The findings of this study show that first, the regime of truth produced by media in terms of power and knowledge about LGBT that causes moral panic is homophobic; and second, moral panic is generated through the discourse on LGBT in the online news reporting or talk shows production. Discourse on LGBT emerges from imbalanced composition of spokespersons and one-sided news reporting which exclude individuals of gender and sexual minority community. Furthermore, sentiments and stigmas are visibly present in the content of the news. Power and knowledge in the online media are produced through editors and journalists, whereas in talk shows, they are shaped by the role of moderator who moderates the dialogue between the participants. The third finding is that forms of power relation and knowledge regarding discourse on LGBT in online media news and talk shows are established in the media’s routine which produces journalists’ knowledge and actions. Journalists’ knowledge and actions are heavily influenced by political, social, and cultural context as well as journalists’ lived experience. The fourth finding is that the media’s regime of truth on the discourse of LGBT in the online media news and talk shows is produced through moral panic to promote heteronormative ideology. The media has become a form of state’s think tank, that serves as a moral entrepreneur who is in charge of enforcing discipline on people’s sexuality. Homophobic moral panic that has induced fear, the feeling of being threatened, and view that LGBT is a danger are some of the methods used by heteronormative power to subjugate human’s sexuality: an obedient body"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
An'nisa
"ABSTRAK
Berdasarkan prinsipnya, kerja sama diperlukan untuk membuat komunikasi berjalan dengan baik. Hal itu bertujuan supaya tujuan komunikasi dapat dipenuhi. Skripsi ini membahas prinsip kerja sama yang terdapat dalam percakapan bahasa Jepang dengan mengambil data dari sebuah drama Jepang. Analisis dilakukan untuk memerikan dan memahami prinsip kerja sama yang terwujud dalam percakapan tersebut. Selain itu, percakapan tersebut juga akan dilihat dari sudut pandang prinsip kesantunan untuk melihat adakah keterkaitan antara keduanya. Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara kedua prinsip tersebut tetapi dalam beberapa data terdapat pengecualian. Pengecualian tersebut dipengaruhi oleh kompetensi bahasa yang dimiliki peserta komunikasi.

ABSTRACT
Based on its principle, cooperation is needed to make communication doing well. So that communication's aim can be fulfilled. This study focused on co-operative principle that found in Japanese conversation with data from a Japanese drama. Analysis is done to explain and understand the co-operative principle that happened in the conversation. Besides, that conversation is also seen from the aspect of politeness principle to see the dependability between both. This paper's result shows connection between both of principle but in a few data also found exception. That exception is influenced by language competence of the communication participants."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S339
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jaya Wina Santiya
"Gerakan politik emak-emak menjadi salah satu fenomena utama selama masa kampanye Pemilu Presiden 2019. Perempuan yang sebelumnya berada di ruang domestik, kini menyuarakan aspirasinya di ruang politik. Kehadiran gerakan politik perempuan ini menimbulkan perdebatan apakah perempuan sudah menjadi agen utama atau hanya dipolitisasi saja. Tulisan ini berusaha melihat bagaimana media mengkonstruksi partisipasi perempuan dalam gerakan politik. Talk show dipilih sebagai medium yang dianalisis. Bentuknya sebagai wawancara politik memungkinkan berbagai isu dikontestasikan. Tulisan ini melihat narasi apa yang dikonstruksi dan bagaimana narasi tersebut dibangun melalui perancangan talk show. Talk show yang diobservasi adalah program Rosi di Kompas TV. Tulisan ini menemukan talk show Rosi mengkonstruksikan gerakan politik emak-emak sebagai gerakan yang tidak terlepas dari kepentingan agenda pemenangan calon presiden. Narasi yang dibawa masih berkutat pada peran gender tradisional perempuan sebagai Ibu. Rosi juga berusaha menunjukan partisipasi perempuan dalam gerakan politik perlu berjalan untuk kepentingan pemberdayaan perempuan dan bukan hanya politisasi demi kepentingan partai dan elit politik.

The political movement of `emak-emak` (midwives) is one of the highlights during 2019 Presidential Election campaign in Indonesia. It highlighs how women is not only in domestic space but started to enter the political space. This movement brings debate whether woman already have their agency or just being politicized. This paper aims to analyze how television talk show as a media construct the participation of woman in political movement. Talk show is chosen due to its form as political interview where ideas and issue could be discussed. It analyzes Rosi; political talk show program which aired in Kompas TV. It looks at what narration is created and how it is built through the designing of the show. The key founding is, Rosi constructed the politics of `emak-emak` as a movement that is vulnerable to the interest and agenda of winning the presidential candidates. The narration of this movement still revolved arround women traditional gender role as mothers. Thus, to balance this Rosi tries to remind the audience that women participation in political movement should walk hand in hand with women empowerment and to not be politicized by political party and elites."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Herni
"ABSTRAK
Tujuan dari skripsi ini pada dasarnya untuk dapat merumuskan definisi aizuchi berdasarkan bentuk dan fungsinya secara umum, serta mengetahui fungsi pragmatis aizuchi agar dapat memakai aizuchi secara tepat dalam percakapan. Untuk itu penulis menggunakan dua metode, yaitu metode kepustakaan dengan teknik pengamatan audio visual untuk pengumpulan datanya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S13666
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>